Kehidupan dengan sistem kekerabatan yang erat dengan tipe keluarga luas (extended family) juga membutuhkan biaya sosial yang tinggi. Seseorang yang cukup mampu diharapkan dapat membantu biaya-biaya yang dibutuhkan anggota kelompoknya dalam klan mereka. 4 Kata mabin digunakan untuk mengambarkan hubungan sedarah atau bersaudara. Misalnya marga utama uropmabin adalah (urop artinya sulung atau anak pertama, mabin artinya bersaudara) dan selanjutnya ka-sipmabin (anak kedua), kakyarmabin (anak ketiga) dan kalakmabin (orang terakhir atau bungsu)
ilai Dasar O rang P apua engelola T a ta P emerin tahan ( G o v ernanc e)
Kebutuhan seorang individu merupakan tanggung jawab kelompok dalam klan, biaya yang dikeluarkan dapat berupa biaya atas dasar tradisi adat orang Ngalum, seperti mas kawin, denda adat, atau biaya sosial lain, seperti membantu orang sakit, membantu anak-anak kerabat yang sedang bersekolah.
Budaya tolong menolong dan kewajiban membantu dalam klan merupakan tipe yang umum pada masyarakat Ngalum, dasar dari jaminan sosial pada orang Ngalum adalah resiprositas berimbang, atau orang Ngalum menjabarkan dalam dunia mereka sebagai “angelmuk kadik”, artinya setiap individu wajib membantu anggota klannya yang membutuhkan dan suatu saat bila ia membutuhkan bantuan maka, mereka yang pernah dibantunya tersebut wajib memberikan bantuan. Bentuk bantuan bagi orang ngalum dapat dikategorikan sebagai bantuan berwujud tenaga, dan bantuan yang berwujud materi, bisa berupa barang dan harta (kini banyak juga yang mengunakan uang).
Memberikan pinjaman juga merupakan salah satu bentuk jaminan sosial yang ada dalam kehidupan orang Ngalum. Pinjaman yang dilakukan antara anggota kelompok masyarakat, pinjaman dapat berupa harta (babi) atau uang, pinjaman ini atas dasar kepercayaan dapat dikembalikan tanpa ditentukan waktu tertentu dan kadang bentuk dari pengembalian bisa berbentuk lain. Misalnya, ada kasus pinjam-meminjam yang si peminjam tidak bisa megembalikan sesuai dengan apa yang dipinjamnya maka dia bisa menggantinya dalam bentuk tenaga. Orang tersebut mengganti pinjamannya dengan cara ikut membantu membuka lahan kebun secara cuma-cuma sampai hutangnya dianggap lunas.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Jadi anak-anak yang bersekolah di luar kampong merasa terjamin kehidupannya walaupun orang tuanya tidak mampu membiayai kehidupan sehari-hari anak karena kerabat di kampung maupun yang ada ditempat anak bersekolah bias menjamin hidup anak tersebut. Konsep ini sudah mulai terkikis di daerah perkotaan, walaupun tetap ada jaminan terhadap anak yang bersekolah tetapi jaminan itu tidak sepenuhnya diberikan karena sikap individualis para kerabat dari anak itu diperkotaan sudah semakin kuat – sikap mendapat manfaat sendiri jika ia membantu lebih diutamakan daripada membantu tapi manfaat secara ekonomi tidak diperolehnya.
Semua anggota klan memberikan perhatian kepada anggota yang sakit. Penyakit kadang masih dianggap berasal dari adanya konflik sosial (kutukan, magik). Kewajiban individu untuk membantu anggota klan dan sebaliknya (resiprokal) – memperkuat hubungan anggota klan. Orang Ngalum mengenal “maton toklon” yaitu sumbangan keluarga dalam klan untuk membayar mas kawin (“khakisa”) seorang yang akan menikah. Setiap lelaki dewasa dalam klan tersebut wajib memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuannya. Selain membayar mas kawin jaminan sosial ini juga diberikan pada waktu ada masalah-masalah adat yang mewajibkan ganti rugi bagi pelakunya, sanksi adat tersebut sering ditangung oleh keluarga luasnya dengan alasan, seorang individu dianggap membawa nama klannya dalam lingkungan sosial mereka, sehingga kesalahan individu merupakan tanggung jawab klan. Pada jaman dahulu kesalahan-kesalahan individu seringkali dianggap merupakan tanggung jawab kelompok klannya sehingga peperangan yang timbul antara kelompok masyarat tidak dapat dihindari demi membela kepentingan anggota kelompok mereka.
Tabel-tabel berikut adalah rangkuman dari enam konsep dasar orang Papua di daerah-daerah tempat penelitian sebagaimana dijelaskan di depan.
ilai A n tr opolog is I n ti Or ang P apua
Tabel 1.4.1. Konsep Kekayaan dan Tanah di Tiga Daerah
Mimika Keerom Pegunungan Bintang
Konsep penumpukan modal lebih pada persiapan mereka untuk kebutuhan sosial, seperti untuk membiayai/konsumsi pada upacara adat perkawinan, bayar mas kawin, membagi atau menolong anggota kerabat (“Taparu”) dan juga denda. Hutan berupa dusun (tempat mencari makan) dianggap sebagai modal untuk menjamin kehidupan keluarga dalam pengertian memenuhi kebutuhan dasar dan ada juga orientasi pasar seperti hasil dusun dijual tetapi dalam konteks bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya tetapi dalam konteks memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hutan beserta segala isinya adalah modal yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan dan kesejahteraan keluarga, marga dan komunitas. Tanah adalah aset masa depan karena dapat dikelola bukan saja generasi sekarang, tetapi generasi berikut juga dapat dikelola oleh karena itu tanah milik turun-temurun dan tidak dapat diperjualbelikan. Sifat menabung masih sangat kurang, uang yang diperoleh habis untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sosial. Tanah dan dusun adalah aset kekayaan bagi orang Keerom.
Orang Ngalum mendifinisikan harta sebagai “memangola”,selain sebagai pemenuhan kebutuhan biaya sosial yang tinggi, “memangola” juga menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat.
Bagi orang Ngalum , tanah, kebun dan jumlah babi yang banyak merupakan prinsip dari memangola.
Hasil kebun yang melimpah, jumlah ternak babi yang banyak menjadi prinsip awal seseorang dianggap sebagai seorang “Isomki” atau orang kaya.
“Memangola” menjadi dasar utama seorang Ngalum untuk mencapai status yang diberikan kepadanya sebagai “isomki”.
Dalam budaya orang Ngalum , nilai ideal dari seorang “isomki” adalah dermawan.
Sudah ada dasar-dasar penumpukan modal dalam sistem nilai orang orang Ngalum , bagaimana dasar tersebut ditranformasikan dalam bentuk nilai invetasi ekonomi pasar. Jumlah harta yang banyak menaikan status sosial seseorang dalam masyarakat.
Ada persaingan untuk memperebutkan posisi tersebut, seseorang dituntut bekerja keras untuk mencapai harta tersebut menciptakan etos kerja dalam persaingan yang positif.
Penumpukan modal banyak digunakan untuk biaya sosial yang tinggi dan menciptakan ketergantungan individu dengan kelompoknya. Penumpukan modal masih diarahkan pada tujuan-tujuan prestise.
ilai Dasar O rang P apua engelola T a ta P emerin tahan ( G o v ernanc e)
Tabel 1.4.2. Konsep Waktu dan Pekerjaan di Tiga Daerah
Mimika Keerom Pegunungan Bintang
Pada masyarakat Kamoro telah terjadi perubahan konsep tentang pekerjaan karena mereka dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat baru di Nawaripi.
Mereka diperkenalkan pada berbagai pekerjaan yang membutuhkan spesialisasi, seperti menjadi penggali pasir, buruh bangunan, pemikul barang di pelabuhan, walaupun tidak memerlukan pelatihan atau pendidikan formal. Proses adaptasi juga terjadi di tempat mereka sekarang, dimana di tempat asal, mereka tidak berkebun tetapi mereka langsung mencari makan, seperti sagu, ikan dan sumber gizi lainnya, secara langsung dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal mereka. Di tempat mereka yang baru sekarang, mereka hanya diberi rumah dan sebidang tanah. Oleh karena itu, mereka harus berkebun karena merupakan sumber pangan harian keluarga.
Perubahan pola adaptasi lingkungan ini juga menyebabkan terjadinya perubahan pola orientasi dalam pekerjaan.
Kalau di tempat asal mereka tidak sulit mendapat makanan, maka di tempat sekarang mereka harus bekerja keras untuk mendapatkan makanan. Bekerja dalam kerangka meningkatkan status sosialnya juga terjadi terutama kalau mereka dapat mengakses pekerjaan di PT Freeport atau sebagai pegawai pemerintah karena jenis pekerjaan ini dinilai meningkatkan gengsi sosial.
Orang yang bekerja lebih cepat dan lebih rajin akan mendapat hasil yang lebih baik.
Pekerjaan adalah hal yang wajar dan semua orang memang harus bekerja karena hidup manusia ada dalam pekerjaan.
Semua jenis pekerjaan dianggap penting karena jika tidak bekerja tidak akan hidup. Dengan bekerja, bisa menikmati hasil dari bekerja tersebut, sedangkan bila tidak bekerja tidak bisa membantu keluarga (anak istri) untuk makan. Dalam bahasa masyarakat Keerom, pekerjaan disebut “souri” yang tidak mengandung makna spesialisasi pekerjaan tetapi lebih merujuk pada pekerjaan apa saja. Membantu penduduk lain dalam kampung, seperti membangun rumah tetangga, membantu mempersiapkan pesta, dan lainnya tidak dilihat sebagai pekerjaan yang menghasilkan upah. Sekarang ini apabila seseorang meminta bantuan untuk membangun rumah, maka sudah merupakan kewajiban untuk membayar tenaga mereka. Upah yang dikeluarkan bervariasi namun lebih banyak ditentukan oleh mereka yang meminta bantuan.
Masih ada beberapa bantuan yang tidak perlu dibayar, seperti membantu keluarga yang mau melangsungkan perkawinan dan acara-acara hari raya gereja.
Konsep kerja bagi orang Ngalum adalah “temome bainomet”, berarti “bekerja untuk hidup atau bekerja untuk makan”.
Orang Ngalum melihat fungsi bekerja sebagai fungsi subsisten yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seorang yang rajin dalam konsep orang Ngalum disebut “piniki”. ”Piniki” dianggap penting dalam kehidupan orang Ngalum karena dengan pola hidup subsisten diperlukan kerja keras untuk menjamin ketersediaan pangan untuk kelompok mereka.
Sebaliknya seorang yang dianggap malas disebut “dambolki”. Seseorang akan merasa enggan untuk
mendapatkan julukan ini karena berkonotasi negatif.
Dalam masyarakat Ngalum istilah tersebut digunakan juga untuk mengolok-olok seseorang yang akan mengakibatkan kehidupan sosialnya mengalami kesulitan, misalnya seorang pemuda yang di sebut ”dambolki”, akan sulit mencari jodoh karena kebanyakan orang tua tidak menginginkan anak gadisnya menikah dengan orang yang malas.
Modernisasi akibat pembangunan dan terjadinya kontak budaya menjadikan pekerjaan tradisional orang Ngalum mulai bergeser ke sektor-sektor formal seperti pegawai negeri dan guru.
ilai A n tr opolog is I n ti Or ang P apua
Tabel 1.4.3. Konsep Hubungan Sosial di Tiga Daerah
Mimika Keerom Pegunungan Bintang
Hubungan sosial orang Kamoro terjadi karena kesamaan ”Taparu” atau tempat tinggal/kampung dan perkawinan/”Kaukapaiti” (kerabat afinal).
Persaingan dan konflik kurang nampak.
Saling menolong memenuhi kebutuhan sehari-hari, kegiatan adat seperti membayar mas kawin, upacara adat, bayar denda, membangun fasilitas umum.
Sikap kerjasama ditunjukan dalam gotong royong sekarang sudah luntur.
Sudah ada perubahan orientasi hubungan sosial, hubungan sosial dibangun dari aspek (individualistik) bukan manfaat bagi komunitas (kolektivisme). Komunalisme berlaku pada kegiatan pesta kawin.
Hubungan antarsuku dinilai ada kerjasama atau kerukunan.
Berpusat pada hubungan kekerabatan. ”Kakadon” merupakan ikatan klan yang mengatur kehidupan orang Ngalum . Seluruh warga kelompok memberikan perhatian bila ada warga yang sakit, dengan mengunjungi, memberikan makanan/bantuan kepada keluarga yang sakit.
Hubungan dalam klan begitu kuat sehingga ada kecemburuan terhadap anggota yang lebih berhasil (pendidikan, ekonomi) di luar klan.
Ada hubungan atasan (patron/big man) dengan bawahan (masyarakat luas) yang bersifat dinamis (kepentingan sesaat – setiap orang dapat menjadi big man). Ikatan-ikatan marga diatur dalam ”Apiwol” atau rumah adat.
Ikatan-ikatan yang akrab dalam satu komunitas dalam satu kesatuan kampung, ikatan darah, perasaan senasib memberikan tanggung jawab sosial
Segala permasalahan yang ada pada seorang individu merupakan tanggung jawab kelompok dan demikian juga individu memiliki tanggung jawab terhadap kelompoknya.
Persaingan memang terjadi, walaupun intensitasnya tidak terlalu besar. Persaingan dalam kelompok sering terjadi dalam kampung bisa berakhir konflik terbuka tetapi banyak yang bersifat laten, konflik yang terjadi bisa berupa masalah adat, misalnya masalah perempuan, persengkataan batas wilayah atau persaingan politik tradisional (perebutan pengaruh dalam kampung).
Perebutan status quo ditambah persaingan politik lokal tidak dapat terelakan dan kadang menyeret kelompok-kelompok kekerabatan didalamnya.
ilai Dasar O rang P apua engelola T a ta P emerin tahan ( G o v ernanc e)
Tabel 1.4.4. Konsep Jaminan Sosial di Tiga Daerah
Mimika Keerom Pegunungan Bintang
Setiap orang Komoro memiliki prinsip saling menolong apabila saudaranya menghadapi masalah.
Bantuan merupakan suatu ikatan sosial yang mengharapkan anggota kerabat yang memberi akan dibantu juga pada saat ia menghadapi masalah hidup.
Beberapa nilai budaya mengenai jaminan sosial pada masyarakat Keerom adalah konsep tukar saudara sebagai ikatan persaudaraan, seperti adik perempuan diberikan pada adik bapa saya (bapa ade) yang tanggung jawab untuk kehidupannya termasuk nanti kalau dia punya anak adalah tanggungan bapa ade. Tukar menukar barang seperti jubi, panah, sempe dan noken. Dalam bahasa disebut "Yaba-Gurak" artinya saling memberi atau timbal balik.
Konsep ”Yaba-Gurak"
dimanifestasikan dalam bentuk bantuan pada kehidupan sosial, seperti membayar mas kawin, membangun rumah, dan membuat kebun.
Kewajiban membantu orang yang pernah membantunya merupakan keharusan karena itu bagi masyarakat keerom sebagai utang.
Dasar dari jaminan sosial pada orang Ngalum adalah resiprositas berimbang, atau orang Ngalum menjabarkan dalam dunia mereka sebagai “angelmuk kadik” artinya setiap individu wajib membantu anggota klannya yang membutuhkan dan suatu saat bila ia membutuhkan bantuan maka, mereka yang pernah dibantunya tersebut wajib memberikan bantuan.
Bentuk bantuan bagi orang Ngalum dapat dikategorikan sebagai bantuan berwujud tenaga, dan bantuan yang berwujud materi, bisa berupa barang dan harta (kini banyak juga yang mengunakan uang).
Memberikan pinjaman juga merupakan salah satu bentuk jaminan sosial yang ada dalam kehidupan orang Ngalum . Pinjaman dapat berupa harta (babi) atau uang. Pinjaman ini atas dasar kepercayaan dapat dikembalikan tanpa ditentukan waktu tertentu dan kadangkala bentuk dari pengembalian bisa berbentuk lain.
ERIMENT ASI AD AP TASI NIL AI-NIL AI ANTROPOL OGIS D AL AM P ROGR AM-P ROGR AM AK SI