1.4. Aspek Pendidikan
5.1.3. Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Lahan
Tapak berada pada ketinggian 158-188 meter di atas permukaan laut, maka penggunaan vegetasi menyesuaikan dengan kondisi geografis tapak. Vegetasi yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi geografis tapak adalah vegetasi dataran rendah. Vegetasi eksisting yang terdapat di tapak sudah sesuai dengan kondisi geografis tapak dan tanaman yang dapat ditanam di dataran rendah biasanya toleran ditanam di dataran tinggi namun tidak untuk sebaliknya sehingga pemilihan vegetasi untuk dataran rendah lebih bervariasi. Ketinggian tempat dari permukaan laut sangat menentukan pembungaan tanaman oleh sebab itu tanaman buah yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi. Pemilihan vegetasi yang tepat dengan memperhatikan pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengetahui musim panen buah.
Sektor II PPDF ini berbukit dengan topografi beraneka ragam sehingga memberi kesan dinamis serta tidak membosankan. Perbedaan ketinggian pada
75
tapak ini dapat memberikan arah pandang yang lebih luas dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Tapak didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng agak curam (8-25%) sebesar 70,45% dari luas total tapak dengan luasan 11,92 Ha. Menurut Laurie (1990), kelandaian di atas 25 % dianggap terlalu curam untuk setiap penggunaan bangunan. Oleh sebab itu perlu penataan lahan agar tidak menyebabkan tanah longsor dan erosi dengan cara menanam vegetasi penutup berupa ground cover, semak, perdu atau pohon yang dapat menguatkan struktur tanah pada lahan yang curam. Selain itu pembuatan teras bangku yang dibangun dan diletakkan sesuai dengan bentang alam digunakan untuk mematahkan kemiringan lereng yang panjang dan memperlambat aliran limpasan serta memantapkan vegetasi (Chiara dan Koppelman, 1990). Serta penggunaan metode cut and fill yaitu memindahkan volume tanah karena kemiringan lahan untuk mengurangi kecuraman lahan dan mendirikan fasilitas pendukung agrowisata. Sedangkan untuk penggunaan lahan di area kehutanan yang didominasi oleh lereng yang relatif curam maka daerah ini dimanfaatkan sebagai area konservasi.
Chiara dan Koppelman (1990) menyatakan bahwa bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi suatu tapak merupakan sumberdaya visual dan estetika yang sangat mempengaruhi lokasi dari berbagai tata guna tanah serta fungsi rekreasi interpretatif dan sebagainya. Sehingga pemahaman tentang struktur topografi tidak hanya memberi petunjuk terhadap pemilihan lokasi untuk jalan dan rute lintas alam misalnya, tetapi juga menyatakan susunan keruangan dari tapak yang akan dimanfaatkan sebagai agrowisata.
5.1.4. Iklim
Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udara, dan angin (Kartasapoetra, 2006). Namun yang akan dibahas dalam analisis iklim ini adalah intensitas penyinaran, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin. Karena perencanaan ini bertujuan untuk membuat agrowisata oleh sebab itu kesesuaian iklim dengan tanaman perlu diperhatikan agar dapat menampilkan obyek wisata yang menarik.
- Suhu Udara
Suhu udara merupakan salah satu unsur iklim mikro yang mempengaruhi kenyamanan manusia. Kisaran suhu udara ideal untuk kenyamanan manusia adalah 100C-26,60C (Laurie, 1990). Menurut Laurie (1985, dalam Purnama, 2007), nilai indeks kenyamanan (THI) kurang dari 27 dikategorikan sebagai suhu yang nyaman bagi manusia. Nilai untuk menghitung THI (Temperatur Humidity
Index) adalah sebagai berikut:
THI = 0,8 T + RH x T
500
Keterangan: THI = Temperatur Humidity Index T = Suhu rata-rata (0C)
RH = Kelembaban (%)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus THI, dengan memasukkan nilai tertinggi sebesar 33,4 0C dan terendah 30 0C pada suhu maksimum. Dan nilai tertinggi sebesar 22,6 0C dan terendah 21 0C pada suhu minimum, serta dengan memasukkan nilai kelembaban 79 – 89,5%, maka diperoleh nilai THI sebesar 20,1 hingga 32 (Tabel 9).
Tabel 9. Nilai THI Tapak pada Suhu Maksimum dan Minimum
Suhu (0C) Kelembaban (%) THI Keterangan
33,4 79 32 THI > 27
30 89,5 29,4
22,6 85,5 22 THI < 27
21 79 20,1
Dilihat dari hasil perhitungan THI maka suhu yang ada di tapak tergolong tidak nyaman bagi pengunjung. Untuk mengatasi suhu udara yang tinggi dapat diatasi dengan menggunakan sarana peneduh baik alami maupun buatan. Lahan konservasi di bukit Darul Fallah dan badan air berupa kolam di area perikanan serta sungai Cinangneng bertindak sebagai buffer terhadap suhu yang tinggi yang dapat memberikan kesejukan untuk menurunkan suhu udara dan juga sebagai pengatur iklim mikro. Selain itu suhu udara pada daerah berpepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi pohon. Dan tumbuhan yang tinggi serta luasannya cukup dapat mengurangi efek pemanasan (Dahlan, 2004).
77
- Intensitas Penyinaran
Intensitas penyinaran matahari pada tapak perencanaan rata-rata adalah 64,9% dengan kisaran 27,5%-86,5%. Dengan demikian sepanjang tahun sinar matahari yang berguna untuk pertumbuhan tanaman menjadi cukup tersedia. Penyinaran matahari pada siang hari terasa terik dan cukup menyengat terutama pada tempat yang tidak ternaungi. Untuk itu diperlukan sarana peneduh baik berupa soft material ataupun dengan hard material berupa shelter, gazebo atau saung yang dapat menaungi dari sinar matahari.
Tanaman memerlukan intensitas penyinaran yang berbeda-beda, tanaman tertentu membutuhkan sinar matahari dengan intensitas tinggi, sedangkan tanaman lain memerlukan intensitas penyinaran matahari yang rendah. Lama penyinaran matahari juga mempengaruhi pembentukan bunga dan buah. Untuk itu diperlukan pengaturan sinar matahari yang masuk dengan penggunaan net-net, rumah kaca, atau bahan lainnya yang dapat mengatur banyaknya sinar yang masuk.
- Curah Hujan
Klasifikasi iklim yang digunakan terutama untuk keperluan pertanian di Indonesia yaitu klasifikasi iklim Oldeman yang memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim serta adanya bulan basah yang berturut-turut dan bulan kering yang berturut-turut juga. Kedua bulan ini dihubungkan dengan kebutuhan tanaman padi di sawah serta tanaman palawija terhadap air (Kartasapoetra, 2006).
Berdasarkan data iklim rata-rata pada tahun 2002 hingga 2008 menurut klasifikasi iklim Oldeman, tapak PPDF termasuk tipe iklim A1 yaitu bulan lembab (BL) sebanyak dua bulan dan bulan basah (BB) sebanyak sepuluh bulan. Pada tipe iklim A1 ini tersedia air sepanjang tahun karena hujan terjadi hampir sepanjang tahun. Pengamatan klasifikasi iklim ini dilihat dari bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut yang dikaitkan dengan pertanian untuk daerah-daerah tertentu. Maka penggolongan iklimnya dikenal dengan nama zona agroklimat (agro-climatic classification). Namun curah hujan yang tergolong tinggi ini tidak menjamin tersedianya air yang dapat mencukupi keperluan yang ada di tapak. Oleh sebab itu perlu suatu usaha perbaikan sistem supply air agar dapat mengatasi pada saat kekurangan air.
Pada saat hari hujan akan menjadi kendala dalam aktivitas rekreasi dan mengurangi kenyaman pengunjung. Untuk itu perlu adanya sarana peneduh yang dapat digunakan oleh pengunjung pada saat musim penghujan maupun pada saat panas matahari. Yang perlu diperhatikan juga adalah pemilihan struktur perkerasan kedap air pada jalan setapak agar menghindari becek pada saat musim penghujan.
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan erosi tanah dan run off (aliran permukaan) bila tidak terdapat penutup tanah. Oleh sebab itu diperlukan saluran drainase buatan (parit) menuju sungai tanpa menimbulkan erosi tanah. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya run off adalah penanaman vegetasi yang dapat meresapkan air hujan (penutup tanah) dan melindungi permukaan tanah dengan pemulsaan, yaitu menutupi permukaan tanah dengan jerami, sisa-sisa tanaman, kompos, atau bahan lainnya (Kartasapoetra, 2006).
- Kelembaban Udara
Kelembaban udara pada tapak perencanaan adalah 79%-89,5% tergolong tinggi karena menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi manusia. Disebabkan oleh kurangnya pengaliran udara akibat penutupan jalur angin oleh semak maupun pepohonan sehingga banyak uap air terkumpul di udara.
Kisaran kelembaban udara yang nyaman bagi manusia, menurut Laurie (1990) adalah sekitar 40-75%. Kelembaban udara yang tinggi menimbulkan ketidak nyamanan karena dapat membuat pengguna tapak akan cepat merasa lelah dalam beraktifitas. Sedangkan untuk tanaman, di daerah tropis yang kelembaban udaranya besar mengakibatkan masalah bagi tanaman terutama untuk hasil sayuran akan cepat membusuk (Kartasapoetra, 2006). Untuk mengurangi kelembaban tersebut diatasi dengan pemilihan struktur vegetasi yang memiliki percabangan jarang serta penempatan vegetasi sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam tapak.
- Kecepatan Angin
Kecepatan angin di tapak perencanaan yang berkisar antara 1,9 km/jam-2,8 km/jam. Menurut kelas Beaufort yang disusun berdasarkan kerusakan yang diakibatkan angin dan kecepatan angin tersebut adalah tergolong angin sepoi-sepoi yang cukup nyaman bagi pengguna tapak melalui penurunan suhu udara dan
79
bukan merupakan faktor yang membahayakan pertumbuhan tanaman, arah angin ini terlihat pada arah asap.
Arah angin bertiup dari arah Timur Laut (April-September) dan dari arah Tenggara, Barat dan Barat Laut pada bulan Oktober-Maret. Dengan mengetahui arah angin maka pengaturan vegetasi dan letak fasilitas dapat lebih mudah dilakukan. Hal ini digunakan untuk mengurangi turbulensi udara. Penahan angin berupa kisi-kisi padat, pemagaran, atau bangunan, cenderung menimbulkan turbulensi udara pada sisi yang terlindung dari arah datangnya angin. Sedangkan penahan angin yang tersusun dari pepohonan, angin masih dapat menembus tirai dedaunan sehingga turbulensi udara hanya sedikit (Laurie, 1990).
Angin juga merupakan media penyebaran bau dan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor maupun bau dari area peternakan. Hal ini dapat diatasi dengan pemilihan vegetasi beraroma dan penempatan screening berupa soft material pada area yang dekat dengan kendala angin tersebut.
5.1.5. Hidrologi dan Drainase
Unsur air pada tapak tidak hanya dilihat dari segi estetikanya saja namun segi ekologis perlu diperhatikan untuk merencanakan kawasan yang berkelanjutan. Sistem pengairan juga sangat penting dalam pelaksanaan usaha tani. Oleh sebab itu karakteristik dan ketersediaan air pada tapak harus diperhitungkan dalam analisis aspek hidrologi ini. Aspek hidrologi pada sektor II PPDF ini cukup kritis karena sumber mata air yang tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan tapak maka diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Bentuk badan air pada tapak berdasarkan sistem aliran airnya berupa selokan, sungai (termasuk sistem lotik) dan kolam (sistem lentik). Sungai dan selokan sebagai batas terluar sebelah barat dan selatan dari tapak sedangkan kolam mempunyai luasan 2132,6 m2. Sumber air untuk kolam ini didapat melalui selokan yang terdapat di selatan tapak kemudian dialirkan untuk mengisi kolam, sedangkan untuk kebutuhan peternakan air didapat dari pompa hydram yang sumbernya berasal dari selokan yang dialirkan melalui pipa. Dilihat dari penggunaannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 24/LA-18/1981 melalui Departemen Kesehatan yang menetapkan standar kualitas nasional yang
membagi air menurut kegunaannya, selokan ini termasuk ke dalam golongan C yaitu air baku yang baik untuk kepentingan perikanan dan peternakan serta masih dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya tetapi tidak sesuai untuk keperluan golongan A dan B.
Sungai Cinangneng yang berbatasan dengan tapak merupakan sumber air yang ditarik oleh pompa alkon dengan menggunakan bahan bakar bensin kemudian disaring dengan penyaringan alami yaitu memakai pohon bambu yang ada di tapak. Jadi air yang ditarik dengan pompa alkon tersebut disimpan di belakang bambu, kemudian air akan masuk ke perakaran bambu setelah keluar dari perakaran bambu air akan menjadi jernih. Air dari pompa alkon ini digunakan untuk mengisi bak mandi yang ada di kantor PT. DaFa serta penyiraman untuk tanaman nilam. Sehingga untuk saat ini masalah air pada tapak diatasi dengan cara penyedotan air dari pompa alkon yang ditempatkan di titik tertentu untuk memenuhi kebutuhan pengguna tapak. Oleh sebab itu kawasan sempadan sungai yang melintasi tapak ini harus dilindungi untuk menjaga kelestarian kualitas air sungai. Debit air sungai terkecil biasanya terjadi pada bulan Juli-Agustus maka perlu penanganan lain untuk menutupi kekurangan air di tapak pada bulan defisit air tersebut.
Oleh sebab itu menjaga kualitas air sungai sangat diperlukan dengan cara mengambil sampah yang tersangkut di sungai maupun pengadaan tempat sampah di beberapa titik tertentu agar menghindari pengguna tapak untuk membuang sampah ke sungai. Serta badan air di tapak yang digunakan sebagai sumber air perlu dikonservasi agar penurunan kualitas air dapat dikurangi. Maka perlu penanaman vegetasi dengan jarak lima meter dari badan air sehingga kegiatan aktif tidak dapat dilakukan di area konservasi air ini.
Hal yang lain untuk pengembangan tempat wisata, dalam mengatasi masalah hidrologi di tapak adalah pemanfaatan air tanah dalam yang digunakan untuk keperluan agrowisata, dilakukan dengan pengeboran air tanah dalam, kemudian dipompa dan ditampung di reservoir air yang terdapat pada area peternakan lalu dialirkan ke tempat-tempat yang membutuhkan air seperti toilet melalui pipa-pipa. Letak reservoir air yang terdapat di titik kedua tertinggi pada tapak memudahkan penyaluran air ke tempat-tempat terendah yang membutuhkan
81
air. Perluasan bangunan reservoir air untuk mengoptimalisasi penyimpanan air diperlukan agar sumber daya di tapak dapat terpenuhi kebutuhannya. Reservoir air ini dihubungkan dengan saluran pembagi yang menuju ke lahan pertanian. Optimalisasi penggunaan sumur resapan atau sumur timba di titik tertentu yang tidak jauh dari bangunan juga perlu dilakukan, hal ini berguna untuk menampung air untuk kebutuhan di tapak perencanaan.
Dalam menentukan sistem pengairan pada lahan-lahan pertanian harus memperhatikan slope association of land atau asosiasi lereng yang terdiri dari arah, derajat, dan keseragaman kemiringan tanah atau lereng. Apabila lereng itu tidak beraturan, untuk mengatasi keperluan airnya dapat dilakukan dengan cara
sprinkle irrigation system yaitu memancarkan air (Kartasapoetra, 2006). Hal ini
dapat diterapkan di tapak yang memiliki lereng yang tidak beraturan untuk efektifitas tenaga dan sumberdaya. Hal ini juga digunakan pada tanaman yang letaknya jauh dari sumber air dengan cara penyaluran air melalui pipa-pipa.
Lahan dengan drainase cepat pada tapak terutama di daerah yang curam dapat dihindari dengan usaha pengurangan laju erosi, yaitu dengan pembuatan
terassering, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup tanah. Penyediaan
saluran pembuangan air yang baik juga perlu diperhatikan agar sampah tidak dibuang ke dalamnya serta mampu dimanfaatkan secara maksimal yaitu mengumpulkan dan menyalurkan air hujan dengan baik. Saluran pembuangan air di atas tanah ini dapat dibuat secara tertutup dengan penutup beton ataupun grill besi di sepanjang saluran atau jalur lintasan manusia.
5.1.6. Vegetasi dan Satwa
Pengembangan agrowisata sangat erat kaitannya dengan kondisi vegetasi yang ada pada tapak. Pencatatan jenis-jenis tanaman pada tapak merupakan faktor penting di dalam mempertimbangkan jenis tanaman yang tidak dan perlu dilestarikan. Dengan analisis bahwa tanaman-tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di tapak memberikan suatu petunjuk bagi pemilihan jenis tanaman baru dalam perencanaan tapak. Secara spasial tapak perencanaan didominasi oleh bambu betung (Dendrocalamus asper), sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielse), karet (Havea brasiliensis). Tanaman ini sangat penting untuk konservasi air tanah sehingga keberadaannya perlu dipertahankan, namun penempatannya
harus memperhatikan fungsi dan estetika agar tidak mengganggu tema dari agrowisata itu sendiri. Kemampuan pengendalian terhadap erosi yang terdapat pada vegetasi yang ada penting dalam menjaga kestabilan permukaan tanahnya. Jenis vegetasi yang ada dan topografi menjadi sangat penting di dalam penegasan kualitas tapak dan perhubungan ruangnya (Laurie,1990).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin) yang ditanam di tapak mempunyai luas 11.238 m2. Namun dalam penataannya sangat perlu diperhatikan apakah telah sesuai dengan karakteristik yang ada pada tapak. Tanaman nilam merupakan tanaman atsiri penghasil minyak, yaitu minyak nilam. Untuk menghasilkan minyak nilam yang sesuai dengan standar mutu minyak nilam yang telah ditetapkan maka memerlukan teknologi pengolahan yang berkualitas agar mempunyai daya saing yang kuat. Pembuatan pabrik pengeringan dan penyulingan nilam memerlukan kebun nilam sekurang-kurangnya 40 Ha agar hasil yang dicapai maksimal. Oleh sebab itu apabila luasan nilam yang dibudidayakan sedikit maka hasil yang akan dicapai juga tidak optimal. Kondisi tanaman nilam itu sendiri yang sebagian besar berada di bagian barat tapak saat ini telah mengering, oleh sebab itu perlu penggantian tata guna lahan yang sesuai perencanaan yang akan dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik tapak menjadi area perkemahan karena dilihat dari karakteristik lahannya yang dominan landai.
Satwa yang terdapat pada tapak terdiri dari satwa liar dan satwa ternak. Keberadaan satwa liar yang cukup mengganggu, diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak bersarang di sekitar PPDF. Hal ini diatasi dengan cara penataan tanaman yang tidak mengundang kehadiran satwa liar tersebut serta pemeliharaan tanaman secara berkala. Sedangkan satwa liar yang tidak mengganggu berupa burung perlu dilestarikan dengan cara mempertahankan habitatnya seperti tidak membuang vegetasi yang menjadi sumber makanan, tempat bertelur, dan tempat berlindung bagi burung dan satwa lain yang tidak mengganggu.
Satwa ternak yang ada di tapak perencanaan adalah sapi potong, sapi perah, dan kambing. Peternakan sapi dan kambing ini dapat menimbulkan bau di lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu perlu penanaman vegetasi yang dapat
83
mereduksi aroma tidak sedap dan penghalang angin agar dapat mengurangi bau tersebut.