BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi sarjana Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta meningkatkan kemampuan berpikir penulis secara ilmiah, sistematis, dan membuat karya tulis ilmiah berdasarkan kajian teori.
1.4.2 Secara praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami dan menjadi solusi terhadap permasalahan yang berkaitan
1.4.3 Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang Koordinasi dalam program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi
Koordinasi merupakan bagian dari manajemen dalam organisasi, dimana dalam pelaksanaan manajemen dibutuhkan banyak proses untuk mensinkronisasikan struktur yang ada agar dapat melaksanakan suatu usaha dengan tujuan bersama.
Sebagaimana koordinasi adalah bagian dari manajemen, manajemen itu sendiri merupakan fungsi yang melaksanakan kebijakan dengan batas-batas yang ditentukan administrasi.
2.1.1 Pengertian Koordinasi
Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu. Menurut Ndraha (2003:290) memaknai koordinasi secara normatif dan fungsional,
”Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja”.
Dari pengertian Ndraha dapat dinyatakan, koordinasi sebagai sebuah cara untuk mensinkronisasi kegiatan-kegiatan yang berbeda menjadi kegiatan terpadu guna mencapai tujuan yang diinginkan dan meminimalisir kegagalan
dalam proses pencapaian sasaran. Sejalan dengan pendapat di atas, Manulang (2008:12) mendefinisikan koordinasi sebagai berikut,
”coordinating atau mengkoordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan organisasi.”
Sebagaimana dapat dinyatakan, koordinasi memiliki peran penting dalam suatu kegiatan yang rentan terhadap ketidakmampuan suatu organisasi untuk mengelola berbagai perbedaan. Mengkoordinir juga berarti sebagai tindakan untuk pengawasan atas berbagai kegiatan agar tetap berada pada jalur yang direncanakan sebelumnya. Selaras dengan hal tersebut, Handoko (2011: 195) memaknai koordinasi yaitu,
“Koordinasi (coordination) adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi.”
Dari pernyataan di atas dapat dipahami, bahwa koordinasi juga memiliki sifat pengarahan. Pengarahan merupakan kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dalam melakukan suatu hal agar hal atau kegiatan dapat dipahami oleh setiap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dengan pemahaman yang seragam.
Pemahaman yang sama akan suatu hal merupakan suatu pondasi dalam pelaksanaan hal atau kegiatan yang melibatkan lebih dari satu pihak untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan telah yang disepakati. Lebih lanjut, Handayaningrat (1989: 88) melengkapi pengertian koordinasi, yaitu:
“Koordinasi adalah usaha penyesuaian dari bagian yang berbeda-beda, agar kegiatan dari bagian-bagian itu dapat selesai tepat pada waktunya, sehingga masing-masing anggota dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoleh hasil secara keseluruhan”.
Pengertian tersebut menunjukan keutamaan dilakukannya koordinasi sebagai suatu tindakan yang dapat membuat perbedaan bukan sebuah penghalang untuk pencapain tujuan dalam suatu organisasi, melainkan diharapkan dengan adanya koordinasi segala kegiatan dapat terselesaikan dengan efektif dan efisien.
Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para kegiatan koordinasi itu melakukan pengarahaan, integrasi terhadap unsur-unsur dalam manajemen demi mencapai sebuah tujuan. White (dalam Kencana, 2011:33) :
“Koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil.”
Menurut Djamin (Hasibuan 2014:86) “koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi”. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi. (Koontz & O’Donnell 1989:121) “Koordinasi adalah pencapaian keselarasan usaha individu dalam usaha mencapai tujuan serta sasaran kelompok”.
Penjelasan mengenai konsep koordinasi juga dijelaskan oleh State Service Commision of Newzealand (2008:7) bahwa “coordination means the sharing of information, resources and responsibilities to achieve a particular outcome”
hal ini berarti koordinasi juga menetapkan atau mengambil keputusan secara bersama termasuk berbagi informasi, pengetahuan, keahlian sebagai tambahan masukan untuk melaksanakan kebijakan pembangunan, strategi dan untuk menyelenggarakan program, mengevaluasi dan melakukan penilaian.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat dinyatakan, koordinasi merupakan suatu proses dalam fungsi organisasi dengan berbagi informasi untuk mensinkronisasi, mengintegrasikan, menyelaraskan, mengarahkan, suatu kegiatan yang berbeda-beda agar dapat menjadi kegiatan terpadu serta meminimalisir, keterlambatan, kekurangan sumber daya dan masalah lainnya agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah disepakati bersama.
2.1.2 Tujuan Koordinasi
Koordinasi sebagai fungsi organisasi berkaitan dengan spesialisasi, dalam Teori Organisasi Robbins (1994:93) mengungkapkan “peningkatan pada salah satu bentuk spesialisasi berakibat pada meningkatnya kompleksitas. Hal ini karena, peningkatan spesialisasi membutuhkan metode yang lebih mahal dan canggih untuk koordinasi dan kontrol”. Dari pernyataan di atas dapat dinyatakan spesialisasi yang semakin memiliki sasaran spesifik dalam satu sisi dapat menciptakan fokus terhadap sasaran tugasnya dengan lebih efisien,
namun kenyataannya perilaku setiap lembaga terkadang hanya mengedepankan sasarannya sendiri sehingga diperlukan koordinasi.
Berdasarkan latar belakang dilakukannya koordinasi di atas, menurut Ndraha (2003:295) koordinasi bertujuan untuk:
Pertama menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan, dan kesinambungan, antar berbagai kegiatan dependen suatu organisasi.
Kedua, mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan-kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan. Ketiga, menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang berbeda-beda agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja lain melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.
Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan koordinasi memiliki tujuan untuk menyelaraskan kegiatan dan menciptakan efisiensi dari setiap kegiatan dengan tujuan yang disepakati bersama semua pihak tanpa merusak keberhasilan pihak yang lainnya.
2.1.3 Bentuk Koordinasi
Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber daya dalam mencapai suatu tujuan. Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk mencapai atau melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. (Hasibuan 2014:86), bentuk koordinasi yaitu :
1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan mengkoordinasikan semua anggota yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung.
Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sangsi kepada aparat yang sulit diatur.
2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat.
Koordinasi horizontal ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu : Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan–tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern ataupun secara ekstern pada unit yang sama tugasnya. Interrelated adalah koordinasi antar badan atau unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergatung atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf, koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sangsi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.
3. Koordinasi Diagonal atau Fungsional adalah yang mengkoordinasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding yang dikoordinasikan akan tetapi satu dengan satu yang lain tidak berada dalam satu garis komando.
Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan koordinasi berbentuk penyatuan tindakan-tindakan dan pengarahan pada semua pihak terkait dan apabila salah satu pihak melanggar akan ada sangsi dari masing-masing tipe koordinasi yang dijalankan. Meskipun pada koordinasi horizontal koordinator sulit memberikan sangsi akan tetapi pelanggaran dilaporkan pada pihak yang berwenang atau membawahi pihak tersebut.
2.1.4 Ciri-ciri Koordinasi
Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. (Handayaningrat 1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab dari koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab dari pada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.
2. Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama. Hal ini disebabkan karena kerja sama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.
3. Adanya proses (continue process). Koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat kesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
4. Pengaturan secara teratur dari pada usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang bekerja sama, dimana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi.
5. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan daripada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari tiap kegiatan individu sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah suatu kewajiban dari pemimpin untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik.
6. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melakukan tujuan sebagai kelompok, dimana mereka bekerja.
Dari ciri-ciri di atas dapat dinyatakan bahwa dalam menjalankan suatu organisasi peran dari pemimpin sebagai pengarah, pemotivasi, dan pengemban tanggung jawab sangat dibutuhkan dan juga dalam melakukan suatu koordinasi kerja sama yang baik antar stakeholder sangatlah dibutuhkan untuk mencapai
2.1.5 Unsur-unsur Koordinasi
Koordinasi ialah proses dimana masing-masing pihak menyelaraskan menyeimbangkan dan berkomunikasi secara baik dan benar dengan batasan waktu untuk mencapai tujuan bersama dan keberhasilan masing-masing pihak menentukan hasil akhirnya. Unsur-unsur Koordinasi menurut (Kencana 2011:168) adalah sebagai berikut :
Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi;
Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan berurutan; Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh dalam mencapai sasaran bersama; Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama.
Dari penjelasan di atas unsur-unsur koordinasi terdapat terdapat tenggat waktu, kegiatan dilakukan secara sinkron dan memiliki kepentingan serta tujuan bersama yang hendak dicapai. Menurut Koontz dan O’Donel (1997 : 124) pada pelaksanaan koordinasi ada beberapa kategori-kategori yang digunakan untuk mencapai sasaran dalam koordinasi secara optimal diantaranya,
1. Rencana Kerja
Pelaksanaan koordinasi yang paling utama adalah rencana kerja yang disusun dimana dalam rencana kerja telah digambarkan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya koordinasi dan siapa yang menjadi sasaran dalam kegiatan. rencanaan kerja yang akan dikoordinasikan diperlukan adanya penjabaran mengenai sasaran yang dikoordinasikan.
2. Pertemuan atau Rapat
Pertemuan atau rapat dapat menunjang kelancaran tugas ataupun kegiatan yang sudah direncanakan maupun yang telah dilaksanakan, pertemuan atau rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi pada pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat terlihat adanya penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan. Sehingga terjadinya sinkronisasi atau keselarasan dari pihak-pihak yang dikoordinir.
3. Komunikasi
Komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan koordinasi merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam proses kerja sama.
komunikasi adalah pemberian informasi kepada orang lain dengan harapan orang yang menerima informasi dapat memahami dan melaksanakan informasi yang disampaikan.
4. Pembagian kerja
Tumpang tindihnya pekerjaan yang dilakukan oleh antar unit organisasi atau kelompok dalam melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi adanya unsur pembagian kerja yang tidak jelas atau adanya ketidak pahaman antara pelaksana kegiatan yang menyebabkan pencapaian hasil kerja belum dapat optimal sesuai rencana kerja.
Sasaran dan tindakan dalam Koordinasi dapat dilihat berdasarkan Rencana Kerja, Pertemuan atau Rapat, Komunikasi, dan Pembagian Kerja sehingga dapat menunjang terjalinnya koordinasi yang disepakati tanpa merugikan salah satu pihak.
2.1.6 Prinsip-Prinsip Koordinasi
Proses penyatupaduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah bagian atau bidang fungsional dari sesuatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. (Sugandha 1991:101), prinsip-prinsip koordinasi adalah :
1. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama
2. Adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya 3. Adanya ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian
tugas masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan
4. Adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing
5. Adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerja sama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama
6. Adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerja sama dan mengerti masalah masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak
7. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masingmasing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka koordinasi memiliki prinsip adanya kesepakatan, koordinator dan informasi diantara unit-unit yang melakukan koordinasi mengenai kegiatan dan sasaran yang akan dicapai serta membutuhkan sikap saling menghormati terhadap fungsi satu sama lain agar tercipta keinginan untuk saling membantu.
2.1.7 Syarat-syarat Mencapai Koordinasi Yang Efektif
Menurut Tripathi dan Reddy (dalam Moekijat 1994:39) ada 9 syarat untuk mencapai koordinasi yang efektif, yakni: hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif dan kepemimpinan dan suvervisi yang efektif. Namun, penting untuk dicatat bahwa koordinasi yang dilakukan tersebut tidaklah bersifat statis, dan tidak pula mengharuskan kesembilan syarat dimiliki sebelum koordinasi dilakukan beberapa akan menyusul sejalan dengan perkembangan koordinasi itu.
1. Hubungan langsung
Bahwa koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung. Melalui hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan, pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan apabila ada salah paham dapat dijelaskan jauh lebih baik ketimbang memalui metode apapun lainnya.
2. Kesempatan awal
Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Dengan cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam proses pelaksanaan rencana menjadi mudah.
3. Kontinuitas
Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan. Oleh karena koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama perusahaan melaksanakan fungsinya.
4. Dinamisme
Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern. Dengan kata lain koordinasi tidak boleh kaku. Menurut Koontz dan O’Donnel (dalam Moekijat 1994:40) pekerjaan koordinasi dapat menemukan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan baru yang pada waktunya akan dapat menambah masalah. Koordinasi yang baok akan mengetahui secara dini dan mencegah kejadiannya.
5. Tujuan yang jelas
Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif.
Suatu tujuan yang jelas diberitahukan secara efektif kepada kepala-kepala bagian dimaksudkan untuk menghasilkan keselarasan.
6. Organisasi yang sederhana
Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.
Penyusunan kembali bagian-bagian dapat dipertimbangkan untuk memiliki koordinasi yang lebih baik di antara kepala-kepala bagian.
Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang erat berhubungan dapat ditempatkan di bawah beban seorang pejabat pimpinan apabila hal ini akan mempermudah pengambilan tindakan yang diperlukan untuk koordinasi. Disarankan agar semua bagian yang saling berhadapan dapat dipercayakan kepada seorang atasan bersama untu menjamin koordinasi yang lebih baik.
7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
Wewenang dan tanggung jawab harus dapat dipahami secara jelas oleh masing-masing individu dan bagian. Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan di antara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan kesatuan tujuan.
8. Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik. Melalu saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan-perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahan-perubahan kebijaksanan, penyesuaian program, program,-program yang akan datang dan sebagainya dapat dibicarakan. Melalui komunikasi yang efektif tindakan-tindakan atau pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan perusahaan dapat dihindarkan dan kegiatan dapat diarahkan secara harmonis menuju pencapaian tujuan yang ditentukan.
9. Kepemimpinan supervisi yang efektif
Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan.
Pemimpin yang efektif membuat kepercayaan terhadap orang-orang bawahan dan memelihara juga semangat kerja mereka.
Adapun dari aspek di atas dapat dinyatakan syarat-syarat koordinasi yang efektif merupakan tugas dari pihak-pihak yang terlibat, komitmen dan kepercayaan dalam kesempatan awal merupakan kunci dari koordinasi selain dari kontinuitas dan dinamisme pada pelaksanaan koordinasi. Lebih dari itu, komunikasi dalam budaya dan nilai yang dibangun merupakan aspek yang tidak dapat dihilangkan untuk menyukseskan koordinasi dan mencapai tujuan serta sasaran yang diinginkan atas koordinasi yang dilakukan.
2.2 Implementasi Program
Implementasi program tentunya menjadi langkah terdekat yang menyentuh langsung ke lokasi sasaran dalam menjalankan kebijakan publik yang telah direncanakan hingga diformulasikan sebelumnya. Implementasi program merupakan proses yang tidak dapat dilewatkan.
2.2.1 Implementasi
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan baik yang menyangkut program atau kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau implementasi. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi kebijakan menurut para ahli. Menurut Winarno (2012: 146) menyebutkan bahwa “implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik”. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan.
Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Selain itu, Nugroho (2014: 618) menjelaskan bahwa kejelasan makna dari implementasi kebijakan adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
2.2.2 Program
Program merupakan lanjutan dari pada realisasi perencanaan yang sudah dilakukan sebelumnya. Secara umum program diartikan sebagai penjabaran dari pada suatu rencana. Program sering pula diartikan sebagai kerangka dasar dari pada suatu kegiatan. Program berlandaskan dari sebuah ide atau rencana, yang selanjutnya ide tersebut dituangkan dalam program untuk selanjutnya dilaksanakan. Program bertujuan untuk memudahkan proses implementasi dari sebuah kebiajakan.
Menurut Manullang (2008: 1) “program merupakan suatu unsur dari perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran yang dimaksudkan untuk menetapkan suatu tindakan
untuk waktu yang akan datang”. Program merupakan rangkaian aktivitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa program adalah suatu cara yang yang berisikan langkah-langkah guna mewujudkan tujuan kebijakan tersebut. Sebelum suatu program diterapkan, langkah awal adalah perlu untuk diketahui secara jelas mengenai uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan secara sistematis, tata cara pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu pelaksanaannya.
2.2.3 Implementasi Program
Implementasi merupakan suatu proses yang sangat penting ketika berbicara penerapan program yang bersifat sosial. Implementasi program merupakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan dalam upaya mencapai tujuan dari program itu sendiri. Implementasi program adalah realisasi dari kebijakan yang telah dibuat sebelumnya.
Salah satu model implementasi program yakni model yang diungkapkan oleh Korten (dalam Tarigan 2009:100). Model ini memakai pendekatan proses
Salah satu model implementasi program yakni model yang diungkapkan oleh Korten (dalam Tarigan 2009:100). Model ini memakai pendekatan proses