• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.4. Aspek Pendidikan

5.1.7. Visual, Akustik, dan Aroma

mereduksi aroma tidak sedap dan penghalang angin agar dapat mengurangi bau tersebut.

5.1.7. Visual, Akustik, dan Aroma

Laurie (1990) menyatakan analisis visual menunjukkan di mana kualitas pemandangan yang terdapat sebagian besar berupa cakrawala. Maka zona cakrawala tersebut kemudian digambarkan sebagai daerah-daerah yang harus dilindungi dari tataguna lahan seperti bangunan-bangunan yang akan merubah bentuk karakternya. Oleh sebab itu perlu pertimbangan untuk menempatkan suatu fasilitas pendukung agrowisata agar tidak merusak karakter tapak yang telah ada. Seperti terlihat pada bagian tenggara tapak perencanaan, nuansa pedesaan terasa kental di daerah ini. Terdapat kolam ikan serta sawah milik penduduk sekitar yang menghampar dengan jajaran pohon kelapa sebagai pembatasnya. Dengan latar belakang gunung kapur maka karakter ruang yang terbentuk merupakan satu kesatuan yang membentuk ruang dengan nuansa pedesaan.

Sumberdaya estetika sangat berperan dalam penentuan tapak untuk rekreasi. Sumberdaya ini ditentukan oleh keragaman bentuk permukaan tanah, pola vegetasi dan air permukaan. Begitu juga dengan efek keruangan seperti vista pemandangan maupun citra yang timbul dari ciri tersebut (Chiara dan Koppelman, 1990). Peletakkan tempat duduk atau saung pada lokasi tertentu dilakukan untuk memfasilitasi wisatawan agar dapat menikmati potensi visual yang terdapat di dalam tapak.

Pada lahan konservasi di bukit Darul Fallah dapat dimanfaatkan potensi sumberdaya alam agar dapat melihat pemandangan yang menarik dengan cara pemberian enfranment (pembingkaian) untuk mengarahkan pengunjung ke suatu titik pandang tertentu yang memusatkan pandangannya ke objek yang dimaksud, dengan pembuatan fasilitas seperti menara pandang sebagai tempat melihat view tersebut.

Bad view pada tapak yaitu terdapat sampah di dekat selokan maupun

sungai Cinangneng oleh sebab itu perlu adanya penanganan yang tepat untuk mengatasi sampah ini agar tidak terjadi penumpukan yang mempengaruhi kondisi fisik tapak. Pengambilan sampah yang tersangkut serta pengadaan tempat sampah

di beberapa titik agar tidak mempengaruhi pengguna untuk membuang sampah sembarangan.

Noise pada tapak yang disebabkan oleh suara kendaraan yang lewat

menyebabkan pencemaran berupa kebisingan. Hasil-hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa pepohonan dan semak-semak memiliki daya penyerapan bunyi yang tinggi. Penempatan relatif tabir penahan kebisingan di antara sumber suara dengan daerah yang dilindungi merupakan hal yang paling penting, yaitu sebuah tabir yang ditempatkan relatif dekat dengan sumber kebisingan lebih efektif daripada tabir tersebut diletakkan dekat dengan daerah yang perlu dilindungi (Laurie, 1990). Hal ini dapat diterapkan di sepanjang jalur sirkulasi kendaraan pada tapak untuk mereduksi kebisingan.

Apabila berhenti pada suatu titik dekat pepohonan akan terdengar sayup-sayup suara kicauan burung, selain itu bila berada di dekat sungai Cinangneng akan terdengar suara aliran sungai. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk menarik minat wisatawan dalam pengembangan agrowisata dalam bentuk kegiatan yang bersifat pasif (hanya melihat).

Aroma yang mengganggu dari area peternakan yang disebabkan oleh kotoran ternak baik sapi maupun kambing diatasi dengan pemilihan tanaman yang dapat mereduksi bau serta penghalang angin agar dapat mengurangi bau tersebut.

5.1.8. Pola Penggunaan Lahan

Tapak perencanaan telah memiliki daya tarik pertanian yang sedang dikembangkan sehingga hal ini dapat memberi nilai tambah dalam pengembangan agrowisata. Pola penggunaan lahan di tapak ini dibagi menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian, lahan peternakan, lahan perikanan, lahan kehutanan, dan laboratorium kultur jaringan.

Untuk jalur sirkulasi, dalam pemilihan jalur tempuh, daerah-daerah yang berjarak pendek pada lahan yang bernilai tinggi harus dikorbankan demi jarak. Sistem pada kendala yang membebani menunjukkan bahwa jalur tempuh harus mengikuti jalan yang memiliki hambatan paling kecil. Dilihat dari sudut pandang konservasi, jalur jalan tersebut harus dihindarkan memotong lahan pertanian kelas 1 atau kelas 2 (Laurie, 1990). Pada tapak, jalur sirkulasi dibuat sesuai dengan

85   

fungsinya untuk menghubungkan satu tempat dengan tempat lain yang ada di tapak dengan mempertimbangkan karakeristik lahan.

- Kebun Nilam

Tanaman aromatik yang telah diusahakan di tapak adalah nilam (Pogostemon cablin) seluas 11.238 m2. Namun lahan nilam yang terdapat di bagian barat tapak seluas 7546 m2 saat ini telah mengalami kekeringan oleh sebab itu perlu dilakukan pergantian fungsi ruang, yang sebelumnya area ini untuk tanaman aromatik maka dikonversi menjadi lahan untuk perkemahan. Dengan pertimbangan bahwa lahan ini didominasi oleh kemiringan yang landai sehingga sesuai untuk dijadikan tempat perkemahan tanpa harus melakukan grading dan dibuat sebagai lawn area untuk penempatan-penempatan kemah, sedangkan kebun nilam yang berada di bagian utara tapak penanamannya tidak sesuai dengan kemiringan lerengnya yaitu lebih dari 25%, dengan ketinggian tanaman nilam kurang dari satu meter dan tanamannya berbentuk semak maka tidak cocok untuk kemiringan lereng yang curam karena kurang dapat mengatasi erosi dengan baik. Oleh sebab itu perlu penggantian tanaman yang dapat mengatasi erosi di lereng yang curam seperti penanaman pohon yang tidak hanya dapat mengurangi bahaya erosi namun juga bermanfaat seperti pohon buah namun dengan penambahan jalur sirkulasi menggunakan teknik cut and fill karena karakteristik lahannya, yaitu lereng yang curam perlu dilakukan rekayasa lanskap untuk penambahan fasilitas wisata.

- Lahan Pakan Hijauan Ternak

Tanaman yang diusahakan di Darul Fallah adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach var King grass) seluas 30.361 m2. Hasil dari penanaman rumput gajah ini akan dialokasikan untuk pakan ternak. Perhitungan kebutuhan hijauan untuk pakan sapi perah, sapi potong dan kambing dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Kebutuhan Hijauan Ternak di Area Peternakan PPDF Sapi Potong Sapi Perah Kambing Kebutuhan

minimal Hijuan dari bobot badan

0,5-0,8 % bahan kering 60 % bahan kering (75 % rumput alam dan 25 % rumput unggul) 3 % bahan kering atau 10-15 % bahan segar

Sapi Potong Sapi Perah Kambing Kebutuhan

Hijauan/hari/ekor

7,56 kg/hari/ekor 7,5 kg/hari/ekor 6,7 kg/hari/ekor Kebutuhan

Hijauan seluruhnya

3.024 kg/hari 150 kg/hari 167,5 kg/hari

Total 3.341,5 kg/hari

Sumber: Siregar (2008), Departemen Pertanian (www.deptan.go.id)

Hasil pengkajian Siregar dan Sajimin (1992) yang disitasi oleh Adiati (1994) dalam Prasetyo (2004) melaporkan bahwa produksi rumput gajah pada agroekosistem lahan kering bisa mencapai 226,9 ton/ha/tahun. Apabila dalam setahun rumput gajah mampu panen sebanyak 6 kali, maka pembagian lahan menjadi 6 petak untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi dan kambing. Dengan diasumsikan, petak pertama untuk memenuhi kebutuhan selama waktu panen pertama dan seterusnya. Maka setiap satu kali panen rumput gajah mampu menghasilkan 37,8 ton untuk luasan 1 Ha.

Dengan luas lahan hijauan untuk pakan ternak yang ada saat ini, kebutuhannya tidak mencukupi bagi semua ternak oleh sebab itu pakan ternak dipasok juga dari luar Darul Fallah. Sehingga lahan yang sebelumnya digunakan untuk penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dapat dikonversi sebagian untuk fungsi ruang lain yang dapat mendukung agrowisata ini. Pemilihan letak lahan Pakan Hijauan Ternak ini berdasarkan letak yang berdekatan dengan area peternakan sehingga efisiensi tenaga dan sumber daya dapat tercapai. Selain itu dengan pertimbangan pada aspek kemiringan lereng yang ada, menurut Kartasapoetra (2006), kelerengan mulai dari 25-35% maka berdasarkan hasil penelitian tanah, lapisan permukaannya telah tererosi hebat, rendah kandungan kelembabannya serta sangat dipengaruhi angin kencang, tetapi masih mampu untuk ditanami dalam batas-batas tertentu, misalnya tanaman yang tumbuhnya rapat, rumput-rumputan, atau sejenis makanan ternak yang dapat berkembang sepanjang tahun sehingga lapisan permukaannya (top soil) akan terbentuk kembali. Dan lahan yang tetap dipertahankan sebagai lahan pakan hijauan ternak adalah lahan di bagian timur tapak di belakang kandang sapi potong seluas 23.651 m2. Maka manfaat yang didapat tidak hanya untuk ternak saja namun peningkatan kualitas lingkungan juga dapat tercapai.

87   

- Pertanian

Pertanian yang ada di tapak dibatasi hanya untuk pertanian lahan kering sesuai dengan karakteristik tapak. Sehingga tanaman yang dibudidayakan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tapak seperti jenis-jenis tanaman hortikultura dan tanaman herbal yang sesuai dengan karakteristik lahan. Lahan pertanian ini akan ditempatkan di beberapa tempat belum dimanfaatkan dengan maksimal. Penempatan lahan pertanian organik pada tapak eksisting perlu dipindah karena berdekatan dengan jalur sirkulasi utama yang lahannya sesuai untuk dijadikan tempat parkir karena relatif datar dan lahan yang ada memenuhi kebutuhan wisata.

- Peternakan

Unit Usaha peternakan yang ada pada tapak harus mampu memfasilitasi kegiatan peternakan yang telah diprogramkan. Fasilitas yang ada mencakup kandang kambing, kandang sapi perah, kandang sapi potong, reservoir air, instalasi biogas, tempat pengolahan susu, gudang pakan, tempat pengolahan kotoran menjadi kompos, kantor dan lab. lapang serta rumah karyawan. Menurut Siregar (2008), pembuatan kandang pada suatu lokasi tidaklah terlepas dari pertimbangan lingkungan. Penentuan lokasi kandang hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk ataupun bangunan umum seperti sekolah, masjid, rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya.

2. Tidak ada rasa keberatan dari pihak tetangga apabila pembangunan kandang terpaksa harus dilakukan pada lokasi yang berdekatan dengan perumahan penduduk.

3. Pembuangan air limbah dan kotoran harus tersalurkan dengan baik. 4. Persediaan air bersih cukup.

5. Jarak kandang dari rumah penduduk adalah sekitar 10 meter.

6. Letak areal kandang ataupun lantai kandang adalah sekitar 20-30 am lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya.

7. Areal yang ada masih memungkinkan untuk perluasan kandang.

8. Lokasi kandang agak jauh dari tempat keramaian atau lalu lintas manusia dan kendaraan.

Letak kandang dengan radius 85 meter dari pemukiman penduduk serta areal di sekitarnya yang masih memungkinkan untuk perluasan kandang dan lokasi kandang yang jauh dari tempat keramaian atau lalu lintas kendaraan, membuat areal peternakan sesuai ditempatkan di titik ini. Areal peternakan ini terletak pada titik kedua tertinggi dari tapak, hal ini agar memudahkan untuk penyaluran limbah ternak ke daerah di sekitarnya sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan sumberdaya. Namun peletakkan kandang kambing, rumah penjaganya dan tempat pembuatan kompos perlu dipindahkan di sebelah kandang sapi perah untuk efisiensi tempat dan agar terlihat oleh wisatawan tanpa perlu masuk ke dalam kandang sapi perah seperti pada eksisting tapak.

Tipe kandang sapi perah dan sapi potong yang terdapat di peternakan ini adalah tipe ganda (penempatan sapi dilakukan pada dua baris) dengan luas 31,6x60 meter untuk sapi potong dan 11x40 meter untuk sapi perah. Menurut Siregar (2008), ukuran kandang untuk satu ekor sapi dewasa adalah 2,1x1,45 meter untuk sapi lokal dan 2,1x1,5 untuk sapi perah. Maka dilihat dari daya dukung kandang dengan 400 ekor sapi potong dan 20 ekor sapi perah yang terdapat di peternakan ini mencukupi kebutuhan sapi. Namun untuk kebutuhan wisata perlu diperhatikan sanitasi dan kebersihan kandang agar pengunjung nyaman dalam melakukan aktivitas wisata di area ini.

Sedangkan tipe kandang kambing juga dibuat dengan tipe ganda namun kandang ini dibuat berbentuk panggung karena untuk kambing jenis etawa bisa dikatakan hampir tidak pernah keluar kandang. Jika tidak dibuatkan kandang berbentuk panggung maka kandang akan menjadi lembab, becek, kotor dan menimbulkan penyakit. Oleh sebab itu jarak antara tanah dengan lantai kandang sebaiknya setinggi 75-100 cm dan bentuk atap kandang yang miring diharapkan agar sistem sirkulasi udara dapat berlangsung secara kontinyu dan cepat. Serta diusahakan agar kandang kambing dapat terkena sinar matahari langsung sehingga bibit penyakit yang akan berkembang biak dapat diminimalisir sekecil mungkin. Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1,5 m² untuk induk secara individu. Sedangkan untuk pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m², dan untuk anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan

89   

ukuran 1 m/ekor. Untuk tinggi penyekat 1,5 - 2 kali tinggi ternak (www.deptan.go.id).

Sapi maupun kambing mempunyai keterbatasan dalam mengonsumsi pakan. Hijauan ataupun rumput-rumputan yang tumbuh di daerah tropis relatif cepat tumbuh tetapi kandungan gizinya relatif rendah. Oleh sebab itu perlu penambahan konsentrat agar pertambahan bobot badan maksimal dengan cara pemberian hijauan berupa campuran rumput-rumputan dan daun leguminosa dengan tambahan konsentrat. Karena lahan yang ada tidak mencukupi maka kebutuhan pakan dipasok dari luar Darul Fallah. Jenis rumput gajah yang ditanam untuk memenuhi sebagian kebutuhan pakan ternak di tapak ini termasuk rumput unggul dan merupakan hijauan berkualitas tinggi jika ditambahkan dengan konsentrat dalam bentuk bahan kering (Siregar, 2008).

Kebutuhan minum ternak juga perlu diperhatikan, untuk sapi kebutuhan minum perharinya 30 liter sedangkan kambing memerlukan air minum 2 liter per hari. Maka seluruh sapi memerlukan 12600 liter dan seluruh kambing memerlukan 50 liter sehingga total untuk kebutuhan minum ternak adalah 12.650 liter. Apabila dibandingkan dengan hasil dari pompa hydram yaitu 18 liter per menit atau satu jam menghasilkan 1.080 liter, maka kebutuhan minum ternak dapat terpenuhi dalam waktu 11 jam 42 menit.

Tempat pengolahan hasil ternak tetap ditempatkan di sebelah pintu alternatif Sektor II PPDF namun dengan penambahan fasilitas dan penataan sesuai dengan kebutuhan ruang.

Daya tarik peternakan (kambing, sapi potong dan sapi perah) yang dapat ditawarkan di tapak adalah kegiatan mempelajari pola dan cara berternak sapi dan kambing serta mempelajari budidaya hewan ternak, pemerahan susu dan pemberian makan sapi dan kambing, pengolahan pupuk kandang serta melihat dan membuat pengolahan hasil peternakan seperti susu pasturisasi (kambing dan sapi) dan yogurt dari susu sapi, kemudian pemasaran hasil peternakan dengan cara distribusi ke konsumen maupun sebagai oleh-oleh bagi wisatawan.

- Perikanan

Unit Usaha Perikanan di tapak perencanaan mencakup kolam ikan seluas 2132,6 m2. Area ini berada dekat dengan selokan sehingga memudahkan untuk

pengairan kolam. Untuk pengembangan lahan budidaya kolam ikan perlu diperhatikan beberapa aspek fisik di antaranya, sumber air dan kualitasnya; topografi; iklim dan sifat tanah.

Kolam ikan yang ada pada tapak sebagian dapat dikonversi menjadi lahan percobaan berupa sawah karena areanya berdekatan dengan sumber air. Namun penempatan lahan percobaan berupa sawah dan kolam ini harus disesuaikan dengan ketinggian tempat, sehingga lahan percobaan berupa sawah ini memiliki ketinggian yang efektif bagi pengguna dan tidak memerlukan rekayasa lanskap. Penempatan sawah berdasarkan ketinggian tempat ini berada di kolam ikan yang berdekatan dengan sumber air sehingga arah aliran air perlu diperhatikan agar air yang mengalir ke kolam ikan masih dalam keadaan belum terkontaminasi. Air yang dialirkan ke sawah dan air yang dialirkan ke kolam ikan perlu dibedakan dengan pembuatan pipa yang mengalirkan air dari sumber air ke kolam ikan dan ke sawah. Kolam ikan yang tersisa dibagi menjadi dua fungsi yaitu dua petak kolam ikan digunakan untuk kolam pemancingan seluas 527 m2 dan dua petak kolam ikan lainnya digunakan untuk budidaya seluas 533 m2.

Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat pertumbuhan plankton yang merupakan salah satu sumber makanan ikan. Sumber air kolam ikan ini berasal dari selokan yang mengalir di selatan tapak. Kecerahan air mencerminkan jumlah plankton yang ada dalam air, sedangkan warna air biasanya berkaitan dengan warna plankton yang dominan. Jika dilihat dari warna air kolam di tapak yang berwarna hijau kecoklatan mencerminkan dominasi Diatomae dari kelas Bacilariophyta (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Letak kolam ikan dan sawah memerlukan topografi yang tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah, karena akan menyulitkan dalam pengelolaan air. Letak kolam ikan pada tapak didominasi oleh kemiringan yang landai serta bukan merupakan daerah terendah maupun tertinggi pada tapak sehingga memudahkan pengelolaan. Pengeringan kolam ikan secara berkala sangat penting dilakukan, untuk mempertahankan kesuburan dan kondisi fisiknya. Namun luasan area perikanan ini tidak memungkinkan untuk penambahan fasilitas penunjang wisata oleh sebab itu perlu menggunakan teknik cut and fill untuk mengatasi kendala ini sehingga penambahan fasilitas penunjang wisata dapat dilakukan. Cut and fill

91   

dilakukan mulai dari sebagian jalan masuk ke area perikanan pada eksisting tapak agar mendapatkan daerah yang datar sehingga penambahan fasilitas dapat dilakukan dengan mudah.

- Kehutanan

Laurie (1990) menyatakan kesesuaian lahan untuk kehutanan yang ekonomis tergantung pada kelandaian lahan, curah hujan (rumpun yang berlainan memiliki optimum yang berlainan pula), tanah (rumpun yang berlainan tumbuh subur pada jenis tanah yang berbeda), dan ketinggian permukaan (suhu yang lebih dingin mempengaruhi pertumbuhan rumpun tertentu). Pada sektor II PPDF, lahan di atas bukit dijadikan sebagai tempat konservasi karena didominasi oleh lereng lebih dari 25%. Kelandaian di atas 25% dianggap terlalu curam untuk setiap penggunaan bangunan. Berdasarkan penilaian faktor fisik lingkungan kawasan hutan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), dari skala 1 sampai 5, bukit yang dijadikan tempat konservasi mempunyai faktor lereng dengan kelas 4 (curam) yaitu lereng dengan kemiringan 25-40%. Faktor kepekaan tanah terhadap erosi termasuk kelas 2 (jenis tanah latosol) yaitu agak peka. Dan faktor Intensitas hujan harian termasuk kelas 1 (1-13,6 mm/hari) dengan intensitas sangat rendah.

Oleh sebab itu daerah yang merupakan titik tertinggi di tapak ini sangat potensial untuk dijadikan lahan kehutanan dengan menggunakan pohon berkayu yang dapat dipanen dan juga sebagai tempat konservasi. Hasil panen kayu tersebut dapat menambah pemasukan bagi pesantren, sekaligus tempat pendidikan kehutanan, yaitu memberikan pengetahuan tentang tanaman kehutanan dan meningkatkan pemahaman wisatawan tentang konservasi dan lingkungan hidup sehingga dapat menimbulkan kesadaran tentang pentingnya melestarikan kawasan hutan serta pengenalan tumbuhan-tumbuhan kehutanan yang ada di area kehutanan ini beserta manfaatnya. Selain itu area kehutanan ini dapat dimanfaatkan untuk melihat view di sekeliling tapak maka penempatan menara pandang perlu dilakukan. Semak-semak yang tumbuh liar dan tidak teratur sebaiknya dipangkas sehingga kelembaban dapat diminimalisir pada daerah ini.

- Laboratorium Kultur Jaringan

Lokasi laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi serta dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga

listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah. Letak laboratorium kultur jaringan milik PT. DaFa ini sudah cukup potensial karena dekat dengan sumber air dan tenaga listrik, namun area parkir pada eksisting tapak yang berada di sebelah barat laboratorium ini sebaiknya dipindahkan ke satu lokasi agar polusi di sekitarnya dapat diminimalisir.

Laboratorium kultur jaringan milik PT. DaFa yang mempunyai fasilitas-fasilitas yang cukup lengkap untuk memproduksi berbagai bibit tanaman hortikultura, kehutanan dan perkebunan. Namun perlu penataan kembali pada bagian fasilitas yang rusak ataupun yang tidak tertata rapih untuk pengembangan agrowisata demi kenyamanan pengguna dan pengunjung.

Penataan ruangan dalam laboratorium, dikaitkan dengan langkah-langkah dalam prosedur kultur jaringan dan alat-alat yang diperlukan. Kegiatan kultur jaringan di dalam laboratorium, dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

(1) Persiapan media dan bahan tanaman. (2) Isolasi dan penanaman.

(3) Inkubasi dan penyinaran kultur.

Masing-masing kegiatan harus terpisah satu dengan lainnya, dengan peralatan yang tersendiri karena kegiatan-kegiatan tersebut, maka ruangan yang dibutuhkan adalah :

1. Ruang persiapan dan ruang stok 2. Ruang isolasi dan penanaman 3. Ruang kultur

4. Ruang kantor

5. Ruang mikroskop atau ruang analisa.

Ruang kultur biasanya merupakan ruang yang terbesar dari ruang laboratorium dan harus dipikirkan kemungkinan perluasan. Ruang persiapan dan ruang transfer tergantung dari jumlah dan besar alat-alat, sedangkan ruang stok merupakan ruangan terkecil dan tergantung dari macam pekerjaan, kadang-kadang dibutuhkan ruang mikroskop dan/atau ruang analisa.

Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: A. Alat-alat yang dipergunakan;

93   

B. Jumlah personalisa yang terlibat; C. Tujuan pekerjaan;

D. kapasitas produksi; E. Biaya yang tersedia.

Ruangan laboratorium harus dijaga tetap bersih, serta bebas dari hewan kecil seperti tikus dan insek (lalat, semut, kecoa dan lain-lain). Sarana dasar seperti aliran listrik yang cukup, air yang lancar, dan gas, merupakan perlengkapan yang dapat dikatakan harus dimiliki.

Ruang ini merupakan bagian pusat kegiatan laboratories yang sebagian besar aktifitas kegiatan dikerjakan di ruang ini. Aktifitas yang dikerjakan di sini antara lain mempersiapkan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium dan tempat menyimpan alat-alat gelas. Fasilitas yang dibutuhkan dalam ruangan ini adalah meja tempat meletakkan alat-alat pemanas, meja untuk alat timbang, meja untuk bekerja dan tempat mencuci.

Persiapan media meliputi penimbangan bahan, pengenceran media, penuangan ke dalam wadah kultur dan sterilisasi. Persiapan bahan tanaman meliputi pencucian kotoran dari lapangan, pembuangan dan pemotongan bagian yang tidak diperlukan serta perlakuan awal untuk mengurangi sumber kontaminasi yang ada pada permukaan bahan tanaman.

Peralatan yang diletakkan dalam ruangan ini terdiri dari : 1. Timbangan analitik timbangan makro.

2. Refrigerator, freezer dan desikator.

3. Hot plate yang dilengkapi stirrer atau kompor gas 4. Stirrer dengan magnetic stirrer.

5. Autoklaf vertical atau horizontal. 6. Microwave oven.

7. pH meter. 8. agar dispenser. 9. Oven.

10. Destiltor

12. Centrifuge dan Vortex

13. Alat-alat gelas standard, antara lain: labu takar berbagai ukuran, pipet biasa dan mikro pipet, erlenmeyer berbagai ukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml), gelas piala berukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml), pengaduk gelas, wadah kultur : botol, tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur dalam berbagai ukuran.