• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPONEN RENCANA PELAJARAN SMP 1954

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 78-86)

Lager Onderwijs

E. KOMPONEN RENCANA PELAJARAN SMP 1954

Struktur Rencana Pelajaran SMP 1954 mirip dengan Rencana Pelajaran 1950. Sebagaimana sebelumnya, pendidikan SMP di kelas I dan II adalah pendidikan dasar tingkat menengah pertama kemudian dilanjutkan di kelas III dengan pendidikan spesialisasi yang dinamakan jurusan. Di kelas III dikenal ada jurusan A (sosial-ekonomi) dan B (Ilmu Pasti), sama seperti Rencana Pelajaran sebelumnya. Perubahan dalam ide kurikulum sangat sedikit. Perbedaan yang mendasar terutama dalam pemberian makna terhadap pendidikan jurusan dan konsekuensinya dalam beban belajar jurusan. Dalam pandangan tersebut untuk jurusan A diperlukan penguasaan bahasa Inggeris yang lebih baik sehingga jam pelajaran bahasa Inggeris untuk jurusan A ditambah dari 4 menjadi 5 jam. Demikian pula pelajaran sejarah untuk jurusan A ditambah dari 2 menjadi 3 jam. Sementara itu untuk jurusan B dirasakan perlu penambahan jam pelajaran untuk bidang terkait dengan jurusan B (Pasti-Alam) yaitu Ilmu Alam/Kimia ditambah dari 2 menjadi 5 jam sedangkan materi ilmu bumi dianggap tidak perlu terlalu banyak sehingga dikurangi dari 3 menjadi 2 jam.

Konsekuensi dari pandangan yang berbeda tentang pendidikan jurusan menyebabkan beban belajar untuk kelas III lebih besar dibandingkan dari pendidikan dasar di kelas I dan II SMP. Tampaknya bagi para pengembang kurikulum, pendidikan spesialisasi dipandang sebagai pendidikan yang memerlukan pendalaman tertentu yang terkait dengan jurusan tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut pula maka untuk setiap jurusan diberikan tambahan mata pelajaran baru yang dianggap perlu untuk memperkuat kemampuan peserta didik di masing-masing jurusan. Untuk jurusan A (Sosial-ekonomi) ada penambahan mata mata pelajaran Pengetahuan Dagang sedangkan pada jurusan B (Ilmu Pasti) ada penambahan mata pelajaran Ilmu Kimia yang di kelas I dan II dimasukkan dalam pelajaran Pengetahuan Alam tetapi di kelas III B ilmu Kimia diajarkan sebagai mata pelajaran berdiri sendiri. Pandangan mengenai

perlunya kajian yang lebih mendalam untuk beberapa mata pelajaran dan perlu adanya mata pelajaran baru menyebabkan jumlah jam belajar di kelas III menjadi lebih besar dibandingkan di kelas I dan II.

Dalam Rencana Pelajaran SMP 1954 ditetapkan jam belajar sebagai berikut: jumlah jam belajar satu minggu untuk untuk kelas I dan II adalah 37 jam pelajaran terdiri atas hari Senin – Rabu diberikan 7 jam pelajaran, hari Kamis dan Sabtu 6 jam pelajaran, sedangkan hari Jum’at hanya diberikan 4 jam pelajaran. Sedangkan jumlah jam belajar untuk kelas III adalah 39 jam terdiri atas 7 jam pelajaran untuk hari Senin – Kamis dan Sabtu sedangkan untuk hari Jum’at tetap 4 jam pelajaran. Setiap hari disediakan 2 kali jam istirahat, masing-masing 15 menit kecuali pada hari Jum’at hanya disediakan satu kali jam istirahat.

Rencana Pelajaran SMP 1954 menyediakan petunjuk pelaksanaan pembelajaran setiap kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran, dan dinamakan Petunjuk Didaktik. Dalam petunjuk tersebut dikemukakan apa yang diharapkan dilakukan oleh para peserta didik dan bagaimana guru harus berbuat sehingga perilaku yang diharapkan dari peserta didik tadi dapat diwujudkan. Misalkan untuk kelompok bahasa maka peserta didik diharapkan dapat “mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan, ialah bercakap-cakap, bercerita, berpidato, menguraikan sesuatu, bersoal-jawab, menilpon dan sebagainya”. Untuk itu guru harus memimpin prose belajar di kelas dengan:

a. Memberikan kesempatan kepada murid untuk berlatih mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan

b. Latihan ini hendaklah berisi pula latihan percaya akan diri sendiri dan berani mengucapkan sesuatu sehingga tumbuh suatu peribadi yang bebas dan tahu harga diri

c. Isi daripada yang diucapkan itu hendaklah tersusun secara logis sehingga ucapan itu menjadi teliti dan jelas. Bentuk ucapan itu (susunan kalimat dan pemakaian kata-kata) seperti yang lazim dalam Bahasa Indonesia

d. Lancar atau tidak keluarnya ucapan itu tergantung pada latihan yang cukup e. Hal yang dijadikan pokok pembicaraan dapat diambil dari lapangan

kehidupan masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi ialah bahwa murid tahu betul-betul seluk-beluknya, sehingga murid biasa mengucapkan pikiran dan perasaan secara teliti dan lancar (Djawatan Pendidikan Umum Kementerian P.P dan K, 1954:6)

Petunjuk didaktik untuk ketrampilan berbahasa tulis dikemukakan adalah sebagai berikut: “mengeluarkan pikiran dan perasaan secara tulisan ialah pada hakekatnya mengarang, yang terdiri dari membuat ceritera pendek, membuat laporan sesuatu kejadian, membuat surat, membuat ikhtisar, menyusun iklan, menyusun tilgram, dan sebagainya”.

a. Secara teliti dan lekas menuliskan buah pikiran, baru dapat setelah melewati latihan yang banyak. Berikan murid2 kesempatan yang cukup untuk berlatih b. Isi karangan hendaklah logis dan tersusun baik sehingga terang segala yang

dimakud untuk membaca. Pakailah kalimat yag sederhana

c. Bentuknya harus menurut jalan Bahasa Indonesia dan tertulis dalam ejaan yang teratur.

Orientasi kurikulum pada kehidupan keseharian dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari terungkapkan dengan jelas dalam petunjuk didaktik setiap kelompok/ mata pelajaran. Dalam pelajaran bahasa Indonesia kegiatan belajar membuat surat, menyusun iklan dan menyusun telegram (pada masa itu telegram adalah komunikasi tertulis tercepat) menunjukkan orientasi kurikulum terhadap kehidupan keseharian. Dalam pelajaran bahasa Inggeris ada 9 petunjuk didaktik yaitu “intonation”, “pronounciation”, kepercayaan diri peserta didik16, penggunaan gambar, cerita pendek, perbendaharaan kata yang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, kata digunakaan dalam konteks dan demikian juga tes, terjemahan dilakukan dari bahasa Inggeris ke bahasa Indonesia, dan pengenalan budaya. Jelas 9 petunjuk tersebut menekankan pada pemanfaatan bahasa dan kemampuan berbahasa keseharian. Lagipula kepercayaan peserta didik bahwa mereka mampu berbahasa Inggeris menjadi suatu dasar didaktik yang sangat kuat dan masih perlu dikembangkan pada masa kini. Banyak peserta didik yang sudah merasa tidak mampu ketika diminta membaca atau berbicara dalam

       16

  Kepercayaan  diri  dalam  berbahasa  asing  adalah  modal  dasar  untuk  mampu  berkomunikasi  dalam bahasa tersebut. Setiap orang yang mau  mengungkapkan pikirannya dalam bahasa asing  harus diawali dengan kepercayaan diri, dan berdasarkan kepercayaan diri yang dimilikinya   yang  bersangkutan  menata  pikirannya  dalam    struktur  kalimat  yang  sesuai  dengan  kaedah  bahasa  terkait.  Dengan  kepercayaan  diri  itu  pula  yang  bersangkutan  memiliki  “keberanian”  untuk  mengucapkan kalimat  yang  ada  pada  pikirannya.  Oleh  karena  itu  membangun  kepercayaan diri  peserta  didik  untuk  mampu  berbahasa  Inggeris  adalah  petunjuk  didaktik  yang  sangat  fundamental, dan perlu diberlakukan bagi setiap orang yang belajar bahasa di luar bahasa ibunya. 

bahasa Inggeris dan tentu saja sikap yang demikian penjadi penghambat dalam belajar bahasa dan belajar mata pelajaran mana pun.

Dalam petunjuk didaktik mengenai Aljabar dikemukakan 4 pedoman. Pedoman nomor 3 menyebutkan “taraf terakhir dalam pelajaran aljabar adalah pemecahan persamaan2 tersamar. Hendaklah dipilih soal-soal yang mengenai kehidupan sehari-hari dengan tidak terlalu hipotetis”. Sedangkan dalam petunjuk didaktik keempat (d) dikemukakan “hendaknya ada hubungan yang rapat antara aljabar dengan matapelajaran2 lainnya (umpamanya membaca grafik dalam aljabar merupakan suatu soal yang penting, karena besar hubungannya dengan matapelajaran2 lainnya). Orientasi pada kehidupan keseharian juga jelas terungkap pada petunjuk didaktik kelompok Pengetahuan Alam yang mengemukakan 8 petunjuk. Tujuh petunjuk berkenaan dengan cara belajar akkti dimana peserta didik belajar menemukan dalam suasana “mmenarik perhatian, menimbulkan minat terutama untuk pengamatan dan penyelidikan sendiri”. Petunjuk didaktik kedua menyebutkan “bahan pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga murid-murid mengetahui penggunaannya dalam prraktek hidup sehari-hari”. (Dokumen Rencana Pelajaran SMP, hal40).

Dalam kelompok Pengetahuan Sosial terdapat petunjuk didaktik yang terpisah untuk mata pelajaran Ilmu Bumi dan Sejarah. Ilmu Bumi memiliki petunjuk sebanyak 4 buah sedangkan sejarah memiliki petunjuk sebanyak 13 buah. Petunjuk Ilmu Bumi yang pertama berkenaan dengan keeterkaitan antara Ilmu Bumi dan Sejarah dimana dikatakan “ilmu sejarah mempelajari riwayat hidup manusia, ilmu Bumi mempelajari keadaan manusia pada suatu waktu. Oleh karena itu kedua mata pelajaran ini harus diajarkan dalam hubungan yang erat”. Tampaknya istilah “hubungan yang erat” sama maksdunya dengan “correlated curriculum content”.

Tidak seperti mata pelajaran kelompok bahasa, ilmu pasti dan ilmu alam yang menyatakan secara keterkaitan dan pemanfaatan mata pelajaran dalam kehidupan sehari-hari peserta didik secara eksplisit, tidak demikian halnya dengan petunjuk didaktik ilmu bumi. Tidak ada pernyataan eksplisit tentang hal tersebut dan mungkin hal ini disebabkan karena dalam makksud dan tujuan sudah dinyatakan

bahwa kelompok Pengetahuan Sosial “membangun akan keinsyafan kewarganegaraan dalam suatu negara yang demokratis dan membangun keinsyafan nasional, bebas dari segala perasaan kebangsaan yang sempit”. Pernyataan ini tampaknya sudah cukup mewakili orientasi pelajaraan sosial kepada kehidupan keseharian.

Dalam petunjuk didaktik mata pelajaran sejarah terdapat pernyataan yang menunjukkan perlunya keterkaitan mata pelajaran sejarah dengan kehidupan sehari-hari. Dalam petunjuk didaktik nomor 2 disebutkan “harus diinsyafi oleh murid2 bahwa nasib dan kebahagiaan tanah air dan bangsa kita bergantung kepada sifat-sifat dan cita2 mereka (pelaku sejarah, pen.), dengan kata-kata lain: kita bertanggung jawab dan ikut serta dalam pembentukan masyaraat dikemudian hari”, dan pada petunjuk didaktik nomor 5 dikatakan “sejarah bukan rentetan fakta-fakta belaka, tetapi harus diinsyafi sebab-musabab dan akibatnya bagi masyarakat”. Oleh karena itu pendekatan rekonstruksi yang selalu mengkaitkan pendidikan dengan masalah sosial dan kehidupan peserta didik di masyarakat sangat kental digunakan dalam kurikulum SMP 1954.

Setiap kelompok mata pelajaran atau mata pelajaran memiliki tujuan dan petunjuk didaktik, diikuti dengan tabel atau matriks yang berisikan kolom kelas, jumlah jam pelajaran per minggu, pokok/bagian dari pelajaran, pelajaran dan keterangan. Walau pun berbeda dan terutama ketiadaan kolom evaluasi atau asesmen hasil belajar pada dasarnya format ini mirip dengan format Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yaang digunakan kurikulum 1975, 1984 dan 1994. Dalam kolom keterangan terdapat informasi mengenai buku yang digunakan untuk pokok/bagian dan pelajaran tertentu.

KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE LAMA (1959 – 1965)

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pada tahun 1959 Indonesia mengalami perubahan politik yang sangat mendasar ketika UUD tahun 1950 dinyatakan tidak lagi berlaku dan Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Proses pengembalian penggunaan UUD 1945 tersebut dinyatakan dalam dekrit Presiden Soekarno pada tahun 1959. Bersamaan dengan kembali ke UUD 1945 Presiden Soekarno memperkenalkan konsep kehidupan bangsa yang baru yaitu Manipol Usdek (Manipol = Manifesto Politik ; USDEK = Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Dengan Manipol Usdek maka semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan haruslah disesuaikan dengan konsep baru itu termasuk pendidikan.

Menanggapi perubahan politik yang terjadi maka Menteri Muda Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Dr Prijono (Priyono) mengeluarkan instruksi pada tanggal 17 Agustus 1959 yang terkenal dengan nama Sapta Usaha Tama (Tujuh Usaha Utama). Dalam konsideran instruksi Sapta Usaha Tama disebutkan “sesudah Presiden/Panglima Tertinggi pada tanggal 5 Juli 1959 mendekritkan, bahwa bangsa Indonesia kembali kepada Undang-undang Dasar ’45, maka sudah sewajarnyalah, bahwa kaum pendidik dan para pelajarnya wajib memiliki kembali semangat dan jiwa proklamasi untuk dapat memberi contoh kepada seluruh masyarakat” (Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993:200).

Selanjutnya dikatakan bahwa “para pendidik harus sanggup menjadi pelopor dari perubahan jiwa dan sikap bangsa”. Kemudian ditetapkan “untuk menjelmakan maksud di atas saya umumkan tindakan-tindakan jangka pendek yang segera harus dikerjakan dalam lingkungan Kementerian P.P. dan K. dan dalam masyarakat, yang saya namakan SAPTA USAHA TAMA, sebagai berikut:

2. menggiatkan kesenian dan olah raga

3. mengharuskan “usaha halaman”,

4. mengharuskan penabungan,

5. mewajibkan usaha-usaha koperasi,

6. mengadakan “Klas masyarakat”

7. membentuk “Regu Kerja” di kalangan SLA dan universitas

(Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993:200-201)

Sapta Usaha Tama adalah program jangka pendek Menteri. Sekolah sudah harus menerapkan kegiatan nomor 2, 3, 4 dan 5 untuk SD dan SMP sedangkan SMA dan universitas ditambah dengan Usaha Tama nomor tujuh. Dua tahun setelah itu terjadi perubahan kabinet dan Dr Prijono menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Dalam Kabinet Kerja III, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dengan Prof Dr Prijono sebagai menterinya.

Selanjutnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan17 Dr Prijono mengeluarkan instruksi baru yang dinamakan yaitu Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan nomor 2 yang dikenal dengan nama Panca Wardhana (Pantja Wardhana) pada tanggal 17 Agustus 1961. Panca Wardhana adalah tindak lanjut dari instruksi Sapta Usaha Tama. Dalam instruksi tentang Panca Wardhana tahun 1961 tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PDK) menegaskan:

(1) Pantjasila dengan Manipol sebagai pelengkapnja, sebagai asas pendidikan nasional

(2) Menetapkan Pantja Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisikan prinsip-prinsip:

       17

  Pada  waktu    itu  terdapat  2  kementerian  yaitu    Kementerian  Pendididkan  Dasar  dan  Kebudayaan  dan  Kementerian  Perguruan  Tinggi  dan  Ilmu  Pengetahuan.  Dr  Prijono  adalah  Menteri  Pendidikan  Dasar  dan  Kebudayaan  sedangkan  Prof.Dr.  Ir.  Thajib  Hadiwidjaja  adalah  Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. 

a. perkembangan tjinta bangsa dan tanah-air, moral nasional/internasional/ keagamaan;

b. perkembangan ketjerdasan;

c. perkembangan emosil-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir- batin,

d. perkembangan keprigelan atau keradjinan tangan; e. perkembangan djasmani.

(3) Menjelenggarakan ”hari Krida” atau hari untuk kegiatan-kegiatan dalam lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.

Terlepas dari suasana dan pengaruh politik yang melahirkan instruksi Pantja Wardhana tersebut tetapi apa yang dinyatakan dalam ketetapan titik 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, dan 2.e instruksi tersebut merupakan inti ketetapan yang sarat dengan pemikiran pendidikan, bersesuaian pula dengan konsep cipta, rasa, dan karsa yang dianjurkan Ki Hajar Dewantara. Berbagai potensi peserta didik (kecerdasan, emosional, ketaqwaan, ketrampilan, dan kesegaran jasmani) menjadi kepedulian pendidikan. Cinta tanah air dan bangsa pada generasi baru bangsa dan yang nantinya menjadi warganegara sudah seharusnya menjadi tugas pendidikan yang sama dengan tugas mengembangkan potensi peserta didik dalam ranah lainnya. Sedangkan ketetapan dalam titik 3 memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan minat mereka dalam seni, budaya, dan berbagai permainan tetapi juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan berbagai ketrampilan dan sikap yang diperoleh di kelas. Sebaliknya, sikap dan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dari kegiatan seni, budaya dan permainan (sebagai produk budaya) akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar mereka di kelas dan sekolah. Antara kedua wilayah tersebut terjadi kesinambungan yang saling memperkuat yang memperkuat pengembangan sikap dan nilai serta ketrampilan seni dan pengetahuan tentang nama, peraturan, dan cara main.

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 78-86)