• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Umum

Dalam dokumen Modul DTSD Undang - Undang Pabean (Halaman 145-148)

A. Wewenang Kepabeanan

1) Ketentuan Umum

Tugas yang dilaksanakan oleh pegawai pabean erat kaitannya dengan wewenang yang diberikan kepadanya. Seorang petugas hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika telah diberikan wewenang atas pekerjaannya. Sudah menjadi suatu hal yang lumrah bahwa setiap pelaksanaan tugas disertai dengan pemberian kewenangan pada aparat yang diberi tugas. Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugas penegakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 jo.Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, telah diberikan wewenang oleh undang-undang, baik wewenang umum maupun wewenang khusus.

Indikator Keberhasilan :

Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu

1. Menjelaskan proses pelayanan penyelesaian dokumen impor. 2. Menjelaskan penetapan penjaluran dalam system aplikasi. 3. Menjelaskan tatakerja pelaksanaan tugas PFPD

4. Menjawab pertanyaan tentang pelayanan dokumen impor dan tata kerja PFPD.

Undang-Undang Pabean

DTSD Kepabeanan dan Cukai 135

Dalam penjelasan pasal 6 Undang-undang Kepabeanan telah ditegaskan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian Kewajiban Pabean atas barang impor maupun ekspor, harus senantiasa didasarkan pada ketentuan dalam undang-undang Kepabeanan, yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Tidak ada instansi atau lembaga lain yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan penegakan ketentuan undang-undang kepabeanan, kecuali hanya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Seperti kita ketahui bahwa sesuai kelaziman internasional, di dalam suatu pelabuhan internasional (Kawasan Pabean), tidak boleh ada instansi lain kecuali aparat yang berwenang, yaitu: Customs, Imigration and Quarantine (CIQ). Aparat Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi pemasukan dan pengeluaran barang, Imigrasi yang mengawasi keluar masuk orang; dan Karantina yang mengawasi pemasukan barang/orang yang kemungkinan tercermar bibit penyakit yang membahayakan wilayah dalam negeri Indonesia.

Berkaitan dengan pemberian wewenang kepada Bea dan Cukai, sebenarnya kewenangan pejabat Bea dan Cukai sudah melekat pada pelaksanaan tugas yang dilakukannya. Kewenangan ini tersebar dalam pasal-pasal undang undang. Sebagai contoh dalam pasal-pasal 16 UUP disebutkan antara lain bahwa pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean untuk perhitungan bea masuk. Namun demikian kewenangan pabean juga diatur dalam bab tersendiri yaitu Bab XII Wewenang Kepabeanan.

Secara umum Undang-undang Kepabeanan memberikan wewenang kepada pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang, wewenang menggunakan senjata api, wewenang penggunaan kapal patroli serta kewenangan untuk menegah barang dan sarana pengangkut. Dalam melaksanakan tugas, pejabat Bea dan Cukai juga dapat meminta bantuan kepada instansi lain.

Ketentuan dalam pasal 74 UUP menyatakan sebagai berikut:

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan perudang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang.

Undang-Undang Pabean

DTSD Kepabeanan dan Cukai 136

(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pasal ini ditetapkan bahwa pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan pekerjaannya dalam rangka mengamankan hak-hak negara dapat menggunakan segala upaya agar ketentuan dalam undang-undang kepabeanan dipatuhi, baik terhadap barang, orang maupun binatang., terkait dengan kegiatan impor dan ekspor. Bahkan jika dianggap perlu pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan segala cara untuk mencari dan menemukan adanya dugaan tindak pidana kepabeanan. Hal ini guna menentukan apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan sesuai undang-undang kepabeanan.

Dalam melaksanakan kewenangannya tersebut pejabat dapat dilengkapi dengan senjata api. Namun penggunaan senjata api dibatasi mengingat resikonya bagi keselamatan dan keamanan. Penggunaan senjata api ini juga diberikan untuk melengkapi peralatan di kapal patroli. Hal ini mengingat dalam penggunaan kapal patroli ada kemungkinan menghadapi bahaya yang dapat mengancam keselamatan petugas dilapangan. Ketentuan pengawasan sarana pengangkut diatur dalam pasal 75 UU Kepabeanan.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan atau patroli laut, agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan, tidak menyimpang kearah lain, dan untuk kepentingan pemeriksaan kapal, Bea dan Cukai tidak hanya dilengkapi dengan sarana pengawasan berupa radio telekomunikasi atau radar, juga dilengkapi sarana operasional berupa kapal patroli. Kapal patroli ini dapat dilengkapi dengan senjata api.

Yang dimaksud dengan kapal patroli adalah kapal laut dan kapal udara milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dipimpin oleh pejabat Bea dan Cukai sebagai komandan patroli, yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di daerah pabean sesuai dengan undang-undang kepabeanan.

Semua instansi pemerintah baik sipil maupun angkatan bersenjata jika diminta wajib memberikan bantuan dan perlindungan terhadap pegawai Bea dan Cukai berkaitan dengan tugas yang sedang dilakukannya. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 76.

Undang-Undang Pabean

DTSD Kepabeanan dan Cukai 137

Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, pejabat Bea dan Cukai juga diberikan wewenang untuk melaksanakan tugas administrasi kepabeanan yaitu menegah barang dan sarana pengangkut yang diduga melakukan pelanggaran dibidang kepabeanan. Ketentuan penegahan barang diatur dalam pasal 77 UU tentang Kepabeanan. Untuk dipenuhinya Kewajibannya Pabean, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menengah barang dan/atau sarana pengangkut.

Yang dimaksud dengan menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan dan pengangkutan barang impor atau barang ekspor hingga dipenuhinya kewajiban pabean. Sedangkan yang dimaksud dengan menegah sarana pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai barang memasuki atau keluar dari daerah pabean tanpa memenuhi kewajiban pabean.

Dalam dokumen Modul DTSD Undang - Undang Pabean (Halaman 145-148)