• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontra Budaya Intelektual di Perguruan Tingg

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 42-45)

H. BUDAYA DAN ETIKA AKADEMIK

1. Kontra Budaya Intelektual di Perguruan Tingg

Maraknya kegiatan perpoloncoan ‗bullying‘ di beberapa PT di Indonesia, seakan menyiratkan sebuah

realitas bahwa PT melupakan dirinya sebagai salah satu komunitas intelektual. Perpoloncoan telah menjadi tradisi menyambut mahasiswa baru yang sering diadakan oleh organisasi/lembaga kemahasiswaan tingkat institusi, fakultas, jurusan, lembaga, dan di Unit kegiatan Mahasiswan (UKM) dengan alasan orientasi calon anggota baru, masa perkenalan calon anggota, basic traning, pengkaderan, dan sebagainya. Parahnya, tradisi tersebut menimbulkan kekerasan fisik sampai memakan korban jiwa.

Realitas yang lain, tawuran mahasiswa, peredaran dan pemakaian narkoba, pemalsuan nilai akademik, dan lain sebagainya. Di kalangan mahasiswa mengartikan kampus sebagai tempat untuk beradu fashion, tempat trendi-trendian, tempat tebar pesona dan bermain cinta masa muda. Tidak heran jika banyak mahasiswa hanya datang ke kampus, duduk dan diam mendengarkan penjelasan dari dosen kemudian pulang. Mereka lebih nyaman berlama-lama hang-out di mall, cafe, pub, menikmati indahnya

dunia masa muda dengan semakin menyuburkan sikap hedonis dan konsumtif dalam jiwa mereka. Realitas tersebut adalah cermin yang memantulkan permasalahan kultur intelektual pendidikan tinggi di Indonesia. Kampus di era kekinian, tak ubahnya sebagai pusat kebobrokan moral, elitism, anti kerakyatan, dan lahan bisnis ala dunia pendidikan. Dunia kampus pun kini telah menjadi korban dari intervensi budaya luar. Menjadikan mahasiswanya lupa bahwa kampus adalah tempat yang memang dimaksudkan untuk kegiatan akademis dan non-akademis.

Secara logika, bagaimana bisa mengharapkan adanya output yang berkompeten dan berkarakter jika di lingkungan pendidikan tersebut seolah tidak pernah memberikan mainstream untuk itu. Padahal, jika budaya intelektual kampus yang positif mampu diterapkan dengan maksimal, akan mampu mendorong tumbuhnya iklim sosial dan interaksi yang sehat antar civitas akademika. Serta mampu menggali potensi diri para mahasiswa, mampu membentuk mereka tidak hanya dari olah pikir, tapi juga olah hati, olah rasa/karsa. Akhirnya akan banyak melahirkan kegiatan dan karya akademik yang bermanfaat.

Kita semua prihatin melihat realitas atas perlakuan yang kadang tidak pantas dan etis dilakukan oleh kaum intelektual. Diakui atau tidak telah menjadi tradisi dilakukan secara turun menurun bahkan berkembang ke lapisan pendidikan menengah (SMU). Beberapa waktu yang lalu program orientasi mahasiswa banyak diwarnai oleh kegiatn perpeloncoan yang bersifat kurang mendidik dan membuka peluang terjadinya tindakan kekerasan dan aksi balas dendam sesama mahasiswa yang berbeda angkatan. Tenggok kejadian di salah satu kampus di Yogyakarta dan beberapa kampus lainnya di Indonesia. Dengan alasan masa perkenalan calon anggota, pengkaderan, dan sebagainya, yang memakan korban jiwa, meninggalnya mahasiswa.

Banyak sesungguhnya budaya intelektual yang lebih elegan dilakukan ketimbang tindakan

perpoloncoan ‗bullying‘. Perguruan tinggi harus merancang program orientasi mahasiswa baru yang

menekankan pada program orientasi yang bersifat informatif dan edukatif. Kini saatnya perguruan tinggi merubah paradigma program orientasi mahasiswa baru, yaitu :

a. Materi program orientasi mahasiswa baru harus bersifat informatif yakni pemberian informasi yang cukup komprehensif dan lugas mengenai fasilitas pembelajaran yang tersedia dan cara pemanfaatannya serta beberapa informasi penting dan relevan mengenai statuta perguruan tinggi.

b. Program orientasi haruslah bersifat mendidik (edukatif), misalnya memberikan pengenalan materi kepada mahasiswa baru mengenai mekanisme pebelajaran di perguruan tinggi yang jauh beberbeda dengan model pebelajaran di sekolah menengah.

c. Program orientasi yang bersifat membangun karakter dan mental, nilai nilai kebangsaan dan nasionalisme, misalnya memberikan pendidikan karakter dan materi bela negara kepada mahasis baru agar mereka memiliki sikap mental (attitude) yang baik dan cinta tanah air.

Begitupula organisasi/lembaga kemahasiswan dan unit kegiatan mahasiswa diarahkan pada Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional. Mahasiswa tidak cukup hanya memiliki pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), tetapi juga sikap mental. (attitude) yang baik.

Dalam rangka membangun budaya intelektual, meningkatkan kompetensi, menguasai iptek sebagai gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, serta memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh dikalangan sivitas akademika. perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan

masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan. Mahasiswa wajib menghargai dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan akademik di mana mereka akan berinteraksi dalam proses pembelajaran. Mahasiswa harus terikat dengan berbagai hak dan kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan akademik. Seperti, hak untuk mendapatkan kebebasan akademik dalam proses menuntut ilmu, haruslah diikuti juga dengan tanggung jawab sesuai dengan etika, norma susila dan aturan yang berlaku dalam lingkungan akademik. Demikian juga dengan hak untuk bisa menggunakan sarana/prasarana kegiatan kurikuler (fasilitas pendidikan, laboratorium, perpustakaan, dll) harus juga diikuti dengan kewajiban untuk menjaga, memelihara dan menggunakannya secara efisien.

Solusi cerdas guna membangun dan mengembangkan budaya intelektual, dibutuhkan sinergi dari segenap civitas akademika PT, antara lain sebagai berikut.

1) Perguruan tinggi harus merancang program orientasi mahasiswa baru yang menekankan pada program orientasi yang bersifat informatif dan edukatif.

2) organisasi/lembaga kemahasiswan dan unit kegiatan mahasiswa diarahkan pada Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional.

3) Perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan.

4) Pimpinan dan segenap sivitas akademika harus tegas dan konsisten dalam menerapkan peraturan akademik dan kemahasiswa di lingkup PT serta menjunjung tinggi Budaya Akademik sebagai landasan dasar dari kehidupan dan kegiatan akademik

5) Optimalisasi fungsi Organisasi kemahasiswaan serta UKM sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan kemampuan intelektualitas, afeksi, kinestetik, dan emosional seorang mahasiswa. Serta sebagai penyokong upaya pengembangan kultur akademik ini.

6) Penciptaan kultur lembaga yang mendukung terciptanya budaya akademik, dimana semua ―elit‖ akademik harus memberikan contoh dan teladan, serta bimbingan yang baik bagi semua mahasiswanya.

7) Pimpinan dan segenap sivitas akademika PT, wajib melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan setiap aktifitas dan kegiatan organisasi/lembaga kemahasiswan dan unit kegiatan mahasiswa. Kegiatan kemahasiswaan diarahkan pada pembangunan dan pengembangan intelektual dan akademik seperti penguatan keilmuan, pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan ko- kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional.

8) Peningkatan sarana prasarana serta kualitas pelayanan, seperti perpustakaan, public space, dll. Di samping kriteria kuantitas dan kualitas secara fungsional, penyediaan dan pengelolaan fasilitas pendidikan hendaknya memenuhi kriteria: aman, nyaman, dan manusiawi. Sangat diperlukan bagi terselenggaranya pendidikan karakter yang memang merupakan wahana pengembangan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 42-45)