• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Pembahasan

4.2.2 Pembahasan Terhadap Hipotesis

4.2.2.2 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games

Hipotesis II pada penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V SD. Siswa kelas V SD pada umumnya berusia 11 sampai 12 tahun. Berdasarkan teori perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa kelas V termasuk dalam tahap oprasional konkret. Pada tahap ini, anak sudah dapat memandang dunia secara objektif, mulai berpikir secara operasional,

113 menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, serta mempergunakan hubungan sebab akibat dapat memahami suatu konsep (Suprano, 2001: 69). Dengan demikian pembelajaran akan efektif jika siswa belajar melalui hal-hal yang konkret. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori konstruktivisme Vygotsky, yang menyatakan bahwa dismensi sosial merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran. Untuk mengoptimalkan suatu pembelajaran perlu adanya perancah (scaffolding). Scaffolding dapat dilakukan dengan melibatkan aktivitas sosial atau kelompok sehingga mampu memberikan rangsangan sosial bagi anak yang dapat memungkinkan terjadinya perkembangan (Salkind, 2009: 381). Pembelajaran tipe Teams Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai scaffolding. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan meregulasi diri.

Untuk mengukur kemampuan meregulasi diri digunakan instrumen yang sama pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Instrumen ini juga sama pada saat pretest, posttest I dan posttest II yaitu nomor soal 6a, 6b, dan 6c. Hasil sebaran data untuk kemampuan meregulasi diri kelompok kontrol yang menggunakan model ceramah mengalami peningkatan dari pretest ke posttest I. Soal nomor 6a membahas tentang refleksi diri: merefleksikan cara berpikirnya sendiri. Pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai pretest siswa paling banyak mendapat nilai 2 sebanyak 10 siswa dan saat posttest I tidak mengalami penurunan. Siswa paling banyak mendapat nilai 2 yaitu sebanyak 10 siswa. Sedangkan pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai pretest siswa paling banyak mendapat nilai 2 sebanyak 13 siswa dan saat posttest I mengalami penurunan sebanyak 10 siswa. Siswa paling banyak mendapat nilai 2 yaitu sebanyak 10 siswa.

Soal nomor 6b membahas tentang refleksi diri: menilai kekeliruan cara berpikir. Pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai pretest siswa paling banyak mendapat nilai 1 sebanyak 11 siswa dan saat posttest I mengalami penurunan sebanyak 10 siswa. Siswa paling banyak mendapat nilai 1 dan 2 yaitu

114 sebanyak 10 siswa. Sedangkan pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai

pretest siswa paling banyak mendapat nilai 2 sebanyak 11 siswa dan saat posttest I mengalami penurunan sebanyak 6 siswa. Siswa paling banyak mendapat nilai 3 yaitu sebanyak 9 siswa.

Soal nomor 6c membahas tentang koreksi diri: memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya. Pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai pretest siswa paling banyak mendapat nilai 1 dan 2 sebanyak 10 siswa dan saat posttest I mengalami penurunan sebanyak 2 siswa. Siswa paling banyak mendapat nilai 2 yaitu sebanyak 10 siswa. Sedangkan pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai

pretest siswa paling banyak mendapat nilai 1 sebanyak 9 siswa dan saat posttest I

mengalami penurunan sebanyak 0 siswa. Siswa paling banyak mendapat nilai 4 yaitu sebanyak 8 siswa.

Pada uji perbedaan kemampuan awal, siswa pada kelompok eksperimen memiliki nilai yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini dapat dilihat dari rerata pretest kelompok eksperimen sebesar 1,9043 dan kelompok kontrol sebesar 1,7295. Perbedaan rerata pretest tidak signifikan dengan harga p sebesar 0,211 (p < 0,05) artinya artinya Hnull diterima dan Hi ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rerata pretest kelompok kontrol dengan rerata pretest kelompok eksperimen atau dengan kata lain kedua sampel memiliki kemampuan awal yang sama karena harga p > 0,05. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ancaman terhadap validitas internal dapat dikendalikan dengan baik.

Setelah dilakukan treatment, hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan meregulasi diri. Hal tersebut dapat dilihat dari harga p sebesar 0,010 (p < 0,05) artinya Hnull ditolak dan Hi

diterima. Hasil analisis tersebut menggarisbawahi bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament berpengaruhterhadap kemampuan meregulasi diri. Model pembelajaran TGT memberikan pengaruh sebesar 15,4 % terhadap kemampuan mengeksplanasi. Sedangkan 84,6% sisanya merupakan pengaruh variabel lain diluar variabel yang diteliti. Variabel lain

115 tersebut misalnya intelegensi, motivasi, kesehatan tubuh, lingkungan kelas, atau latar belakang siswa (Kasmadi & Sunariah, 2013: 151).

Hasil temuan penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Novianti, I Ketut dan Gede (2017) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) berbantuan media question card berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPS. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Ismah & Ernawati (2018) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP N 3 Kasihan ditinjau dari kerjasama siswa. Widayanti dan Slameto (2016) juga meneliti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penerapan metode pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) berbantuan permainan dadu dengan metode pembelajaran diskusi terhadap pencapaian hasil belajar. Meskipun demikian, penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournament

(TGT).

Perbandingan rerata selisih skor pretest ke posttest I terhadap kemampuan mengeksplanasi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.8. Pada gambar tersebut terlihat selisih skor pretest ke posttest I

pada kelompok eksperimen lebih besar daripada selisih pretest ke posttest I

kelompok kontrol. Kedua kelompok sama-sama mengalami peningkatan yang signifikan pada kemampuan mengeksplanasi antara rerata skor pretest ke posttest I. Kelompok eksperimen mengalami peningkatan 57% dengan harga p sebesar 0,010 (p < 0,05). Sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan 35% dengan harga p sebesar 0,010 (p < 0,05). Pada uji besar efek peningkatan skor

pretest ke posttest I menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok eskperimen sama-sama mengalami peningkatan. Skor kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 54,5% dengan kategori besar. Skor kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 78,6% dengan kategori besar. Berdasarkan hasil tersebut skor kelompok eksperimen meningkat lebih tinggi daripada kelompok eksperimen. Pada uji kolerasi skor, kedua kelompok memiliki kolerasi yang positif dan tidak signifikan terhadap kemampuan mengeksplanasi.

116 Positif memiliki arti bahwa siswa yang mendapat skor tinggi pada pretest akan mendapat skor tinggi pula pada posttest I dan sebaliknya. Tidak signifikan berarti bahwa hasil temuan tidak dapat digeralisasikan untuk populasi.

Setelah lebih dari seminggu mengerjakan soal posttest I, kedua kelompok mengerjakan posttest II dengan tujuan untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memiliki efek yang sama setelah beberapa waktu. Hasil uji retensi pengaruh perlakuan menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan eksperimen mengalami penurunan yang signifikan dari posttest I ke posttest II. Kelompok kontrol mengalami penurunan sebesar 14,97%. Kelompok eksperimen mengalami penurunan sebesar 10,08%.

Kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen berbeda. Pada kelompok kontrol kegiatan pembelajaran menggunakan model ceramah sedangkan pada kelompok eksperimen menggunakan model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Siswa pada kelompok kontrol menerima pembelajaran melalui penjelasan guru mitra. Siswa pada kelompok eksperimen lebih aktif dalam menerima pembelajaran di kelas. Rerata skor

posttest I pada kelompok eksperimen lebih besar daripada rerata skor posttest I

pada kelompok kontrol. Siswa pada kelompok eksperimen dapat mengembangkan kemampuan meregulasi diri dalam indikator refleksi diri: merefleksikan cara berpikirnya sendiri, memverfikasi hasil, aplikasi, dan pelaksanaan kegiatan berpikir, refleksi diri : menilai apakah ada kekeliruan dalam cara berpikir sendiri, koreksi diri : memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya.