• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori yang Mendukung

2.1.1.1 Perkembangan Anak

Manusia pada umumnya mengalami perkembangan. Perkembangan adalah pola pergerakan atau perubahan yang dimulai sejak masa pembuahan dan terus berlangsung selama masa hidup manusia. Pola tersebut bersifat kompleks karena merupakan hasil dari proses biologis, kognitif dan sosioemosi. Proses biologis menghasilkan perubahan yang berkaitan dengan sifat dasar fisik individu. Gen-gen yang diwariskan orang tua, perkembangan otak, tinggi dan berat badan mencerminkan pengaruh dari proses biologis terhadap perkembangan. Proses kognitif merujuk pada perubahan pemikiran, inteligensi dan bahasa dari individu. Sedangkan proses sosioemosi merupakan perubahan dalam relasi individu dengan

10 orang lain, perubahan emosi, dan perubahan kepribadian. Proses biologis, kognitif dan sosioemosi saling terkait dan membentuk suatu jalinan (Santrock, 2012: 16). Setiap anak mengalami perkembangan. Dalam hidupnya anak akan mengalami perkembangan yang dialami setiap anak secara berbeda-beda. Salah satu teori yang membahas mengenai perkembangan khusunya perkembangan kognitif anak adalah Piaget. Tokoh lain yang membahas perkembangan anak berdasarkan sosiohistorisnya adalah Vygotsky.

1. Teori perkembangan kognitif

Jean Piaget (1896-1980) lahir di Neuchatel, Swiss. Ayahnya seorang sejarawan spesialisai sejarah abad pertengahan (Crain, 2007: 167). Sejak kecil Piaget sangat tertarik pada alam. Ia gemar mengamati burung-burung, ikan-ikan, dan hewan lainnya. Itu sebabnya, ia sangat tertarik pada pelajaran biologi. Pada usia 10 tahun, ia sudah menerbitkan artikel tentang burung albino dalam majalah Ilmu Pengetahuan Alam. Pada 1916, Piaget menyelesaikan pendidikan sarjana bidang biologi di Universitas Neuchatel. Selang dua tahun, ia menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar doktor filsafat. Usai menempuh pendidikan, ia memutuskan untuk mendalami psikologi.

Pada 1920 Piaget bekerja bersama Dr. Theophile Simon di Laboratorium Binet, Paris dengan tugas mengembangkan tes penalaran. Dari pengalamannya itu, Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak yang lebih dewasa berbeda dengan anak yang lebih muda. Dengan kata lain cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Hal tersebut memacu Piaget untuk meneliti kedua anaknya. Hasilnya, Piaget mengelompokkan perkembangan kognitif menjadi empat tahap yaitu, tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal (Suparno, 2001: 11). Selain mengelompokkan perkembangan kognitif menjadi empat tahap, Piaget juga menekankan bahwa perkembangan kognitif anak mengalami skema, asimilasi, akomodasi, ekuilibrium, dan disekuilibrium.

Skema adalah pola hubungan tindakan dan perilaku yang dapat digeneralisasikan dan digunakan oleh anak dalam situasi yang berbeda-beda (Meggit, 2013: 223). Setelah itu, asimilasi ialah penyatuan (pengintegrasian) informasi, persepsi, konsep, dan pengalaman baru ke dalam yang sudah ada dalam

11 benak seseorang (Sanjaya, 2010: 132). Dalam proses asimilasi anak menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya (Wilis, 2011: 135).Setelah mengalami proses asimilasi, anak mengalami proses akomodasi. Akomodasi ialah individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang diterima dari lingkungannya (Surya, 2003: 56). Sebagai proses penyesuaian atau penyusunan kembali skema ke dalam situasi yang baru (Yatim, 2009: 123).

Proses penyerapan ini saling berkaitan. Sebagai contoh ketika seorang anak belum mengetahui atau mengenal api, suatu hari anak merasa sakit karena terkena percikan api, maka berdasarkan pengalamannya terbentuk struktur penyesuaian skema pada struktur kognitif anak tentang “api” bahwa api adalah sesuatu yang

membahayakan oleh karena itu harus dihindari, ini dinamakan adaptasi. Dengan demikian, ketika ia melihat api, secara refleks ia akan menghindar. Semakin anak dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya memasak memakai api, ketika anak melihat bapaknya merokok menggunakan api, maka skema yang telah terbentuk semakin sempurna, bahwa api bukan harus dihindari tetapi dapat dimanfaatkan. Proses penyesuaian skema tentang api yang dilakukan oleh anak itu dinamakan asimilasi. Semakin anak dewasa, pengalaman itu semakin bertambah pula. Ketika anak melihat bahwa pabrik-pabrik memerlukan api, setiap kendaraan memerlukan api, dan lain sebagainya, maka terbentuklah skema baru tentang api. Bahwa api bukan harus dihindari dan juga bukan hanya sekedar dapat dimanfaatkan, akan tetapi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Proses penyempurnaan skema itu dinamakan proses akomodasi (Sanjaya, 2010: 132).

Setelah penyempurnaan skema tersebut anak mengalami yang dinamakan ekuilibrasi. Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequlibrium). Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat (Jarvis, 2011: 143). Jika pengaturan sendiri sudah dimiliki anak, ia mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan equilibrium. Ketika anak menghadapi

12 situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pengaturan diri yang sudah ada, anak mengalami sensasi disequlibrium yang tidak menyenangkan. Secara naluriah, kita disarankan untuk memperoleh pemahaman tentang dunia dan menghindari disequlibrium (Jarvis, 2011: 142). Berikut merupakan bagan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget :

(Sumber : https://www.slideshare.net/satyayoga96/belajar-dan-pembelajaran-kognitif-dan-konstruktivisme-59658784)

Gambar 2. 1Bagan Tahapan Perkembangan Kognitif

Piaget menemukan bahwa anak-anak melewati tahapan-tahapan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Piaget membedakan perkembangan kognitif menjadi empat tahap yaitu, tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Anak-anak selalu melewati tahapan-tahapan tersebut dengan urutan yang tidak pernah berubah atau dengan keteraturan yang sama. Piaget meyakini tahapan urutan perkembangan sudah diatur oleh gen-gen dan bahwa pentahapan itu berjalan menurut rancangan waktu batiniah anak-anak (Crain, 2007: 171).

a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun)

Tahap sensorimotor berlangsung mulai dari lahir hingga usia sekitar 2 tahun adalah tahap pertama menurut Piaget. Pada tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengoordinasikan pengalaman-pengalaman secara sensori (Santrock, 2012: 28). Masa ini adalah ketika di mana bayi mulai mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas-aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya mengenal objek. Meskipun ketika dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung

13 dan tidak berdaya, tetapi sebagian alat-alat inderanya sudah langsung bisa berfungsi (Suparno, 2001: 26).

Pada tahap sensorimotor dibagi menjadi beberapa sub-tahap. Sub tahap pertama (lahir-1 bulan) anak memang belum mengetahui apa yang dilakukan dan apa yang di sekelilingnya tetapi anak melakukan sesuatu hal yang biasanya disebabkan oleh refleks-refleks bawaan. Refleks yang paling jelas anak bisa otomatis menghisap kapanpun bibir mereka di sentuh. Kemudian di sub tahap kedua (1-4 bulan), di mana pada sub tahap ini rekasi terjadi ketika anak menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha mengulanginya. Sub tahap ketiga (4-10 bulan) dan keempat (10-12 bulan) merupakan sub tahap dimana anak mulai mengetahui dan mencari apa yang ingin di cari, anak sudah mampu menemukan barang yang sengaja mereka sembunyikan. Sementara, pada sub tahap kelima (12-18 bulan) anak mulai dapat berekperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk mengamati hasil yang berbeda-beda. Di tahap keenam (18 bulan-2 tahun) anak anak yang sudah mulai bereksperimen dengan tindakannya, anak kelihatannya mulai bervariasi dari tindakannya (Crain, 2007: 173).

b. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

Tahap praoperasional berlangsung kurang lebih usia 2 hingga 7 tahun. Dalam tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan menggunakan kata-kata, bayangan, dan gambar. Anak-anak membentuk konsep yang stabil dan mudah bernalar. Pada saat egosentrisme dan keyakinan magis mendominasi dunia anak. Tahap ini diapat dibagi ke dalam dua subtahapan yaitu sub tahapan fungsi simbolik dan subtahapan pemikiran intuitif.

Pada sub tahapan fungsi simbolik merupakan subtahapan pertama yang terjadi pada usia 2-4 tahun. Pada sub tahap ini anak memperoleh kemampuan untuk membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik. Meskipun dalam sub tahap ini anak sudah memiliki kemajuan yang berarti tetapi pemikiran mereka masih terbatas, dua bentukketerbatasan ini adalah egosentrisme dan animisme. Egosentrisme

14 adalah ketidakmampuan membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif oranglain. Sedangkan animisme adalah keyakinan bahwa benda-benda mati memiliki kualitas seolah-olah hidup. Pada subtahapan kedua adalah berpikir intuitif yang terjadi sekitar usia 4 sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak mulai menggunakan penalaran primitive dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis pertanyaan (Santrock, 2012: 248).

c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah dapat memandang dunia secara objektif, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, serta mempergunakan hubungan sebab akibat dapat memahami suatu konsep (Suparno, 2001: 69). Oprasional konkret adalah tindakan mental anak yang bisa bolak balik dan berkaitan dengan objek yang nyata dan konkret. Operasional konkret memungkinkan anak untuk mengkoordinasi beberapa karakteristik daripada berfokus pada suatu sifat benda (Santrock, 2009: 55).

d. Tahap oprasional formal (11-dewasa)

Tahap oprasional formal terjadi pada usia anak 11 tahun sampai dewasa. Pada tahap ini, pemikiran oprasional formal lebih bersifat abstrak dibandingkan pemikiran oprasional konkret. Pemahaman remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman yang konkret. Mereka mampu merekayasa menjadi seakan-akan benar-benar terjadi terhadap berbagai situasi atau peristiwa. Selain berpikir abstrak dan idealistik, anak cenderung memecahkan masalah melalui trial and error, anak juga mulai berpikir sebagaimana ilmuan berpikir, membuat rencana untuk memecahkan masalah (Santrock, 2012: 423).

Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa kelas V SD berada di tahap ke 3 yaitu pada tahap operasional konkret yang terletak pada usia 7-11 tahun. Tahap oprasional konkret merupakan tahap dimana anak telah

15 mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret (Suparno, 2001: 69).

2. Teori pembelajaran sosiohistoris Vygotsky

Perkembangan anak bukan hanya melalui aspek kognitif saja melainkan juga melalui aspek sosial. Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934) merupakan pemikir Rusia. Vygotsky tumbuh besar di Gomel, Rusia. Ayahnya adalah seorang eksklusif bank dan ibunya adalah seorang guru. Vygotsky sejak kecil sudah suka membaca mengenai sejarah, karya sastra dan puisi. Semakin dewasa pada tahun 1924 Vygotsky melakukan perjalan ke Leningrad untuk memberikan kuliah terbuka tentang psikologi. Vygotsky memahami manusia dalam konteks lingkungan sosial histori di mana Vygotsky memadukan dua garis utama perkembangan yaitu garis alamiah yang muncul dari dalam diri manusia dan garis sosial historis yang mempengaruhi manusia sejak kecil tanpa bisa dihindari (Crain, 2007: 224).

Vygotsky menyatakan bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis, rasional yang merupakan hasil dari dialog bersama orang lain. Vygotsky menyatakan orang lain dan bahasa memainkan peran kunci dalam perkembangan kognitif seorang anak. Keyakinan Vygotskty mengenai pentingnya pengaruh sosial khususnya pengajaran pada perkembangan kognitif anak tercermin pada konsep zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal adalah istilah Vygotsky untuk kiasan tugas-tugas yang sulit saat sang anak melakukannya sendiri, tetapi dapat dipelajari dengan bimbingan dan bantuan dari orang dewasa. Selain itu, Vygotsky berpendapat bahwa individu memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual (batas bawah) dan tingkat perkembangan potensial (batas atas). Batas bawah adalah tingkat keterampilan yang dapat diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Sementara, batas atas adalah tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan pengajar yang kompeten (Santrock, 2009: 62)

Zona yang terletak di antara kedua tingkat tersebut dinamakan dengan zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development). Dalam zona ini anak berada dalam proses perkembangan dalam proses perkembangan mereka perlu bantuan yang tepat dari guru dan teman sebaya yang lebih mampu mencapai zona

16 tersebut (Santrock, 2014: 57). Dalam zona ini, pembelajaran terjadi dengan optimal jika didukung dengan suatu perancah (scaffolding). Perancah (scaffolding) sendiri ialah teknik yang digunakan oleh pendidik untuk membangun sebuah jembatan bantuan sementara yang diberikan kepada anak antara hal yang sudah diketahui anak dengan apa yang seharusnya anak ketahui. Scaffolding dapat dilakukan dengan melibatkan aktivitas sosial atau kelompok sehingga mampu memberikan rangsangan sosial bagi anak yang dapat memungkinkan terjadinya perkembangan (Salkind, 2009: 381). Berikut ini adalah gambar zona perkembangan menurut Vygotsky adalah sebagai berikut.

(Sumber : http://zakysa.blogspot.com/2013/03/bingung-sedihdan-hilang-semangat.html) Gambar 2. 2Zona Perkembangan Kognitif