• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATAR BELAKANG

Dalam dokumen Vol.15 No.2 April 2014 (Halaman 34-36)

IKHSAN DAN YOSI RIZAL IRAWAN

LATAR BELAKANG

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal utama pembangunan bangsa karena kese- hatan dan kondisi ekonomi saling mempengaruhi. Dari sisi mikro, individu dan keluarga yang sehat

adalah dasar dari produktiitas kerja dan dapat

meningkatkan ilmu pengetahuan yang memung- kinkan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih

tinggi. Sebaliknya kesehatan yang buruk akan me- nyebabkan menurunnya kemampuan untuk bek-

erja dengan efektif dan mendapatkan penghasilan

yang lebih sedikit. Dari sisi makro penduduk den- gan tingkat kesehatan yang baik merupakan faktor penting menurunkan angka kemiskinan, pening- katan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang baik akan memberikan manfaat bagi indi- vidu dan masyarakat secara menyeluruh terhadap

derajat kesehatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktiitas, pendapatan perkapita

dan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan di bidang kesehatan merupa- kan bagian dari pembangunan nasional. Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Un- dang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, menetapkan Kesehatan adalah hak fundamental setiap negara warga. Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga meng- isyaratkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung

jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat

bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat mis- kin dan tidak mampu. Oleh karena itu pemerintah

bertanggung jawab dalam hal penyedian sarana

dan prasarana kesehatan.

Pada tahun 2005, pemerintah mengambil kebi-

jakan strategis untuk memberi pelayanan keseha- tan gratis bagi rakyat miskin. Program ini men-

jadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Miskin (PJPKM) yang populer dengan sebutan Askeskin. Kemudian pada tahun 2008 program

Askeskin ini diubah namanya menjadi Jaminan

Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan tidak

mengubah jumlah sasaran. Program ini bertujuan

untuk memberi akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati

miskin yang kesemuanya mencapai 76,4 juta jiwa

pada waktu tersebut. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Dae- rah, Pengelola Jaminan Kesehatan (PT.Askes), dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu

Puskesmas dan Rumah Sakit dimana masing-mas- ing pihak memiliki peran dan fungsi yang berbeda

dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pe- layanan kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali. Namun program kesehatan seperti As- uransi Kesehatan (Askes) dan Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas), di sejumlah daerah be-

lum berjalan maksimal. Oleh karena itu Pemerin- tah Aceh berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakatnya melalui Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Program ini merupakan program perlindungan kesehatan untuk seluruh masyarakat Aceh yang

bertujuan untuk mensejahterakan seluruh kalan- gan masyarakatnya dengan mendapatkan perlind- ungan kesehatan gratis yang penerapannya di ber- lakukan pertama sekali pada tahun 2010.

Sampai saat ini, seluruh premi anggota JKA

masih dibayar oleh pemerintah. Padahal dalam sistem Asuransi Kesehatan, premi merupakan ke-

wajiban yang umumnya dibebankan kepada ang- gota asuransi, baik individu maupun keluarga.

Sehingga dengan alokasi anggaran dari pemer- intah yang relatif terbatas untuk program JKA, maka dalam pelaksanaannya program ini masih mengalami berbagai kendala terutama penyedian fasilitas pelayanan kesehatan . Oleh karena itu agar pelayanan kesehatan lebih optimal dan sesuai

dengan harapan masyarakat perlu kajian untuk

melihat bagaimana keinginan masyarakat untuk membayar premi perlindungan kesehatannya un- tuk mendukung program pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah.

Menurut UU RI no 36 Tahun 2009, menyebut- kan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik

secara isik, mental, spritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produk-

tif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Penger- tian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO; 1948) adalah sebagai suatu kead-

aan isik, mental, dan sosial kesejahteraan dan

Journal Of Economic Management & Business - Vol. 15, No. 2, April 2014 133

Menurut Yoesvita (2011) kesehatan sangat penting bagi semua orang dan merupakan inv- estasi yang sangat mahal. Kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat ber- harga dari segalanya. Masyarakat dengan tingkat kesehatan yang baik, dapat meningkatkan produk-

tiitas yang pada gilirannyaakan meningkatkan daya saing bangsa.

Menurut (Fogel, 1997; Grossman, 2000), per- hatian terhadap keadilan dalam hasil (outcomes) kesehatan timbul karena secara universal keseha- tan diterima sebagai merit good, sehingga setiap individu mengabaikan kemampuan untuk mem- bayar (ability to pay). Di dalam pasar perawatan kesehatan, masalah keadilan dimanifastasikan dengan tersedianya subsidi yang besar atau penye-

diaan perawatan kesehatan secara langsung. Sub- sidi untuk kesehatan penting karena secara nyata

seorang individu membutuhkan sejumlah dana

untuk modal kesehatan agar tetap bertahan hidup Perawatan kesehatan dapat diperdagangkan di pasar, sementara kesehatan tidak bisa diperda- gangkan. Inilah perbedaan yang sangat penting antara kesehatan dan perawatan kesehatan. Men- urut Arrow (1963), perbedaan ini penting karena di dalam dunia nyata hanya pasar untuk perawa- tan kesehatan yang diamati. (Claxton, et al.,2006), mengatakan walaupun orang memperdagangkan

kesehatan dengan komoditi lainnya sepanjang waktu, namun tidak ada pasar diamana penjual

dan pembeli mempertukarkan kesehatan. Walau- pun demikian, Arrow (1963) mengatakan ada bebrapa kategori teori ekonomi yang berkaitan dengan perawatan kesehatan seperti demand and supply, uncertainty, informasi asymmetry, dan harga perawatan kesehatan.

Permintaan terhadap perawatan kesehatan ber- beda dengan permintaan terhadap barang-barang lainnya karena datangnya sakit tidak beraturan dan tidak bisa diprediksi. Konsumsi dari per- awatan kesehatan terutama pencegahan terhadap

penyakit atau preventif sering sejalan dengan

eksternalitas positif. Pencegahan terhadap pen- yakit berbahaya atau melakukan imunisasi tidak hanya bermanfaat bagi yang melakukan akan

tetapi juga bisa melindungi orang lain terhadap

penyakit. Oleh karena itu individu meremehkan nilai perawatan kesehatan secara penuh. Alasan

inilah maka subsidi untuk perawatan kesehatan perlu disediakan oleh negara. Perawatan keseha- tan di negara-negara berpendapatan rendah bi- asanya gratis disediakan oleh pemerintah. Kalau- pun harus membayara, bayarannya dengan harga

yang murah. Sementara di negara-negara yang telah maju perawatan kesehatan dilakukan melalui

pembayaran asuransi kesehatan.

Kesediaan untuk membayar atau Willing- ness to Pay (WTP) adalah penting untuk anali-

sis kesejahteraan. Dua pendekatan utama untuk

mengestimasi kesediaan untuk membayar (WTP) untuk barang dibedakan adalah hedonics (Rosen,

1974) dan model pilihan diskrit (McFadden,

2000). Kedua pendekatan telah diterapkan untuk memperkirakan parameter kepentingan di bidang pembangunan, pendidikan, lingkungan, organisa-

si industri, tenaga kerja dan ekonomi perkotaan,

termasuk WTP untuk kualitas udara, perumahan, mobil dan kualitas sekolah.

Willingness To Pay (WTP) adalah kesedian pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas

jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang di- gunakan dalam analisis WTP didasarkan pada

persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelay-

anan umum. Secara umum, WTP atau kemauan/ keinginan untuk membayar dideinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. Zhao

dan Kling (2005) menyatakan bahwa WTP ada- lah harga maksimum dari suatu barang yang ingin

dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedan- gkan Horowith dan McConnell (2001) menekan- kan pengertian WTP pada beberapa kesanggupan

konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya (Simon- son dan Drolet, 2003).

Menurut Hanley dan Splash dalam Anggraini

(2008:29) metode Valuasi Kontingensi (Contin- gent Valuation Method) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini langsung menan- yakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang. Metode ini memungkinkan semua komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat di estimasi nilai ekonominya. Dengan demikian nilai ekonomi

Dalam dokumen Vol.15 No.2 April 2014 (Halaman 34-36)