• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Budaya Akademik Indonesia

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 47-49)

H. BUDAYA DAN ETIKA AKADEMIK

3. Membangun Budaya Akademik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 pasal 2 bahwa Perguruan Tinggi sebagai subsistem pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut.

1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ipteks; 2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ipteks serta mengupayakan penggunaannya untuk

meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Budaya akademik adalah salah satu bagian yang mendukung misi pendidikan tinggi nasional. Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan. Indikator kualitas PT kekinian ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam mengembangkan dan membangun budaya akademik.

Budaya akademik adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik PT merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut. Norma-norma akademik merupakan hasil dari proses belajar dan latihan dan bukan merupakan bawaan lahir. Pemilikan budaya akademik seharusnya menjadi idola semua insan akademisi PT, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.

Bagi dosen, untuk mencapai derajat akademik guru besar, harus membudayakan dirinya untuk melakukan tindakan akademik pendukung tercapainya derajat guru besar itu. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dengan segala perangkatnya dengan baik. Melakukan penelitian untuk mendukung karya ilmiah, menulis dan mempublikasi di jurnal-jurnal ilmiah, mengikuti seminar dalam berbagai tingkat dan forum, melakukan pengabdian pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat.

Bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik itu ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk memburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dan sebagainya. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.

Tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang dosen sebagai akademisi akan memperoleh nilai-nilai normatif akademik. Boleh jadi, seorang dosen mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik di depan forum namun tanpa proses belajar dan latihan norma-norma itu tidak pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu baik disadari maupun tidak disadari. Mungkin juga yang terjadi nilai-nilai akademik hanya menyentuh ranah kognitif, tidak sampai menyentuh ranah afektif dan psikomotorik.

Fenomena semacam ini dapat saja terjadi pada seorang dosen sebagai akademisi, hanya menitipkan nama dalam melaksanakan kuliah, penulisan karya ilmiah, penelitian, pengabdian masyarakat, dan akhir-akhir ini sering terjadi pembelian gelar akademik yang tidak jelas juntrungnya. Untuk membangun budaya akademik dalam suatu PT, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut.

1. Kesiapan Sumber daya manusia, terutama staf pengajarnya yang mempunyai keunggulan akademik dan mempunyai dedikasi tinggi untuk pengembangan keilmuan.

2. Menguasai tradisi akademik yang unggul, melalui penyusunan kurikulum yang aktual, realistik, dan berorientasi ke depan. Diajarkan melalui proses belajar-mengajar dialogis, bebas, dan objektif, dan kemudian dikembangkan dalam diskusi, seminar, penelitian, penerbitan buku dan jurnal ilmiah, yang disebarluaskan kepada masyarakat.

3. Tersedianya sarana dan prasarana akademik yang memadai, seperti lingkungan kampus yang sejuk, perpustakaan yang lengkap, dan laboratorium yang modern. (Kurniawan, 2004). Pembinaan dan pengembangan apresiasi disiplin, rasa tanggung jawab, keinginan menghasilkan suatu karya inovatif dan kreatif yang terbaik dan sebagainya, efektif diwujudkan melalui pengembangan contoh keteladanan. Keinginan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, terjadinya suasana dan budaya akademik sesama sivitas akademika dan sebagainya dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran internal pada masing-masing sivitas akademika.

Pengembangan budaya akademik menjadi titik temu antara upaya pembinaan karakter dengan peningkatan kualitas hasil dari proses pendidikan. Karakter merupakan bagian integral dari budaya akademik, mengingat karakter diperlukan dan berpotensi dikembangkan dari setiap aktivitas akademik.

Ciri-ciri perkembangan budaya akademik mahasiswa, dilihat dari berkembangnya;

1. Kebiasaan membaca dan penambahan ilmu dan wawasan, 2. Kebiasaan menulis,

3. Diskusi ilmiah,

4. Optimalisasi organisasi kemahasiswaan,

5. Proses belajar mengajar Norma-norma akademik merupakan hasil dari proses belajar dan latihan.

Menurut Zuchdi (2010) hal tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan akademik melalui rekayasa faktor lingkungan. Diantaranya, dapat dilakukan melalui strategi yang meliputi: (1) keteladanan, (2) intervensi, (3) pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan (4) penguatan.

Perkembangan dan pembentukan budaya akademik memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai- nilai luhur yang diterapkan oleh Perguruan Tinggi. Peranan pengembangan kebudayaan ini bukan hanya tercermin dalam kesempatan sivitas akademika untuk mempelajari dan mengapresiasi budaya pertunjukan melainkan juga pengembangan dan apresiasi budaya perilaku intelektual dan moral masyarakat akademik dalam menyongsong keadaan masa depan.

Perguruan tinggi berperan secara instrumental dalam mewujudkan upaya dan pencapaian budaya akademik, karena perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan ipteks dan budaya dalam pengertian yang luas. Peranan pengembangan budaya akademik bukan hanya tercermin dalam kesempatan sivitas akademika untuk mempelajari dan mengapresiasi budaya pertunjukan melainkan juga pengembangan dan apresiasi budaya perilaku intelektual dan moral masyarakat akademik dalam menyongsong keadaan masa depan.

PT sebagai pusat kebudayaan akademis terikat pada etika. Etika yang mereka anut berintikan pada suatu kebiasaan yang memberikan peluang bagi civitas untuk mengembangkan modal intelektual maupun modal cultural secara optimal. Untuk itu, etika yang wajib dipedomani dan sekaligus dikembangkan adalah:

1. Selalu ingin tahu. Hal ini sangat penting karena merupakan suatu motivator yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahn dan titik awal bagi tumbuhnya ilmu pengetahuan.

2. Teliti, yakni selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan untuk pencapaian suatu kesempurnaan.

3. Rasional, artinya dalam memecahkan suatu permasalahn yang ditemukan selalu menggunakan pikiran dan timbangan yang logis dan melakukan penelitian yang kritis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.

4. Objektif, artinya dalam mengemukakan sesuatu, harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang disertai dengan bukti otentik tanpa ada manipulasi dan pembelokan karena intimidasi pihak-pihak tertentu.

5. Jujur, artinya bertindak sesua dengan kenyataan tanpa rekayasa dan tanpa ada yang ditutupin dengan maksud mencari keuntungan pribadi.

6. Inovatif, yakni memiliki daya cipta atau kemampuan menciptakan sesuatu yang baru baik dalam bentuk ide ataupun karya nyata.

7. Terbuka, artinya bias menerima gagasan baru dari pihak lain tanpa ada singgungan.

8. Produktif, kaum intelektual tidak hanya hebat dalam menelurkan gagasan, tetapi juga harus dibarengan karya nyata dan penerapan di masyarakat.

9. Multidimensi, artinya bahwa kebudayaan dapat berdampak sangat kompleks.

Jika dikembangkan secara optimal maka terwujudlah budaya akademik. Pada akhirnya, seluruh sivitas akademika memiliki kerangka berpikir, pedoman atau patokan ideal yang sama guna mengisi maupun mengaktualisasikan label mereka sebagai warga masyarakat akademik, yakni kumpulan orang-orang terkenal yang dianggap arif dan bijaksana guna memajukan dunia ilmu pengetahuan. Teknologi dan sains Indonesia.

Dalam dokumen Arah Perkembangan Pendidikan TINGGI INDO (Halaman 47-49)