• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alam Semesta

C. Hari-hari Penciptaan

III. Makna Teologis Penciptaan

Enuma Elish memuliakan dunia dewata, menonjolkan keunggulan Marduk sebagai dewa nomor satu berikut daftar panjang 50 julukannya, hanya seperenam epik itu tentang aktivitas penciptaan. Orang Het percaya dewa matahari sudah ada sejak kekal. Bintang-bintang dipercaya memiliki kontrol atas nasib manusia. Dalam politeisme, matahari, bulan, bintang-bintang, dan binatang-binatang raksasa di laut dianggap representasi dewa-dewi.

Dengan meminjam bahasa mite penciptaan di Timur Tengah, narasi penciptaan merefleksikan polemik monoteisme Israel dengan politeisme dan dunia magis kuno Timur Tengah, menegaskan bahwa alam semesta dan segala isinya berasal dari Tuhan (Stek, 207-21).57 Apabila bangsa lain menyembah dewa langit, dewa bumi, dewa matahari, dst., bangsa Israel hanya boleh menyembah Sang Pencipta. Porsi terbesar narasi penciptaan adalah yang terkait matahari, bulan, bintang-bintang, dan manusia (1:14-19, 26-30). Narasi penciptaan tak perlu dipertentangkan dengan sains. Alkitab tak tertutup dengan bagaimana dan kapan terjadinya alam semesta. Karena itu, teolog pohon keluarga manusia. Kendati demikian, ada semacam konsensus bahwa pohon keluarga manusia amat beraneka ragam.

57 Sampai pertengahan abad ke-19, orang di Barat umumnya menganut kosmogoni teosentris itu. Ilmu pengetahuan alam merajai dunia sains dan didewa-dewakan (saintisme). Pada peralihan abad ke-20, isi pendidikan teologi di Eropa dan Amerika berubah radikal. Kosmogoni teosentris dipersoalkan, bahkan ditinggalkan oleh masyarakat sekuler.

107 biblika bisa menerima evolusi sebagai cara penciptaan (bdk.

Grabbe). Juga ada tempat bagi teolog biblika yang tak menerima evolusi. Pesan jelas Alkitab sebagai kitab suci (bukan kitab sains) bagi semua: yang menjadikan langit dan bumi (beserta segala isinya) adalah Tuhan.

Bahasa penciptaan adalah bahasa agama (bahasa simbolis, bukan bahasa sains), dibaca dalam perspektif iman. Apabila PL berbicara tentang tohu wabohu untuk ketakteraturan prapenciptaan, mungkin itu energi gelap dalam bahasa astrofisika. Jelas narasi penciptaan bukan tentang asal-usul alam semesta secara ilmiah, melainkan tentang alam yang dihuni manusia (dalam hal ini bangsa pemilik narasi itu), sehingga narasi itu tak terpisah dari asal-usul Israel. Dalam kosmogoni kuno Timur Tengah, penciptaan kosmos dan manusia merupakan dua tema terkait yang menggambarkan keterkaitan dunia para dewa dan dunia manusia sebagai penguasa alam sekaligus pelayan dewa, berciri teosentris sekaligus etnosentris (Perdue, 146-48). Dunia yang tercipta “sungguh amat baik” (1:31) bukan surga, melainkan tempat yang kebaikannya tidak selalu hadir begitu saja (Knierim, 213). Kemajuan peradaban dan teknologi dimungkinkan dalam batas-batas potensi baik alam. Potensi-potensi baik ciptaan harus dilindungi dari pengaruh tohu wabohu agar manfaat sebesar-besarnya dinikmati manusia sebanyak-banyaknya, demi keselamatan dan keadilan sebagai tujuan penciptaan (Yes. 45:8).58 Tuhan menopang tata cipta (Barth, I.65-70; bdk. Ibr. 1:3) dan manusia wajib memelihara kelangsungan dunia ciptaan sebagai mitra Tuhan di dunia, berbuat baik dan adil bagi yang tertindas (Ams. 14:31; 22:2).

Karena Alkitab sering dimaknai pembaca untuk lebih memahami dirinya (pemaknaan antroposentris-eksistensial), tak tampak relevansi penciptaan dengan kehidupan sehari-hari.

Tema teologis penciptaan sering dipersempit jadi penjelasan asal-usul alam semesta, terpisah dari tema pemeliharaan Tuhan, mencuat dalam polemik kreasionisme versus evolusionisme.59 Fokus diskursus teologis pada keselamatan pribadi atau

58 Dyrness, 58f; Pannenberg 1991, 37-52; Brueggemann 1997, 528-51.

59 Bdk. Enoch; Nelson 1967; Van Till dll; Kaiser 1991.

108 keumatan membuat dunia tak penting pada dirinya sendiri, hanya latar interaksi Tuhan dengan manusia. Padahal, kalau locus Kerajaan Surga hanya gereja, dunia di luar gereja locus kerajaan siapa? Mestinya keselamatan (relasi Tuhan dengan umat) mengandaikan realitas dunia ciptaan dan relasi Tuhan dengan dunia. Karya Tuhan dalam sejarah umat juga untuk kepentingan dunia. Dengan begitu ditolak dua pemahaman ekstrem terkait relasi Tuhan-dunia. Pertama, Tuhan identik dunia ciptaan atau aktivitas dunia dipandang sebagai denyut nadi Allah (panteisme).

Menurut Alkitab, relasi Sang Pencipta dan dunia ciptaan tidak merobohkan demarkasi di antara keduanya (Mzm. 90:2; 102:26-28), sebagaimana juga dunia sekarang dibedakan dari dunia eskatologis (Yes. 65:17; 66:22). Kedua, Tuhan dan dunia ciptaan masing-masing otonom (dualisme), bahkan ada yang mempertentangkannya. Namun, Alkitab memberi kesaksian, seberapa pun jahatnya, dunia tak dimusuhi Tuhan.

Justru, ada deskripsi duka Tuhan karena manusia telah merusak relasinya dengan Tuhan (Fretheim, 98-101, 107-26).

Orang Israel memberontak melawan Tuhan yang kudus di padang belantara, mencobai dan menyakiti hati-Nya, menyusahkan (‘ṣb) hati-Nya (Mzm. 78: 17-18, 40-41, 56; bdk. Bil. 14:22).60 Ada dua macam reaksi duka Tuhan. Pertama, murka yang mendatangkan kematian (ay. 21, 31, 34), bukan kehidupan (ay. 23-29).

Keputusan Tuhan untuk menghukum tak reaktif dan juga tak berdiri sendiri, sudah sesuai rencana-Nya ketika keadaan menyimpang dari rencana-Nya. Salah satu keunikan Tuhan dalam PL adalah tindakan-tindakan-Nya sesuai rencana-Nya yang meliputi Israel dan bangsa-bangsa (Albrektson, 68-91).61 Kedua, kesabaran Tuhan (long suffering), yang “menahan murka-Nya” (ay. 38).

60 Yesaya menyebut mereka sebagai generasi yang pemberontakannya mendukakan (‘ṣb) Tuhan yang kudus (Yes. 63:7-10). Itu juga arti Tuhan menyesal telah menjadikan manusia (*Kej. 6:6 ‘ṣb “kecewa”). Tema “Allah berduka” berlanjut dalam PB (Ef. 4:30 “janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah”).

61 Tak ada kata Ibrani khusus untuk “rencana” dan untuk itu dipakai ‘eṣa, mĕzimma, atau maḥašaba (biasa diterjemahkan “rancangan” atau “keputusan”).

Yang membuatnya berbeda dari rencana manusia (*Mzm. 20:5; *33:10; *Yer.

49:30), rencana Tuhan “tetap selama-lamanya” (Mzm. 33:11) dan “akan terlaksana” (Yes. 46:10).

109 Sabar bukan tanda lemah, justru kuat karena bisa menahan amarah. Kesabaran Tuhan dalam arti tertentu memberi manusia kesempatan untuk bertobat (bdk. 2Ptr. 3:9). Meski hukuman Banjir Besar begitu keras, terlihat upaya Tuhan untuk menyelamatkan. Ketika Tuhan berjanji tak lagi memusnahkan manusia dengan Banjir Besar (Kej. 9:8-17), Ia memutuskan untuk bersabar demi belas kasih-Nya. Dengan bersabar, sebenarnya Tuhan membuat diri sendiri susah, sebab Ia tak mengenal proses pelupaan. Berbeda dari proses manusia melupakan ingatannya yang menyakitkan, seiring dengan berjalannya waktu, kian berkurang pula intensitasnya, proses Tuhan mengatasi ingatan yang menyakitkan adalah mengampuni (tak memperhitungkan lagi suatu kesalahan dalam suatu relasi yang baru). Atau, proses lain adalah berbagi ingatan yang menyakitkan itu dengan umat-Nya (tidak menyimpannya sendiri) dan Kitab Yesaya dibuka dengan kejutan seperti itu, “Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku” (Yes.

1:2-3).

Karena Tuhan juga terlibat dalam pemulihan, tema kesembuhan menjadi polemik antara Tuhan dan penyembuh lain dalam Kitab Hosea (Hos. 5:13; 6:1; 7:1; 11:3; 14:5), mungkin salah satu ilah lain (Andersen and Freedman, 581). Memang rope’

merupakan salah satu identitas Tuhan (Kel. 15:26 ’ani yhwh ropĕ’eka “Akulah penyembuhmu”; RSV, TNK, NJB “your healer”).62 Lebih luas soalnya hanya sembuh dari sakit, PL memaksudkan kepulihan itu juga dari air yang tadinya membuat tanah jadi gersang (2Raj. 2:21) dan dari negeri yang tadinya rusak (2Taw.

7:14). Pemulihan itu sebagai hasil sikap hidup takut Tuhan (Ams.

3:7-8). Apabila langsung terkait dosa, jalan pemulihan adalah mengaku dosa (Mzm. 41:5; bdk. Yak. 5:16) dan mencari hadirat Tuhan (2Taw. 7:14).

62 Verba rp’ “menyembuhkan” (67 kali) dan nomina marpe’/marpe

“kesembuhan” (14 kali; rĕpu’a, 3 kali) umumnya kiasan (bukan kesembuhan jasmani). Orang sakit pergi ke dokter tak berarti kurang iman (bdk. Sir. 38:1-14).

110 IV. Ciptaan Baru

Hal menonjol dalam Yesaya 40-66 adalah kebaruan karya penebusan Tuhan. Hal-hal baru (42:9) kontras dengan hal-hal (kesesakan) terdahulu (65:16-17), era pascapembuangan kontras dengan era prapembuangan (Watts, 120). Era baru dimulai ketika YHWH (melalui imperium asing) memulai suatu keadaan yang benar-benar baru bagi umat Israel.