• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Konsep Dayasaing dan Perdagangan Antarnegara

3.2.1. Pemberlakuan Tarif Impor

3.2.1.1. Tarif Impor Pada Kasus Negara Kecil

Kebijakan tarif perdagangan, seperti halnya tarif impor selama ini populer diberlakukan baik di negara besar maupun di negara kecil. Negara kecil yang dimaksud adalah negara yang tidak mampu mempengaruhi harga dunia, sedangkan negara besar adalah negara yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga dunia. Karena itu, sekalipun melakukan perubahan kebijakan perdagangan TOT dunia tidak berubah. Bagimana dampak penerapan tarif impor pada kasus negara kecil diilustrasikan seperti pada Gambar 6. Dengan mengasumsikan hanya ada dua komoditi misalkan makanan dan pakaian, negara A akan memaksimumkan kesejahteraannya dengan berproduksi pada titik dimana

rasio dari marginal cost (MC) domestiknya sama dengan rasio nilai tukar dunia. Negara tersebut akan melakukan perdagangan untuk mencapai kemungkinan kurva indiferen yang paling tinggi. Rasio harga dunia ditunjukkan oleh slop TT, produksi berada pada titik P1, dan konsumsi pada titik C1. TT bersinggungan dengan kurva indifferen i2, negara A mengekspor pakaian dan mengimpor makanan.

Sumber: Dunn Jr and Mutti. (2000)

Gambar 6 Dampak Tarif Pada Model Keseimbangan Umum Untuk Kasus Negara Kecil.

Berdasarkan pada illustrasi Gambar 6, diatas maka jika negara A menetapkan tarif pada impor makanannya, maka dampak pertamanya adalah meningkatnya harga domestik makanan. Akibatnya rasio nilai tukar domestik menjadi sama dengan slop DD, lebih landai dari TT, yang menunjukkan suatu harga relatif yang lebih tinggi untuk makanan. Harga makanan yang lebih tinggi menyebabkan perusahaan terdorong untuk meningkatkan produksi makanan dan akan mengurangi produksi pakaiannya. Titik produksi berpindah ke P2, dimana garis harga domestik (DD) merupakan tangen terhadap kurva kemungkinan produksi. P1 C2

Pakaian C

IC2 M ak an an IC1 C1 E D P2 F G T D E T 0

Dengan asumsi bahwa rasio harga dunia tetap tidak berubah, perdagangan internasional terjadi sepanjang garis P2C2 (garis yang sejajar dengan garis TT). Keseimbangan baru pada konsumsi dicapai ketika dua kondisi terpenuhi:

Pertama, garis harga domestik, EE, yang slopnya sama dengan tarif, bersinggungan dengan suatu kurva indiferen i1, Kedua, garis harga dunia, P2C2, memotong kurva indiferen komuniti pada titik tangennya dengan garis harga domestik, EE. Kedua kondisi ini terpenuhi pada titik C2 pada Gambar 6. Secara teknis, kondisi pertama menjamin bahwa MRS pada konsumsi adalah sama dengan rasio harga domestik yang dihadapi konsumen, sedangkan kondisi kedua memenuhi persyaratan bahwa rasio harga domestik berbeda dengan rasio harga dunia.

Terpenuhinya kondisi keseimbangan baru pada titik C2 mengisyaratkan bahwa, negara A terus mengekspor pakaian dan mengimpor makanan tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dari sebelumnya. Tarif telah mendorong produksi makanan dan mengurangi ketergantungan negara A terhadap makanan impor. Tarif juga telah mengurangi output domestik berupa ekspor pakaian dan mengurangi kesejahteraan sebagaimana diindikasikan oleh pergerakan kurva indifferent yang lebih rendah, dari i2 ke i1. Jadi, baik dengan menggunakan pendekatan keseimbangan umum maupun keseimbangan parsial, kebijakan tarif pada kasus negara kecil berdampak pada berkurangnya kesejahteraan nasional.

3.3. Model Dasar Analisa Komputasi Keseimbangan Umum

Sejak awal tahun 1980an Model Komputasi Keseimbangan Umum

(Computable General Equilibrium, CGE) telah semakin popular untuk menganalisis konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan makroekonomi dan alokasi sumberdaya di negara berkembangan dan juga di negara maju (Thissen, 1998). Thissen, (1998) juga mendefinisikan CGE sebagai fundamental keseimbangan umum makroekonomi yang menghubungkan antara pendapatan berbagai group, pola permintaan, neraca pembayaran dan struktur produksi multisektor. Dijelaskan pula bahwa model ini menggabungkan suatu set persamaan perilaku (behavioral equations) yang menggambarkan perilaku berbagai agen yang teridentifikasi dalam model dan kendala teknologi serta

institusi yang dihadapi agen tersebut. Model CGE berada dalam keseimbangan umum karena set harga dan kuantitas muncul, sehingga seluruh excess demand

dari komoditi dan jasa, dalam nominal maupun dalam kuantitas, adalah nol (zero).

Fondasi teoritis dari model ini adalah Hukum Walras, Hukum Walras mengatakan bila perekonomian terdapat n pasar, dan sebanyak n-1 pasar telah berada dalam keseimbangan, maka pasar ke-n niscaya telah mencapai keseimbangan. Dengan kata lain jika secara positive excess demand terjadi di salah satu pasar, maka negative excess demand akan terjadi di berbagai pasar lainnya. Dengan demikian Hukum Walras berimplikasi bahwa jumlah excess demand di seluruh pasar harus sama dengan nol. Menurut Hulu (1995) bahwa pada tahun 1950an, Arrow, Debreu, dan McKenzie berhasil membuktikan bahwa model keseimbangan umum (berdasarkan asumsi Walras) secara teoritis terbukti

“ada”, memiliki solusi tunggal dan stabil. Aplikasi secara numerik dan empiris dari model keseimbangan umum ini kemudian disebut model Computable General Equilibrium (CGE). Dalam analisa impiris beberapa analis menggunakan nama yang berbeda untuk model keseimbangan umum seperti, Transaction Value Model, Applied General Equilibrium (AGE), Computable General Equilibrium (CGE) dan SAM-based general equilibrium (Thissen, 1998). Dalam disertasi ini model keseimbangan umum ini, selanjutnya akan disebut sebagai Computable General Equilibrium (CGE) atau komputasi keseimbangan umum.

Penerapan model CGE dalam analisa empiris juga telah mengalami tahapan perkembangan yang pesat. Ahmed dan Donoghue (2007), Thssen, (1998) dan Hulu (1995) menguraikan tahapan perkembangan pemodelan CGE. Terdapat tiga main streams model CGE dalam literatur yang ada saat ini. Pertama, Model CGE yang diterapkan untuk negara maju (developed countries). Model ini mengikuti formulasi CGE yang dekembangkan oleh Johansen pada tahun 1960, yakni model CGE multisektor untuk perekonomian Norwegia. Model CGE ini disusun sebagai sebuah model linear simultan dan dari solusi model diperoleh harga dan kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi sebagai keseimbangan umum. Tipe ini kemudian dikembangkan dengan model ORANI/MONASH untuk perekonomian Australia serta dengan model dan data base Global Trade Analysis Project (GTAP). Model GTAP sekarang mencakup database dari lebih 100

negara dan sekarang banyak digunakan oleh peneliti di seluruh dunia yang fokus pada analisis perdagangan global, dan issu terkait. Database ini dapat diakses oleh publik dan secara teratur diperbaharui sesuai dengan data perdagangan bilateral terkini dan juga terus diperbaiki terkait dengan jumlah komoditas dan wilayahnya.

Main stream kedua juga fokus dalam menganalisis negara maju. Asal usul model ini berasal dari karya Harberger, Scarf, Shoven dan Whalley. Sekarang model ini disebut sebagai Applied General Equilibrium (AGE) model dan telah diterapkan pada perekonomian US dan negara-negara maju lainnya. Model ini merumuskan penyelesaian model keseimbangan umum dengan menggunakan

Fixed point theorem”

Main stream ketiga yang induknya bersumber dari model Adelman dan Robinson yang dikembangkan untuk perekonomian Korea (Adelman dan Robinson, 1978). Spesifikasi model ini telah disesuaikan untuk kasus negara-negara berkembang (middle and low income economies). Model CGE ini dirumuskan sebagai sebuah model simultan nonlinear, dan dari hasil penyelesaian

(nonlinier programming solution) diperoleh harga bayangan (shadow price) yang diinterpretasikan sebagai harga dalam kondisi keseimbangan umum. Lebih lanjut, dalam aliran ini terdapat dua sub-pendekatan. Pertama adalah berdasarkan metodologi neo-classical (Robinson, 1989), dan kedua menggunakan metodologi

Structuralist (Taylor, 1990). Perbedaan antara kedua sub-pendekatan tersebut terletak dalam spesifikasi persamaan keseimbangan pasar dan persamaan perilaku. Model CGE yang menerapkan tradisi neo-classical-strukturalis diuraian secara detail dalam Dervis et al. (1982) dan Lofgren et al. (2002).

Belakangan ini, sejalan dengan semakin meningkatnya integrasi ekonomi regional, baik di negara maju maupun di negara berkembangan, mendorong semakin banyaknya pemodelan CGE empiris yang menyajikan pengukuran dampak (implikasi) dari integrasi ekonomi (seperti halnya kerjasama perdagangan bebas regional). Penilaian tidak hanya mengenai dampak perdagangan agregat, produktivitas, dan dampak output dari integrasi ekonomi, tetapi juga mencakup dampak kesejahteraan (welfare), transfer, dan dampak mobilitas tenaga kerja, baik antar sektor maupun antarpekerja dengan skil berbeda. Demikian pula dalam menganalisis dampak liberalisasi terhadap perekonomian pedesaan.

Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa beragam variasi pemodelan CGE yang telah dikembangkan oleh para peneliti, dalam mengukur implikasi dari perubahan kebijakan dan atau external-shock terhadap sistem perekonomian, Kemampuan dari model CGE dalam menganalisis kompleksitas ekonomi untuk mengatasi kelemahan keseimbangan parsial, menjadi alasan utama penerapan model CGE dalam berbagai aspek (perdagangan, lingkungan dan energy), termasuk penerapannya dalam menganalisis implikasi ekonomi dari kebijakan integrasi ekonomi. Dalam upaya untuk menganalisis implikasi kebijakan integrasi ekonomi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap perekonomian negara-negara anggotanya, termasuk perekonomian Indonesia, disertasi ini, juga akan menggunakan pemodelan CGE sebagai alat analisis utama. Kerangka model CGE yang diterapkan menggunakan tradisi pemodelan yang dikembangkan oleh Robinson, (1989). Model ini adalah representatif dan telah digunakan secara luas untuk menganalisis issu-issu penyesuaian struktural (structural adjustment) di negara-negara berkembang. Berbagai sifat dari model ini dijelaskan secara detail dalam Dervis, et al (1982)

Terkait dengan penerapan CGE dalam mengukur implikasi integrasi ekonomi, Hakim (2004) menyebutkan bahwa model CGE dibangun untuk menunjukkan interaksi ekonomi antarpelaku dan sektor dalam ekonomi. Dengan memasukkan perubahan pada instrumen kebijakan seperti reduksi tarif impor dalam modelnya, maka model ini akan bergerak ke suatu keseimbangan ekonomi baru. Dengan demikian, peneliti dapat mengestimasikan penyimpangan hasil yang dikaji, relatif terhadap nilai dalam benchmark keseimbangan (benchmark equilibrium). Dengan kata lain, model CGE bekerja dengan menstimulasi interaksi beragam pelaku ekonomi (konsumen, produsen, dan pemerintah) di seluruh pasar. Perilaku optimasi dari individu pelaku ekonomi adalah asumsi dasar dari model CGE. Perilaku ini ditunjukkan dalam persamaan yang menjelaskan berbagai kondisi order pertama untuk maksimisasi profit dan utilitas. Robinson (1989) menjelaskan bahwa kerangka CGE memerlukan sprsifikasi lengkap baik pada sisi penawaran (supply side) maupun pada sisi permintaan (demand side) pada seluruh pasar, mencakup seluruh besaran nominal dalam aliran lingkar (circular flow) perekonomian. Sistem aliran lingkar

pendapatan yang tergambar dalam Social Accounting Matrix (SAM) merupakan kerangka data pada model CGE. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu model CGE didasari oleh empat komponen berikut. Pertama, menentukan aktor atau agen ekonomi yang dianalisis. Dalam model CGE sederhana, hanya terdapat dua aktor ekonomi, yaitu produsen dan rumah tangga. Tetapi, Umumnya model CGE menabahkan aktor ekonomi lainnya seperti pemerintah dan rest of the world

(tambahan institusi dalam kerangka SAM). Kedua, kita harus menspesifikasikan secara jelas asumsi yang mendasari perilaku aktor-aktor ekonomi yang disebutkan di atas. Sebagai contoh produsen biasanya diasumsikan akan memaksimisasi profit berdasarkan kendala teknologis. Sedangkan rumah tangga umumnya diasumsikan memaksimisaiskan utilitasnya berdasarkan kendala pendapatan.

Ketiga, para agen membuat keputusannya berdasarkan panduan signal harga yang mereka amati. Dalam model Walrasian, harga adalah satu-satunya signal yang memandu agen dalam mengambil keputusan. Keempat, kita harus

menspesifikasikan "aturan main” mengenai bagaimana agen-agen tersebut berinteraksi (struktur institusional dalam perkonomian). Sebagai contoh, mengasumsikan kompetisi sempurna (perfect competition) berimplikasi bahwa setiap agen adalah price taker dan harga adalah fleksibel (pasar bekerja secara sempurna). Namun, dalam pasar monopoli, keputusan agen terhadap penawaran adalah didasarkan pada informasi mengenai fungsi permintaan dari konsumen

(demenders).

Robinson (1989) menambahkan bahwa dengan menspesifikasikan agen ekonomi, perilaku agen dan kendala institusi yang mendasari agen berinteraksi, suatu model keseimbangan umum belum lengkap. Pemodel juga harus

menentukan “kondisi keseimbangan” yakni “sistem constraints” yang harus terpenuhi, tetapi kendala sistem ini tidak akan mempengaruhi berbagai agen dalam pengambilan keputusan. Issu penting lainnya terkait dengan membangun suatu model CGE yaitu numeraire dan hukum Walras. Dalam analisis CGE, level harga absolut tidak akan ditetapkan. Model ini hanya berhubungan dengan harga relatif. Ini mencerminkan fakta bahwa jika semua harga misalnya meningkat dalam proporsi yang sama tetapi harga relatif tidak berubah, maka hubungan riil dalam ekonomi tidak berubah. Sepsifikasi ini berhubungan dengan asumsi

homogenitas berderajat nol (homogeneity of degree zero) untuk fungsi penawaran dan fungsi permintaan. Numeraire adalah suatu barang atau barang agregat yang harganya ditetapkan sama dengan 1 dalam rangkan menentukan unit seluruh harga relative dalam sistem. Selanjutnya dalam model CGE, hukum Walras harus terpenuhi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Hukum Walras berimplikasi jumlah excess demand di seluruh pasar produk dan pasar faktor harus sama dengan nol.

Tabel 5 menyajikan suatu set persamaan model CGE untuk suatu perekonomian terbuka (open economy). Untuk tujuan penyederhanaan, model yang dispesifikasi memiliki satu sektor yang memproduksi satu komoditas tunggal (X). Komoditas yang diproduksi ini terdiri dari barang ekspor (E) dan barang untuk pasar domestik (D). Komoditas ini diproduksi tidak hanya menggunakan faktor primer saja (modal dan tenaga kerja) tetapi juga input antara (input antara). Hubungan fungsional ini (fungsi produksi) direpresentasikan pada persamaan (1). Dalam kasus ini, fungsi permintaan faktor untuk modal dan tenaga kerja direpresentasikan pada persamaan (11) dan (12). Jumlah faktor yang diminta tergantung pada tingkat rental dari modal, upah tenaga kerja, harga output agregat dan harga barang komposit.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, sektor produksi domestik menghadapi dua tipe pasar: pasar domestik dan ekspor. Oleh karenanya, komoditi X ditransformaiskan menjadi komoditi ekspor E dan komoditi yang dipasarkan domestik, D. Persamaan (2) merepresentasikan fungsi yang mentransformasikan

output ke kombinasi maksimum yang dapat di capai E dan D. Lazimnya, fungsi CET (Constant Elasticity of Transformation function) digunakan untuk menstransformasikan komoditas ke pasar ekspor dan domestik. Dalam model multisektor (multi-sector) komoditi ekspor E dan komoditi domestik D yang dihasilkan oleh sektor yang sama memiliki kualitas yang berbeda. Fungsi CET menggambarkan kombinasi tersebut, dimana memungkinkan untuk merubah komposisi produksi sektoral antara penjualan domestik dan ekspor. Menurut Hakim (2004) dalam model CGE multiwilayah (multi-region), fungsi CET dua level sering digunakan. Level pertama dari fungsi CET mentransformasikan komoditi yang dipasarkan domestik dan komoditi ekspor. Pada level kedua,

Fungsi CET digunakan untuk mentransformasikan komoditi ekspor menjadi berbagai tujuan ekspor. Harga dari komoditi komposit yang ditransformasi untuk E dan D ditunjukkan oleh persamaan (26). Harga masing-masing komoditi komposit ini diturunkan dengan menggunakan fungsi-biaya ganda (cost-function dual) dengan kondisi orde pertama (first-order conditions, FOC) berdasarkan persamaan (2).

Dari sisi permintaan, persamaan (3) menggambarkan suatu barang komposit (Q) yang dibutuhkan oleh konsumen domestik (rumah tangga, pemerintah dan sektor produksi). Barang komposit ini terdiri dari barang domestik yang dipasok oleh produsen domestik dan barang impor (M) yang dipasok oleh pasar luar negeri. Harga dari barang komposit ini ditunjukkan oleh persamaan (25). Harga masing-masing barang komposit ini diturunkan dengan menggunakan fungsi-biaya ganda (cost-function dual) dengan kondisi orde pertama (FOC)

berdasarkan persamaan (3). Peneliti seringkali mengasumsikan bahwa barang domestik yang dijual di pasar domestik bersubstitusi tidak sempurna dengan barang impor, suatu asumsi yang sering disebut sebagai asumsi Arminton. Asumsi Armington seringkali diterapkan dengan menggunakan fungsi CES (Constant Elasticity of Substitution) untuk menunjukkan substitusi tidak sempurna ini. Fungsi CES sangat berguna dalam literatur empiris untuk mengestimasi fungsi permintaan impor (Dervis, et al 1982). Dalam model CGE multi-region fungsi CES dua level juga lazim digunakan. Hertel, et al (1997) telah membahas berbagai prosedur terkait dengan penggunaan fungsi Armington.

Berdasarkan persamaan (2) dan (3) serta dengan asumi profit maksimisasi bagi produsen dan minimisasi biaya bagi konsumen (rumah tangga, pemerintah dan sektor produksi) akan menentukan level rasio ekspor dan impor terhadap barang domestik yang diperlukan. Untuk meminimisasi biaya konsumen domestik, maka level rasio impor yang diperlukan untuk permintaan domestik direpresentasikan pada persamaan (4) dan untuk memaksimisasi profit, level rasio ekspor yang diperlukan terhadap produksi domestik direpresentasikan pada persamaan (5). Kedua fungsi ini juga sekaligus merepresentasikan fungsi biaya relatif antara harga impor, harga ekspor dengan harga domestik. Seperti yang

dijelaskan sebelumnya bahwa harga-harga ini diturunkan menggunakan fungsi biaya ganda (cost-functions dual) dari persamaan (3) dan (2).

Total barang komposit yang diminta oleh konsumen domestik direpresentasikan pada persamaan (9), sedangkan permintaan turunan barang yang diproduksi secara domestik yang dibutuhkan oleh masing-masing agen ekonomi direpresentasikan pada persamaan (6), (7) dan (8). Sementara permintaan untuk faktor primer (tenaga kerja dan modal) direpresentasikan pada persamaan (11) dan (12). Dalam aliran nominal pendapatan tenaga kerja dan modal direpresentasikan pada persamaan (16) dan (17). Sedangkan pendapatan pemerintah merupakan penjumlahan pajak tak langsung yang ditarik dari pemilik tenaga kerja dan pemilik modal.

Tabel 5 Persamaan model CGE dalam ekonomi terbuka

Aliran Riil (real flows) Aliran Nominal (nominal flows)

(1) Produksi ( D, D, D)

K V L

X (16) Pendapatan TK, Y~LW.LS.(1TL)

(2) Transfomasi Ekspor X(E,DS) (17) Pendapatan Modal, K~K R.KS.(1TK)

(3) Permintaan Agregat QD(M,DD) (18) Pendapatan Pem.. Y~G TL.W.LSTK.R.K~S

(4) Permintaan Impor, M(Pm,Pd,DD) (19) Fungsi Konsumsi, C~(Y~L,Y~K)

(5) Penawaran Ekspor, E(Pe,Pd,DS) (20) Tabungan Privat, S~PY~LY~K C (6) Permintaan konsumsi, CD(Pq,C) (21) Impor Dollar, M~P$m.M

(7) Permintaan Investasi, ZD(Pq,Z) (22) Ekspor Dollar, E~P$e.E (8) Permintaan antara, VD(R,W,Pq,Px) Persamaan Harga (price Equation)

(9) Total QDCDZDVDGD (24) Harga Impor, Pmr.P$m (10) Penawaran TK, LS(W,Pq) (25) Harga Ekspor, Per.P$e

(11) Permintaan TK, LD(R,W,Pq,Px) (26) Harga Komposit, Pq(Pm,Pd)

(12) Permintaan Modal, KD(R,W,Pq,Px) (27) Harga Output, Px(Pe,Pd)

Kendala Sistem Nominal Kendala Sistem Riil

(Real sistem constraints) (Nominal sistem constraints)

(13) Pasar Barang, DDDS 0 (27) Tabungan-Investasi, S~P S~Gr.BZ~0 (14) Pasar TK, LDLS 0 (28) Neraca Pemerintah, ~G G. D~G0

S G P Y

(15) Pasar Modal, KDKS 0 (29) Neraca Perdagangan, M~E~B

(30) Numeraire, f3(Pd,Pm,Pe,W)P

Persamaan Identitas (Accounting Identities)

(31) Nilai Output = Nilai penjualan, PX.X Pe.EPd.DS

(32) Nilai barang komposit = Absorpsi, Pq.QD Pm.M Pd.DD

(33) Nilai Penjualan = Nilai input, PX.XW.LDR.KDPd.VD

(34) Permintaan Konsumsi = Pengeluaran, Pq.CDC

(35) Permintaan Investasi = Pengeluaran, Pq.ZDZ

Variabel Endogen Variabel Endogen, Lanjutan...

X = Output agregat M~ = Nilai impor dalam dollar

S

D = Penawaran output domestik E~ = Nilai ekspor D

D = Permintaan output domestik Pm = Impor dalam harga domestik

E = Ekspor Pe = Ekspor dalam harga domestik

M = Impor Px = Harga output agregat D

Q = Permintaan barang komposit Pd = Harga penjualan domestik D

V = Permintaan antara (intermediate) Pq = Harga barang komposit S

L = Penawaran tenaga kerja W = Upah tenaga kerja D

L = Permintaan tenaga kerja R = Tingkat biaya modal D

K = Permintaan modal r = Nilai tukar (kurs) D

C = Konsumsi real Y~G = Pendapatan pemerintah D

Z = Investasi real S~P = Tabungan swasta (private)

L

Y~

= Pendapatan nominal S~G = Tabungan pemerintah K

Y~

= Pendapatan modal C~ = Konsumsi nominal

B = Neraca Perdagangan Z~

= Investasi nominal

Catatan : Variabel dengan tanda “ ” di atas hurup (tilde) menunjukkan besaran nominal; Variabel dengan bar adalah eksogen; Supercriptsd, m, e, x dan q menunjukkan barang domestik, impor, ekspor, output dan barang komposit, masing-masing (D, M, E, X dan Q), Supercripts D dan S menunjukkan permintaan dan penawaran; Supercripts L dan K menunjukkan tenaga kerja dan modal; Supercripts P dan G adalah swasta dan pemerintah

Agar hukum walrasian dalam model CGE terpenuhi, maka kendala sistem

(sistem constrains) dan persamaan identitas dalam model harus terpenuhi. Kendala sistem seperti yang representasikan dalam persamaan (13) – (15), menggambarkan excess demand di seluruh pasar, baik pasar barang maupun pasar faktor adalah sama dengan nol. Dalam bentuk nominal, kendala sistem ini juga mencakup neraca perdagangan, neraca pemerintah, tabungan-investasi dan harga seperti yang direpresentasikan dalam persamaan (27) – (30). Selanjutnya persamaan identitas seperti direpresentasikan dalam persamaan (31) – (35). Robinson (1989) menjelaskan bahwa dengan asumsi homogenitas pada fungsi CET dan CES, maka peramaan identitas (31) dan (32) akan terpenuhi, sedangkan persamaan identitas lainnya menggambarkan kondisi kondisi profit nol dan menjamin nilai pembelian (permintaan) harus sama dengan pengeluaran dari

output dan input.