• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.

Dengan kondisi fisik lapangan yang terdiri dari perbukitan dan pegunungan (kawasan hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi terbatas), maka dengan luas APL yang kurang dari 10% dari total kawasan hutan, pembangunan berbasis penggunaan sumber daya lahan sangat terbatas bagi Kabupaten Malinau ke depan. Oleh karenanya pembangunan kehutanan di Kabupaten Malinau harus berfokus pada pemanfaatan sumber daya hutan dengan fungsi konservasi dan lindung tersebut di atas. Berdasarkan kondisi fisik kawasan hutan di atas, maka Kabupaten Malinau menyatakan sebagai salah satu Kabupaten Konservasi di Provinsi Kalimantan Timur dan bahkan di Kalimantan. Pernyataan ini membawa konsekuensi bahwa Kabupaten Malinau secara konsisten menjamin keberadaan kawasan konservasi dan lindung ke depan.

Sejalan dengan hal tersebut pada tanggal 6 Januari 2010, Kabupaten Malinau menjadi salah satu dari tiga Kabupaten terpilih (Berau, Kapuas Hulu, Malinau) yang secara resmi di-launching oleh Menteri Kehutanan sebagai Kabupaten Demonstration Activities (DA) REDD yang merupakan tindak lanjut kerjasama Pemerintahan Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federal Jerman dalam Program Forests and Climate Change (FORCLIME).

Pembangunan KPH di Kabupaten Malinau dengan demikian diharapkan dapat mengurangi degradasi dan deforestasi hutan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal, stabilisasi penyediaan hasil hutan terutama untuk kebutuhan lokal, mengembangkan tata pemerintahan yang baik dalam pengelolaan hutan, percepatan rehabilitasi dan reforestasi, serta dapat memfasilitasi akses pada pasar karbon.

Peluang Pembangunan Kelembagaan KPH

A.

Bagian ini memuat beberapa hal pokok yang dinilai dapat mempengaruhi ikhtiar untuk mengembangkan kelembagaan KPH sebagai bagian dari strategi implementasi REDD+ di Kabupaten Malinau yang meliputi aspek hukum dan kebijakan, aspek organisasi dan sumber daya, serta penganggaran.

Kerangka Hukum dan Kebijakan Pembangunan Kelembagaan KPH 1.

Kehadiran KPH dimaksudkan untuk melaksanakan pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi hutannya berdasarkan peraturan

perundangan-undangan. Pada tataran nasional, percepatan pembentukan KPH dilakukan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan. Inpres tersebut memerintahkan, antara lain kepada Menteri dan Kepala Daerah, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program:

Pro rakyat, yang difokuskan pada: a.

Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga 1.

Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan 2.

masyarakat

Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan 3.

usaha mikro dan kecil

Keadilan untuk semua (justice for all) b.

Program keadilan bagi anak 1.

Program keadilan bagi perempuan 2.

Program keadilan di bidang ketenagakerjaan 3.

Program keadilan di bidang bantuan hukum 4.

Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan 5.

Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan 6.

Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Deve-c.

lopment Goals - MDG’s).

Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan 1.

Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua 2.

Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan 3.

perempuan

Program penurunan angka kematian anak 4.

Program kesehatan ibu 5.

Program pengendalian HIV/AIDS, malaria dan penyakit 6.

menular lainnya

Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup 7.

Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pemban-8.

gunan Milenium

Selain itu, Pembentukan KPH terdapat dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals - MDG’s, khususnya angka 7 yaitu program penjaminan kelestarian lingkungan hidup. Dalam program tersebut terdapat sub program Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan. Keluaran

yang diharapkan adalah pembentukan KPHP Model, KPHL Model dan KPHK Model, di mana pada tahun 2010 ditargetkan dibentuk 48 KPH Model dan pada tahun 2011 dibentuk 60 KPH Model.

Pada aras provinsi, pembentukan KPH di wilayah Kalimantan Timur terlihat dalam Surat Gubernur Kalimantan Timur No. 521/7482/ ek tentang Usulan Penetapan KPHL dan KPHP Provinsi Kalimantan Timur tertanggal 15 Agustus 2011. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa berdasarkan hasil pembahasan dengan Kabupaten dan Kota se-Kalimantan Timur telah disepakati sebanyak 34 Unit KPH (4 Unit KPHL dan 30 Unit KPHP) dengan luas areal 12.562.060 ha yang akan diusulkan untuk mendapatkan penetapan Menteri Kehutanan. Dari 34 unit tersebut, 5 di antaranya terdapat di Kabupaten Malinau, yaitu:

No Unit Luas Jenis KPH

1. II 345.973 KPHP

2. X 677.167 KPHP

3. XI 642.493 KPHP

4. XX 537.931 KPHP

5. XXI 468.117 KPHP

Secara garis besar, pada tingkat daerah, dukungan bagi pembangunan KPH dari aspek kebijakan dapat dilacak dalam beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau, antara lain:

Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 5 Tahun 2007 a.

Tentang Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hutan Lindung di Kabupaten Malinau.

Dalam Pasal 2 dikemukakan bahwa maksud dari pengelolaan kawasan hutan lindung adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan dan lestari. Adapun tujuan pengelolaan kawasan hutan lindung adalah:

Memelihara dan meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, 1.

air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa

Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe 2.

ekosistem dan keunikan alam

Menjamin keberadaan hutan untuk seluruh kawasan yang 3.

ditetapkan

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar 4.

Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) 5.

Mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap 6.

pemanasan global dan

Menjamin pemanfaatan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan 7.

lestari.

Lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat (2) diuraikan bahwa pemanfaatan kawasan hutan lindung Kabupaten Malinau dapat berupa: pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang sesuai dengan fungsi kawasan hutan.

Peluang pembentukan kelembagaan pengelolaan hutan lindung dapat ditemukan dalam Pasal 17 ayat (4) yang menyatakan bahwa dalam rangka penguatan pendanaan dan pengembangan program pengelolaan jangka panjang Bupati membentuk lembaga yang khusus membidangi pengelolaan tersebut. Selain itu, juga terdapat beberapa ketentuan yang mencerminkan kebutuhan akan adanya kelembagaan pengelolaan hutan misalnya: tata cara pembuatan peta tata batas kawasan hutan (Pasal 7), penyelenggaraan rehabilitasi (Pasal 11), tata cara pemberian izin (Pasal 16), dan pengawasan dan pengendalian (Pasal 18-19). Meskipun pasal-pasal tersebut berbicara mengenai pendelegasian kewenangan kepada Bupati untuk membuat peraturan pelaksanaannya, akan tetapi pada tahapan implementasi hal tersebut membutuhkan dukungan kelembagaan.

Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 1 Tahun 2008 tentang b.

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Malinau.