• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 180-200)

Lager Onderwijs

C. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

Kurikulum 2004 atau yang semula bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi tidak pernah diimplementasikan secara nasional. Kurikulum 2004 tidk mendapat dukungan politis karena terjadi perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia dari sentralistik ke otononomi daerah. Naskah terakhir Kurikulum 2004 telah mencoba mengakomodasi perubahan tersebut tetapi upaya yang dimaksudkan tidak cukup kuat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 20 thun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebabkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tidak mempunyai pilihan lain terkecuali melaksanakan ketetapan dalamundang-undang tersebut. Proses pengembangan Kurikulum 2004 dilakukan bersamaan dengan masa pengembangan Undang-Undang nomor 20 tahun 2000 dan masa proses Undang-Undang-Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. Ketika Kurikulum 2004 mencapai dinyatakan sebagai kurikulum yang sudah siap dilaksanakan, dinyatakan dapat diimplementasikan oleh evaluasi sumatif, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah dinyatakan berlaku dan Departemen Pendidikan Nasional adalah kementerian yang paling bertanggungjawab dalam keberhasilan pelaksanaan undang-undang tersebut. Oleh karenanya kementerian yang paling terdepan dalam melaksanakan undang-undang tersebut tidak memiliki pilihan lain terkecuali tidak mengimplementasikan Kurikulum 2004 yang baru selesai dikembangkannya.

1. Perubahan Kebijakan Pendidikan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas sejak 1999 telah terjadi perubahan kewenangan pemerintah yang dikenal dengan nama Otonomi PemerintahDaerah. Pendidikan dasar dan menengah adalah wewenang yang dilimpahkan dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah. Dalam kewenangan mengenai pengembangan kurikulum Pasal 36 ayat (2) UU nomor 20 tahun 2003 menyebutkan “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Untuk memenuhi ayat ini kurikulum tidak lagi mungkin dikembangkan pada tingkat nasional karena adalah sangat tidak mungkin bagi pengembang kurikulum di tingkat nasional untuk menyesuaikan dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan pesert didik di satu satuan pendidikan. Keragaman yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan dan daerah memberikan ruang yang sangat tipis dan hampir dapat dikatakan tidak mungkin untuk menyusun satu kurikulum nasional. Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memperjelas dan memperkuat wewenang pengembangan

kurikulum. Pasal tersebut menyebutkan “kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah”. Ayat (2) ini didahului oleh ayat (1) yang menegaskaan bahwa “kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah”. Ketentuan ini menyebabkan Kurikulum 2004 yang telah dikembangkan Pemerintah (Dediknas-Puskur) tidak mungkin dilaksanakan di satuan-satuan pendidikan.

Pemerintah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan pikiran kurikulum kompetensi yang telah dikembangkan dalam Kurikulum 2004 dan biaya besar yang telah dikeluarkan untuk pengembangan naskah atau dokumen kurikulum. Oleh karena itu ide-ide tersebut dimasukkan dalam berbagai ketentuan seperti Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dimasukkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional mengenai Standar Isi. Demikian pula halnya dengan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi Lintas Kurikulum, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran dikemas dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Sedangkan Struktur Kurikulum untuk SMP dan Madrasah Tsanawiyah dikemas dalam bentuk Standar Isi.

Berdasarkan kebijakan baru maka kurikulum dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Struktur KTSP mengacu kepada Struktur Kurikulum yang ditetapkan oleh PeraturanMenteri Pendidikan Nasional. Dalam hal ini terjadi kerancuan penetapan karena Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum bukan Standar Isi dan berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, wewenang mengembangkan standar dan kurikulum dilakukan oleh lembaga yang berbeda. Standar dikembangkan oleh lembaga independen yang dinamakan Badan Standar Nasional Pendidikan sedangkan kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan oleh lembaga yang diberi wewenang secara institusional yaitu

Pusat Kurikulum. Kedua produk dari kedua lembaga tersebut dinyatakan berlaku resmi melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

2.Struktur Kurikulum KTSP untuk SMP/MTs

Berdasarkan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2005 yang dimaksudkan dengan Standar Isi adalah:

1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,

2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,

3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan

4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.

Pengertian di atas merupakan turunan dari apa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005. Seperti yang telah dikemukakan di atas sebenarnya ketetapan dalam PP nomor 19 tahun 2005 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 dimana dinyatakan bahwa struktur kurikulum adalah taggungjawab Pemerintah dan bukan BSNP, berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan adalah tanggung jawab dan dikembangkan BSNP, ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Struktur Kurikulum SMP/Madrasah Tsanawiyah ditetapkan sebagai berikut yang ditetapkan dalam Standar Isi adalah sebagai berikut:

Tabel 8.3 Struktur Kurikulum SMP /MTs dalam Standar Isi

Kelas dan Alokasi Waktu 

Komponen VII VIII IX

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 5. Matematika 4 4 4

6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4

7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

8. Seni Budaya 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) Jumlah 32 32 32

Ada ketidaksamaan antara struktur kurikulum SMP/Madrasah Tsanawiyah yang ditetapkan dalam Standar Isi dengan struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Kuurikulum SMP/MTs 2004. Dalam pengelompokkan struktur kurikulum SMP/MTs Standar Isi mengenal Pengembangan Diri sedangkan sturktur pada Kurikulum 2004 tidak ada tetapi ada kelompok Pembiasaan yang dalam struktur di atas tidak dikenal. Selain itu terjadi perubahan dalam beban belajar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia (5 menjadi 4), maatematika (5 menjadi 4), IPA (5 menjadi 4), Pendidikan Jasmani (3 menjadi 2). Oleh karena itu beban belajar keseluruhan pun menjadi lebih sedikit pada Struktur Kurikulum Standar Isi dibandingkan Kurikulum 2004 yaitu dari 36 menjadi 32 walau pun Standar Isi memberi kelonggaran bagi satuan pendidikan untuk menambah 4 sks setip semester jika dianggap penting.

Semangat filosofi perenialisme dikembangkan lagi dalam struktur kurikulum pada tabel 8.3 di atas dibandingkan struktur kurikulum 2004 pada tabel 8.2. Oleh karena itu nama mata pelajaran Pengetahuan Sosial diganti menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial, Pengetahuan Alam diganti menjadi Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa dan Sastra Indonesia diganti menjadi Bahasa Indonesia.

Pengembangan Diri merupakan sesuatu yang baru dari Struktur Kurikulum SMP/MTs yang ditetapkan dalam Standar Isi. Walau pun Pengembangan Diri diberi sks 2 tetapi pada pelaksanaannya Pengembangan Diri yang dimaksudkan pada Struktur Kurikulum SMP/MTs Standar Isi di atas sama dengan Pembiasaan yang tercantum dalam Struktur Kurikulum 2004. Tampaknya nama Pengembangan Diri dianggap lebih sesuai dibandingkan Pembiasaan.

Pemikiran tentang adanya Pengembangan Diri yang dinyatakan secara eksplisit dan terpisah dari mata pelajaran lain dalam Struktur Kurikulum SMP/MTs berdasarkan Standar Isi memang mengundang masalah kurikulum. Sebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2005

Pengembangan  diri  bukan  merupakan  mata  pelajaran  yang  harus  diasuh  oleh  guru.  Pengembangan  diri  bertujuan  memberikan  kesempatan  kepada  peserta  didik  untuk  mengembangkan  dan  mengekspresikan  diri  sesuai  dengan  kebutuhan,  bakat,  dan  minat  setiap  peserta  didik  sesuai  dengan  kondisi  sekolah.  Kegiatan  pengembangan  diri  difasilitasi  dan  atau  dibimbing  oleh  konselor,  guru,  atau  tenaga  kependidikan  yang  dapat  dilakukan  dalam  bentuk  kegiatan  ekstrakurikuler.  Kegiatan  pengembangan  diri  dilakukan  melalui  kegiatan  pelayanan  konseling  yang  berkenaan  dengan  masalah  diri  pribadi  dan  kehidupan  sosial,  belajar,  dan  pengembangan karir peserta didik. 

Permasalahan pertama adalah adanya istilah Pengembangan Diri merupakan “contradictio in terminis” karena keseluruhan kurikulum harus merupakan pengembangan potensi peserta didik dan setiap kuriulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, keunggulannya serta berbagai karakter yang berkenaan dengan nilai umum dan pribadi, sikap umum dan pribadi serta berbagai kemampuan pribadi yang diperlukan dirinya sebagai seorang mahluk. Kegiatan pengembangan diri yang dibatasi pada kegiatan ekstrakurikuler dan konseling memberi keterbatasan yang tidak seharusnya terhadap pengembangan diri peserta didik oleh kurikulum.

3. Prinsip Pengembangan KTSP untuk SMP/MTs

Standar Isi memuat tujuh prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Ketujuh prinsip tersebut tidak khusus untuk KTSP SMP/MTs tetapi juga untuk sekolah lainnya. Selanjutnya dikemukakan “Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.” (Permendiknas nomor 22 tahun 2005)

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada penyempurnaan prinsip pengembangan kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2005 di atas dibandingkan dengan prinsip pengembangan Kurikulum 2004. Selain jumlahnya yang lebih sedikit tetapi juga ketujuh ketetapan tersebut lebih menggambarkan pengertian suatu prinsip pengembangan kurikulum terkecuali prinsip belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat adalah suatu tujuan dalam mengembangkan perhatian, kemauan, kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat dan oleh karenanya lebih kepada tujuan pendidikan dibandingkan prinsip pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, konsep Belajar Sepanjang Hayat sebaiknya menjadi landasan kriteria, bukan prinsip, untuk mengembangkan materi kurikulum.

Salah satu prinsip pengembangan kurikulum yang baik, dari tujuh yang dinyatakan dalam pedoman tersebut, tapi tampaknya akan sangat sulit dilakukan yaitu keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Prinsip ini sangat bagus dan harus menerus menjadi prinsip pengembangan kurikulum di Indonesia mengingat keragaman budaya, sosial, ekonomi, historis, dan geografis masyarakat Indonesia. Sayangnya, dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan permasalahan muncul pada pengertian keseimbangan. Apabila kepentingan nasional diartikan sebagai apa yang telah ditetapkan dalam struktur dan isi kurikulum dan kepentingan daerah dikembangkan dalam mata pelajaran muatan lokal sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2005, dan apabila pengertian keseimbangan dipatok dengan ukuran sks maka sks yang telah ditetapkan pusat lebih besar dari alokasi sks untuk muatan lokal. Dalam pengertian jumlah sks maka prinsip keeimbangan tidak pernah dapat dilaksanakan satuan pendidikan dalam mengembangan KTSP.

Prinsip keseimbangan kurikulum akan dapat dilaksanakan dengan baik melalui dua cara. Pertama, materi muatan lokal yang dikembangkan satuan pendidikan dikemas tidak hanya menjadi materi mata pelajaran-mata pelajaran muatan lokal

yang berdiri sendiri tetapi jugadikembangkan sebagai materi pelajaran untuk mata pelajaran lain yang telah ditetapkan dalam struktur kurikulum. Kedua, dalam menetapkan materi Standar Isi Pemerintah mengembangkan materi yang dipandang penting dari sudut kepentingan nasional, bukan semua materi yang harus dikuasai peserta didik untuk suatu mata pelajaran. Apabila Pemerintah menempuh kebijakan tentang materi muatan lokal sebagaimana yang dikemukakan disini maka baik Pemerintah mau pun satuan pendidikan memiliki kemungkinan untuk menerapkan prinsip keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Pemerintah dapat menerapkan isi dan kompetensi minimal untuk setiap mata pelajaran sedangkan satuan pendidikan dapat menambah isi dan kalau perlu kompetensi baru untuk mata pelajaran yang dimaksudkan. Jika satuan pendidikan berpendapat bahwa kompetensi tidak perlu atau perlu ditambah dan untuk menguasai kompetensi tersebut dapat ditambah dengan materi dari lokal maka satuan pendidikan dapat memberikan pertimbangan edukatif mengenai keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Orientasi lingkungan dan penerapan prinsip pendidikan yang dimulai dari lingkungan terdekat (Ki Hajar Dewantara) dapat diterapkan dengan pendekatan pengembangan materi lokal yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ditetapkan Pemerintah.

   

   

MENATAP MASA DEPAN

Sejarah selalu terkait dengan masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah masa dimana berbagai peristiwa sejarah terjadi, menjadi dasar bagi lahirnya kehidupan masa kini, dan masa kini memiliki potensi menentukan masa yang akan datang. Apa yang dialami masa kini dan bagaimana persepsi tentang masa depan membangun berbagai kegiatan yang akan memberikan arah kehidupan masa depan. Tiga dimensi waktu sejarah dengan demikian akan terus berlangsung.

Pengembangan kurikulum selalu berorientasi ke masa depan. Setiap pengembang kurikulum selalu didasarkan pada visi tentang kualitas masyarakat bangsa yang diperlukan 12 tahun mendatang atau paling pendek untuk masa 6 tahun mendatang. Semakin jauh masa yang dapat diperkirakan pengembang kurikulum dan semakin akurat prediksi kuaitas manusia yang diperlukan semakin tinggi tingkat relevansi suatu kurikulum. Pengalaman masa lampau dalam pengembangan kurikulum, analisis mengenai kekuatan yang berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan kurikulum masa kini dapat dijadikan landasan untuk membangun kurikulum yang tinggi tingkat relevansinya dan tinggi tingkat prediksi kualitas yang diperlukan bangsa di masa depan. Oleh karena itu berbagai pengalaman di masa lampau memberikan pelajaran yang berharga untuk pengembangan kurikulum masa kini dan masa mendatang.

Peristiwa dalam pengelaman pengembangan kurikulum di Indonesia terutama sesudah masa kemerdekaan merupakan kekayaan intelektual bangsa yang tak ternilaikan. Jatuh bangun dalam pengalaman pengembangan kurikulum adalah pelajaran yang dapat digunakan untuk pengembangan kurikulum pada masa-masa berikutnya. Keberlanjutan dan perubahan pemikiran (ide) kurikulum yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal seperti keputusan politik, dari jenjang paling tinggi hingga jenjang yang operasional, serta berbagai faktor internal yang bersifat filosofis dan teoritis pendidikan dan kurikulum menghasilkan masyarakat Indonesia yang ada pada saat kini. Kurikulum yang telah dikembangkan memberikan hasil berupa warganegara yang memiliki kualitas sesuai dengan yang

dikembangkan oleh kurikulum tertentu bertemu dengan warganegara dengan kualitas yang dihasilkan. Interaksi antar generasi yang dihasilkan kurikulum memberikan kesempatan kepada masing-masing untuk belajar satu sama lainnya dan memperkaya kualitas masing-masing yang sudah dipunyai.

Tentu saja dalam kesempatan saling memberi tersebut ada yang memiliki pengaruh yang besar terhadap lainnya tetapi sayangnya belum ada pengetahuan dan cara untuk mendapatkan pengetahuan mengenai interaksi tersebut. Walau pun demikian, faktor eksternal sering kali menjadi faktor yang lebih dominan sehingga upaya untuk melakukan kajian tersebut tidak boleh melepaskan diri dari kajian terhadap faktor kekuasaan (power atau pun social pressure) yang dominan pada saat kajian dilakukan dan pada masa ketika kurikulum akan memberikan hasilnya berupa warganegara yang berkualitas. Kualitas akhir masyarakat Indonesia adalah hasil pertarungan berbagai kelompok generasi kurikulum dan kekuasaan.

Dari segi filosofi dan teori pengembangan kurikulum di masa depan tampaknya akan lebih bijaksana apabila konseptualisasi kurikulum didasarkan pada kebijakan pemerintah mengenai tujuan dan fungsi serta tujuan setiap pendidikan. Kiranya pada masa mendatang kurikulum untuk pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) perlu dikembangkan dalam satu kesatuan dan berdasarkan visi pendidikan umum yang berlaku untuk semua warganegara. Visi pendidikan umum yang dimaksudkan adalah pendidikan dasar bukan pendidikan untuk menghasilkan manusia dalam bidang ilmu tertentu atau beberapa jalur bidang keilmuan tetapi untuk pengmbangan potensi kemanusiaannya. Kualitas yang diharapkan bukanlah mereka yang unggul dalam satu bidang studi atau disiplin ilmu tetapi mereka yang mampu mengembangkan dirinya untuk belajar sepanjang hayat dan berkonstribusi terhadap kehidupan bangsa dalam kapasitasnya sebagai warganegara. Kualitas yang akan dihasilkan kurikulum adalah kualitas minimal warganegara Indonesia pendidikan dalam pengetahuan, kemampuan kognitif, nilai dan sikap, berbagai ketrampilan motorik, dan kebiasaan yang memberi bekal kuat kepada setiap warganegara untuk mengembangkan diri. Ketrampilan membaca, kebiasaan membaca, rasa ingin tahu, kebiasaan dan kemampuan belajar, kemampuan berpikir logis-kritis-analitis-kreatif, cinta tanah air dan rasa kebangsaan, mampu

hidup dalam perbedaan (bhineka), religious dalam menjalankan agama merupakan kualitas dasar bagi setiap warganegara setelah mereka menyelesaikan pendidikan 9 tahun. Pengetahuan dasar yang mampu mengembangkan memori bersama (collective memory) sebagai bangsa, tentang wilayah tanah air, suku dan kelompok budaya yang membentuk bangsa, potensi alam, seni dan manusia yang menjadi kekayaan bangsa kiranya harus dimiliki peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan di SMP/MTs. Kurikulum SMP masa mendatang sudah seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai pengetahuan dasar tersebut.

Konseptualisasi kurikulum pendidikan dasar yang demikian menghendaki penerapan berbagai filsofi kurikulum dan tidak lagi terbatas pada perenialisme. Eklektisme filosofi dalam pengembangan kurikulum adalah suatu praktek yang umum dilakukan dan pendekatan yang demikian memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi intelektual, emosional dan ketrampilan mereka. Pengembangan potensi-potensi tersebut tidak lagi terbatas pada pengetahuan dan jenjang pemahaman tetapi sudah harus dikembangkan menjadi kebiasaan yang mereka implementasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kurikulum SMP melanjutkan, memantapkan, dan mengembangkan lebih lanjut kebiasaan yang sudah dikuasai peserta didik dari kurikulum SD dan memberikan kesempatan untuk menerapkan hasil belajar tersebut dalam prilaku keseharian mereka.

Desain konten kurikulum harus pula mengalami perubahan sesuai dengan hakekat tujuan, karakteristik konten, proses belajar, dan asesmen hasil belajar. Tujuan didasarkan pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan kelembagaan secara seimbang. Untuk tujuan kelembagaan SMP maka kualitas yang diperlukan bagi mereka yang akan langsung menjadi warganegara aktif dan produktif berimbang dengan kualitas yang diperlukan bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Kedua kualitas itu memiliki ruang singgung yang luas terutama berkenaan dengan kualitas manusia yang memiliki kemampuan dasar berupa kemampuan belajar, kebiasaan membaca, rasa ingin tahu, religiusitas, rasa kebangsaan serta pengetahuan dasar yang berkenaan dengan dirinya, masyarakat, bangsa, tanah airnya (geografis, biologis) dan negaranya (filosofi, sistem dan

struktur pemerintahan, aturan/hukum, cara dan prosedur untuk berkontribusi dalam kehidupan kenegaraan). Pengetahuan dasar ini yang akan memberikan jawaban mengenai siapa dirinya, bangsanya, dan negaranya (memori kolektif bangsa) sebagai hasil perkembangan yang dialami oleh generasi terdahulu.

Konten dan organisasi konten untuk kurikulum masa mendatang perlu memperhatikan karakteristik konten. Secara kategorial konten kurikulum terbagi atas pengetahuan, kemampuan intelektual dan manual, nilai dan sikap. Konten pengetahuan bersifat “mastery” yaitu konten yang dapat dikuasai pada akhir suatu pertemuan kelas. Konten kemampuan intelektual dan manual, nilai serta sikap bersifat “developmental” dan hanya dapat dikuasai melalui suatu proses panjang dan saling menunjang antara satu pertemuan kelas dengan pertemuan kelas lainnya antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Apabila kualitas pengetahuan diukur dari banyaknya pengetahuan yang harus dimiliki seorang peserta didik dari setiap mata pelajaran dan satu satuan atau jenjang pendidikan.

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 180-200)