• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA PELAJARAN DALAM RENCANA PELAJARAN SMP 1947 - 1950 Daftar Pelajaran adalah istilah yang digunakan untuk kurikulum, menggantikan

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 57-62)

Lager Onderwijs

B. MATA PELAJARAN DALAM RENCANA PELAJARAN SMP 1947 - 1950 Daftar Pelajaran adalah istilah yang digunakan untuk kurikulum, menggantikan

istilah Rencana Pelajaran sejalan dengan berlakunya Undang-Undang nomor 4 tahun 1950. Mata pelajaran yang terdapat dalam Daftar Pelajaran tersebut tidak jauh berbeda dari SMP pada masa Jepang terkecuali bahasa Jepang tidak lagi diajarkan. Menulis indah yang semulanya diarahkan untuk menulis indah huruf kanji digantikan dengan menulis indah huruf latin. Bahasa Inggeris kembali diajarkan. Sejarah diajarkan dengan menghilangkan peristiwa yang terkait dengan sejarah bangsa Jepang dan digantikan dengan peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia. Sebaliknya materi sejarah yang terkait dengan peristiwa sejarah Indonesia dan sudah diajarkan pada Rencana Pelajaran SMP di masa Jepang, diperbesar dengan berbagai peristiwa sejarah Indonesia yang dinyatakan sebagai peristiwa dalam sejarah nasional. Selain ada mata pelajaran sejarah (Indonesia) di SMP dikenal ada mata pelajaran sejarah dunia yang befokus pada sejarah Eropa dan Asia.

Apa yang terjadi dengan mata pelajaran sejarah terjadi pula dengan mata pelajaran geografi dimana bagian-bagian dari geografi Jepang dihilangkan sedangkan materi pelajaran wilayah geografis Indonesia ditambah dari yang sudah ada pada masa Jepang. Mata pelajaran moral diganti dengan mata pelajaran budi pekerti sedangkan mata pelajaran seperti pekerjaan tangan, olahraga dan kesenian tetap dipertahankan. Bahasa Melayu yang terkadang pada dokumen lain disebutkan dengan bahasa Indonesia diganti dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu tidak lagi diajarkan karena Indonesia sudah secara resmi menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi.

Hakekat kurikulum tetap berorientasi pada aplikasi dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan filosofi rekonstruksi sosial dan humanisme untuk kurikulum tetap digunakan sampai pada kurikulum tahun 1954 dan kemudian digantikan oleh filosofi kurikulum yang lebih berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir rasional (esensialisme dan perenialisme). Sejak kurikulum 1954 terlebih-lebih sejak kurikulum 1975, filosofi esensialisme dan perenialisme mendominasi raancangan kurikulum di Indonesia. Untuk SMP, sejak Kurikulum 1975 filosofi perenialisme lebih banyak digunakan dibandingkan filosofi esensialisme.

Selain Daftar Pelajaran (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:99), kurikulum SMP pada masa ini mengenal pembagian jurusan di kelas III yaitu bagian A (sosial-ekonomi) dan bagian B (Ilmu Pasti). Pembagian jurusan di kelas III SMP tersebut berjalan terus sampai tahun 1962 ketika ada pandangan atau ide baru mengenai tujuan pendidikan SMP.

Tabel 4.1: STRUKTUR DAN MATA PELAJARAN RENCANA PELAJARAN SMP 1947-1950

Kelas dan JamPelajaran

Kelompok Mata Pelajaran

I II IIIA IIIB Bahasa Indonesia 5 5 6 5 Bahasa Inggeris 4 4 4 4 Bahasa Daerah 2 2 2 1 I Bahasa Sub Jumlah 11 11 12 10

Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4

Ilmu Ukur 4 3 - 4 II Ilmu Pasti Sub Jumlah 8 6 2 8 Ilmu Alam/Kimia 2 3 2 2 Ilmu Hayat 2 2 2 2 III Pengetahuan Alam Sub Jumlah 4 5 4 4 IV Ilmu Bumi 2 2 3 3

Kelas dan JamPelajaran

Kelompok Mata Pelajaran

I II IIIA IIIB Sejarah 2 2 2 2 Pengetahuan Sosial Sub Jumlah 4 4 5 5 Hitung Dagang - 1 2 - Pengetahuan Dagang - - 2 - V Pelajaran Ekonomi Sub Jumlah - 1 4 - Seni Suara 1 1 1 1 Menggambar 2 2 2 2

Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2

VI Pelajaran

Ekspresi

Sub Jumlah 5 5 5 5

VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3

VIII Budi Pekerti (bukan mata pelajaran berdiri sendiri tapi terintegrasi dalam kegiatan semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah)

IX Agama 2 2 2 2

Jumlah 37 37 37 37

Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:100)

Daftar Pelajaran di atas menampilkan karakteristik kurikulum yang berbeda dari kurikulum MULO atau pun Shoto Chu Gakko. Pendidikan SMP pada masa kemerdekaan mengenal adanya penjurusan pada kelas terakhir yaitu jurusan A (sosial-ekoonomi) dan B (ilmu Pasti). Pembagian ini memposisikan kurikulum SMP sebagai dasar untuk melanjutkan pelajaran ke SMA, dan SMA pada masa itu sudah sejak awal dibedakan dalam jurusan sehingga dikenal adanya SMA-A, SMA-B, dan SMA-C.

Mereka yang lulus dari jurusan A di kelas III SMP boleh melanjutkan pelajaran ke SMA A (Bahasa) atau ke SMA C (ekonomi) sedangkan mereka yang lulus dari jurusan B (Ilmu Pasti) boleh masuk ke SMA B (Ilmu Pasti) dan pada masa kemudian boleh pula melanjutkan ke SMA C. Pada masa tersebut nama jurusan yang sebenarnya merupakan jalur program studi menjadi nama unik sekolah

karena satu SMA dibedakan dari SMA lainnya berdasarkan jurusan yang dibinanya (SMA-A, SMA-B, SMA-C). Penjurusan pun sudah dilakukan pada waktu peserta didik mendaftar untuk masuk ke SMA. Tentu saja pemisahan SMA yang demikian sudah tidak dikenal pada masa sekarang karena juruan-jurusan yang ada (IPA, IPS, Bahasa) adalah program dalam satu SMA dan penjurusan baru dilakukan di tahun kedua ketika peserta didik naik kelas XI.

Konsep kurikulum yang menarik dari Daftar Pelajaran SMP pada masa ini adalah pelajaran Budi Pekerti yang tidak diajarkan sebagai suatu mata pelajaran terpisah tapi diintegrasikan ke dalam semua kegiatan mata pelajaran lain dan kegiatan sekolah. Konsep ini menggambarkan pemahaman materi kurikulum yang mendalam dan penerapannya dalam suatu desain kurikulum yang sesuai dengan karakteristik materi kurikulum. Konten/materi kurikulum terdiri atas pengetahuan, ketrampilan (intelektual, motorik, sosial) dan nilai/moral/sikap. Materi pelajaran Budi Pekerti bukan hanya sekedar pengetahuan tetapi sarat dengan nilai/moral/sikap yang harus dikembangkan dalam cara berpikir, bertindak, berkomunikasi, dan melakukan kegiatan sehari-hari seorang peserta didik.

Materi pelajaran yang demikian, sebagaimana halnya dengan materi ketrampilan, harus dikembangkan secara konsisten dan berkelanjutan selama seorang peserta didik belajar di sebuah satuan pendidikan atau jenjang pendidikan. Tidak seperti pengetahuan yang dapat dipelajari dan dikuasai dalam setiap pertemuan kelas, materi pelajaran dalam ranah nilai/moral/sikap memerlukan penguatan yang terus menerus baik secara sekuensial dari suatu mata pelajaran mau pun penguatan horizontal dari berbagai mata pelajaran. Penguatan-penguatan itu dilakukan baik dalam proses interaksi di kelas tetapi juga dalam proses interaksi sesama teman, dengan guru dan pegawai sekolah di lingkungan sekolah (luar kelas). Konsep pendidikan nilai yang demikian telah diterapkan dalam mata pelajaran Budi Pekerti pada kurikulum SMP di awal masa kemerdekaan.

Pemahaman mengenai prinsip pendidikan nilai/moral/sikap dan karakteristik materi nilai/moral/sikap tersebut dirancang dan diterapkan dengan baik untuk

berbagai mata pelajaran dalam Daftar Pelajaran SMP tahun 1950. Sayangnya, materi pelajaran agama yang juga sarat dengan nilai/moral/sikap dikembangkan dengan tidak menggunakan prinsip untuk materi nilai/moral/sikap tersebut sehingga pendidikan agama cenderung menjadi mata pelajaran tentang pengetahuan agama. Materi mata pelajaran agama yang didominasi oleh materi pengetahuan menjadikan pelajaran agama lebih mengutamakan hafalan dan kurang pada pengembangan perilaku beragama. Semestinya, prinsip yang sama sebagaimana digunakan untuk pendidikan Budi Pekerti dapat juga diterapkan pada pendidikan agama sehingga materi pelajaran mengenai pengetahuan tentang berbagai ajaran, kaedah dan ketrampilan dalam menjalan ibadah dikembangkan melalui mata pelajaran agama sedangkan aspek perilaku beragama dikembangkan melalui mata pelajaran agama dan mata pelajaran lainnya.

Kondisi pendidikan agama yang terjadi pada masa awal kemerdekaan masih berlanjut sampai masa kini. Kondisi yang ada pada masa itu adalah pendidikan agama bukan wajib bagi seluruh peserta didik (Bab XII Pasal 20 undang-undang pendidikan nomor 12 tahun 1954) dan materi pendidikan agama dikembangkan oleh Kementerian Agama, terpisah dari pengembangan materi mata pelajaran lain. Kedua hal ini kiranya menjadi penyebab perilaku beragama tidak menjadi materi mata pelajaran lain di luar mata pelajaran agama. Pada saat sekarang kebijakan tentang pendidikan agama sudah berubah dan pendidikan agama menjadi pendidikan wajib bagi seluuruh peserta didik. Kiranya, perencanaan kurikulum SMP masa kini sudah dapat menerapkan prinsip pengembangan konten kurikulum yang membedakan organisasi konten pengetahuan, nilai dan ketrampilan.

 

       

KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN KABINET PARLEMENTER

Dalam dokumen PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Halaman 57-62)