Lager Onderwijs
B. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KURIKULUM 2004)
Pada awal tahun 2000, Pemerintah mulai merintis pengembangan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Beberapa sarjana kurikulum yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang studi kurikulum dan diantaranya baru kembali dari pendidikan di luar negeri dengan gelar tertinggi (S3) di bidang kurikulum. Mereka belajar tentang kurikulum berbasis kompetensi dan landasan pemikiran kurikulum berbasis kompetensi untuk kurikulum SD, SLTP, SLTA dan SMK. Kurikulum berbasis kompetensi direncanakan untuk menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum SMP 1994 walau pun rencana tersebut tidak dapat direalisasikan karena adanya perubahan kebijakan mengenai wewenang penyelenggaraan pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyempurnakan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Meski pun demikian, Kurikulum Berbasis Kompetensi perlu dikemukakan sebagai suatu peristiwa dalam sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia.
Sebenarnya, pemikiran kurikulum berbasis kompetensi bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Di jenjang pendidikan tinggi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi telah dikembangkan untuk program pendidikan guru pada tahun 70-an. Sebelumnya, kurikulum di lembaga pendidikan perhotelah telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi untuk berbagai program studi yang dimilikinya. Di program pendidikan profesi seperti kedokteran, apoteker, psikolog, insinyur, dan sebagainya kurikulum berbasis kompetensi telah pula digunakan. Di jenjang pendidikan menengah, kurikulum berbasis kompetensi telah diterapkan untuk 24 Pertanggungjawaban politik (political viability and accountability) dibuktikan oleh semua rumusan tujuan yang telah dibicarakan sejak 1950 yaitu dengan pencantuman tujuan tersebut dalam suatu ketetapan resmi seperti undang‐undang. Meski pun demikian sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan secara politk bukanlah jaminan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik atau pun pedagogic.
sekolah kejuruan. Pada tahun 2002 melalui Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan pengertian kompetensi. Dalam SK tersebut dikemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu". Untuk sekolah umum seperti SD, SLTP, dan SLTA memang penerapan kurikulum berbasis kompetensi masih merupakan barang baru.
Dalam kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum 2004, kompetensi diartikan sebagai “pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual”. Lebih lanjut dikemukakan bahwa “kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik” (Dokumen power point, Depdiknas, hal 4). Walau pun tidak dinyatakan secara eksplisit, pengertian ketrampilan mencakup ketrampilan intelektual, emosional, kinestetik, sosial, intrapersonal, komunikasi, dan sebagainya.
Kurikulum Berbasis Kompetensi mulai dikembangkan pada tahun 2000, tahun terakhir abad ke 20. Pada tahun pertama abad berikutnya, yaitu tahun 2001, tim pengembang sudah berhasil mengembangkan draft pertama sampai kepada buku acuan untuk guru, orang tua dan pembina yang terdiri atas buku untuk setiap mata pelajaran. Pada tahun akademik 2001/2002 dilakukan “mini piloting” di beberapa sekolah di Sidoarjo, Bandung, Serang, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Sekolah yang ikut serta dalam “mini piloting” harus memenuhi kriteria-kriteria antara lain:
1. Memiliki sumber daya manusia yang lengkap 2. Memiliki sarana pendidikan yang lengkap 3. Memiliki dana yang cukup
4. Memiliki nara sumber dari luar sekolah
Dalam “piloting” tersebut menggunakan sekolah yang termasuk kriteria ideal. Melalui “piloting” dengan kriteria sekolah yang demikian dapat diamati kemampuan kurikulum bekerja secara maksimal sehingga berbagai masalah dapat segera diidentifikasi sebagai masalah yang sudah “exhausted”. Sayangny, pendekatan yang demikian hanya dapat menggambarkan kurikulum bekerja dalam kondisi yang seharusnya sedangkan demikian banyak sekolah yang tidak memiliki kondisi yang sama dengan kondisi sekolah “mini piloting”. Hal yang demikian sering dilakukan dalam sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia sehingga pada waktu terjadi desiminasi secara nasional maka kegagalan implementasi kurikulum secara nasional sudah dapat diprediksi, sejalan dengan banyaknya sekolah yang memiliki persyaratan di bawah kriteria sekolah “piloting”. Keadaan yang demikian sangat disayangkan karena akibatnya kurikulum yang telah dikembangkan dengan baik tidak terlaksana dengan baik sehingga tidak mampu menghasilkan tamatan sesuai dengan kualitas yang direncanakan dalam dokumen kurikulum.
Dilihat dari prosedur dalam mengkonstruksi kurikulum (curriculum construction) untuk menghasilkan suatu dokumen kurikulum yang baik, prosedur yang dilakukan dalam mengembangkan dokumen kurikulum sudah memenuhi standar prosedur. Dengan pemenuhan standar prosedur tersebut tidak pula diragukan bahwa dokumen kurikulum yang dihasilkan adalah dokumen kurikulum yang baik dan berkualitas. Sayangnya keberhasilan konstruksi kurikulum (curriculum construction) baru sebagian keberhasilan pengembangan kurikulum (curriculum development) karena masih ada satu dimensi kurikulum yang sama pentingnya dengan konstruksi kurikulum yaitu implementasi kurikulum. Sayangnya lagi, suatu dokumen kurikulum baru dapat memberikan hasil dengan kualitas tamatan sebagaimana yang direncanakannya hanya apabila dokumen kurikulum berhasil dilaksanakan dengan baik dalam bentuk proses atau implementasi kurikulum atau “taught curricculum”. Dokumen Kurikulum 2004 tidak pernah menjadi “implemented curriculum” atau “taught curriculum” karena kebijakan pendidikan
yang memberikan wewenang pegembangan kurikulum tingkat sekolah kepada pemerintah daerah.
1.Pemikiran Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam rasional pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dikemukakan bahwa tuntutan GBHN 1999, perkembangan IPTEK, dan globalisasi telah menyebabkan dan menuntut perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dirasakan adanya keperluan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan kurikulum yang bersifat lebih fleksibel, dinamis, mampu mengakomodasi keanekaragaman kemampuan peserta didik. Kebutuhan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa “kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial dan kredibilitas” (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa perkembangan yang pesat di masyarakat telah menyebabkan tumbuhnya industri baru berbasis kompetensi tinggi. Perkembangan industri dan masyarakat menuntur adanya sumber daya manusia dengan kemampuan atau kompetensi tinggi pula. Untuk menjawab keperluan tersebut maka diperlukan pendidikan dengan standar mutu yang tinggi agar bangsa Indonesia memiliki warganegara dengan keunggulan kompetitif dan komparatif pada tingkat nasional dan bahkan internasional (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001). Atas dasar pemikiran demikian maka perlu dikembangkan kurikulum baru untuk masa depan yaitu kurikulum berbasis kompetensi. Kemudian dikatakan lebih lanjut dokumen tersebut bahwa kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.
Selanjutnya dikemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan ketrampilan hidup, akademik, seni, pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001).
Dalam proses pengembangan dokumen kurikulum (curriculum construction) tingkat nasional maka dikembangkan buku untuk setiap mata pelajaran. Buku tersebut diberi judul Kurikulum Berbasis Kompetensi dan diikuti dengan nama mata pelajaran untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Dalam setiap buku terdapat nama-nama tim pengembang, rasional, pengertian mata pelajaran, fungsi dan tujuan, materi pokok, pendekatan dan organisasi penyajian, kompetensi umum, dan rambu yang menjadi bagian dari bab I Pendahuluan buku. Dalam Bab 2 terdapat Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Pencapaian Hasil belajar untuk setiap kelas dan catur wulan. Pencantuman nama tim pengembang tampaknya merupakan suatu kebijakan baru untuk memberikan tanggungjawab yang lebih besar kepada tim pengembang.
Dalam rasional buku Kurikulum Berbasis Kompetensi disebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan pada dua jenjang yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Adanya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dikarenakan adanya TAP MPR No. IV/MPR/1999 dan UU nomor 22/1999 tentang otonomi pemerintahan. Berdasarkan TAP dan UU maka Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan realisasi dari wewenang pemerintah pusat dalam “menentukan kompetensi umum secara nasional yang berlaku di seluruh daerah” (Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001). Berdasarkan kompetensi umum nasional yang telah ditetapkan Pemerintah maka pemerintah daerah berkewajiban mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. Berdasarkan rambu-rambu yang ada daerah pada dasarnya diberi wewenang mengembangkan silabus yang akan digunakan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Dalam bagian kedua, buku Kurikulum Berbasis Kompetensi memuat kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar. Dalam satu tahun/ kelas terdapat beberapa kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik kelas tersebut. Istilah kelas tidak secara konsisten digunakan dalam dokumen Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Kajian antara buku-buku Kurikulum Berbasis Kompetensi menunjukkan adanya inkonsistensi dalam penamaan kelas: pada beberapa dokumen kurikulum disebutkan kelas I, II, dan III tetapi di beberapa dokumen kurikulum lain disebutkan kelas VII, VIII, dan IX. Tampaknya ada kegalauan mengenai konsep kelas yang disebabkan kegalauan dalam menempatkan posisi SLTP yang dalam UU nomor 2 tahun 1989 adalah bagian dari pendidikan dasar 9 tahun. Jika SLTP merupakan bagian dari pendidikan dasar 9 tahun maka adalah wajar apabila penamaan kelas di SLTP merupakan kelanjutan dari kelas di SD yaitu kelas VII, VIII dan IX. Dalam struktur persekolahan yang dikemukakan dalam Materi Diskusi KBK berkenaan dengan kebijakan umum penamaan kelas yaitu “ (1) Kelas 0 untuk pendidikan prasekolah, (2) Kelas I sampai dengan Kelas VI untuk pendidikan dasar, dan (3) Kelas VII sampai dengan Kelas XII untuk pendidikan menengah”. Walau pun bahan diskusi tersebut belum bersifat final tampaknya para pengembang kurikulum KBK tahun 2001 tidak sepenuhnya mengikuti apa yang tercantum dalam materi tersebut.
2. Prinsip Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam dokumen pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dikemukakan ada 12 prinsip yang digunakan dalam mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2001 dan prinsip yang sama tetap digunakan dalam revisi terakhir kurikulum yang dilakukan pada akhir tahun 2003. Keduabelas prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika
Kurikulum merupakan input instrumental yang digunakan untuk menyeimbangkan pengalaman belajar yang mengembangkan etika, estetika, logika, dan kinestika.Pengembangan etika dilaksanakan dalam rangka penanaman nilai-nilai sosial dan moral termasuk menghargai dan
mengangkat nilai-nilai pluralitas dan nilai-nilai universal.Pengembangan estetika menempatkan pengalaman belajar dalam konteks holistik dan total untuk memberikan ruang bagi pengalaman estetik dengan melalui berbagai kegiatan yang dapat mengekspresikan gagasan, rasa, dan karsa. Logika yang dikembangkan termasuk berpikir kreatif dan inovatif dengan keseimbangan yang nyata antara kognisi dan emosi dapatmemberikan keterampilan kognitif sekaligus dengan keterampilan interpersonal.
b. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
Setiap orang berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya. Untuk itu perlu adanya jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dan segi ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul. Hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan upaya untuk menjamin persamaan memperoleh kesempatan pendidikan.
c.Memperkuat Identitas Nasional
Kurikulum harus menanamkan dan mempertahankan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia melalui pemahaman terhadap pentumbuhan peradaban bangsa Indonesia dan sumbangan bangsa Indonesia terhadap peradaban dunia. Dengan demikian kunikulum harus mempertahankan keberlanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan nasional. Materi tentang pemeliharaan identitas nasionat patriotisme, sikap nonsektarian, kemampuan untuk bertoleransi terhadap perbedaan yang ditimbulkan oleh agama, ideologi, wilayah,bahasa, dan jender perlu diperhatikan dalam kurikulum.
d. Menghadapi Abad Pengetahuan
Globalisasi dalam bidang informasi, komunikasi, dan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing, serta penguasaan pengetahuan dan teknologi menjadi makin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sumber daya alam yang makin terbatas tidak lagi dapat menjadi tumpuan modal karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dan modal fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas. Pada abad pengetahuan ini dipenlukan masyarakat yang berpengetahuan yang diperoleh dengan cara belajar sepanjang hayat. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas, sehingga diperlukan kunikulum yang mendorong untuk meningkatkan 4/18 kemampuan metakognitif dan kemampuan berpikir dan belajar dalam mengakses, memilih, menilai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.
e. Menyongsong Tantangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi merupakan tantangan fundamental yang dapat mengubah masyarakat biasa ke dalam masyarakat informasi dan masyarakat pengetahuan. Teknologi informasi dan komunikasi berpotensi untuk menyediakan kemudahan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang memperrnudah akses ke dalam informasi dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kunikulum. Oleh karena itu diperlukan kurikulum yang luwes dan adaptif terhadap berbagai pengetahuan baru sesuai dengan keadaan zaman.
f. Mengembangkan Keterampilan Hidup
Pendidikan perlu menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan keterampilan hidup untuk menghadapi tantangan hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama keterampilan hidup antara lain kerurnahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, kesadaran diri, menghindari stres, membuat keputusan, berpikir kreatif, hubungan interpersonal dan pemahaman tentang berbagai bentuk pekerjaan serta kemampuan vokasional disertai sikap positif terhadap kerja. Oleh karena itu, di dalam kunikulum perlu dimasukan ketenampilan hidup agar peserta didik memiliki kemampuan bersikap dan berpenilaku adaptif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif.
g. Mengintegrasikan Unsur-unsur Penting ke Dalam Kurikuler
Kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap tentang budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup dan kependudukan, kehutanan, home economics, pencegahan konsumerisme, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan penyalahgunaan narkoba, perdamaian, demokrasi, dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai universal. Pengintegrasian unsur-unsur tensebut perlu disesuaikan dengan sifat rnata pelajaran pokok yang relevan dan perkembangan kernampuan peserta didik.
h. Pendidikan Alternatif
Pendidikan tidak hanya terjadi sccara formal di sekolah tetapi juga harus terjadi di mana saja. Hal itu sangat penting terutama dalam rangka mencapai universalisasi dan demokratisasi pendidikan. Pendidikan alternatif meliputi antara lain pendidikan non-formal, pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh, sistem lain yang lentur yang diselenggarakan oleh pemenintah atau organisasi non-pemerintah.
Upaya untuk memandinikan peserta didik untuk belajar, benkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, dan penilaian din untuk suatu refleksi akan mendonong rnereka untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung secana lebih efektif. Dalam hal ini, peran utama guru adalah sebagai fasilitator belajar.
j. Pendidikan Multikultur dan Multibahasa
Indonesia terdiri atas masyarakat dengan beragam budaya, bahasa, dan agama. Implikasi dari hal tersebut yaitu bahwa dalam pendidikan perlu menerapkan metodik yang produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluraristik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.
j. Penilaian Berkelanjutan dan Komprehensif
Kurikulum harus menanggapi kebutuhan belajar peserta didik untuk mengetahui hasil belajarnya. Hassil belajar dipandang sebagai umpan balik untuk perbaikan lebih lanjut terhadap segala kekurangan dan kelebihan peserta didik selama belajar dalam kurun waktu tertentu. Oleh karenanya penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam dunia pendidikan. Hasil dan suatu penilaian umumnya tergantung pada identifikasi jenis dan alat penilaian yang digunakan serta tujuan, kritenia penilaian. dan interpretasi hasil. Relevansi, reliabilitas, dan validitas penilaian merupakan prosedur yang menentukan kualitas umpan balik. Penilaian berkelanjutan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan oleh guru itu sendiri dengan proses penilaian yang dilakukan secara transparan. Penilaian harus dilakukan secara komprehensif yang mencakup aspek kompetensi akademik dan keterampilan hidup.
k. Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan harus berlanjut sepanjang hidup manusia dalam rangka untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar tentang dunia yang berubah dalam segala bidang. Dengan demikian, kerusakan dan keusangan pengetahuan dapat dihindari. Dalam hal ini, kurikulum harus menyediakan kompetensi dan materi yang berguna bagi peserta didik bukan hanya untuk kepentingannya di masa sekarang, tetapi juga kepentingannya di masa yang akan datang dengan memberikan fondasi yang kuat untuk inkuiri dan memecahkan masalah yang merupakan titik awal untuk menguasai cara berpikir bagaimana berpikir dan belajar sepanjang hidupnya.
Memang harus diakui bahwa beberapa dari yang dikemukakan sebagai prinsip di atas pada dasarnya bukanlah prinsip pengembangan kurikulum. Ada diantaranya berupa tantangan yang harus dijawab oleh kurikulum seperti mengembangkan keterampilan hidup, menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi, menghadapi abad pengetahuan, pendidikan sepanjang hayat dan memperkuat identitas nasional. Beberapa yang lain memang merupakan prinsip yang harus digunakan dalam mengembangkan kurikulum seperti penilaian berkelanjutan dan komprehensif, pendidikan multikultur dan multibahasa, berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. Sedangkan yang dinamakan prinsip pendidikan alternatif bukan prinsip pengembangan kurikulum tetapi lebih mengarah kepada prinsip pengembangan pendidikan. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikuler bukan prinsip dan bukan pula tantangan tetapi merupakan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh para pengembang kurikulum. Pekerjaan yang tertinggal demikian digunakan juga dalam Kurikulum SMP 1975 sebagai prinsip walau pun seharusnya pengembang kurikulum tidak seharusnya memberikan pekerjaan yang mendasar dalam pengembangan materi dan organisasi materi kurikulum kepada para guru.
3. Visi dan Misi SMP
Kurikulum Berbasis Kompetensi memperkenalkan adanya visi dan misi yang harus dinyatakan dalam kurikulum. Pikiran ini dikembangkan terus sampai pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Untuk SMP (isitlah ini digunakan walau pun berdasarkan UU nomor 2 tahun 2003 seharusnya istilah yang digunakan adalah SLTP) yang menjadi bagian dari pendidikan dasar maka visi dan misinya adalah visi dan misi pendidikan dasar. Tentu saja visi dan misi lembaga menjadi bagian penting dalam pengembangan kurikulum karena kurikulum harus mendukung pencapaian visi dan misi tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan dasar adalah dalam rangka menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang kuat dan memadai untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Sedangkan misi pendidikan dasar dirumuskan sebagaimana tercantum di bawah ini:
• Menanamkan dasar-dasar perilaku berbudi pekerti dan berakhlak mulia. • Menumbuhkan dasar-dasar kemahiran membaca, menulis, dan berhitung. • Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan
berpikir logis, kritis, dan kreatif.
• Menumbuhkan sikap toleran, tanggung jawab, kemandirian dan kecakapan emosional.
• Memberikan dasar-dasar keterampilan hidup, kewirausahaan, dan etos kerja.
• Membentuk rasa cinta terhadap tanah air Indonesia.
Visi dan misi yang dikembangkan untuk pendidikan dasar sangat fundamental sebagai kualifikasi minimal bangsa Indonesia. Seyogyanya warganegara Indonesia yang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan minimal 9 tahun memiliki kualitas yang menjadi visi dan misi pendidikan dasar sehingga mereka dapat dan mampu berpartisipasi sebagai warganegara yang produktif, bertanggungjawab, dan berkemampuan untuk mengembangkan diri sepanjang hayatnya. Kurikulum sebelumnya tidak mengembangkannya dalam bentuk visi dan misi tetapi dalam rumusan yang dinamakan tujuan yang memiliki kualitas serupa atau mirip dengan visi dan misi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jadi terdapat kontinuitas dalam upaya kurikulum untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia walaupun terdapat pula berbagai perubahan yang disebabkan oleh adanya untuk kehidupan di suatu periode waktu dan proyeksi kehidupan pada periode waktu mendatang.
4. Struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi SMP
Naskah awal Kurikulum Berbasis Kompetensi SMP yang dikembangkan pada tahun 2001 memiliki struktur kurikulum sebagai berikut:
Tabel 8.1. Struktur Program Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
Alokasi Waktu Jenis dan Jumlah
Mata pelajaran Pokok Kelas VII Kelas VIII Kelas IX 1.Agama 2 2 2
2.Kewarganegaraan dan Sejarah 3 3 3
3.Bahasa dan Sastera Indonesia 6 6 6
4.Matematika 6 6 6
5.Sains 6 6 6
6.Ilmu Sosial 3 3 3
7.Bahasa Inggeris 4 4 4
8.Pendidikan Jasmani 2 2 2
9.Kesenian dan Kerajinan Tangan 2 2 2
Jumlah 34 34 34
Struktur Kurikulum Bebrasis Kompetensi yang ditunukkan dalam tabel 8.1 sangat sederhana dan banyak mengurangi beban belajar. Jika pada Kurikulum SMP 1994 beban belajar setiap semester Dominasi pandangan filosofis esensialisme pada para pengembang Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat kuat walau pun fenomena tersebut agak mengherankan karena pada umumnya kurikulum berbasis kompetensi tidak mendasarkan diri pada pendidikan disiplin ilmu. Sejarah pendidikan kompetensi yang awalnya adalah mempersiapkan peserta didik untuk memiliki ketrampilan atau kemampuan yang diperlukan dunia kerja menyebabkan pengaruh pandangan filosofi pendidikan disiplin ilmu tidak menonjol. Kenyataan
yang ditunjukkan dalam struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tabel 8.1 di atas berbeda dari tradisi umum kurikulum berbasis kompetensi. Nama-nama