PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
9 KESIMPULAN DAN SARAN 177 1 Kesimpulan
2.4 Pengelolaan Perikanan Tangkap Yang Berkelanjutan 1 Konsep potensi maksimum yang lestar
2.4.3 Pengembangan sumberdaya manusia melalui kegiatan usaha ekonomi Program pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat pantai merupakan upaya
26
budaya ekonomi. Program pemberdayaan ini penting dalam rangka penanggulangan kemiskinan mencakup berbagai aspek kehidupan, sehingga pendekatannya pun meski bersifat holistik. Peningkatan akses dan pelibatan dalam ekonomi merupakan ujung tombak dari pendekatan holistik itu (Bengen, 2004).
Kebijakan yang dapat diambil berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir sebaiknya mencakup aspek usaha, SDM, dan lingkungan. Pemberdayaan usaha merupakan upaya peningkatan kualitas usaha perikanan. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan aspek usaha ini (Mashuri, 1993), yaitu :
1) Inovasi teknologi dalam peningkatan akses informasi, pasar, bantuan modal
dan transfer pengetahuan yang dapat mendorong efisiensi produksi, efektifitas manajemen dan modernisasi alat-alat maupun faktor produksi, menjadi tahapan yang harus ditempuh.
2) Pengembangan asuransi perikanan tangkap. Pengembangan asuransi ini
penting untuk mengurangi tingginya tingkat resiko kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan kecil.
3) Program kemitraan yang diarahkan untuk menciptakan hubungan yang
paling menguntungkan baik secara sosial budaya maupun ekonomi antara kelompok pelaku usaha besar dengan nelayan kecil.
Pengembangan SDM merupakan langkah peningkatan kualitas SDM baik dalam konteks pola sikap dan perilaku, keterampilan, kemampuan manajerial, maupun aspek gizi. Salah satu langkah yang perlu dikembangkan dan mesti
diteruskan adalah pelatihan kredit mikro system greemen bank. Pelatihan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manajemen organisasi masyarakat pesisir serta untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan kelompok dalam penyediaan modal usaha. Diharapkan terjadi peningkatan kualitas masyarakat pesisir dalam berorganisasi, mengakses modal usaha, dan pengelolaan modal dalam setiap kegiatan usaha yang dilakukan (Dahuri, 2001).
Pengembangan lingkungan merupakan langkah penting dalam mencegah dan mengatasi terjadinya kemiskinan alamiah sekaligus merupakan pintu bagi
terwujudnya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries). Langkah
27 kemampuan masyarakat pesisir dalam konservasi sumberdaya perikanan tangkap. Konservasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir dapat berupa penebaran bibit ikan potensial, perlindungan kawasan terumbu karang dan reboisasi hutan mangrove (Monintja, 1994 dan Fauzi 2005).
Berbagai program penanggulangan kemiskinan baik yang dilakukan oleh Dinas/Instansi Pemerintah maupun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki elemen-elemen pendekatan yang sama yaitu: (a) Adanya pendekatan kelompok; (b) Adanya pendekatan modal/dana sebagai pemicu kegiatan ekonomi; (c) Adanya pendampingan pada kelompok-kelompok masyarakat warga binaan;
(d) Adanya pendayagunaan “resource” setempat. Secara kuantitatif program
penanggulangan kemiskinan tersebut telah banyak memberikan kontribusi dalam
menurunkan angka kemiskinan absolute, dimana pada tahun 1972 jumlah
penduduk miskin berjumlah 69 juta orang menjadi 22 juta orang atau 11,3% pada tahun 1997 (BAPPENAS, 1998).
Terlepas dari ini, ada kekhawatiran dan keraguan tentang efektifitas sumberdaya yang telah kita alokasikan pada program kemiskinan tersebut mengingat program tersebut terlalu dan berat bila harus dilakukan sendiri secara mandiri oleh masyarakat pesisir. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengarahkan, membina dan mengendalikan ke arah yang benar sehingga terwujud perubahan struktur masyarakat yang lebih mandiri.
2.5 Pengembangan Perikanan Tangkap Sebagai Wadah Co-management
2.5.1 Lingkup pengembangan perikanan tangkap sebagai wadah co-
management
Pengembangan perikanan tangkap dapat diartikan sebagai usaha perubahan dari suatu yang kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Pengembangan perikanan tangkap juga merupakan suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan nelayan dan masyarakat pesisir dalam mengelola usaha perikanan tangkap dan ekonomi pesisir yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup mereka. Keterlibatan nelayan dan
masyarakat pesisir secara luas memberi ruang untuk pengembangan konsep co-
28
Menurut Bahari (1989) dalam Sultan (2004), pengembangan perikanan
tangkap merupakan suatu proses yang dilakukan nelayan, pengusaha, masyarakat pesisir dengan didukung oleh Pemerintah untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Sedangkan menurut Pranaji (2000), pengembangan perikanan tangkap tidak dapat dilepaskan dari pengembangan bisnis perikanan secara holistik, yaitu pemberdayaan usaha perikanan tradisional dan industri pengelolaan ikan tidak cukup jika hanya dilakukan dengan pembenahan salah satu subsistem saja, melainkan harus menyehatkan pula keseluruhan jaringan kelembagaan bisnis perikanan. Pelibatan
bersama stakeholders terkait dan luasnya lingkup pengembangan merupakan
upaya penerapan konsep co-management dalam memajukan usaha perikanan
tangkap Indonesia.
Oleh karena lingkupnya yang luas, maka pengembangan perikanan tangkap hendaknya memperhatikan beberapa aspek terkait (Sultana dan Abeyasekera,
2008, Setiawan, 2007, dan Widodo et al. 1998), yaitu :
1) Aspek ekonomi, berkaitan dengan hasil produksi dan pemasaran serta
efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada pendapatan bagi
stakeholders.
2) Aspek biologi, berhubungan dengan sediaan sumberdaya ikan,
penyebarannya, komposisi ukuran hasil tangkapanan dan jenis spesies.
3) Aspek sosial dan budaya, berkaitan dengan kelembagaan, tenaga kerja, tata
nilai yang dianut dalam menjalankan usaha, serta reaksi terhadap perubahan sekitar.
4) Aspek teknis, berhubungan dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas
penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat.
Pengembangan yang multi aspek tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh nelayan atau oleh Pemerintah sendiri, tetapi pasti melibatkan semua
stakeholders yang terkait di lokasi. Pengorganisasian keterlibatan para
stakeholders yang terkait memberi ruang bagi implementasi konsep
29 2.5.2 Penerapan co-management pada usaha perikanan tangkap
Menurut Soenarno et al. (2007), pengembangan usaha perikanan tangkap di
suatu wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh upaya perluasan lapangan kerja dan pengembangan teknologi perikanan tertentu. Dalam kaitan ini, maka pengembangan teknologi hendaknya memprioritaskan jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak dan memberi pendapatan
memadai bagi nelayan. Upaya ini merupakan penerapan konsep co-management
karena meletakkan peran tenaga kerja (nelayan) dengan berbagai keahlian sebagai pelaku utama perikanan tangkap.
Konsep co-management dapat diterapkan dalam pengembangan perikanan
tangkap secara luas, dimana masyarakat, Pemerintah dan swasta bekerjasama untuk melakukan beberapa pengembangan di bidang perikanan tangkap.
Pengembangan tersebut (Soenarno et al. 2007 dan Nikijuluw, 2002), diantaranya
yaitu :
1) Pengembangan prasarana perikanan
2) Pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan usaha perikanan
tangkap
3) Pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan
4) Pengembangan sistem informasi manajemen usaha perikanan tangkap.
Menurut Imron (2003), pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan
umum perikanan. Dalam hal ini, konsep co-management juga dapat digunakan
terutama penyusunan aturan dan syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan Indonesia. Dengan difasilitasi dan diarahkan oleh Pemerintah, nelayan, swasta, dan masyarakat pesisir dapat dilibatkan dalam pengembangan teknologi penangkapan, misalnya dengan ketentuan :
1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak.
2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan.
3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi.
4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang bisa diekspor.
30
Teknik pelaksanaan ketentuan tersebut dapat dibicarakan bersama oleh Pemerintah, nelayan, swasta, dan masyarakat pesisir.