• Tidak ada hasil yang ditemukan

1000 ha.47

Dalam konferensi pers pada 13 Januari 2014, Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, mengatakan:

“Keberhasilan memenangkan gugatan perkara pembakaran lahan ini merupakan pembelajaran yang baik bagi kami bahwa prinsip “polluter pay principle” dapat berlaku. Pembayaran ganti rugi material dan pemulihan lingkungan sebesar lebih dari Rp. 300.000.000,- dapat menjadi efek jera bagi perusahaan perusak lingkungan lainnya….”48

Meskipun tidak secara eksplisit menyebut gugatan ini sebagai bagian dari aksi implementasi persiapan REDD, Menteri Lingkungan Hidup telah menghubungkan antara agenda REDD dengan penegakan hukum. Peran UKP4 yang menjadi sekretariat proses perancangan STRANAS juga sangat signifikan, terutama dalam hal pemantauan aktivitas PT Kalista Alam yang melanggar UU Lingkungan Hidup. UU ini merupakan salah satu rujukan hukum STRANAS REDD+.

Pendanaan dan Tanggung Jawab

11.

Di tingkat internasional, posisi Indonesia sudah sedikit lebih maju dari konsentrasi pendanaan berbasis pasar. Indonesia sudah menagih komitmen pendanaan publik negara-negara maju. Pada tahun 2012, dalam perundingan di Doha, beberapa agenda pendanaan yang diusulkan indonesia antara lain:49

Kombinasi antara mekanisme dan pendekatan pasar maupun non 1.

pasar termasuk investasi kehutanan di semua jenis hutan, yang bisa berasal dari berbagai macam sumber pendanaan, publik dan privat, bilateral dan multilateral, termasuk sumber-sumber alternatif yang seharusnya dapat digunakan untuk implementasi penuh dari tindakan berbasis hasil, yang komplementer terhadap tindakan REDD.

47. MenLH Menangkan Gugatan Kasus Kebakaran Lahan di Rawa Tripa-Aceh ,lihat http://www.menlh.go.id/menlh-menangkan-gugatan-kasus-kebakaran-lahan-di-rawa-tripa-aceh/#sthash.IPKro1nR.dpuf, dilihat pada 20 Januari 2014

48. MenLH Menangkan gugatan kasus kebakaran lahan di rawa Tripa-Aceh, op cit 49. Views of the Government of the Republic of Indonesia on Modalities and procedures

for financing results-based actions and considering activities related to decision 1/ CP.16, paragraphs 68–70 and 72, FCCC/AWGLCA/2012/MISC.3

Mempertimbangkan fase-fase implementasi REDD+ dan kompleksitas 2.

isu yang bakal diatasi, dukungan yang tidak berbasis pasar terhadap upaya-upaya yang sedang berlangsung seharusnya tetap berlanjut setelah 2012 dan investasi kehutanan di semua jenis hutan seharusnya dipromosikan untuk memampukan negara-negara berkembang memasuki tahap implementasi penuh dan untuk mengatasi isu-isu yang disebutkan dalam paragraf 72 dan safeguards dalam Annex 1 Keputusan 1/COP 16.

Pendanaan terhadap implementasi penuh tindakan REDD+ yang 3.

berbasis hasil seharusnya menjadi bagian dari komitmen negara-negara maju untuk secara bersama-sama memobilisasi pendanaan sebesar 100 milyar US$ per tahun pada 2020. Hal ini seharusnya dioperasikan melalui modalitas yang spesifik, aturan dan prosedur untuk mengakses pendanaan dan mempertimbangkan keputusan-keputusan yang relevan terkait modalitas.

Secara nasional, pendanaan iklim sudah mulai dinikmati oleh beberapa kementerian. Hingga 2011, tercatat beberapa komitmen pendanaan yang sudah diutarakan beberapa negara maupun lembaga keuangan internasional. Dana iklim yang telah ada maupun menjadi komitmen berbagai pihak tercatat 4.45 milyar US$. Dari jumlah ini, 2.94 milyar US$ merupakan pinjaman, 1.44 milyar US$ adalah hibah dan asistensi teknis, 3.48 milyar US$ adalah bantuan kerja sama bilateral dan 913 juta US$ merupakan asistensi multilateral (Peskett dan Brown, 2011).

Ke depan, masih ada komitmen yang belum terwujud. Misalnya, Indonesia Green Investment Fund (IGIF), the US Millennium Challenge Corporation (MCC) yang berjanji akan menyediakan 700 juta US$ untuk mendukung REDD di Indonesia dan DFID yang sudah mengumumkan komitmennya sebesar 80 juta US$ dalam mendukung isu perubahan iklim (lihat Tabel 1.6).

Tabel 1.6: Pendanaan Iklim di Indonesia

Sumber Jumlah (juta USD $) Periode Pendanaan Tipe Pendanaan

AFD 800 2008 – 2010 Pinjaman lunak

World Bank 400 2010 – 2012 Pinjaman IBRD

World Bank 400 Belum diketahui Pinjaman lunak

AusAID 2 2008 – 2012 Hibah

AusAID/IFCI 75.9 2007 – 2012 Hibah

JICA 1000 2008 – 2010 Pinjaman lunak

JICA 16.5 2009 – 2014 Campuran hibah dan

pinjaman

USAID 136 2010 – 2012 Hibah

Norway 1000 2010 – 2016 Hibah

DFID 2.4 Belum diketahui Bantuan teknis

DFID 17.9 2010 – 2011 Hibah UN-REDD 5.6 2010 Hibah FCPF 3.6 2010 – 2012 Hibah FIP 80 2010 – 2012 Hibah Germany (KFW) 68 2010 – 2015 Hibah Germany (GTZ6) 10 2010 – 2015 Bantuan teknis

Germany (KFW) 332 2011 – 2017 Pinjaman lunak

Germany (KFW) 2 Belum diketahui Bantuan teknis

Germany (ICI) 15.35 2008 – 2011 Hibah

GEF 4 Belum diketahui Hibah

European Union 23.7 2007 – 2014 Hibah

Total $4.4 bn

Sumber: Peskett dan Brown, 2011

Meski demikian, pendanaan REDD belum secara matang mengaitkan antara beban dan tanggung jawab. STRANAS REDD tidak sepenuhnya tegas dalam konsep tanggung jawab dan beban dari pelaku pelepasan emisi. Di tingkat internasional, Indonesia memang mulai serius memikirkan peran sektor swasta dalam mencapai tindakan REDD berbasis hasil.50 Namun hingga saat ini, belum jelas target yang akan diraih dari sektor swasta terutama para pelaku yang diidentifikasi sebagai pelepas emisi. Karena itu, di samping komitmen publik beberapa negara di atas, sektor swasta terutama pelaku pelepasan emisi di Indonesia sama sekali belum tersentuh. Steni (2013) mencatat setidaknya, ada empat persoalan utama STRANAS. Pertama, watak STRANAS apolitis terhadap sumber pendanaan. STRANAS sama sekali tidak mempertimbangkan implikasi sumber pendanaan berbasis pasar terhadap kedaulatan sumber alam Indonesia. Berbagai laporan menunjukkan dengan gamblang bahwa pasar tanpa kendali telah merongrong

hak warga negara Indonesia terhadap kekayaan alamnya (Paasch, Garbers dan Hirsch, 2007, Eppler, 2009, Boras dan Franco, 2010 FPP, PUSAKA dan Jasoil, Oktober 2011). Namun, STRANAS bergeming dan tampil netral terhadap pasar karbon.

Kedua, STRANAS tidak tegas terhadap pemicu deforestasi yang dimotori kebijakan. Misalnya, STRANAS tidak secara tajam mengupas politik hukum sumber daya alam yang berorientasi eksploitasi. Akibatnya, target perubahan yang ditawarkan STRANAS tidak langsung menusuk ke inti persoalan, yakni batasan atas konsep pertumbuhan ekonomi, nasional maupun daerah.

Ketiga, STRANAS tidak menjangkau dan menyediakan tawaran solusi terhadap dampak dari kegiatan-kegiatan percontohan REDD+ maupun kegiatan lainnya yang sedang berlangsung dengan mengatasnamakan dampak perubahan iklim. Misalnya, pembukaan lahan besar-besaran untuk mencetak pertanian baru merupakan salah satu agenda Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan menggunakan isu perubahan iklim sebagai alasan pembenar (MP3EI, 2011: 20, 23).

Keempat, STRANAS belum secara jelas memberikan solusi apabila ada dampak yang ditimbulkan oleh REDD terhadap tenure komunitas maupun hak lainnya.

REDD di Tingkat Provinsi