• Tidak ada hasil yang ditemukan

Output dan Input Primer Untuk Pengukuran TFP Tanaman Pertanian (crops) ASEAN-5 dan China

DAMPAK LIBERALISASI TERHADAP PEREKONOMIAN ASEAN-5 DAN CHINA

6.1. Komparasi Dayasaing Sektor Pertanian antar Negara-negara ASEAN-5 dan China

6.1.1. Total Factor Productivity (TFP) sebagai Indikator Dayasaing Komoditi Pertanian dari Sisi Supply Negara-negara ASEAN-5 dan China

6.1.1.1. Output dan Input Primer Untuk Pengukuran TFP Tanaman Pertanian (crops) ASEAN-5 dan China

Untuk mengukur TFP tanaman pertanian di masing-masing negara ASEAN-5 dan China, kami menggunakan data tahunan FAO untuk data output

dan data input-input primer (Tenaga Kerja, Modal dan Lahan) selama kurun waktu 1961-2010 dan dalam beberapa kasus data-data input primer di update dengan metode rata-rata bergerak tiga tahun (moving-average), atau data statistik dari sumber lain. Untuk output, kami menggunakan data publikasi FAO mengenai data agregat nilai produksi tanaman pertanian (crops) menurut harga konstant 2004-2006 dalam US Int $ tahun 1961-2010

Input dalam studi ini terdiri dari tiga input primer yakni masing-masing

input tenaga kerja, input modal dan input lahan. Data tenaga kerja yang digunakan adalah data mengenai jumlah populasi yang bekerja di sektor pertanian (total economically active population in Agriculture) yang dipublikasi oleh FAO dari tahun 1980-2010. Selanjutnya data faktor primer modal yang digunakan adalah persediaan modal bersih pertanian yang dijumlahkan dari persediaan modal bersih mesin-mesin pertanian (Mavhnery and equipment) dan persediaan modal bersih tanaman pertanian (plantation crops), publikasi FAO dari tahun 1975-2007. Nilai persediaan modal bersih tersebut kemudian ditransformasi menjadi nilai indeks dengan harga konstan 2005 =100. Sedangkan data lahan adalah mencakup lahan subur dan lahan tanaman permanen (Arable land and Permanent Crop) yang juga di publikasi oleh FAO selama kurun waktu 1961-2009. Adapun nilai rata-rata dari data output dan input yang digunakan untuk mengestimasi TFP pertanian untuk ASEAN-5 dan China disajikan pada Tabel 26 berikut.

Tabel 26. Rata-rata Nilai Produksi dan Pertumbuhan Nilai Produksi Tanaman Pertanian (Crops) ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010

Negara

Rata-rata Nilai Produksi Tanaman Pertanian (Crops), HK 2004-2006, US Int $ Juta

Rata-rata Pertumbuhan Nilai Produksi Tanaman Pertanian ( %) 61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10 China 105.554 212.316 299.251 166.555 3,81 4,15 3,07 3,71 ASEAN-5 35.964 66.285 89.948 53.153 3,74 2,53 3,50 3,44 Indonesia 15.662 31.247 43.299 24.496 3,81 2,39 4,61 3,68 Malaysia 3.669 6.915 10.057 5.635 4,58 2,92 3,20 3,96 Philippines 7.068 10.895 14.199 9.308 3,18 1,49 3,20 2,84 Singapura 13,9 1,1 2,7 9,1 (5,12) (5,18) 18,77 (0,25) Thailand 9.551 17.228 22.390 13.704 4,06 3,51 1,77 3,48 ASEAN 46.933 87.524 125.187 71.193 3,42 3,23 3,81 3,46

Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012

Secara umum gambaran rata-rata nilai produksi tanaman pertanian (crops)

setiap periode pada negara-negara ASEAN-5 secara agregat hanya kira-kira seper tiga dari rata-rata nilai tanaman pertanian China, selama periode 1961-1985, bahkan semakin kurang untuk periode berikutnya. Hal tersebut disebabkan karena nilai agregat dari tanaman pertanian China memiliki laju pertumbuhan nilai produksi yang lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhnan nilai produksi tanaman pertanian ASEAN-5 secara agregat. Secara rata-rata pertumbuhan tanaman pertanian China selama periode 1961-2010 tumbuh sekitar 3,71 persen dan pucak pertumbuhan nilai produksi tanaman pertanian China terjadi pada periode 1986-2000 dengan pertumbuhan sekitar 4,15 persen pertahun. Sementara ASEAN-5 secara agregat dalam periode 1961-2010 hanya tumbuh sekitar 3,44 persen per tahun, bahkan ketika pertumbuhan China mencapai puncaknya pertumbuhan tanaman pertanian ASEAN-5 justru berada pada titik terendah. Puncak pertumbuhan nilai produksi tanaman pertanian ASEAN-5 secara agregat dicapai pada periode 1961-1985.

Selanjutnya perbandingan nilai produksi tanaman pertanian dan pertumbuhannya diantara negara-negara ASEA-5 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki rata-rata nilai produksi tertinggi, kemudian diikuti oleh Thailand, sedangkan rata-rata nilai produksi terendah ditempati oleh Singapura dan Malaysia. Selama periode 1961-2010 rata-rat nilai produksi tanaman pertanian Indonesia mencapai sekitar US $ 24.496 juta atau kira-kira hampir separuh (46,1

persen) dari rata-rata nilai produksi tanaman pertanian ASEAN-5 secara agregat dalam periode yang sama. Rata-rata pertumbuhan nilai produksi tanaman pertanian Indonesia selama periode 1961-2010 tidak mengecewakan, yakni tumbuh rata-rata sekitar 3,68 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan nilai produksi tanaman pertanian Indonesia tersebut lebih tinggi dari rata-rata nilai pertumbuhan tanaman pertanian ASEAN-5 secara agregat, serta lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan tanaman pertanian ASEAN secara agregat, namun sedikit lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan tanaman pertanian China dan Malaysia dalam periode yang sama. Puncak pertumbuhan tanaman pertanian Indonesia terjadi pada periode 2001-2010 dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 4,61 persen, sedangkan titik terendah pertumbuhan tanaman pertanian Indonesia terjadi pada periode 1986-2000.

Pada Tabel 26 diatas juga terlihat bahwa titik terendah pertumbuhan tanaman pertanian di sebagian besar negara-negara ASEAN-5, kecuali Thailand, terjadi pada periode 1991-2010. Tekanan pertumbuhan tanaman pertanian yang dialami oleh negara-negara ASEAN-5 pada periode ini, diduga terkait gangguan iklim yang tidak bersahabat, ketika hempasan badai kering El Nino tahun 1997-1998 yang melanda sebagian wilayah ASEAN yang bersamaan waktunya dengan bencana krisis moneter di akhir tahun 1997 di kawasan ini. Bencana alam ini sudah barang tentu menurunkan produksi dan produktivitas pertanian sehingga pertumbuhan nilai produksinya juga terhempas ke titik terendah. Thailand adalah negara ASEAN-5 yang memiliki kinerja pertumbuhan tanaman pertanian yang sedikit berbeda dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya. Terlihat bahwa titk terendah dari prtumbuhan tanaman pertanian Thailand justru terjadi pada periode akhir (2001-2010).

Selanjutnya rata-rata nilai input primer yang digunakan untuk mengestimasi nilai TFP tanaman pertanian di masing-masing negara ASEAN-5 dan China, menunjukkan bahwa, China memang mendapat karunia limpahan sumberdaya yang melimpah untuk mendukung sektor pertanian, khususnya limpahan sumberdaya tenaga kerja dan sumberdaya alam (lahan). Secara rata-rata selama selama satu dekade terkahir (1961-2010) jumlah penduduk China yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 384,8 juta jiwa, jumlah tersebut jauh

melampaui jumlah tenaga kerja pertanian di ASEAN-5 secara agregat pada periode yang sama. Penduduk bekerja di sektor pertanian secara agregat di ASEAN-5 pada periode tersebut hanya sebanyak 64,1 juta jiwa atau hanya sekitar 1/6 dari jumlah penduduk China yang berkerja di sektor yang sama.

Selain limpahan tenaga kerja, China juga memiliki limpahan sumberdaya lahan yang sangat luas. Secara rata-rata luas lahan untuk tanaman pertanian di China selama periode 1961-2010 mencapai 117,1 juta Ha, sementara di ASEAN-5 secara agregat hanya sekitar 62,84 juta Ha atau sekitar separuh dari lahan pertanian China pada periode yang sama. Dari segi sumberdaya modal, sektor pertanian China juga didukung oleh modal yang cukup besar, dibandingkan di ASEAN-5 secara agregat. Selama periode 1961-2010, rata-rata nilai persediaan modal bersih tanaman pertanian China (modal bersih dari mesin-mesin pertanian dan tanaman pertanian) selama periode 1961-2010 senilai US $ 39,2 juta, sementara ASEAN-5 secara agregat hanya sekitar US $ 19,3 juta.

Selanjutnya perbandingan rata-rata nilai input primer untuk tanaman pertanian diantara negara-negara ASEAN-5 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki limpahan tenaga kerja dan sumberdaya lahan paling besar diantara negara-negara ASEAN-5, kemudian diikuti oleh Thailand. Rata-rata jumlah tenaga kerja pertanian di Indonesia selama periode 1961-2010 sekitar 54,83 persen dari total tenaga kerja ASEAN-5, sedangkan sumberdaya lahannya sekitar 48,14 persen dari lahan pertanian ASEAN-5 secara agregat.

Tabel. 27 Rata-rata Nilai dan Pertumbuhan Input Primer Tanaman Pertanian (Crops) ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010

No.

Negara Input Tenaga Kerja Pert (Ribu Jiwa)*

Persediaan Modal Bersih, HK 2005, (US $

Juta)**, a) Input Lahan Tan. Pert (Ribu Ha)***

61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10

A Rata Rata Nilai Input Primer

1 China 306.986 498.184 504.682 384.762 29.457 41.029 66.414 39.157 108.589 131.998 128.279 117.131 2 ASEAN-5 52.296 79.638 83.733 64.071 14.699 24.593 27.757 19.315 56.663 68.522 75.241 62.839 a Indonesia 26.977 45.654 49.031 35.135 1.820 8.736 9.746 4.725 26.953 31.164 38.809 30.253 b Malaysia 2.135 1.877 1.741 2.002 227 569 598 367 4.909 7.543 7.595 5.973 c Philippines 7.562 11.835 13.019 9.520 2.034 2.482 3.584 2.429 8.511 9.845 9.957 9.072 d Singapuraa) 24,0 4,8 2,5 15,9 32,6 64,5 64,9 45,5 9,0 1,5 1,1 5,9 e Thailand 15.598 20.268 19.941 17.398 10.605 13.115 13.793 11.726 16.367 19.968 18.888 17.589 3 ASEAN 81.760 125.892 136.549 101.635 41.066 87.858 101.785 62.165 76.549 90.705 100.919 84.384

B Pertumbuhan Input Primer (%)

1 China 5,12 0,45 (0,05) 3,11 2,29 2,02 6,10 2,83 0,81 0,06 (0,62) 0,35 2 ASEAN-5 3,75 0,73 0,13 2,40 1,37 2,91 0,71 1,61 1,26 0,21 0,99 0,99 a Indonesia 5,09 1,22 0,22 3,30 4,98 6,92 (0,07) 4,70 0,73 0,81 1,86 0,98 b Malaysia (0,71) (0,44) (1,36) (0,79) 2,88 3,28 (0,02) 2,47 1,95 0,92 (0,01) 1,34 c Philippines 3,62 1,36 0,78 2,58 0,34 1,54 4,69 1,45 1,26 (0,19) 0,62 0,83 d Singapura (6,34) (2,36) (1,50) (4,54) 17,31 0,45 0,02 10,34 (5,23) 3,38 (2,67) (2,95) e Thailand 2,66 (0,56) (0,40) 1,38 0,82 1,06 0,44 0,78 2,07 (0,79) (0,06) 1,06 3 ASEAN 3,58 1,04 0,59 2,45 2,23 3,93 0,91 2,29 1,00 0,41 1,09 0,90

Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012

Keterangan : * = Penduduk bekerja di sektor pertanian

** = Nilai bersih persediaan modal untuk mesin-mesin pertanian (Machinery & Equipment) dan tanaman pertanian (Plantation Crops) *** = Lahan tanaman pertanian (Arable land and permanent crops)

a) = Variabel Modal untuk Singapura menggunakan Jumlah Unit mesin-mesin pertanian (Tractors Agric and Harvesters-Threshers)

Pada Tabel 27 diatas juga terlihat bahwa pertumbuhan input tenaga kerja dan persediaan modal untuk tanaman pertanian di China secara rata-rata tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan input serupa di ASEAN-5 secara agregat. Selama periode 1961-2010. Selama periode tersebut tenaga kerja pertanian di China tumbuh sekitar 3,11 persen, sementara pertumbuhan tenaga kerja ASEAN-5 dalam periode yang sama hanya sekitar 2,40 persen per tahun. Puncak pertumbuhan tenaga kerja pertanian China terutama terjadi pada periode 1961-1985, sedangkan dalam periode 2001-2010 tenaga kerja pertanian China tumbuh secara negatif. Mirip dengan pola pertumbuhan tenaga kerja China, pertumbuhan tenaga kerja pertanian ASEAN-5 secara agregat juga paling tinggi pada periode awal dan terendah pada periode akhir (2001-2010).

Selanjutnya untuk input primer modal, tampaknya pertumbuhan modal pertanian di China mengalami perkembangan paling pesat pada periode 2001-2010, sementara pertumbuhan tertinggi modal pertanian di ASEAN-5 terjadi pada periode 1986-2000. Sedangkan untuk input lahan, pertumbuhan lahan tanaman pertanian di China mencapai puncaknya pada periode awal (1961-1985) demikian pula puncak pertumbuhan lahan ASEAN-5 secara agregat, akan tetapi lahan tanaman pertanian China pada periode 2000-2010 mengalami kemerosotan pertumbuhan, yakni secara rata tumbuh secara negatif sebesar -0,62 persen, sementara lahan tanaman pertanian ASEAN-5 sepanjang periode tumbuh secara positif yakni tumbuh sekitar 0,99 persen selama periode 1961-2010, sementara China dalam periode yang sama hanya tumbuh sekitar 0,35 persen per tahun.

Lebih lanjut, perbandingan pertumbuhan berbagai input primer diantara negara-negara ASEAN-5 memperlihatkan bahwa pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan modal tanaman pertanian Indonesia selama periode 1961-2010 memiliki pertumbuhan paling tinggi diantara negara-negara ASEAN-5. Puncak pertumbuhan tenaga kerja Indonesia terjadi pada periode 1961-1985 dengan pertumbuhan sekitar 5,09 persen per tahun, sedangkan untuk modal sepanjang periode pertumbuhan modal tanaman pertanian Indonnesia tumbuh diatas 4 persen per tahun, kecuali pada periode 2001-2010 tumbuh secara negatif. Sedangkan untuk sumberdaya lahan, tampaknya pertumbuhan lahan tanaman pertanian tertinggi diraih oleh Malaysia dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 1,34 persen

per tahun sementara Indonesia dalam periode yang sama hanya tumbuh sekitar 0,98 persen per tahun.

Limpahan tenaga kerja pertanian yang sangat besar di China, menyebabkan tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja pada usaha pertanian di China. Tingkat intensitas penggunaan tenaga kerja pertanian di China selama periode 1961-2010, secara rata-rata mencapai 3-4 orang lebih per hektar lahan, sementara untuk ASEAN-5 secara agregat intensitas penggunaan tenaga kerja pertanian hanya 1 orang per hektar. Di ASEAN-5 tercatat Singapura memiliki intensitas penggunaan tenaga kerja tertinggi yakni sekitar 2-3 orang per hektar. Tingginya intensitas penggunaan tenaga kerja pertanian Singapura, karena memang negara ini memiliki lahan pertanian yang sangat terbatas, kira-kira 1/5000 dari lahan pertanian Indonesia. Selain itu intesitas penggunaan tenaga kerja pertanian di Singapura juga terus mengalami penurunan dalam dua dekade terakhir. Pada periode 1991-200 intensitas penggunaan tenaga kerja di Singapura sebanyak 3,21 orang per hektar menurun pada periode berikutnya menjadi 2,36 orang per hektar. Setelah Singapura, Indonesia menempati urutan kedua dalam intensitas penggunaan tenaga kerja, yakni rata-rata 1,14 orang per hektar selama periode 1961-2010.

China, selain memiliki sumberdaya lahan yang sangat besar, kualitas lahan tanaman pertanian juga jauh lebih baik dibandingkan kondisi lahan pertanian di negara-negara ASEAN-5. Hal ini dibuktikan dengan tingginya proporsi lahan beririgasi di China. Sejak awal periode, proporsi lahan beririgasi dari total lahan tanaman pertanian di China mencapai diatas 40 persen, bahkan pada tahun 2009 lebih dari separuh lahan tanaman pertanian di China sudah dilengkapi sarana irigasi. Sementara di ASEAN-5 secara agregat, secara rata-rata pada periode akhir hanya sekitar 19,10 persen dari total lahan tanaman pertanian yang dilengkapi sarana irigasi. Untuk negara-negara ASEAN-5, tercatat bahwa Thailand memiliki proporsi lahan beririgasi paling tinggi yakni sekitar 32,70 persen pada periode 2000-2010. Sementara proporsi lahan beririgasi di Indonesia hanya sekitar 16,53 persen dari total lahan tanaman pertanian.

Tabel. 28. Intensitas Penggunaan Input Tanaman Pertanian (Crops) di ASEAN-5 dan China Tahun 1961-2010

Negara

Proporsi Lahan Irigasi Terhadap

Total Lahan Tanaman Pertanian (%) Jumlah TK Per Ha Jumlah Traktor /1000 Ha Penggunaan Pupuk (Kg/Ha)

61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10 61-85 86-00 01-10 61-10 China 44,19 39,77 48,43 44,12 2,79 3,78 3,95 3,22 4,20 6,68 10,92 5,91 91,89 249,74 368,03 178,19 ASEAN-5 14,15 16,90 19,10 15,67 0,91 1,16 1,11 1,00 1,51 9,59 10,17 4,77 30,16 84,96 100,23 54,84 Indonesia 14,93 15,10 16,53 15,28 0,99 1,47 1,25 1,14 1,40 11,82 10,82 5,27 32,82 80,29 88,01 53,36 Malaysia 6,00 4,77 4,81 5,51 0,45 0,25 0,23 0,36 1,47 5,33 5,70 3,06 67,56 154,49 192,31 109,42 Philippines 12,38 14,92 14,42 13,31 0,87 1,21 1,31 1,03 0,97 1,21 1,21 1,06 30,00 66,86 75,42 46,02 Thailand 16,03 25,41 32,70 21,15 0,95 1,02 1,06 0,98 1,97 11,93 15,37 6,51 15,53 75,13 101,39 44,05 ASEAN 13,97 18,41 21,24 16,28 1,05 1,39 1,35 1,18 1,42 10,36 11,81 5,17 27,17 81,86 97,21 51,74

Sumber : Diolah dari FAOSTAT, 2012

Pada Tabel 28 diatas juga terlihat bahwa, usaha-usaha pertanian di China selain labor intensive juga memiliki intensitas penggunaan alat-alat pertanian serta penggunaan sarana pupuk rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan ASEAN-5 secara agregat. Secara rata-rata usaha pertanian di China menggunakan traktor dan Harvester-Thresher sebanyak 5,91 unit per 1000 Ha selama periode 1961-2010, sementara di ASEAN-5 hanya sekitar 4,77 unit per 1000 Ha. Demikian pula dilihat dari penggunaan pupuk. Secara rata-rata penggunaan pupuk di China selama periode 1961-2010 mencapai 178,19 Kg per Hektar, sementara di ASEAN-5 hanya rata-rata 54,84 Kg per Hektar dalam periode yang sama. Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa, usaha pertanian di China selain lebih padat tenaga kerja, juga lebih padat modal dibandingkan usaha pertanian di ASEAN-5. Intensitas penggunaan alat-alat pertanian dan penggunaan pupuk di China, hanya kalah intensif dari Singgapore, dimana penggunaan alat pertanian di Singapura mencapai 25,57 unit per 1000 Ha dan penggunaan pupuknya rata-rata sekitar 2,4 ton per Ha.

6.1.1.2. Produktivitas dan Proporsi Biaya (cost share) Input Primer