• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENDIDIKAN TINGGI MASA DEPAN

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 65-69)

Era informasi yang juga disebut era pengetahuan sekarang ini, banyak hal yang berubah secara fundamental dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Runtuhnya sekat-sekat geografis akibat agenda globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah dunia ini menjadi sebagaimana layaknya sebuah desa raksasa yang antar penghuninya dapat dengan mudah saling berinteraksi, berkomunikasi, dan bertransaksi kapan saja serta dari dan di manapun mereka berada.

Dampak yang ditimbulkan dari perubahan lingkungan dunia membengkak luar biasa, antara lain diperlihatkan melalui sejumlah fenomena seperti :

 Mengalirnya beragam sumber daya fisik maupun non-fisik (data, informasi, dan pengetahuan) dari satu tempat ke tempat lainnya secara bebas dan terbuka. Ini telah merubah total lingkup bisnis dan lingkup usaha yang selama ini terlihat mapan.

 Meningkatnya kolaborasi dan kerjasama antar negara dalam proses penciptaan produk dan/atau jasa yang berdaya saing tinggi secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser

kekuatan ekonomi dunia dari ―barat‖ menuju ―timur‖ dari ―utara‖ ke ‗selatan‖

 Menguatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang untuk secara total segera menerapkan agenda globalisasi yang disepakati bersama memaksa setiap negara untuk menyerahkan nasibnya pada mekanisme ekonomi pasar bebas dan terbuka yang belum tentu mendatangkan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat.

 Membanjirnya produk-produk dan jasa-jasa negara luar yang dipasarkan di dalam negeri selain meningkatkan suhu persaingan dunia usaha juga berpengaruh langsung terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari

 Membludaknya tenaga asing dari level buruh hingga eksekutif memasuki bursa tenaga kerja nasional telah menempatkan sumber daya manusia lokal pada posisi yang cukup dilematis di mata industri sebagai pengguna

 Meleburnya portofolio kepemilikan perusahaan-perusahaan swasta menjadi milik bersama pengusaha Indonesia dan pihak asing di berbagai industri strategis tanpa disadari menjadi jalan efektif masuknya budaya luar ke tengah-tengah masyarakat tanah air.

Berbagai fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi merambah ke segala hampir di seluruh negara berkembang yang ada– bahkan beberapa negara maju di dunia barat pun merasakan tantangan yang sungguh hebat akibat munculnya kekuatan dari negara di Asia seperti Cina, India, dan Taiwan. Perubahan tatanan dunia di era informasi ini terdapat berbagai kekhususan yang utama. Yang pertama adalah terwujudnya masyarakat global yang menjadi kesepakatan antara bangsa, yaitu terbukanya mobilitas yang lebih luas antara satu negara dengan negara lain dalam berbagai hal. Yang kedua adalah abad ini akan lebih dikuasai oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang makin canggih dan berpadu pula dengan ilmu sosial dan humaniora. Dalam menghadapi dunia global, usaha meningkatkan mutu pendidikan sampai bertaraf internasional adalah suatu keharusan agar pendidikan tinggi Indonesia mampu membangun manusia berdaya cipta, mandiri dan kritis. Sosok yang mampu menghasilkan pemikiran berangkai, yakni menyediakan berbagai gagasan khas namun, pada akirnya harus mampu memilah dan menentukan yang terbaik.

Gambar 10. Konsep pendidikan tinggi abad 21

Sering kali pemerintah dan masyarakat kita berbicara berapi-api tentang keinginan memiliki perguruan tinggi unggul namun pada praktiknya PT sebagai lembaga pendidikan sudah merasa puas dengan kualitas yang sedang-sedang saja. Pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan tinggi sepenuhnya mampu mengimbangi era globalisasi dan perubahan zaman, dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pendidikan tinggi Indonesia sebagai industri jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengaruh perkembangan TIK terhadap kehidupan manusia merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan.

Gambar 11. Ilustrasi Pendidikan tinggi harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

CK Prahalad pernah mengatakan:

”If you learn you will change, but if you donIf you learn you will change, but if you dont change you will die”.

Kendati demikian, perubahan bukan hal yang mudah untuk diterima. Setidaknya ada lima alasan mengapa orang cenderung menolak perubahan. Kelimanya yaitu persepsi selektif, kurangnya informasi, perasaan takut terhadap hal yang tidak diketahui, kebiasaan, serta penolakan terhadap pihak yang menggagas perubahan (Likert, 1997). Indonesia bukanlah bangsa tertutup yang alergi terhadap perubahan terutama perubahan sosial yang dipengaruhi teknologi.

Buktinya adalah jumlah pengguna internet di Indonesia yang diperkirakan mencapai 93,4 juta orang pada 2015 (e-Marketer, 2014). Sayangnya, antusiasme ini tidak dibarengi dengan perubahan kultur baik secara individu maupun organisasi dalam rangka menyikapi dampak kehadiran teknologi baru. Sebagaimana diungkapkan dalam sejumlah teori perubahan organisasi, dari tiga dimensi perubahan yaitu dimensi struktural, fungsional, dan kultural, dimensi kulturallah yang paling sulit untuk berubah. Ini tentu tantangan tersendiri bagi para pengelola pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Institusi pendidikan merupakan wadah yang paling efektif dalam membentuk dimensi kultural seseorang, di luar keluarga dan lingkungan pergaulan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 16 Ayat (1) menyebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Artinya, pendidikan di perguruan tinggi menjadi tumpuan bangsa ini dalam menciptakan agen-agen perubahan yang berperan aktif dalam menjaga stabilitas nasional. Setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan agar pendidikan tinggi dapat memenuhi tantangan perkembangan zaman yaitu kurikulum, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur.

Gambar 12. Tantangan di era globalisasi

Agar mampu mengadaptasi perubahan dan tuntutan zaman, kurikulum perguruan tinggi harus fleksibel dan adaptif. Saat ini teknologi terus berkembang dalam hitungan detik. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus serius membangun kurikulum yang berorientasi masa depan, kita harus terbuka dengan segala sumber pengetahuan yang relevan, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Sumber daya manusia harus dipersiapkan sebaik mungkin, Sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud adalah semua orang yang bekerja dalam institusi pendidikan tinggi, dari mulai tenaga penunjang akademik (TPA) hingga dosen. Seluruhnya harus merupakan orang-orang yang berwawasan luas dan memiliki visi masa depan. Para TPA yang melek TIK dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan hard skill dan soft skill -nya akan mendorong pengelolaan pendidikan tinggi menjadi lebih kreatif dan solutif.

Demikian pula dengan para tenaga pengajar atau dosen. Era digital seperti sekarang mereka dituntut untuk berpikiran terbuka, menyerap segala perubahan yang terjadi baik lokal maupun global, sehingga mampu menyelenggarakan kegiatan belajar yang adaptif dan inovatif. Harus diakui bahwa kegiatan belajar di kelas kini tak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didik. Cukup dengan berselancar di internet, mereka bisa mendapatkan segala informasi yang mereka butuhkan dari artikel ilmiah, materi kuliah, jurnal, hasil penelitian, hingga buku-buku teks. Knowledge is one click away. Dengan demikian, seorang dosen harus menguasai banyak sumber informasi yang valid dan mampu memprediksi perkembangan ilmu pengetahuan masa depan.

Lalu, infrastruktur sebagai aspek ketiga, dalam hal ini berfungsi untuk mengakselerasi pelaksanaan kurikulum dan maksimalisasi SDM. Infrastruktur yang dimaksud tak hanya meliputi infrastruktur konvensional seperti ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, dan ruang kerja, tetapi juga mencakup infrastruktur digital yang memungkinkan pendidikan tinggi untuk melakukan revolusi pendidikan. Sebuah era pendidikan baru. Dengan infrastruktur digital pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan online sekaligus menekan biaya pendidikan. Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia yang saat ini masih berada di angka 31%. Pendidikan tinggi akan menjadi lebih mudah untuk diakses oleh calon-calon peserta didik pendidikan tinggi di daerah- daerah di Indonesia.

Di sisi lainnya, infrastruktur digital juga akan membuat biaya pendidikan menjadi lebih efisien karena terbukanya peluang sharing economic antara perguruan tinggi dan mitra di berbagai daerah dan negara. Inilah model pendidikan tinggi era digital, di mana pendidikan juga tak lagi mengenal batas geografis dan sosial. Kategorisasi pendidikan tidak lagi hanya terbatas dari sisi fasilitas yang tangible, terobosan- terobosan model pembelajaran akan terus bermunculan dan banyak akan muncul dalam bentuk intangible. Contohnya e-learning yang meskipun saat di negara maju tingkat keberhasilan masih di bawah 30%, masih terus mengalami evolusi sehingga bisa diterima publik.

Gambar 13. Perubahan aras pemikiran pengajaran dan pembelajaran abad 21

Moore‘s Law mengatakan bahwa prosesor akan memiliki kecepatan 2 kali lipat setiap 18 bulan dengan harga sama. Hal sama terjadi pada GPU (graphical processing unit) atau kemampuan kartu grafik komputer menampilkan gambar. Memiliki kemampuan tampilan seperti gambar bioskop dengan hampir real time untuk game. Model pembelajaran masa depan akan menggunakan game sebagai simulator, mulai dari pelajaran kreativitas, strategi hingga pembentukan karakter bisa dilakukan dengan game. Model Pendidikan tinggi masa depan adalah yang memadukan segala aspek (kurikulum, pengajar, teknologi, fasilitas dan sarana) dalam satu kesatuan yang mendukung proses pembelajaran yang berorientasi pada industri jasa pendidikan berkualitas.

G. TANTANGAN DOSEN DALAM DUNIA PENDIDIKAN TINGGI MASA DEPAN

Diakui atau tidak diakui dalam dunia pendidikan paradigma yang dianut sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu pengetahuan mahasiswa bersumber dari dosen, dan mahasiswa dianggap sebagai gelas kosong yang siap diisi. Maka dengan paradigma konstruktivisme, mahasiswa harus dianggap memiliki pengetahuan awal, dan tugas dosen hanya mengkonstruksinya.

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 65-69)