• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nelayan Mina Bhakti Soansar

Dalam dokumen KAUM MUDA DAN BUDAYA MARITIM NUSANTARA (1) (Halaman 70-80)

Kadek Yuni Antari SMA Negeri Bali Mandara, Bali

Indonesia sudah memiliki lembaga penghubung atau pranata yang memungkinkan terjadinya hubungan perdagangan internasional.

Kini, kekayaan laut yang dimiliki oleh bangsa Indonesia bukan merupakan fenomena baru. Indonesia dari zaman nenek moyang sudah dikenal sebagai negara maritim yang menyimpan sejuta kekayaan dan memberi pengaruh penting terhadap perdagangan internasional. Hampir 70% dari wilayah Indonesia merupakan wilayah laut dan pesisir yang mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, sehingga sektor ini menjadi salah satu fundamental yang penting dalam mendorong perekonomian nasional. Menurut hitungan para pakar, potensi ekonomi laut Indonesia sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau setara dengan 10 kali APBN pada tahun 2012 (Kementerian Kelautan, 2013). Namun sayangnya, Indonesia yang mempunyai potensi besar itu kurang memerhatikan sektor ini. Pemerintah kurang memerhatikan sumber daya laut yang kita miliki, sejauh ini pembangunan yang dilakukan hanya difokuskan kepada pembangunan daratan. Padahal, laut merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberadaan wilayah suatu Negara. “Barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil Alfred Thayer Mahan (1890) dalam karyanya The

Influence of Sea Power Upon History 1660-1783 (maritim.wg, 2014).

Namun sangat disayangkan, kekayaan laut yang dimiliki oleh bangsa Indonesia kini dimanfaatkan tanpa memuliakan dan memerhatikan kelestariannya. Hal ini dipengaruhi oleh semakin modernnya zaman yang menuntut para manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memerhatikan efek jangka panjang. Jika kita telusuri lebih dalam pencemaran laut lebih banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir khususnya kaum nelayan. Mereka banyak menggunakan bahan berbahaya dalam menangkap ikan seperti pukat harimau, potasium, sianida, dan bahan berbahaya lainya yang mereka anggap dapat mempercepat proses penangkapan ikan. Tak hanya itu, perilaku masyarakat Indonesia yang semakin membabi buta dalam mengeksploitasi sumber daya laut Indonesia

semakin hari semakin bertambah persentasenya. Perilaku seperti ini merupakan salah satu hal yang mereka anggap biasa, namun sebenarnya membawa dampak yang sangat besar bagi kelestarian dan keberadaan sumber daya laut Indonesia.

Tanpa mereka sadari perilaku ini lambat laun akan berakibat fatal terhadap kelestarian laut, tidak hanya dapat merusak ekosistem ikan saja akan tetapi kekayaan laut lain juga dapat dirusak kelestariannya, salah satu contoh yang nyata adalah terumbu karang. Sementara selama ini terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Luas terumbu karang di perairan Indonesia diperkirakan mencapai 60.000 km2 yang tersebar luas dari kawasan

barat Indonesia sampai kawasan timur Indonesia (suaramerdeka. com, 2014).

Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia

Terumbu karang yang selama ini dikenal sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia, pada dasarnya memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaatnya adalah sebagai tempat berkembangbiaknya ikan-ikan laut, sebagai sumber makanan ikan, dan terumbu karang juga dimanfaatkan sebagai taman wisata bawah laut (ekowisata). Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang memiliki jumlah terumbu karang terbesar di antara enam negara yang memiliki terumbu karang terbesar di dunia. Keenam negara tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Salmon, dan Timor-Leste. Diperkirakan dari sekitar 800 jenis karang pembentuk terumbu dunia, lebih dari 600 jenis ditemukan di Asia Tenggara (marinescienceunpad.wordpress.com, 2012).

Sungguh anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada negara Indonesia. Namun sekarang yang menjadi pertanyaan, mampukah bangsa Indonesia mempertahankan kejayaan maritim

yang selalu kita banggakan, khususnya terumbu karang tersebut? Apa jadinya jika terumbu karang yang kita miliki dari waktu ke waktu kelestariannya semakin merosot, dengan melihat kesadaran dari masyarakat yang semakin menurun dan ulah masyarakat yang semakin menjadi-jadi?

Jika hal ini terus dibiarkan terjadi, maka kita sebagai warga negara Indonesia akan merasa sangat malu. Jika dulunya orang mendengar kata terumbu karang, maka wilayah atau negara yang paling pertama ada di benak mereka pastilah Indonesia, namun jika melihat fakta yang ada tidak menutup kemungkinan hal itu hanya akan menjadi kenangan semata. Sebagai warga negara yang cinta tanah air tentunya akan turut andil untuk memikirkan nasib bangsa Indonesia ke depan, khususnya dalam mempertahankan budaya maritim Indonesia, agar keperkasaan dan kejayaan nenek moyang bangsa kita bisa dibangkitkan oleh generasi berikutnya, bukan malah memanfaatkan sumber daya laut dengan seenaknya. Intinya bagaimana agar pemanfaatannya berguna bagi bangsa dan negara Indonesia.

Di sinilah peranan serta partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam menjaga sumber daya laut yang kita miliki. Salah satu caranya dengan menanamkan konsep pelestarian sejak dini kepada masyarakat yang masih awam, terutama kepada kaum remaja yang akan berperan penting sebagai generasi penerus bangsa. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk suatu komunitas atau organisasi yang bertekad serta berkomitmen untuk memajukan dan menjaga keindahan laut yang kita miliki.

Strategi Bangkitkan Budaya Maritim

Kebiasaan masyarakat yang telah lama membudaya dalam diri masyarakat tentunya sulit untuk diubah. Hal serupa terjadi pada masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan sumber daya laut. Mereka belum bisa keluar dari zona nyaman yang mereka rasakan, sekali mendapatkan hasil yang memuaskan pasti ingin terus mencobanya,

bahkan ingin sesuatu yang lebih dari itu, karena sifat manusia yang tidak pernah puas. Inilah yang dilakukan oleh mereka yang hanya memikirkan kenikmatan semata tanpa memikirkan nasib generasi bangsa selanjutnya (anak cucu mereka ke depannya). Maka dari itu kesadaran dari masyarakat sangat diperlukan. Salah satu contoh masyarakat desa yang sadar akan hal itu dapat ditemukan pada masyarakat desa yang ada di Bali.

Salah satu desa di Bali yang dapat dijadikan teladan bagi daerah lain dalam menjaga keindahan dan kelestarian laut khususnya pembudidayaan terumbu karang adalah Desa Les yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Jika kita berbicara tentang apresiasi, Desa Les adalah sasaran yang tepat untuk itu. Ibaratnya, mereka dapat berubah ”dari perusak menjadi penjaga

karang”. Frasa ini dapat menggambarkan keberadaaan desa yang

berada di pesisir bagian utara pulau seribu pura ini.

Awalnya masyarakat di desa ini berprofesi sebagai nelayan ikan hias. Menyelam dengan kedalaman 5 sampai 15 meter dengan peralatan selam yang sederhana menemani keseharian nelayan di Desa Les. Namun nelayan di desa ini lebih suka menggunakan sianida dalam penangkapan ikan. Sianida adalah cairan tidak berwarna atau berwarna biru muda pada suhu kamar, yang bersifat mudah terbakar serta dapat berdifusi baik dengan udara, bahan peledak dan sangat mudah bercampur dengan air, sehingga sering digunakan dalam penangkapan ikan (Utama, 2006). Di kalangan nelayan Desa Les zat berbahaya ini lebih lumrah dikenal dengan sebutan potas. Setelah dimasukkan ke dalam botol khusus, para nelayan ini menyemprotkannya ke arah ikan, sehingga tanpa memerlukan waktu yang lama ikan hias yang menjadi sasaran mereka tampak lunglai tak sadarkan diri.

Setelah lama hal ini dilakukan akhirnya para nelayan Les sadar bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan larutan potas bukanlah solusi dalam mempermudah usaha mereka sebagai nelayan. Tindakan ini justru malah merusak harta yang selama ini

mereka miliki, tidak hanya ikan hias yang punah, tetapi terumbu karang yang selama ini menjadi tempat serta sumber makanan bagi ikan juga ikut rusak akibat zat berbahaya yang mereka gunakan. Bercermin dari kondisi ini akhirnya para nelayan Desa Les membentuk sekaa nelayan (sekaa adalah sebutan untuk kelompok atau organisasi masyarakat yang ada di Bali). Sekaa ini bernama Mina Bhakti Soansari. Dengan dibentuknya Sekaa Nelayan Mina Bhakti Soansari ini memudahkan mereka dalam berkomunikasi dan berkoordinasi untuk memperbaiki kerusakan alam akibat dari ulah mereka, karena mereka berpikir jika kerusakan alam ini terus dibiarkan, maka mata pencaharian mereka akan mati serta kejayaan bangsa kita sebagai negara maritim hanya akan menjadi sebuah kenangan.

Sekaa Mina Bhakti Soansari ini menjadi tonggak bersejarah yang mengubah nelayan Desa Les dari perusak menjadi penyelamat terumbu karang. Mereka mulai melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan metode ramah lingkungan, mereka hanya menggunakan jaring tradisional yang telah diberi pemberat di sekitar karangnya, kemudian para nelayan akan menggiringnya menuju jaring. Berawal dari sinilah penggunaan larutan berbahaya itu mulai ditinggalkan. Dengan menggunakan jaring tradisional ini terumbu karang yang ada tidak tercemar lagi dan tetap bisa terjaga. Memang pendapatan yang mereka peroleh lebih sedikit dibandingkan ketika mereka masih menggunakan zat berbahaya. Jika dulunya mereka bisa meraup pendapatan lebih dari Rp 30.000 sekarang malah lebih sedikit daripada itu. Namun ini tidaklah menjadi masalah bagi mereka, yang terpenting adalah alam bawah laut yang mereka miliki tetap aman dan tetap terjaga kelestariannya. Salah satu nelayan yang bernama Yudarta mengungkapan: ”kami melakukan ini untuk warisan anak cucu kami, sekaligus menebus kesalahan terhadap apa yang telah kami lakukan dulu”. Kalimat ini seakan mencerminkan bahwa mereka benar-benar ingin mengembalikan keindahan laut yang dulu sempat mereka rusak. Untuk mempertahankan

keberlanjutan kelompok ini ke depannya, anggota nelayan Mina Bhakti Soansari mengajarkan anak-anak mereka untuk menyelam dan mengajarkan bagaimana cara penangkapan ikan dengan menggunakan metode ramah lingkungan. Hal ini dilakukan agar kelak generasi mereka selanjutnya tidak melakukan tindakan serupa yang dapat merusak kelestarian bawah laut yang kita miliki. Usaha yang mereka lakukan tak berhenti sampai di sini. Kelompok nelayan ini mulai memerhatikan terumbu karang yang dulunya sempat rusak ingin mereka kembalikan ke kondisi semula. Usaha yang mereka lakukan adalah dengan coral forming yaitu upaya stek atau transplantasi karang. Sejauh ini kelompok nelayan Desa Les telah berasil mencangkok lebih dari 100 karang, upaya ini perlahan-lahan membuahkan hasil yang dapat menunjang kehidupan kelompok nelayan Desa Les. Setelah sekian lama upaya ini dilakukan, terumbu karang di perairan Desa Les ini pun mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, yang lebih menggembirakan lagi ikan-ikan yang dulunya sempat pergi akibat semprotan potas itu kini datang kembali menghiasi perairan di wilayah ini. Kondisi yang semakin hari semakin membaik seakan menumbuhkan semangat kelompok nelayan Mina Bhakti Soansari untuk terus mempertahankan usaha mereka. Kini mereka mulai merasakan manfaat dari usaha yang mereka lakukan. Terumbu karang yang dulunya rusak kini telah menjelma kembali menjadi keindahanan bawah laut yang sangat menawan.

Berkat usaha dan kerja keras mereka akhirnya nelayan Mina Bhakti Soansari bekerja sama dengan Yayasan Bahtera Nusantara kemudian mendirikan sebuah perusahaan bernama PT Bahtera Lestari di bulan September tahun 2003. Hanya dengan modal kebersamaan dan kesadaran dari para nelayan akan bahaya penggunakan sianida, kini mereka telah memiliki saham di perusahaan tersebut. Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari memiliki saham sebesar sebesar 23,5%, pemilik tanah sebesar 22%, Desa Dinas dan Adat 10%, serta Yayasan Bahtera Nusantara 26%

dengan total modal perusahaan sebesar Rp 112 juta (weeklyline. net, 2013). Tak hanya itu wilayah perairan di desa ini kini menjadi wisata bawah laut yang kerap dikunjungi oleh wisatawan asing karena keindahan terumbu karangnya.

Memerhatikan Budaya Lokal

Dalam keberhasilannya, nelayan Mina Bhakti Soansari tetap memerhatikan nilai-nilai budaya lokal masyarakat Hindu Bali. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem

awig-awig adat yang ada di Bali. Awig-awig berasal dari kata wig

yang artinya rusak sedangkan awig atinya tidak rusak, sehingga jika digabungkan awig-awig artinya sesuatu yang menjadi baik. Dalam awig-awig ini, berisi tentang hukum adat yang berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban bersama (Aryawan, 2006).

Untuk mewujudkan ketertiban ini, maka kelompok nelayan Mina Bhakti Soansari menerapkan awig-awig adat yang diberlakukan bagi masyarakat yang tergabung dalam kelompok nelayan, serta bagi warga masyarakat lain yang berada di wilayah ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Made Merta selaku ketua nelayan di sana, dikatakan bahwa dalam pembuatan awig- awig ini mereka selalu mengutamakan musyawarah dan mufakat, segala keputusan diambil berdasarkan kesepakatan semua anggota sebagai cerminan bahwa kebersamaan merupakan modal awal untuk memperoleh kesuksesan dalam kelompok nelayan ini, sehingga nantinya jika ada salah satu anggota yang melanggar dapat dengan mudah dikenakan sanksi yang telah mereka sepakati bersama.

Sanksi yang diterapkan dalam awig-awig ini adalah pengucilan bagi mereka yang menggunakan sianida atau pun bahan berbahaya lainnya dalam penangkapan ikan. Sanksi kedua adalah dikeluarkan dari desa bagi mereka yang melakukan pengeboman, serta penyitaan alat tangkap bagi mereka yang menangkap ikan secara

berlebihan. Dengan adanya awig-awig yang mengatur kegiatan penangkapan ikan, maka kelestarian laut dapat tetap terjaga.

Sebagai umat beragama, rasa syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa tentunya menjadi poin utama yang harus dilaksanakan. Untuk itu, sekaa nelayan ini mempunyai upacara tersendiri yang dikenal dengan nama upacara Nyuci Pebangkit yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Selain sebagai perwujudan rasa terima kasih ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah yang telah diberikan, upacara ini juga bertujuan untuk menjaga kesucian dan kesakralan laut itu sendiri.

Untuk melakukan suatu perbaikan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu adanya suatu kesadaran yang diimbangi oleh usaha dari masyarakat. Seperti halnya usaha yang dilakukan oleh sekaa Nelayan Mina Bhakti Soansari di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Bali, yang awalnya menjadi perusak kini berhasil mengembalikan keasrian lautnya. Jika tidak dimulai dari masyarakatnya, siapa lagi yang akan menjaga kekayaan laut yang kita miliki? Maka dari itu marilah kita sebagai warga Indonesia bersama-sama melakukan perubahan, mulai dari hal terkecil demi kemajuan bangsa Indonesia. Bercermin dari Sekaa Nelayan Mina Bhakti Soansari di Desa Les Tejakula ini, diharapkan para nelayan yang ada di wilayah lain dapat meniru serta melakukan hal serupa yang dapat menjaga, melestarikan, serta menghidupkan kembali budaya maritim Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. “Budaya Maritim Indonesia, Peluang, Tanta tangan, dan Strategi”. http://maritim.wg.ugm.ac.id/wp content/ uploads/2014/09/NgarsoDalem_MaritimRoadMapUGM.pdf (Diakses tanggal 25 April 2015).

Aryawan, Budi Kresna. “Awig-awig Desa Adat”. http://eprints.undip. ac.id/16843/1/BUDI_KRESNA_ARYAWAN,_SH.pdf (Diakses tanggal 26 April 2015).

Prasetyo, Dany Arisandi. 2012. ”Mengenal Lebih Dekat Coral Tringle Initiative”. https://marinescienceunpad.wordpress. com/2012/06/02/mengenal-lebih-dekat-coral-triangle- initiative-cti/ (Diakses tanggal 25 April 2015).

Ragam, 2014.” Terumbu Karang Terbesar Dunia Ada di Indonesia”. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/ cetak/2014/05/23/262287/Terumbu-Karang-Terbesar-Dunia- Ada-di-Indonesia (Diakses tanggal 26 April 2015).

Utama, Harry Wahyudhy. 2006. “Keracunan Sianida”. http:// klikharry.com/2006/12/14/keracunan-sianida-2/(Diakses tanggal 25 April 2015).

T

idak bisa dipungkiri bahwa Negara Indonesia merupakan negara dengan anugerah yang luar biasa. Negara tropis dengan kekayaan hayati yang melimpah ruah, gunung-gunung yang membentang sebagai simbol kemakmuran tanah air, dan lautan yang begitu luas dengan ribuan pulau yang memiliki pesona bak surga di dunia. Ya, begitulah setidaknya sedikit tentang kekayaan negara ini, kekayaan alam yang dielu-elukan sejak dahulu bahkan hingga sekarang tak pernah padam dimakan zaman. Sebandingkah puji-pujian itu dengan kenyataan bahwa negara ini merupakan jajaran negara terkaya di dunia atau hanya sekadar potensi belaka? Potensi Alam Indonesia

‘Kaya’, ‘makmur’, ‘sejahtera’ merupakan istilah-istilah yang memerlukan tolok ukur untuk menyimpulkannya. Munafik sekali rasanya jika bangsa Indonesia tidak mau dibanding-bandingkan dengan negara lain. Mengingat bangsa ini membutuhkan bangsa lain untuk berkaca dan memperbaiki diri. Kenyataan bahwa Indonesia terus terpuruk di berbagai bidang terutama sektor perekonomian merupakan tanda bahwa bangsa ini belum mampu

Dalam dokumen KAUM MUDA DAN BUDAYA MARITIM NUSANTARA (1) (Halaman 70-80)