• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Konsep Dayasaing dan Perdagangan Antarnegara

3.1.4. Teknis Pengukuran Dayasaing

Berdasarkan konsep dayasaing yang telah digambarakan pada bagian sebelumnya, menunjukkan bahwa secara teoritis, konsep dayasaing dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari sisi supply dan dari sisi demand. Dari sisi supply, konsep dayasaing ini merujuk pada tori keunggulan komparatif (comparative adventage).

Konsep ini menekankan pentingnya berspesialisasi pada komoditi yang memiliki efisiensi paling tinggi. Dimana efisiensi ini dapat diukur dari tingkat poduktivitasnya. Menurut Nicholson (1994), produktivitas dinyatakan sebagai sebuah ukuran efisiensi, yakni konsep teknis yang mengacu pada perbandingan

output terhadap input. Semakin besar nilai perbandingan tersebut menunjukkan semakin tingginya tingkat produktivitas, misalnya produktivitas tenaga kerja. Produktivitas mengacu pada kemampuan satu unit input untuk menghasilkan tingkat output tertentu pada periode waktu tertentu.

Peningkatan produktivitas dapat ditempuh antara lain melalui perubahan teknologi (technological change). Perubahan teknologi mencakup seluruh

perubahan teknik produksi yang ada. Untuk melihat perubahan teknologi dapat digunakan nilai tertentu dari produktivitas faktor total (total factor productivity,

TFP). Dengan kata lain, perubahan teknologi yang terjadi pada suatu sektor diukur dengan kenaikan produktivitas pada sektor tersebut. Nilai TFP dapat diperoleh dengan melakukan transformasi pada fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

1 H K L A Y ………. (3-1)

Di mana A menunjukkan parameter perubahan teknologi dari input yang digunakan. Dengan asumsi tingkat pengembalian konstan (constant return to

scale) dan fungsi produksi homogen berderajat satu, maka pengalian input yang digunakan dengan konstanta A akan menghasilkan tambahan output sebesar A. Dengan demikian, maka pengukuran dayasaing suatu komoditi, dari sisi supply

dapat didekati dari pengukuran TFP.

Selanjutnya pengukuran dayasaing dari sisi demand, dimana konsep dayasaing ini merujuk pada konsep keunggulan komparatif (Competitive adventage). Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengukur dayasaing komoditi berdasarkan pendekatan dari sisi permintaan. konsep pengukuran dayasaing dalam perdagangan global yang banyak digunakan oleh berbagai peneliti adalah model Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA). Indeks RCA adalah indikator yang bisa menunjukkan keunggulan komparatif atau dayasaing ekspor suatu negara di pasar global. Indeks RCA dihitung dengan formula sebagai berikut:

t k i ik W W X X RCA Indeks  ……….. (3-2)

Keterangan: Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i

Xi = nilai ekspor total (produk k dan lainnya) dari negara i Wk = nilai ekspor komoditas k di dunia

Wt = nilai ekspor total dunia

Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditis tersebut tergolong rendah, di

bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai indeks, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya.

Selain model RCA, para peneliti juga sering menggunakan model-model lain lain dalam menganalisis dayasaing komoditi suatu negara dalam persaingan global, diantaranya indeks pangsa pasar, indeks spesialisasi perdagangan (ISP), indeks komplementer perdagangan (IKP) dan lainnya. Indeks spesialisasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah komoditi yang dimiliki suatu negara cenderung dieskpor atau cenderung diimpor. Sedangkan indeks komplementer perdagangan dimaksudkan untuk melihat kecocokan antara struktur permintaan impor suatu negara (pasar) dengan sruktur ekspor dari negara tertentu. indeks spesialisasi perdagangan dirumuskan sebagai berikut.

XiMi

 

XiMi

 /

ISP ... (3-3) Keterangan: Xi = nilai ekspor komoditi i

Mi = nilai impor komoditi i

Nilai ISP berkisar antara -1 hingga +1, Jika nilai ISP -1 berarti negara tersbut hanya sebagai pengimpor komoditi i. Sedangkan ISP = +1 berarti negara tersebut hanya sebagai pengekspor komoditi i. Dengan kata lain nilai ISP yang semakin mendekati nilai +1 berarti komodit i di negara tersebut cenderung diekspor.

3.2. Distorsi Perdagangan Antarnegara dan Dampaknya Terhadap

Kesejahteraan

Sistem perdagangan dunia yang bebas dan terbuka mengisyaratkan perlunya menghilangkan segala bentuk intervensi pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan non-tarif lainnya, yang dapat mendistorsi pasar. Secara konsep, penghapusan berbagai hambatan perdagangan diyakini oleh banyak ekonom akan meningkatkan volume perdagangan (ekspor-impor) yang lebih besar. Dengan demikian akan meningkatkan nilai tambah sehingga dapat mendorong pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Akan tetapi perdagangan antarnegara tanpa hambatan belum seluruhnya bisa terwujud. Dengan alasan untuk kepentingan nasional, melindungi industri nasional yang strategis, melindungi produsen domestik kecil yang tidak berdayasaing, menyebabkan banyak negara masih menerapkan berbagai hambatan

perdagangan antarnegara seperti hambatan tarif, kuota maupun hambatan non tarif lainnya.

Analisis perubahan kesejahteraan masyarakat akibat perdagangan atau penerapan instrumen-instrumen liberalisasi perdagangan seperti halnya penghapusan hambatan tarif dan non-tarif dalam perdagangan internasional, dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan: pertama, melalui pendekatan keseimbangan parsial (partial equilibrium), dan kedua, melalui pendekatan keseimbangan umum (general equilibrium). Dampak kesejahteraan dari perdagangan internasional berdasarkan pendekatan keseimbangan parsial hanya mempertimbangkan pada satu pasar tertentu saja tanpa secara eksplisit memperhitungkan konsekuensi-konsekuaensi terhadap pasar-pasar barang lainnya. Sementara itu, analisis melalui pendekatan keseimbangan umum melihat pasar sebagai suatu sistem. Baik pendekatan keseimbangan parsial maupun pendekatan keseimbangan umum menganalisis kesejahteraan dengan konsep surplus konsumen (konsumen’s surplus) dan surplus produsen (produsen’s surplus)

Pada pendekatan keseimbangan umum, perubahan dalam suatu pasar akan berakibat perubahan pula di pasar lainnya. Sebagai contoh, ketika pemerintah negara A memberlakukan kebijakan tarif pada produk X1, maka harga barang X1 relatif lebih mahal dibandingkan produk X2 di pasar domestik. Kenaikan harga relatif ini mendorong produsen domestik untuk meningkatkan skala produksi X1 Peningkatan harga relatif tersebut juga mempengaruhi permintaan faktor produksi. Faktor produksi seperti tenaga kerja yang semula digunakan untuk menghasilkan X2, berpindah ke industri yang menghasilkan X1, sehngga menyebabkan menurunnya produksi X2. Dalam keseimbangan parsial kejadian di industri lain tidak terlihat, padahal dengan mengasumsikan perekonomian berada dalam keadaan tenaga kerja penuh (full employment), maka produksi X2 akan menurun.

Analisa keseimbangan umum tidak hanya melihat dampak perubahan suatu pasar ke pasar lainnya secara domestik, bahkan dapat melihat pengaruhnya terhadap pasar di negara lain. Sebagai contoh, ketika negara A mengenakan tarif impor, maka volume impor di negara tersebut juga menurun. Konsekuensinya,

negara lain yang menerima dampak penurunan impor negara A tersebut akan menurun penerimaannya sehingga kemampuan mengimpornya juga akan turun. Dampaknya adalah ekspor negara A akan mengalami penurunan juga. Tarif impor bisa menimbulkan berbagai dampak ekonomi.

Mengacu pada pembahasan Haryadi (2008) mengenai illustrasi dampak distorsi perdagagan internasional dengan menggunakan pendekatan keseimbangan umum direpresentasikan seperti pada Gambar 4. Model ini merangkum seluruh informasi mengenai aktivitas produksi, konsumsi, dan perdagangan antar dua negara yakni negara 1 dan negara 2, sehingga kedua negara dalam kondisi keseimbangan (equilibrium) menjadi satu diagram yang utuh. Titik E* pada gambar tersebut merupakan titik pusat penggabungan blok-blok produksi dari negara 1 dan 2 , dimana titik tersebu juga merupakan titik perpotongan kurva tawar-menawar antara kedua negara.

Untuk menyederhanakan analisis, ansumsi-asumsi yang dipergunakan dalam pembahasan ini adalah: (1) hanya ada dua negara di dunia, yaitu negara 1 dan negara 2 atau gabungan negara-negara lainnya (rest of world atau ROW), (2) hanya terdapat dua produk dalam perdagangan, (3) pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna, dan (4) perekonomian berada dalam kondisi tenaga kerja penuh atau tidak ada yang menganggur (full employment).

Setelah perdagangan berlangsung, negara 1 akan memproduksi 130X dan 20Y (titik E yang identik dengan titik E*). Negara tersebut akan mengkonsumsi 70X dan 80Y (juga ditunjukkan oleh titik E yang sama namun ditarik dari pusat sumbu atau 0), sedangkan 60X dan 60Y sisanya akan diperdagangkan dengan negara 2. Sementara itu negara 2 memproduksi 40X dan 120Y (titik E’ yang juga

identik dengan titik E*). Negara 2 mengkonsumsi 100X dan 60Y (juga

disimbolkan oleh titik E’ yang sama namun mengacu pada pusat sumbu atau 0),

sementara sisanya akan diperdagangkan dengan negara 1. Perdagangan internasional akan berada dalam kondisi equilibrium bila kedua negara saling mempertukarkan 60X dan 60Y berdasarkan harga relatif Pb=1 yang ditunjukkan oleh titik perpotongan antara kurva tawar menawar negara 1 dan negara 2 atau titik E*. Harga relatif komoditi dalam kondisi keseimbangan tersebut adalah PB=1.

Sumber: Salvatore (2000)

Gambar 5 Proses Terjadinya Perdagangan Antara Dua Negara.

Illustrasi pada gambar diatas menjelaskan bahwa keputusan-keputusan produsen dan konsumen di masing-masing negara serta transaksi perdagangan antara dua negara didasarkan harga relatif yang sama. Titik E yang terletak pada kurva indiferen III milik negara 1 itu mengukur tingkat konsumsinya dari pusat sumbu atau 0, sedangkan titik E yang sama pada blok produksi negara 1 mengukur besarya-kecilnya produksi dari titik E’.

Secara teoritis, sebagaimana pemikiran kaum klasik maupun neo-klasik, sistem perdagangan bebas antarnegara akan dapat menciptakan manfaat yang maksimal. Namun demikian, mekanisme pasar seringkali menemui jalan buntu sehingga kondisi ideal tersebut tidak selalu berjalan secara sempurna. Dengan berbagai alasan, seperti halnya untuk melindungi produsen domestik, sehingga pemerintah di banyak negara seringkali melahirkan berbagai bentuk intevesi pasar

60 80 140 60 80 100 120 20 40 20 40 60 20 E’ E* Y PB= PB’=1 X Negara 2 E 2 Negara 1 1 Y X 40 60 80 20 40 120 100 III’ III

dalam bentuk kebijakan, sehingga berakibat pada munculnya distorsi pasar. Beberapa bentuk intervensi yang sering ditemukan antara lain adalah berupa pemberlakuan tarif impor, pemberian subsidi ekspor, dan berbagai bentuk domestik support lainnya. Semua bentuk intervensi ini berdampak pada munculnya distorsi pasar. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pemberlakuan intervensi yang mendistorsi pasar tersebut.