• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Saya Merasa Lebih Senang Menjadi Guru di SD”

2. Mutasi Guru

Selain program beasiswa, sejak Juli 2012 lalu sebanyak 52 guru TK, 182 guru SMP, 25 guru SMA, menjadi guru SD. Langkah tersebut sangat membantu menutupi kekurangan guru SD di mana sebanyak 365 guru SD baru sudah menempati posisinya di sekolah dasar yang membutuhkan. Namun, hal itu belum menutupi kekurangan 416 guru SD. Pada 2015 ada sekitar 100 guru PAI akan memasuki masa purna tugas/ pensiun. Untuk itu menurut Sumarsono, Kabid Mutasi BKD, program mutasi guru antar-jenjang menjadi salah satu kebijakan yang dilaksanakan.

Program mutasi antar-jenjang ini pada mulanya banyak ditentang oleh guru-guru, terutama oleh guru-guru SMA dan SMP yang dipindah ke SD. Namun karena dilakukan sosialisasi dan pendekatan yang baik sebelum pemindahan dilakukan, dan dijelas-kan keuntungan yang diperoleh dari program ini, akhirnya guru-guru yang menolak ini justru saat ini merasa senang dan banyak yang berasa betah mengajar di SD. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu Purwaningtyastutu Sulistyarini yang biasa dipanggil Ibu Lies, guru SD Krompol 2 Kecamatan Beringin.

“Sejak kecil saya ingin jadi guru. Lulus S1 Bahasa Inggris tahun 2002 saya langsung menjadi guru tidak tetap (GTT) di SMPN 1 Padas. Setahun sejak saya jadi GTT saya diangkat menjadi guru bantu (GB) yang mendapat honor dari Pemda melalui tes. SK tersebut terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Juni 2013 hingga 31 September 2005 dan diperpanjang hingga 2007. Dari GB saya terjaring database untuk masuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) TMT pada 1 Januari 2008.

Setelah dua tahun menjadi CPNS saya diangkat menjadi PNS TMT pada 1 Juni 2010 hingga saya mengajukan pindah ke SMPN 1 Bringin pada 1 Juli 2011. Saat mengajar di sekolah ini, saya mengikuti PLPG Bahasa Inggris dan lulus pada Agustus 2012 dengan memegang sertifikat guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Namun, demikian jam yang saya ampu tidak memenuhi batas minimal tatap muka guru mengajar sebanyak 24 jam bagi guru yang sudah bersertifikasi. Hingga pada tahun ajaran 2012-2013 saya dimutasi ke SDN Krompol 1 Kecamatan Bringin sesuai dengan SK Mutasi Kepala Badan Kepegawaian Daerah tanggal 14 Juni 2013 untuk menyelamatkan status sertifikasi saya yang

mewajibkan mengajar 24 jam. Di SD ini justru secara administrasi dalam data pokok pendidikan pendidikan dasar (DAPODIK) status sertifikasi saya bermasalah karena tidak sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu. Di SD Krompol saya mengajar sebagai guru kelas sedangkan kompetensi sertifikasi saya sebagai guru Bahasa Inggris. Sudah beberapa kali saya mengurus masalah ini ke dinas pendidikan, namun hingga saat ini belum ada solusi. “

Meski demikian pencairan sertifikasi saya tidak bermasalah. Sampai pada tahun 2014, saya mendapat kesempatan untuk mendapat beasiswa sekolah PGSD di IKIP PGRI Madiun. Menurut rencana Dinas Pendidikan, setelah lulus dari PGSD ini, kami akan diikutkan kembali untuk mendapat sertifikasi guru kelas SD.

“Terlepas dari itu semua, saya merasa mengajar di SD ini lebih membahagiakan. Saya lebih merasa menjadi pendidik dibanding mengajar di SMP. Siswa-siswa yang saya ampu menjadi penyemangat kedatangan saya ke sekolah.” “Kehadiran Ibu Lies di SD ini sangat membantu, sebab selain sebagai guru kelas 4, Ibu Lies juga mengajar

mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris yang sesuai dengan jurusan yang beliau ambil pada sarjana Strata Satu (S1) sebelumnya,” tambah Bapak Drs Supar, Kepala SDN Krompol 1.

Senada dengan cerita di atas, Ibu Anik Ema Wulandari, guru SD Campur Asri Kecamatan Karangjati mempunyai cerita yang lebih unik. Kegemarannya pada bidang eksakta mengantarkannya lulus Jurusan Pendidikan Fisika di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada tahun 1999 dan diangkat menjadi PNS guru Fisika pada tahun 2005 dengan tugas mengajar di SMPN 1 Bringin.

Sebagai guru yang baru datang di sekolah tersebut dia juga tidak mendapatkan 24 jam mengajar meski pada tahun 2012 dia lulus PLPG sebagai guru mata pelajaran Fisika. Untuk memenuhi jam mengajar tersebut, dia ditawari untuk menjadi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut, namun dia tolak karena tidak sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Sampai ketika ada sosialisasi dari Dinas Pendidikan pada tahun 2012 tentang rencana redistribusi massal guru-guru di Kabupaten Ngawi bahwa guru yang akan di pindah Miftaqul Janah, guru kelas V SDN Tepas 3 Geneng Ngawi, sebelumnya dia adalah staf

Pemda Kabupaten Ngawi juga menganggarkan beasiswa bagi 95 calon guru yang belum memenuhi kualifikasi namun yang lulus tes honorer katagori 2 (K2). Namun karena adanya pemotongan anggaran APBD kegiatan ini ditunda hingga tahun anggaran 2017,” ujar Ibu Isnawati SH, Kasi Diklat, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Ngawi.

“Program seperti ini akan kami lanjutkan secara periodik untuk peningkatan sumberdaya manusia

sehingga guru yang mengajar di sekolah kemampuannya sesuai dengan bidang studi yang diampunya,” tambah Ibu

Sulistiyowati Kasi Pengembangan BKD kabupaten Ngawi.

Menurut Kepala Dispendik Kabupaten Ngawi Bapak Drs Abimanyu MSi, kekurangan guru ini harus segera ditindaklanjuti agar proses pembelajaran mulai pendidikan dasar hingga atas di Kabupaten Ngawi berjalan dengan seimbang.

2. Mutasi Guru

Selain program beasiswa, sejak Juli 2012 lalu sebanyak 52 guru TK, 182 guru SMP, 25 guru SMA, menjadi guru SD. Langkah tersebut sangat membantu menutupi kekurangan guru SD di mana sebanyak 365 guru SD baru sudah menempati posisinya di sekolah dasar yang membutuhkan. Namun, hal itu belum menutupi kekurangan 416 guru SD. Pada 2015 ada sekitar 100 guru PAI akan memasuki masa purna tugas/ pensiun. Untuk itu menurut Sumarsono, Kabid Mutasi BKD, program mutasi guru antar-jenjang menjadi salah satu kebijakan yang dilaksanakan.

Program mutasi antar-jenjang ini pada mulanya banyak ditentang oleh guru-guru, terutama oleh guru-guru SMA dan SMP yang dipindah ke SD. Namun karena dilakukan sosialisasi dan pendekatan yang baik sebelum pemindahan dilakukan, dan dijelas-kan keuntungan yang diperoleh dari program ini, akhirnya guru-guru yang menolak ini justru saat ini merasa senang dan banyak yang berasa betah mengajar di SD. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu Purwaningtyastutu Sulistyarini yang biasa dipanggil Ibu Lies, guru SD Krompol 2 Kecamatan Beringin.

“Sejak kecil saya ingin jadi guru. Lulus S1 Bahasa Inggris tahun 2002 saya langsung menjadi guru tidak tetap (GTT) di SMPN 1 Padas. Setahun sejak saya jadi GTT saya diangkat menjadi guru bantu (GB) yang mendapat honor dari Pemda melalui tes. SK tersebut terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Juni 2013 hingga 31 September 2005 dan diperpanjang hingga 2007. Dari GB saya terjaring database untuk masuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) TMT pada 1 Januari 2008.

Setelah dua tahun menjadi CPNS saya diangkat menjadi PNS TMT pada 1 Juni 2010 hingga saya mengajukan pindah ke SMPN 1 Bringin pada 1 Juli 2011. Saat mengajar di sekolah ini, saya mengikuti PLPG Bahasa Inggris dan lulus pada Agustus 2012 dengan memegang sertifikat guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Namun, demikian jam yang saya ampu tidak memenuhi batas minimal tatap muka guru mengajar sebanyak 24 jam bagi guru yang sudah bersertifikasi. Hingga pada tahun ajaran 2012-2013 saya dimutasi ke SDN Krompol 1 Kecamatan Bringin sesuai dengan SK Mutasi Kepala Badan Kepegawaian Daerah tanggal 14 Juni 2013 untuk menyelamatkan status sertifikasi saya yang

mewajibkan mengajar 24 jam. Di SD ini justru secara administrasi dalam data pokok pendidikan pendidikan dasar (DAPODIK) status sertifikasi saya bermasalah karena tidak sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu. Di SD Krompol saya mengajar sebagai guru kelas sedangkan kompetensi sertifikasi saya sebagai guru Bahasa Inggris. Sudah beberapa kali saya mengurus masalah ini ke dinas pendidikan, namun hingga saat ini belum ada solusi. “

Meski demikian pencairan sertifikasi saya tidak bermasalah. Sampai pada tahun 2014, saya mendapat kesempatan untuk mendapat beasiswa sekolah PGSD di IKIP PGRI Madiun. Menurut rencana Dinas Pendidikan, setelah lulus dari PGSD ini, kami akan diikutkan kembali untuk mendapat sertifikasi guru kelas SD.

“Terlepas dari itu semua, saya merasa mengajar di SD ini lebih membahagiakan. Saya lebih merasa menjadi pendidik dibanding mengajar di SMP. Siswa-siswa yang saya ampu menjadi penyemangat kedatangan saya ke sekolah.” “Kehadiran Ibu Lies di SD ini sangat membantu, sebab selain sebagai guru kelas 4, Ibu Lies juga mengajar

mata pelajaran muatan lokal Bahasa Inggris yang sesuai dengan jurusan yang beliau ambil pada sarjana Strata Satu (S1) sebelumnya,” tambah Bapak Drs Supar, Kepala SDN Krompol 1.

Senada dengan cerita di atas, Ibu Anik Ema Wulandari, guru SD Campur Asri Kecamatan Karangjati mempunyai cerita yang lebih unik. Kegemarannya pada bidang eksakta mengantarkannya lulus Jurusan Pendidikan Fisika di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada tahun 1999 dan diangkat menjadi PNS guru Fisika pada tahun 2005 dengan tugas mengajar di SMPN 1 Bringin.

Sebagai guru yang baru datang di sekolah tersebut dia juga tidak mendapatkan 24 jam mengajar meski pada tahun 2012 dia lulus PLPG sebagai guru mata pelajaran Fisika. Untuk memenuhi jam mengajar tersebut, dia ditawari untuk menjadi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut, namun dia tolak karena tidak sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Sampai ketika ada sosialisasi dari Dinas Pendidikan pada tahun 2012 tentang rencana redistribusi massal guru-guru di Kabupaten Ngawi bahwa guru yang akan di pindah Miftaqul Janah, guru kelas V SDN Tepas 3 Geneng Ngawi, sebelumnya dia adalah staf

adalah (1) guru yang paling muda, (2) guru yang tidak cukup jam mengajarnya, (3) guru yang mengajar jauh dari lokasi tempat tinggalnya, dan (4) guru yang belum sertifikasi. Dia sudah merasa bahwa dia akan masuk dalam program redistribusi guru ini. Benar saja pada bulan Juni 2012 SK mutasi turun dan

menempatkannya untuk mengajar di SD Campur Asri 1. Perasaan senang karena dekat dari rumah, was-was karena mendapat tantangan baru dan takut tidak menguasai mata pelajaran sebagai guru kelas bercampur aduk ketika pertama kali ditugaskan di SD tersebut.

“Pengalaman pertama yang tak terlupakan ketika saya mengajar di SD ini adalah ketika siswa-siswa berkelahi hanya gara-gara saya salah membagi buku kepada siswa,” katanya.

“Di SMP sudah terbiasa saya membagi buku di awal tahun cukup dengan meminta ketua kelas atau petugas TU. Ternyata ketika hal ini saya terapkan di SD, siswa-siswa justru ribut bahkan ada yang berkelahi gara-gara buku yang dibagikan tertukar namanya,” kenang Ibu Anik sambil tertawa.

“Saat ini saya sungguh merasa nyaman mengajar di SD, benar-benar

jadi guru. Ucapan saya lebih menjadi panutan (digugu dan ditiru) oleh siswa-siswa di SD. Saya sungguh merasa menjadi ibu bagi siswa di sekolah ini. Tak jarang siswa bila mulai belajar, banyak yang bergelayutan di pangkuan saya sambil bermanja-manja. Kekompa-kan guru di SD ini sangat terasa dan yang lebih membahagiakan lagi saya menjadi dekat dengan anak-anak saya sendiri. Saat ini saya sudah lulus tes kepala sekolah tinggal menunggu SK dari Bupati untuk penempatan di sekolah yang baru. Saya tak sabar menunggu pindah ke sekolah yang baru untuk mencoba tantangan yang lain yaitu sebagai kepala sekolah,” paparnya sumringah.

Berbeda dengan kedua guru di atas yang sudah merasa nyaman

mengajar di SD. Ibu Dwi Astutik SPd, sampai saat ini masih berharap kembali mengajar di SMA sebagai guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). SK PNS dia pada bulan Januari tahun 2007 menempatkannya untuk mengajar di SMAN 1 Ngawi. Namun sejak SK tersebut turun, dia justru tidak mendapat jam mengajar mata pelajaran PPKN. Di SMA tersebut dia justru diberi tugas mengajar Sosiologi, muatan lokal, dan sejarah. Karena mata pelajaran PPKN sudah diampu oleh guru lainnya.

Untuk menyelamatkan sertifikat profesi pengajarnya, dia melakukan perjanjian dengan SMA Ma'arif untuk mengajar PPKN sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Di SMA Maarif, dia hanya mendapat dua jam mengajar. Akhirnya pada saat mutasi besar-besaran melalui SK Mutasi bulan Juni 2012, dia dipindah ke SDN Kerto Harjo 2. Namun di SD inipun, dia mengajar di kelas dengan jumlah siswa yang kurang dari 20 sebagai syarat mengajar penerima tunjangan sertifikasi guru. Setelah dua tahun mengajar, pada tahun 2014 dia dipindah ke SDN Geneng 4 sampai saat ini.

Perpindahan ini tidak membuat asa Ibu Dwi untuk mengajar mata pelajaran PPKN pudar. Terlebih data administrasi kepegawaian di DAPODIK sampai saat ini masih bermasalah meski tunjangan sertifikasinya masih terbayar. Selain itu, dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi juga sudah melakukan efisiensi tata kelola guru melalui penggabungan sekolah-sekolah kecil. Sejak 2014, sebanyak 35 SD sudah digabung.

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan atas dasar Permendikbud No. 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah; Peraturan Bupati Ngawi Nomor 209 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengen-dalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi; dan Peraturan Bupati Ngawi Nomor 125 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Kegiatan ini juga diperkuat dengan SK Bupati Ngawi sejak 2012 lalu.

Dampak Kebijakan

Saat ini Kabupaten Ngawi telah memanen hasil dari upaya terobosan tersebut, melalui alih fungsi PNS non-guru menjadi guru dan alih fungsi antar-jenjang dapat mengurangi kekurangan guru SD sebesar 53%.

Kabupaten Ngawi mendapat kuota khusus untuk sertifikasi guru kelas bagi guru-guru yang dipindah antar-jenjang. Hal ini tentunya memacu kinerja guru yang dimutasi tersebut. Kebijakan ini juga dicontoh oleh beberapa kabupaten tetangga, karena dianggap mampu menyele-saikan masalah kekurangan dan pemerataan guru antar wilayah kabupaten dan jenjang pendidikan.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi Jl. A. Yani No.5, Klitik, Geneng, Ngawi,

Jawa Timur. Telp: (0351) 749198 Kontak Person:

Dr Abimanyu MSi

(Kepala Dinas Pendidikan)

Pudwiyanto MPd MM

(Kabid Ketenagaan)

Istamar MPd

(Kasi SMP) Ibu Dra Suprapti SPdI dulunya adalah guru SMP, sekarang menjadi guru di SDN Guyung 2, Ngawi. Dia mengaku lebih senang menjadi guru SD karena jam mengajar terpenuhi dan materi ajar lebih variatif.

adalah (1) guru yang paling muda, (2) guru yang tidak cukup jam mengajarnya, (3) guru yang mengajar jauh dari lokasi tempat tinggalnya, dan (4) guru yang belum sertifikasi. Dia sudah merasa bahwa dia akan masuk dalam program redistribusi guru ini. Benar saja pada bulan Juni 2012 SK mutasi turun dan

menempatkannya untuk mengajar di SD Campur Asri 1. Perasaan senang karena dekat dari rumah, was-was karena mendapat tantangan baru dan takut tidak menguasai mata pelajaran sebagai guru kelas bercampur aduk ketika pertama kali ditugaskan di SD tersebut.

“Pengalaman pertama yang tak terlupakan ketika saya mengajar di SD ini adalah ketika siswa-siswa berkelahi hanya gara-gara saya salah membagi buku kepada siswa,” katanya.

“Di SMP sudah terbiasa saya membagi buku di awal tahun cukup dengan meminta ketua kelas atau petugas TU. Ternyata ketika hal ini saya terapkan di SD, siswa-siswa justru ribut bahkan ada yang berkelahi gara-gara buku yang dibagikan tertukar namanya,” kenang Ibu Anik sambil tertawa.

“Saat ini saya sungguh merasa nyaman mengajar di SD, benar-benar

jadi guru. Ucapan saya lebih menjadi panutan (digugu dan ditiru) oleh siswa-siswa di SD. Saya sungguh merasa menjadi ibu bagi siswa di sekolah ini. Tak jarang siswa bila mulai belajar, banyak yang bergelayutan di pangkuan saya sambil bermanja-manja. Kekompa-kan guru di SD ini sangat terasa dan yang lebih membahagiakan lagi saya menjadi dekat dengan anak-anak saya sendiri. Saat ini saya sudah lulus tes kepala sekolah tinggal menunggu SK dari Bupati untuk penempatan di sekolah yang baru. Saya tak sabar menunggu pindah ke sekolah yang baru untuk mencoba tantangan yang lain yaitu sebagai kepala sekolah,” paparnya sumringah.

Berbeda dengan kedua guru di atas yang sudah merasa nyaman

mengajar di SD. Ibu Dwi Astutik SPd, sampai saat ini masih berharap kembali mengajar di SMA sebagai guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). SK PNS dia pada bulan Januari tahun 2007 menempatkannya untuk mengajar di SMAN 1 Ngawi. Namun sejak SK tersebut turun, dia justru tidak mendapat jam mengajar mata pelajaran PPKN. Di SMA tersebut dia justru diberi tugas mengajar Sosiologi, muatan lokal, dan sejarah. Karena mata pelajaran PPKN sudah diampu oleh guru lainnya.

Untuk menyelamatkan sertifikat profesi pengajarnya, dia melakukan perjanjian dengan SMA Ma'arif untuk mengajar PPKN sesuai dengan kompetensi sertifikasinya. Di SMA Maarif, dia hanya mendapat dua jam mengajar. Akhirnya pada saat mutasi besar-besaran melalui SK Mutasi bulan Juni 2012, dia dipindah ke SDN Kerto Harjo 2. Namun di SD inipun, dia mengajar di kelas dengan jumlah siswa yang kurang dari 20 sebagai syarat mengajar penerima tunjangan sertifikasi guru. Setelah dua tahun mengajar, pada tahun 2014 dia dipindah ke SDN Geneng 4 sampai saat ini.

Perpindahan ini tidak membuat asa Ibu Dwi untuk mengajar mata pelajaran PPKN pudar. Terlebih data administrasi kepegawaian di DAPODIK sampai saat ini masih bermasalah meski tunjangan sertifikasinya masih terbayar. Selain itu, dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngawi juga sudah melakukan efisiensi tata kelola guru melalui penggabungan sekolah-sekolah kecil. Sejak 2014, sebanyak 35 SD sudah digabung.

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan atas dasar Permendikbud No. 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah; Peraturan Bupati Ngawi Nomor 209 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengen-dalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi; dan Peraturan Bupati Ngawi Nomor 125 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Kegiatan ini juga diperkuat dengan SK Bupati Ngawi sejak 2012 lalu.

Dampak Kebijakan

Saat ini Kabupaten Ngawi telah memanen hasil dari upaya terobosan tersebut, melalui alih fungsi PNS non-guru menjadi guru dan alih fungsi antar-jenjang dapat mengurangi kekurangan guru SD sebesar 53%.

Kabupaten Ngawi mendapat kuota khusus untuk sertifikasi guru kelas bagi guru-guru yang dipindah antar-jenjang. Hal ini tentunya memacu kinerja guru yang dimutasi tersebut. Kebijakan ini juga dicontoh oleh beberapa kabupaten tetangga, karena dianggap mampu menyele-saikan masalah kekurangan dan pemerataan guru antar wilayah kabupaten dan jenjang pendidikan.

Informasi lebih lanjut hubungi:

Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi Jl. A. Yani No.5, Klitik, Geneng, Ngawi,

Jawa Timur. Telp: (0351) 749198 Kontak Person:

Dr Abimanyu MSi

(Kepala Dinas Pendidikan)

Pudwiyanto MPd MM

(Kabid Ketenagaan)

Istamar MPd

(Kasi SMP) Ibu Dra Suprapti SPdI dulunya adalah guru SMP, sekarang menjadi guru di SDN Guyung 2, Ngawi. Dia mengaku lebih senang menjadi guru SD karena jam mengajar terpenuhi dan materi ajar lebih variatif.