• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOORDINASI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN MEDAN POLONIA SKRIPSI"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN SARI REJO KECAMATAN

MEDAN POLONIA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

OLEH

SHANIA FAHIRA RUSDI NIM : 160903042

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Program kampung KB dibentuk sebagai inovasi kebijakan pertumbuhan penduduk dengan melibatkan banyak instansi masih menemui kendala dalam koordinasi. Belum seluruh kampung KB diisi kegiatan terpadu dari koordinasi lintas sektoral. Kampung KB percontohan pun masih memiliki kendala dalam penyelengaraan kegiatan yang masih belum efektif. Keterbatasan anggaran dan belum adanya anggaran khusus menghambat kegiatan yang telah direncanakan. Selain itu, Keterlibatan dalam hubungan langsung pada koordinasi lintas sektoral masih belum semua instansi melaksanakan peran dalam kampung KB Sari Rejo.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana koordinasi dalam implementasi program kampung KB di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan pencacatan dokumen terkait koordinasi yang dilakukan dalam pelaksanaan kampung KB Sari Rejo. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan yang didukung oleh hasil wawancara dengan pendekatan teori menurut Tripathi dan Reddy (dalam Moekijat 1994:39) ada sembilan syarat untuk mencapai koordinasi yang efektif, yakni hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif serta kepemimpinan dan suvervisi yang efektif.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa koordinasi dalam implementasi program kampung KB Sari Rejo belum optimal. Koordinasi dalam program kampung KB masih belum maksimal dalam aspek hubungan langsung, kontinuitas, dinamisme.

Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan lintas sektor yang belum semuanya melaksanakan peran di kampung KB dan keterbatasan anggaran yang masih menjadi masalah dan kelemahan koordinasi. Masih kurangnya pemahaman pengurus pokja kampung KB terhadap tujuan dan sasaran kampung KB. Kemudian belum ada koordinasi yang dilaksanakan terkait laporan kegiatan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari wewenang instansi lintas sektor dalam program kampung KB di Kelurahan Sari Rejo.

Kata kunci: Koordinasi, Implementasi, Program Kampung KB

(6)

ABSTRACT

The village family planning program was formed as an innovation in population growth policy by involving many agencies and still encounters problems in coordination. Where not all KB villages are filled with integrated activities of cross-sectoral coordination. The pilot KB village still has obstacles in the ineffective implementation of activities. Budget limitations and the absence of a special budget hamper planned activities. In addition, not all agencies play a role in the village of KB Sari Rejo.

This study aims to see how the coordination in the implementation of the village family planning program in Sari Rejo village, Medan Polonia sub-district. The research method used is a descriptive research method with a qualitative approach.

Data collection techniques were carried out by interviewing, observing, and recording documents related to the coordination carried out in the implementation of the Sari Rejo KB village. The data obtained were then analyzed qualitatively by examining all the data that had been collected which was supported by the results of interviews with a theoretical approach according to Tripathi and Reddy (in Moekijat 1994: 39) there are nine conditions for achieving effective coordination, namely direct relationship, initial opportunity, continuity. , dynamism, clear objectives, simple organization, clear formulation of authority and responsibility, effective communication and effective leadership and supervision.

From the research results it can be seen that the coordination in the implementation of the village program KB Sari Rejo has not been optimal.

Coordination in the village family planning program is still not optimal in terms of direct relationships, continuity, dynamism. This can be seen from the cross-sectoral involvement, which has not all played a role in the family planning village and budget constraints are still a problem and a weakness of coordination. There is still a lack of understanding of the KB village working group administrators regarding the goals and objectives of the KB village. Then there has been no coordination that has been carried out regarding activity reports as a form of accountability from the authority of cross-sectoral agencies in the KB village program in Sari Rejo Village.

Keywords: Coordination, Implementation, Family Planning Village Program

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Koordinasi Dalam Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia”. Adapun penulisan skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu syarat unutk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan nalar penulis dalam memahami banyak konsep.

Namun, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan bimbingan sera dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., M.SP, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukkan bagi penulis dalam melakukan penulisan skripsi.

(8)

5. Ibu Dr. Asima Yanty Sylvania Siahaan, M.A, Ph.D dan Kak Siti Hazzah Nur Ritonga, S.Sos, M.AP selaku penguji skripsi penulis yang telah memberikan masukan dan bimbingan serta dukungan kepada penulis dalam memperbaiki skripsi.

6. Seluruh dosen pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan ilmu-ilmu yang relevan selama masa perkuliahan.

7. Kak Dian dan Bang Suhendri selaku pegawai administrasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu pengurusan administrasi penulis selama masa perkuliahan.

8. Ibu Sufiati, Kakak Halimatun Sadiyah, Ibu Aminah Rambe, S.KM selaku pelaksana kampung KB Sari Rejo, Bapak Surtono, S.Sos selaku kasubbag Kepegawaian dan hukum BKKBN Provinsi Sumatera Utara, Bapak Alpian Siregar. S.Kom selaku Kabid Pengendalian Penduduk, Bang Anca, Bang Satria, Bang Risky dan beberapa Staff di BKKBN yang meluangkan waktu dan data-data terkait dengan penelitian ini.

9. Teruntuk Ibu Ani yang banyak berkorban untuk penulis, terima kasih sedalam-dalamnya untuk kasih sayang, doa dan dukungan yang tiada hentinya diberikan untuk penulis. Terima kasih untuk setiap kesabaran Ibu, pengorbanan ibu yang mungkin tidak dapat penulis balas dengan yang sepadan, semoga Allah membalas setiap kebaikan Ibu. Setiap

(9)

Semoga Ibu selalu diberikan kesehatan, keberkahan umur, rahmat, taufik dan hidayah dari Allah Azza wa Jalla serta selalu berada dalam perlindunganNya.

10. Teruntuk Almh. Ibu Hamimah yang telah memberikan kasih sayang hingga akhir hidupnya untuk penulis, Semoga Mama mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Yang Maha Penyayang. Dan untuk Pak Rusdi Majid, S.H dan Bu Nur’aini, Adik Yulia Ulhaq, Adik Silvanisa dan Adik Noufal Fachri untuk perhatian dan dukungan yang diberikan. Terima kasih karena telah mengusahakan yang terbaik untuk penulis sampai saat ini. Semoga Ayah, Bunda, dan adik-adik selalu diberikan kesehatan, taufik dan hidayah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Uwo Dahniar, abang dan kakak sepupu yang selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11. Sahabat-sahabat penulis, Tri dan Juri yang telah memberikan support dan doanya untuk penulis. Mila, Raden, dan Ahmad sebagai sahabat sejak SMP yang membantu dan menghibur penulis. Teruntuk Anggi Saufi yang selalu mendengarkan penulis. Terima kasih untuk semua sahabat yang membersamai dalam suka dan duka.

12. Support System selama perkuliahan, Tiuw, Avni, Anin, Fatin, Dilla, Chika, Radita, Dhea, yang mengisi hari-hari penulis sejak awal kuliah.

Teman-Terima kasih untuk canda tawa dan bantuan yang diberikan.

13. Aulia Ayu, M. Alfin Arya, Husnul Khotimah, Kakak Faizatul laila, Mitha Angelia, yang banyak membantu dalam penulisan skripsi dan telah

(10)

14. Teman-teman seperjuangan AP 2016 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menemani masa-masa perkuliahan ini, terima kasih.

Medan, 22 Desember 2020 Penulis

Shania Fahira Rusdi

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Koordinasi ... 12

2.1.1 Pengertian Koordinasi ... 12

2.1.2 Tujuan Koordinasi ... 15

2.1.3 Bentuk Koordinasi ... 16

2.1.4 Ciri-ciri Koordinasi ... 17

2.1.5 Unsur-unsur Koordinasi ... 19

2.1.6 Prinsip-prinsip Koordinasi ... 20

2.1.7 Syarat-syarat Mencapai Koordinasi yang Efektif ... 21

2.2 Implementasi Program ... 23

2.2.1 Implementasi ... 23

2.2.2 Program ... 24

2.2.3 Implementasi Program ... 25

2.3 Kependudukan ... 26

2.3.1 Program Kampung KB ... 27

2.3.2 Pengertian Kampung KB ... 28

2.3.3 Tujuan Pembentukan Kampung KB ... 29

2.3.4 Sasaran Kegiatan Kampung KB ... 29

2.4 Definisi Konsep ... 30

2.5 Hipotesis Kerja ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

(12)

3.1 Bentuk Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Informan Penelitian ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5 Metode Analisis data ... 40

3.6 Validitas Data ... 41

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1 Profil Kelurahan ... 44

4.1.2 Profil BKKBN Perwakilan Provinsi Sumatera Utara ... 50

4.1.3 Profil Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana ... 54

4.1.4 Kelompok Kerja Kampung KB ... 56

4.2 Program Kampung KB... 64

4.2.1 Tujuan Kampung KB ... 65

4.2.2 Sasaran Kampung KB ... 66

4.2.3 Ruang Lingkup Kampung KB ... 67

4.2.4 Persyaratan dan Kriteria Kampung KB ... 68

4.2.5 Operasionalisasi Kampung KB ... 72

4.2.6 Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan... 75

4.3 Koordinasi dalam Implementasi Program Kampung KB di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia ... 76

4.3.1 Hubungan Langsung ... 79

4.3.2 Kesempatan Awal ... 85

4.3.3 Kontinuitas ... 91

4.3.4 Dinamisme ... 97

4.3.5 Tujuan yang Jelas ... 102

4.3.6 Organisasi yang Sederhana ... 106

4.3.7 Perumusan Wewenang dan Tanggungjawab yang Jelas ... 109

4.3.8 Komunikasi yang Efektif ... 112

4.3.9 Kepemimpinan dan supervisi yang Efektif ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

5.1 Kesimpulan ... 122

5.2 Saran... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 35 Tabel 4.1 Luas Penggunaan Tanah di kelurahan Sari Rejo ... 45 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di kelurahan

Sari Rejo ... 46 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk di kelurahan Sari Rejo Menurut Usia ... 46 Tabel 4.4 Keadaan Penduduk di kelurahan Sari Rejo Menurut Mata

Pencaharian ... 47 Tabel 4.5 Peran dan Tugas Pengurus Pokja Kampung KB ... 107

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Penduduk Indonesia Tahun 2000- 2015 (Jutaan) ... 1

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kelurahan Sari Rejo ... 45

Gambar 4.2 Tiga Pilar di kelurahan Sari Rejo ... 46

Gambar 4.3 Struktur Kelompok Kerja Kampung KB ... 46

Gambar 4.4 Tahapan Implementasi Kampung KB ... 74

Gambar 4.5 Pertemuan Forum Musyawarah Kampung KB Sari Rejo ... 80

Gambar 4.6 Notulensi Forum Musyawarah Kampung KB ... 81

Gambar 4.7 Buku Pedoman Kampung KB ... 88

Gambar 4.8 Laporan Kegiatan Kampung KB di kelurahan Sari Rejo ... 93

Gambar 4.9 Halaman parkiran masjid di kampung KB Sari Rejo ... 101

Gambar 4.10 Kegiatan Pendukung Stakeholder di Kampung KB ... 115

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pedoman Observasi

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi Lampiran 3. Pedoman Wawancara Lampiran 4. Transkrip Observasi Lampiran 5. Transkrip Dokumentasi Lampiran 6. Transkrip Wawancara

Lampiran 7. Berita Acara Seminar Proposal Lampiran 8. Surat Izin Penelitian

Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Penelitian

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan penduduk yang pesat.

Pertumbuhan penduduk yang pesat memiliki dampak pada banyak aspek, seperti kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut menjadi masalah kependudukan terkait pemenuhan kebutuhan dan tingkat kualitas hidup yang menurun. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS, 2015) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya.

Gambar 1.1 Penduduk Indonesia Tahun 2000- 2015 (Jutaan)

Sumber data: Badan Pusat Statistik Tahun 2015

Dari data yang dipaparkan BPS, jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Peningkatan tersebut dapat menjadi suatu peluang sekaligus menjadi ancaman bagi Indonesia. Seperti yang dilangsir dari kompasiana.com, sebagaimana berikut,

(17)

Pada tahun 2020-2030 Indonesia diprediksi akan terjadi bonus demografi yaitu penduduk berusia produktif akan sangat besar jumlahnya. Disisi lain jumlah penduduk lanjut usia dan anak-anak justru sedikit. Kondisi demikian dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah. Jumlah usia produktif yang besar harus ditunjang dengan kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang baik. Jika tidak maka hal tersebut akan menjadi ancaman bagipemerintah.

(https://www.kompasiana.com/andhinirosari/5a2e2c4acf01b4574160ed32/bonu s-demografi-dan-dampak-terhadap-indonesia?page=all diakses pada 21 November 2019).

Ancaman bagi pemerintah bisa terjadi karena peningkatan kuantitas yang tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia. Jumlah penduduk yang meningkat bisa menjadi peluang untuk memajukan pertumbuhan ekonomi, namun hal itu tidak akan terjadi jika SDM yang dihasilkan tidak memiliki kualitas yang diharapkan.

Untuk itu, pemerintah harus mengupayakan agar peningkatan jumlah penduduk Indonesia dapat bermanfaat untuk kemajuan negara dan kesejahteraan hidup masyarakat.

Untuk menangani laju pertumbuhan penduduk, pemerintah kembali menjadikan kebijakan Keluarga Berencana (KB) sebagai penyelesaian dari pertumbuhan penduduk yang pesat. Pemerintah membentuk lembaga yang khusus menangani permasalahan kependudukan yaitu BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional). Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai dasar pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana menekan kewenangan BKKBN untuk tidak memfokuskan pada masalah pengendalian penduduk saja namun masalah pembangunan keluarga berencana juga.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan salah satu lembaga non kementerian yang mendapat mandat untuk mewujudkan

(18)

agenda prioritas pembangunan (Nawacita) Pemerintah periode 2015-2019. BKKBN diharapkan dapat menjalankan agenda prioritas ke-3 yaitu ”membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan”, kemudian agenda prioritas ke- 5 yaitu “meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia” serta agenda prioritas ke-8 yaitu “merevolusi karakter bangsa melalui pembangunan kependudukan dan keluarga berencana”. (bkkbn.co.id)

Untuk upaya mewujudkan agenda prioritas tersebut, BKKBN harus dapat melaksanakan Strategi Pembangunan Nasional 2015-2019 (pada Dimensi Pembangunan Nasional) dengan fokus penggarapan pada Dimensi Pembangunan Kesehatan serta Mental/Karakter (Revolusi Mental) untuk diintegrasikan ke dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). (kampungkb.bkkbn.co.id diakses pada 12 Desember 2019).

Hal ini sebagai wujud pelaksanaan amanah dari Presiden untuk mewujudkan Nawacita yang telah ditetapkan. Melalui kerangka kerja Program KKBPK yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, BKKBN berkomitmen untuk menyu kseskan Agenda Prioritas dan Dimensi Pembangunan Nasional melalui pelaksanaan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) secara utuh dan menyeluruh di seluruh tingkatan wilayah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah semakin mempertegas kewenangan tersebut, dimana lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada huruf N (Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) menegaskan

(19)

kewenangan dalam pelaksanaan urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang semula menjadi program untuk menangani masalah kependudukan pada saat ini sudah mulai menurun dan gaungnya tidak terdengar seperti beberapa dekade awal pembentukan, sehingga harus direvitalisasi kembali serta diadakan gerakan-gerakan untuk kembali menggalakkan program KKBPK tersebut dengan meningkatkan sinergitas koordinasi mitra kerjanya. Oleh karena itu, pemerintah melakukan terobosan baru dalam menerapkan kebijakan kependudukan dengan membentuk Program Kampung Keluarga Berencana (KB).

Dasar Pembentukan Kampung KB yaitu Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 440/70/SJ, Tertanggal 11 Januari 2016 tentang Pencanangan dan Pembentukan Kampung KB. Menindaklanjuti surat edaran tersebut, Dinas Pengendalian Penduduk Keluaraga Berencana (DPPKB) Kota Medan mengacu pada kriteria yang telah ditentukan, dapat membentuk Kampung KB Tingkat Kecamatan di wilayah kelurahan hingga lingkungan.

Adapun yang menjadi alasan mengapa Kampung KB ini dibentuk dijelaskan, sebagaimana berikut :

Program Kampung KB dibentuk dilatar belakangi oleh beberapa hal, yaitu : (1) Program KB tidak lagi bergema dan terdengar gaungnya seperti pada era Orde Baru, (2) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui program KKBPK serta pembangunan sektor terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas, (3) penguatan program KKBPK yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat, (4) mewujudkan cita-cita pembangunan Indonesia yang tertuang dalam Nawacita terutama agenda prioritas ke 3 yaitu “Memulai pembangunan dari pinggiran

(20)

dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan"

serta Agenda Prioritas ke 5, yaitu "Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia", (5) mengangkat dan menggairahkan kembali program KB guna menyongsong tercapainya bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2010 – 2030. (kampungkb.bkkbn.co.id diakses pada 14 Desember 2019) Dengan latar belakang tersebut, program ini diharapkan dapat menjadi jawaban dari kekhawatiran pemerintah atas kenaikan jumlah penduduk hingga menjadi bonus demografi. Selain itu, juga sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan dengan pembangunan sumber daya manusia yang melibatkan langsung masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pengambilan keputusan dalam program kampung Keluarga Berencana.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Kampung KB oleh BKKBN tahun 2017, Kampung KB sendiri memiliki beberapa program diantaranya yaitu :

“Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan di kampung KB meliputi: (1) Program Kependudukan, (2) Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB dan KR), (3) Program Ketahanan Keluarga dan Pemberdayaan Keluarga (Pembangunan Keluarga), dan (4) Program Lintas Sektor (Bidang Pemukiman, Sosial Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan Wilayah Kampung Keluarga Berencana). (Kampungkb.bkkbn.co.id diakses pada 14 Desember 2019 )

Untuk melaksanakan program kampung KB secara tepat sasaran, BKKBN berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk menyepakati revitalisasi program KKBPK di tingkat daerah dengan memperhatikan otonomi daerah masing masing.

Koordinasi vertikal selanjutnya dilakukan antara pemerintah daerah kabupaten/kota hingga ke tingkat pemerintahan di kelurahan/desa. Selain itu, dalam bidang program lintas sektoral juga diperlukan adanya koordinasi horizontal antara Organisasi Perangkat Daerah KB yaitu Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana

(21)

Kabupaten/kota (DPPKB) dengan instansi yang setara seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan lainnya dan serta koordinasi diagonal dengan mitra terkait untuk pelaksanaan program Kampung KB. Dimana tujuan diadakannya lintas sektoral adalah untuk memecahkan masalah yang ada di satu daerah (dalam program kampung KB khususnya cakupan kelurahan) merujuk pada kriteria yang dipenuhi daerah untuk dapat ditangani bersama oleh beberapa instansi yang diperlukan masyarakat dalam pelaksanaan Kampung KB.

Di lansir pada media elektronik pernyataan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo menyatakan,

“Program Kampung KB tidak dapat terlaksana tanpa adanya sinergitas kementrian dan lembaga. Oleh karena itu, Kampung KB bukan hanya fokus terhadap program KB saja tetapi, juga kesehatan produksi, ketahanan dan pemberdayaan keluarga, pembangunan pemukiman, pendidikan hingga peningkatan ekonomi masyarakat yang tentunya memerlukan koordinasi”

(https://www.antaranews.com/berita/1173031/bkkbn-kampung-kb-sukses- jika-didukung-sinergi-kementerian-dan-lembaga diakses tanggal 15 Desember 2019)

Dengan kata lain koordinasi antar instansi pemerintah, swasta dan masyarakat sangat diperlukan untuk kesuksesan program kampung keluarga berencana. Untuk itu, koordinasi menjadi salah satu faktor penting terselenggaranya program kampung keluarga berencana.

Meskipun Program Kampung KB menjadi program yang banyak dicanangkan dan diprioritaskan tetapi pada pelaksanaannya masih menemui kendala,

Pada tahun 2017, BKKBN mendata lebih dari 516 Kampung KB yang sudah terbentuk belum seluruhnya diisi dengan kegiatan terpadu. Kegiatan terpadu tersebut berupa pelaksanaan membangun wilayah Kampung KB yang sejahtera

(22)

pelaksanaan Kampung KB lainnya adalah pendanaan. Upaya yang dilakukan BKKBN dalam memenuhi kebutuhan alokasi dana adalah berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan lembaga pemerintah lainnya tanpa mengindahkan usaha BKKBN itu sendiri agar alokasi dana ikut mendukung program Kampung KB (https://www.liputan6.com/health/read/2994295/kendala-terbentuknya-

kampung-kb-di-daerah diakses pada 17 Desember 2019).

Dalam hal ini memerlukan kerja sama dari berbagai lembaga, instansi atau dinas pemerintah untuk bersinergi melaksanakan program Kampung KB dan ditemukan masih banyak Kampung KB yang kesulitan untuk mendapat tindakan atas koordinasi yang diinginkan dalam pembangunan daerah yang diliputi oleh program Kampung KB.

Kampung KB di kelurahan Sari Rejo merupakan salah satu Kampung KB percontohan yang mendapat penghargaan sebagai juara nasional Kampung KB di bidang Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Kesehatan pada 2018 lalu. Dalam Operasionalisasi Kampung KB sudah dibentuk kelompok kerja yang memiliki rencana kerja dengan struktur kepengurusan terdiri dari, ketua pokja beserta seksi-seksi dalam sektor yang memiliki tugasnya masing- masing yang bercermin dari 8 fungsi keluarga. Selain itu, Kampung KB Sari Rejo rutin melakukan kegiatan pertemuan dalam forum musyawarah oleh aparat desa, petugas lapangan KB, pengurus kampung KB serta OPD lainnya.

Dalam pelaksanaannya kampung KB Sari Rejo tentu tidak terlepas dari masalah khususnya berkaitan dengan koordinasi. Pada Pra-penelitian yang dilakukan peneliti, Koordinator Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Medan Polonia menyatakan,

(23)

“Walaupun sudah mendapat penghargaan dan memenangkan perlombaan tingkat nasional kenyataan di lapangan koordinasi instansi pemerintah dalam beberapa aspek sasaran Kampung KB belum sepenuhnya dapat dirasakan, salah satunya pada pengembangan unit usaha kecil keluarga, pembinaan remaja dan penyalagunaan narkotika karena masalah keterbatasan anggaran”.

(Wawancara Ibu Aminah pada 14 Januari 2020).

Pembinaan remaja dan kegiatan pembinaan unit usaha kecil yang terhambat karena keterbatasan anggaran merupakan fakta yang menandakan kurang optimalnya koordinasi yang dilakukan pihak-pihak terkoordinasi dalam program kampung KB. Karena, anggaran merupakan hal krusial yang harusnya dapat disepakati dalam kesempatan awal koordinasi diberlakukan. Program kampung KB Sari Rejo belum memiliki anggaran khusus, anggaran awal diberikan untuk pembentukan kampung KB saja sementara untuk kegiatan yang akan berjalan bertopang pada berbagai sumber dana seperti APBD, Dana Desa, swadaya masyarakat dan lainnya. Saat ini kegiatan lintas sektor berpangku pada anggaran masing-masing lembaga lintas sektor.

Oleh karena itu, masalah anggaran berdampak pada keterbatasan kegiatan yang dapat dilakukan seperti informasi yang diperoleh peneliti dari laman website resmi Kampung KB Sari Rejo, dalam menu intervensi, bidang sosial budaya masih sangat minim dilakukan kegiatan. Padahal dalam Surat Edaran Walikota Medan Nomor 470/1856 tertanggal 28 Februari 2019 tentang intervensi OPD dalam melaksanakan 8 fungsi keluarga di Kampung KB, bentuk kegiatan yang dapat diisi dalam fungsi sosial budaya dilaksanakan beberapa dinas lintas sektoral. Namun, saat ini belum ada dinas-dinas tersebut yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial budaya di Kampung KB Sari Rejo.

(24)

Keterlibatan dalam hubungan langsung antar instansi lintas sektor dalam koordinasi kampung KB Sari Rejo juga belum optimal. Karena, ketertibatan yang dimaksud tentunya bukan sekedar menghadiri rapat atau musyawarah saja akan tetapi ikut berpartisipasi, memberikan sumbangsih kemampuan sesuai kapasitas untuk melaksanakan kegiatan dalam program yang merujuk pada kebutuhan masyarakat dalam lingkup program tersebut. Permasalahan keterlibatan instansi lintas sektor juga merupakan kendala besar karena kegiatan-kegiatan yang diusulkan untuk mengatasi masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika di Kampung KB Sari Rejo belum mendapat keterlibatan dari lembaga lintas sektor yang diundang, dalam hal ini BNN. Padahal, masalah tersebut termasuk masalah yang meresahkan masyarakat setempat, dan merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan untuk mencapai sasaran dari fungsi perlindungan di Kampung KB Sari Rejo. Walaupun sudah diupayakan melakukan koordinasi dengan Babinsa untuk pemberian penyuluhan dan himbauan kepada masyarakat akan tetapi sulit untuk memberantas oknum tanpa hadirnya pihak yang berwenang.

Dari permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan program Kampung KB penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Koordinasi dalam Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.”

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penulisan dibutuhkan untuk memudahkan penulis

(25)

maka perumusan masalah yang dapat diambil adalah “Bagaimana Koordinasi dalam Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah tentang hal yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian dengan cara mempertimbangkan masalah yang terjadi dan membandingkan dengan yang seharusnya. Dengan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki dua tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui koordinasi yang dilakukan dalam program Kampung Keluarga Berencana dan mendeskripsikan secara mendalam Koordinasi dalam Pelaksanaan Program Kampung Kampung Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara akademis

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi sarjana Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta meningkatkan kemampuan berpikir penulis secara ilmiah, sistematis, dan membuat karya tulis ilmiah berdasarkan kajian teori.

1.4.2 Secara praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami dan menjadi solusi terhadap permasalahan yang berkaitan

(26)

1.4.3 Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang Koordinasi dalam program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi

Koordinasi merupakan bagian dari manajemen dalam organisasi, dimana dalam pelaksanaan manajemen dibutuhkan banyak proses untuk mensinkronisasikan struktur yang ada agar dapat melaksanakan suatu usaha dengan tujuan bersama.

Sebagaimana koordinasi adalah bagian dari manajemen, manajemen itu sendiri merupakan fungsi yang melaksanakan kebijakan dengan batas-batas yang ditentukan administrasi.

2.1.1 Pengertian Koordinasi

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu. Menurut Ndraha (2003:290) memaknai koordinasi secara normatif dan fungsional,

”Secara normatif, koordinasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja”.

Dari pengertian Ndraha dapat dinyatakan, koordinasi sebagai sebuah cara untuk mensinkronisasi kegiatan-kegiatan yang berbeda menjadi kegiatan terpadu guna mencapai tujuan yang diinginkan dan meminimalisir kegagalan

(28)

dalam proses pencapaian sasaran. Sejalan dengan pendapat di atas, Manulang (2008:12) mendefinisikan koordinasi sebagai berikut,

”coordinating atau mengkoordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan organisasi.”

Sebagaimana dapat dinyatakan, koordinasi memiliki peran penting dalam suatu kegiatan yang rentan terhadap ketidakmampuan suatu organisasi untuk mengelola berbagai perbedaan. Mengkoordinir juga berarti sebagai tindakan untuk pengawasan atas berbagai kegiatan agar tetap berada pada jalur yang direncanakan sebelumnya. Selaras dengan hal tersebut, Handoko (2011: 195) memaknai koordinasi yaitu,

“Koordinasi (coordination) adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi.”

Dari pernyataan di atas dapat dipahami, bahwa koordinasi juga memiliki sifat pengarahan. Pengarahan merupakan kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dalam melakukan suatu hal agar hal atau kegiatan dapat dipahami oleh setiap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dengan pemahaman yang seragam.

Pemahaman yang sama akan suatu hal merupakan suatu pondasi dalam pelaksanaan hal atau kegiatan yang melibatkan lebih dari satu pihak untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan telah yang disepakati. Lebih lanjut, Handayaningrat (1989: 88) melengkapi pengertian koordinasi, yaitu:

(29)

“Koordinasi adalah usaha penyesuaian dari bagian yang berbeda-beda, agar kegiatan dari bagian-bagian itu dapat selesai tepat pada waktunya, sehingga masing-masing anggota dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar diperoleh hasil secara keseluruhan”.

Pengertian tersebut menunjukan keutamaan dilakukannya koordinasi sebagai suatu tindakan yang dapat membuat perbedaan bukan sebuah penghalang untuk pencapain tujuan dalam suatu organisasi, melainkan diharapkan dengan adanya koordinasi segala kegiatan dapat terselesaikan dengan efektif dan efisien.

Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para kegiatan koordinasi itu melakukan pengarahaan, integrasi terhadap unsur-unsur dalam manajemen demi mencapai sebuah tujuan. White (dalam Kencana, 2011:33) :

“Koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian, dan usaha menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil.”

Menurut Djamin (Hasibuan 2014:86) “koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi”. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi. (Koontz & O’Donnell 1989:121) “Koordinasi adalah pencapaian keselarasan usaha individu dalam usaha mencapai tujuan serta sasaran kelompok”.

(30)

Penjelasan mengenai konsep koordinasi juga dijelaskan oleh State Service Commision of Newzealand (2008:7) bahwa “coordination means the sharing of information, resources and responsibilities to achieve a particular outcome”

hal ini berarti koordinasi juga menetapkan atau mengambil keputusan secara bersama termasuk berbagi informasi, pengetahuan, keahlian sebagai tambahan masukan untuk melaksanakan kebijakan pembangunan, strategi dan untuk menyelenggarakan program, mengevaluasi dan melakukan penilaian.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat dinyatakan, koordinasi merupakan suatu proses dalam fungsi organisasi dengan berbagi informasi untuk mensinkronisasi, mengintegrasikan, menyelaraskan, mengarahkan, suatu kegiatan yang berbeda-beda agar dapat menjadi kegiatan terpadu serta meminimalisir, keterlambatan, kekurangan sumber daya dan masalah lainnya agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah disepakati bersama.

2.1.2 Tujuan Koordinasi

Koordinasi sebagai fungsi organisasi berkaitan dengan spesialisasi, dalam Teori Organisasi Robbins (1994:93) mengungkapkan “peningkatan pada salah satu bentuk spesialisasi berakibat pada meningkatnya kompleksitas. Hal ini karena, peningkatan spesialisasi membutuhkan metode yang lebih mahal dan canggih untuk koordinasi dan kontrol”. Dari pernyataan di atas dapat dinyatakan spesialisasi yang semakin memiliki sasaran spesifik dalam satu sisi dapat menciptakan fokus terhadap sasaran tugasnya dengan lebih efisien,

(31)

namun kenyataannya perilaku setiap lembaga terkadang hanya mengedepankan sasarannya sendiri sehingga diperlukan koordinasi.

Berdasarkan latar belakang dilakukannya koordinasi di atas, menurut Ndraha (2003:295) koordinasi bertujuan untuk:

Pertama menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan, dan kesinambungan, antar berbagai kegiatan dependen suatu organisasi.

Kedua, mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan- kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan. Ketiga, menciptakan dan memelihara iklim dan sikap saling responsif-antisipatif di kalangan unit kerja interdependen dan independen yang berbeda-beda agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja lain melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.

Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan koordinasi memiliki tujuan untuk menyelaraskan kegiatan dan menciptakan efisiensi dari setiap kegiatan dengan tujuan yang disepakati bersama semua pihak tanpa merusak keberhasilan pihak yang lainnya.

2.1.3 Bentuk Koordinasi

Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber daya dalam mencapai suatu tujuan. Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk mencapai atau melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. (Hasibuan 2014:86), bentuk koordinasi yaitu :

(32)

1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya atasan mengkoordinasikan semua anggota yang ada dibawah tanggung jawabnya secara langsung.

Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sangsi kepada aparat yang sulit diatur.

2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat.

Koordinasi horizontal ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu : Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan–tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern ataupun secara ekstern pada unit yang sama tugasnya. Interrelated adalah koordinasi antar badan atau unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergatung atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf, koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sangsi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

3. Koordinasi Diagonal atau Fungsional adalah yang mengkoordinasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding yang dikoordinasikan akan tetapi satu dengan satu yang lain tidak berada dalam satu garis komando.

Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan koordinasi berbentuk penyatuan tindakan-tindakan dan pengarahan pada semua pihak terkait dan apabila salah satu pihak melanggar akan ada sangsi dari masing-masing tipe koordinasi yang dijalankan. Meskipun pada koordinasi horizontal koordinator sulit memberikan sangsi akan tetapi pelanggaran dilaporkan pada pihak yang berwenang atau membawahi pihak tersebut.

2.1.4 Ciri-ciri Koordinasi

(33)

Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. (Handayaningrat 1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :

1. Tanggung jawab dari koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab dari pada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.

2. Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama. Hal ini disebabkan karena kerja sama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.

3. Adanya proses (continue process). Koordinasi adalah pekerjaan pimpinan yang bersifat kesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.

4. Pengaturan secara teratur dari pada usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang bekerja sama, dimana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi.

5. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan daripada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari tiap kegiatan individu sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah suatu kewajiban dari pemimpin untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik.

6. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melakukan tujuan sebagai kelompok, dimana mereka bekerja.

Dari ciri-ciri di atas dapat dinyatakan bahwa dalam menjalankan suatu organisasi peran dari pemimpin sebagai pengarah, pemotivasi, dan pengemban tanggung jawab sangat dibutuhkan dan juga dalam melakukan suatu koordinasi kerja sama yang baik antar stakeholder sangatlah dibutuhkan untuk mencapai

(34)

2.1.5 Unsur-unsur Koordinasi

Koordinasi ialah proses dimana masing-masing pihak menyelaraskan menyeimbangkan dan berkomunikasi secara baik dan benar dengan batasan waktu untuk mencapai tujuan bersama dan keberhasilan masing-masing pihak menentukan hasil akhirnya. Unsur-unsur Koordinasi menurut (Kencana 2011:168) adalah sebagai berikut :

Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi;

Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan berurutan; Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh dalam mencapai sasaran bersama; Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama.

Dari penjelasan di atas unsur-unsur koordinasi terdapat terdapat tenggat waktu, kegiatan dilakukan secara sinkron dan memiliki kepentingan serta tujuan bersama yang hendak dicapai. Menurut Koontz dan O’Donel (1997 : 124) pada pelaksanaan koordinasi ada beberapa kategori-kategori yang digunakan untuk mencapai sasaran dalam koordinasi secara optimal diantaranya,

1. Rencana Kerja

Pelaksanaan koordinasi yang paling utama adalah rencana kerja yang disusun dimana dalam rencana kerja telah digambarkan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya koordinasi dan siapa yang menjadi sasaran dalam kegiatan. rencanaan kerja yang akan dikoordinasikan diperlukan adanya penjabaran mengenai sasaran yang dikoordinasikan.

2. Pertemuan atau Rapat

Pertemuan atau rapat dapat menunjang kelancaran tugas ataupun kegiatan yang sudah direncanakan maupun yang telah dilaksanakan, pertemuan atau rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi pada pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat terlihat adanya penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan. Sehingga terjadinya sinkronisasi atau keselarasan dari pihak-pihak yang dikoordinir.

3. Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan koordinasi merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam proses kerja sama.

(35)

komunikasi adalah pemberian informasi kepada orang lain dengan harapan orang yang menerima informasi dapat memahami dan melaksanakan informasi yang disampaikan.

4. Pembagian kerja

Tumpang tindihnya pekerjaan yang dilakukan oleh antar unit organisasi atau kelompok dalam melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi adanya unsur pembagian kerja yang tidak jelas atau adanya ketidak pahaman antara pelaksana kegiatan yang menyebabkan pencapaian hasil kerja belum dapat optimal sesuai rencana kerja.

Sasaran dan tindakan dalam Koordinasi dapat dilihat berdasarkan Rencana Kerja, Pertemuan atau Rapat, Komunikasi, dan Pembagian Kerja sehingga dapat menunjang terjalinnya koordinasi yang disepakati tanpa merugikan salah satu pihak.

2.1.6 Prinsip-Prinsip Koordinasi

Proses penyatupaduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit- unit yang terpisah bagian atau bidang fungsional dari sesuatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. (Sugandha 1991:101), prinsip-prinsip koordinasi adalah :

1. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama

2. Adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya 3. Adanya ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian

tugas masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan

4. Adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing

5. Adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerja sama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama

6. Adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerja sama dan mengerti masalah masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak

(36)

7. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masingmasing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka koordinasi memiliki prinsip adanya kesepakatan, koordinator dan informasi diantara unit-unit yang melakukan koordinasi mengenai kegiatan dan sasaran yang akan dicapai serta membutuhkan sikap saling menghormati terhadap fungsi satu sama lain agar tercipta keinginan untuk saling membantu.

2.1.7 Syarat-syarat Mencapai Koordinasi Yang Efektif

Menurut Tripathi dan Reddy (dalam Moekijat 1994:39) ada 9 syarat untuk mencapai koordinasi yang efektif, yakni: hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif dan kepemimpinan dan suvervisi yang efektif. Namun, penting untuk dicatat bahwa koordinasi yang dilakukan tersebut tidaklah bersifat statis, dan tidak pula mengharuskan kesembilan syarat dimiliki sebelum koordinasi dilakukan beberapa akan menyusul sejalan dengan perkembangan koordinasi itu.

1. Hubungan langsung

Bahwa koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung. Melalui hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan- tujuan, pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan apabila ada salah paham dapat dijelaskan jauh lebih baik ketimbang memalui metode apapun lainnya.

2. Kesempatan awal

Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Dengan cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam proses pelaksanaan rencana menjadi mudah.

(37)

3. Kontinuitas

Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan. Oleh karena koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama perusahaan melaksanakan fungsinya.

4. Dinamisme

Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern. Dengan kata lain koordinasi tidak boleh kaku. Menurut Koontz dan O’Donnel (dalam Moekijat 1994:40) pekerjaan koordinasi dapat menemukan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan baru yang pada waktunya akan dapat menambah masalah. Koordinasi yang baok akan mengetahui secara dini dan mencegah kejadiannya.

5. Tujuan yang jelas

Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif.

Suatu tujuan yang jelas diberitahukan secara efektif kepada kepala-kepala bagian dimaksudkan untuk menghasilkan keselarasan.

6. Organisasi yang sederhana

Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.

Penyusunan kembali bagian-bagian dapat dipertimbangkan untuk memiliki koordinasi yang lebih baik di antara kepala-kepala bagian.

Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang erat berhubungan dapat ditempatkan di bawah beban seorang pejabat pimpinan apabila hal ini akan mempermudah pengambilan tindakan yang diperlukan untuk koordinasi. Disarankan agar semua bagian yang saling berhadapan dapat dipercayakan kepada seorang atasan bersama untu menjamin koordinasi yang lebih baik.

7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas

Wewenang dan tanggung jawab harus dapat dipahami secara jelas oleh masing-masing individu dan bagian. Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan di antara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan kesatuan tujuan.

8. Komunikasi yang efektif

Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik. Melalu saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan-perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahan- perubahan kebijaksanan, penyesuaian program, program,-program yang akan datang dan sebagainya dapat dibicarakan. Melalui komunikasi yang efektif tindakan-tindakan atau pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan perusahaan dapat dihindarkan dan kegiatan dapat diarahkan secara harmonis menuju pencapaian tujuan yang ditentukan.

9. Kepemimpinan supervisi yang efektif

Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan.

(38)

Pemimpin yang efektif membuat kepercayaan terhadap orang-orang bawahan dan memelihara juga semangat kerja mereka.

Adapun dari aspek di atas dapat dinyatakan syarat-syarat koordinasi yang efektif merupakan tugas dari pihak-pihak yang terlibat, komitmen dan kepercayaan dalam kesempatan awal merupakan kunci dari koordinasi selain dari kontinuitas dan dinamisme pada pelaksanaan koordinasi. Lebih dari itu, komunikasi dalam budaya dan nilai yang dibangun merupakan aspek yang tidak dapat dihilangkan untuk menyukseskan koordinasi dan mencapai tujuan serta sasaran yang diinginkan atas koordinasi yang dilakukan.

2.2 Implementasi Program

Implementasi program tentunya menjadi langkah terdekat yang menyentuh langsung ke lokasi sasaran dalam menjalankan kebijakan publik yang telah direncanakan hingga diformulasikan sebelumnya. Implementasi program merupakan proses yang tidak dapat dilewatkan.

2.2.1 Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan baik yang menyangkut program atau kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau implementasi. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi kebijakan menurut para ahli. Menurut Winarno (2012: 146) menyebutkan bahwa “implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik”. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar

(39)

mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan.

Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Selain itu, Nugroho (2014: 618) menjelaskan bahwa kejelasan makna dari implementasi kebijakan adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

2.2.2 Program

Program merupakan lanjutan dari pada realisasi perencanaan yang sudah dilakukan sebelumnya. Secara umum program diartikan sebagai penjabaran dari pada suatu rencana. Program sering pula diartikan sebagai kerangka dasar dari pada suatu kegiatan. Program berlandaskan dari sebuah ide atau rencana, yang selanjutnya ide tersebut dituangkan dalam program untuk selanjutnya dilaksanakan. Program bertujuan untuk memudahkan proses implementasi dari sebuah kebiajakan.

Menurut Manullang (2008: 1) “program merupakan suatu unsur dari perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran yang dimaksudkan untuk menetapkan suatu tindakan

(40)

untuk waktu yang akan datang”. Program merupakan rangkaian aktivitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa program adalah suatu cara yang yang berisikan langkah-langkah guna mewujudkan tujuan kebijakan tersebut. Sebelum suatu program diterapkan, langkah awal adalah perlu untuk diketahui secara jelas mengenai uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan secara sistematis, tata cara pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu pelaksanaannya.

2.2.3 Implementasi Program

Implementasi merupakan suatu proses yang sangat penting ketika berbicara penerapan program yang bersifat sosial. Implementasi program merupakan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan dalam upaya mencapai tujuan dari program itu sendiri. Implementasi program adalah realisasi dari kebijakan yang telah dibuat sebelumnya.

Salah satu model implementasi program yakni model yang diungkapkan oleh Korten (dalam Tarigan 2009:100). Model ini memakai pendekatan proses pembelajaran dan lebih dikenal dengan model kesesuaian implementasi program. Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program, yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program, dan kelompok sasaran program. Jones (dalam Syafri 2012: 101-102) menyebutkan implementasi program merupakan salah satu komponen dalam

(41)

suatu kebijakan. Implementasi program merupakan upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat- pejabat berbentuk pelaksanaan kegiatan yang didukung kebijaksanaan, prosedur, dan sumber daya dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

2.3 Kependudukan

Masalah kependudukan merupakan masalah global yang dihadapi oleh banyak negara, teori mengenai masalah ini juga sudah dibahas oleh para ahli sejak tahun 1900an, salah satu tokoh dalam teori kependudukan adalah Malthus. Menurut Malthus (2007:107),

“kelebihan jumlah penduduk mempengaruhi banyak hal lain yang dibutuhkan manusia selain kebutuhan akan pangan atau makanan. Di luar keperluan materialnya, manusia membutuhkan ruang, pemandangan dan tempat wisata.

Penduduk yang berlebihan dapat mengikis semua kebutuhan tersebut akibatnya pertumbuhan penduduk yang cepat ruang-ruang semakin terbatas timbulah kerusakan alam dan berbagai ketegangan sosial yang dapat tercipta dari ketidaknyamanan.”

Dari pendapat di atas, menunjukkan bahwa kelebihan jumlah penduduk dapat mempengaruhi banyak hal, salah satunya yang dibahas oleh Mathus juga mengenai kesehatan masyarakat dan perlunya penjedaan dalam proses keberlangsungan sebuah keluarga hingga memiliki anak-anak yang sehat. Hal tersebut membuka pandangan kita secara luas agar memikirkan keberlangsungan hidup generasi selanjutnya.

(42)

2.3.1 Program Kampung Keluarga Berencana (KB)

Program Kampung Keluarga Berencana (KB) mendapat perhatian dan aspirasi dari presiden Ir. H. Joko Widodo, sehingga program ini dijadikan salah satu strategi dalam kebijakan kependudukan. Tujuan yang ingin dicapai dari Kampung KB adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat yang ada di wilayah-wilayah miskin dan padat penduduk, serta di daerah pinggiran.

Program kampung KB merupakan salah satu realisasi dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sesuai dengan indikator pencapaian program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Ketercapaian program ini dapat dinilai dari beberapa aspek yaitu aspek pengendalian kuantitas penduduk dan aspek peningkatan kualitas penduduk yang dalam hal ini diukur dengan peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarganya. Aspek kedua ini dapat dinilai dari beberapa indikator yakni peningkatan pengguna KB baru, peningkatan jumlah ibu hamil dan menyusui yang mendapatkan pelayanan kesehatan, peningkatan jumlah remaja yang aktif dalam kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-R), penurunan jumlah perempuan yang buta aksara, peningkatan partisipasi keluarga pra sejahtera dan dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

(43)

Indikator-indikator tersebut merupakan breakdown dari 8 fungsi keluarga seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga. Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa 8 fungsi keluarga meliputi: (1) fungsi keagamaan, (2) fungsi sosial budaya, (3) fungsi cinta kasih, (4) fungsi perlindungan, (5) fungsi reproduksi, (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan, (7) fungsi ekonomi dan (8) fungsi pembinaan lingkungan.

2.3.2 Pengertian Kampung Keluarga Berencana

Menurut buku panduan pelaksanaan teknis kampung KB dari BKKBN (2017:4) pengertian kampung keluarga Berencana (KB) adalah,

“Kampung Keluarga Berencana adalah satuan wilayah setingkat RW, dusun, atau yang setara, yang memiliki kriteria tertentu, di mana terdapat keterpaduan Program KKBPK dan pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan sistematis”.

Kampung Keluarga Berencana (KB) sebenarnya dirancang sebagai upaya membumikan, mengangkat kembali, merevitalisasi program KKBPK guna mendekatkan akses pelayanan kepada keluarga dan masyarakat dalam upaya mengaktualisasikan dan mengaflikasikan 8 (delapan) fungsi keluarga secara utuh dalam masyarakat. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan pada Kampung Keluarga Berencana (KB) tidak hanya identik dengan penggunaan dan pemasangan kontrasepsi, akan tetapi merupakan sebuah program pembangunan terpadu dan terintegrasi dengan berbagai program pembangunan lainnya.

(44)

Kampung Keluarga Berencana (KB) sebagai wadah dapat dijadikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat. Melalui kampung KB berbagai macam program yang mengarah pada upaya merubah sikap, perilaku dan cara berfikir (mindset) masyarakat kearah yang lebih baik, sehingga kampung yang tadinya tertinggal dan terbelakang dapat sejajar dengan kampung-kampung lainnya. Masyarakat yang tadinya tidak memiliki kegiatan dapat bergabung dengan poktan-poktan yang ada, keluarga yang tadinya tidak memiliki usaha dapat bergabung menjadi anggota UPPKS yang ada.

2.3.3 Tujuan Pembentukan Kampung KB

Secara umum, tujuan dibentuknya Kampung Keluarga Berencana (KB) ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui program KKBPK serta pembangunan sektor terkait lainnya dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Sedangkan secara khusus, Kampung Keluarga Berencana (KB) ini dibentuk selain untuk meningkatkan peran serta pemerintah, lembaga non pemerintah dan swasta dalam memfasilitasi, mendampingi dan membina masyarakat untuk menyelenggarakan program KKBPK dan pembangunan sektor terkait, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembangunan berwawasan kependudukan.

2.3.4 Sasaran Kegiatan Kampung KB

Sasaran kegiatan yang merupakan subyek dan obyek dalam pelaksanaan kegiatan operasional pada Kampung Keluarga Berencana (KB) selain keluarga.

(45)

PUS, lansia, dan remaja juga keluarga yang memiliki balita, keluarga yang memiliki remaja dan keluarga yang memiliki lansia. Sedangkan sasaran sektoral disesuaikan dengan bidang tugas masing-masing yang pelaksananya adalah Kepala Desa/Lurah, Ketua RW, Ketua RT, PKB, Petugas lapangan sektor terkait, TP PKK, kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dalam hal ini PPKBD dan Sub PPKBD, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda serta kader pembangunan lainnya.

2.4 Definisi Konsep

Konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah,

1. Koordinasi merupakan suatu proses dalam fungsi organisasi untuk mensinkronisasi, mengintegrasikan, menyelaraskan, mengarahkan, suatu kegiatan yang berbeda-beda agar dapat menjadi kegiatan terpadu serta meminimalisir, keterlambatan, kekurangan sumber daya dan masalah lainnya agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan mencapai tujuan serta sasaran yang telah disepakati bersama.

2. Impelementasi Program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat berbentuk pelaksanaan kegiatan yang didukung kebijaksanaan, prosedur, dan sumber daya dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

(46)

3. Kependudukan dan Kampung KB adalah suatu program kependudukan pada satuan wilayah setingkat RW, dusun, atau yang setara, yang memiliki kriteria tertentu, di mana terdapat keterpaduan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dan pembangunan sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan sistematis.

4. Syarat-syarat koordinasi yang efektif menurut Tripathi dan Reddy dalam Moekijat yaitu hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif, kepemimpinan dan suvervisi yang efektif.

2.5 Hipotesis Kerja

Di dalam penelitian kualitatif, hipotesis kerja menurut Suryabrata (2010:91) merupakan hipotesa yang sebenarnya, yang asli, yang bersumber dari kesimpulan teoritik. Hipotesis kerja ini berfungsi untuk menfokuskan dan mengarahkan peneliti agar penelitian tidak lari dari rumusan penelitian.

Dengan demikian, peneliti merumuskan hipotesis kerja dalam penelitian ini dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tripathi dan Reddy dalam buku Meokijat (1994). Lebih jelasnya, hipotesis kerja yang dirumuskan peneliti, yaitu Koordinasi dalam Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia terkait dengan hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang

(47)

sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif serta kepemimpinan dan suvervisi yang efektif.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk penelitian

Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualititatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkap informasi dan pemahaman mendalam terhadap masalah proses dan makna dengan mendeskripsikan suatu masalah. Idrus (2009: 22) mengatakan bahwa “penelitian kualitatif menekankan pada banyak aspek dari satu variabel serta mengembangkan kepekaan terhadap konsep dan menggambarkan realitas yang tidak tunggal atau jamak, sampel yang digunakan kecil dan representatif dengan tujuan tertentu”.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif bertujuan untuk melihat, memahami, dan mempelajari realitas sosial atau gejala sosial dengan cara pandang yang objektif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengumpulkan data yang sudah tersedia melalui referensi sebanyak mungkin melalui buku teks yang didukung oleh pendapat para ahli. Adapun dalam penelitian ini pengumpulan data disesuaikan dengan katergori yang diperlukan sebagaimana Tripathi dan Reddy dalam Moekijat mengemukakan syarat-syarat mencapai koordinasi yang efektif yaitu hubungan langsung, kesempatan awal, kontinuitas, dinamisme, tujuan yang jelas, organisasi yang sederhana, perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, komunikasi yang efektif serta kepemimpinan dan suvervisi yang efektif.

3.2 Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa hal yang dapat disaran pada penelitian mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usaha Agoindustri Pengolahan Ikan Lele (Studi Kasus di KUB Karmina, Kecamatan

Kelelahan paling banyak dirasakan oleh operator dump truck (bagian haul- ing) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pekerjaan (postur saat bekerja, fak- tor variasi pekerjaan,

Jika dibenturkan dengan realitas timbulnya dalih untuk menurunkan etos kerja pasca lebaran, pada saat kita merayakan lebaran, sebenarnya kita telah merasakan hampir

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan instrumen yang disusun oleh Scaufeli dan Bakker (2010) yaitu Utrecht Work Engagement Scale (UWES) dengan

Cara Membuat Pembersih Lantai Untuk Industri Kecil , membersihkan lantai rumah adalah suatu kebutuhan dikarenakan lantai umah kita terutama bagian luar berubungan dengan

berbagai teknik dalam seni grafis teknik inilah yang paling penulis kuasai.. dan juga dalam proses drypoint akan didapatkan efek tekstur

Bukaan ini bertujuan untuk mengantisipasi para pedagang lain untuk berjualan di area jalan yang dapat menggangu pergerakan sirkulasi menuju parkir di Pasar Umum

Mencermati hasil observasi Kepala Sekolah dan hasil observasi guru dalam kegiatan diskusi kelompok/kerja kelompok menyusun RPP berbasis pendidikan karakter bangsa,