• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

1. Present status

Untuk menganalisis kondisi kini (present status) pelaksanaan konsep co- management dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT terdiri atas faktor analisis faktor internal dan analisis faktor eksternal, sehingga menjadi pijakan awal dalam pengembangan analisis selanjutnya pada penelitian ini. Analisis ini dilakukan dengan mengukur kekuatan (strength), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang ada pada perikanan tangkap saat ini yang menggunakan konsep co-management dalam beberapa praktek operasi pengelolaannya, kemudian membuat plot kondisi/posisi saat ini berdasarkan pemetaan hubungan keempat kelompok faktor tersebut. Matriks yang dikembangkan dalam proses analisis ini mencakup matriks IFAS, matriks EFAS, dan matriks internal-eksternal (IE).

2. Variabel Dominan yang mempengaruhi co-management

untuk mengindentifikasi beberapa variabel dominan yang mempengaruhi co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu menggunakan analisis Quantitative strategic planning matrix (QSPM), QSPMmerupakan teknik analisis yang secara obyektif dapat menetapkan variabel yang mempengaruhi atau dibutuhkan oleh suatu kegiatan manajemen berdasarkan prioritas atau dominasinya. Secara umum, analisis yang dilakukan dalam pengembangan metode QSPM ini mencakup pendaftaran/identifikasi variabel, pemberiaan bobot, dan penghitungan nilai pengaruh.

3. Penentuan model co-management

Untuk menetukan model co-management yang paling tepat (dalam skala prioritas) pada perikanan tangkap di Palabuhanratu digunakan Analytical Hierarhcy Process (AHP). Pilihan berdasarkan skala prioritas dipilih karena dapat membandingkan semua alternatif model co-management berdasarkan semua pertimbangan yang mungkin sehingga lebih representatif dan implementatif dalam aplikasinya.

44

Dengan mengacu kepada metodologi penelitian, pemilihan model co- management ini dilakukan dengan pendekatan analisis hierarki. Hal ini penting supaya model co-management yang dipilih benar-benar merupakan model terbaik bagi pengelolaan potensi perikanan tangkap yang ada dan mengakomodir semua komponen pengelolaan terkait baik yang menjadi kriteria pengelolaan maupun pembatas pengelolaan. Rancangan hierarki pada bagian ini merupakan hasil pengembangan hubungan atau interaksi terpadu semua komponen yang menjadi pertimbangan tersebut, sehingga pengelolaan perikanan lebih akomodatif dan membawa manfaat maksimal. Pengembangan analisis dengan pertimbangan berbagai komponen terkait ini juga penting dalam upaya melibatkan peran stakeholders terutama nelayan dan masyarakat lokal, dimana penilaian komponen pengelolaan merupakan kontribusi saran dan argumen dari stakeholders tersebut.

Pemilihan model co-management pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sangat ditentukan oleh kriteria/aspek pengelolaan yang ingin dicapai, kondisi pengelolaan yang ada saat ini, dan alternatif model co-management yang ditawarkan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Hasil identifikasi lapang dan studi literatur menunjukkan paling tidak ada empat aspek pengelolaan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, termasuk dengan mengembangkan model co-management, yaitu aspek biologi, aspek teknologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial dan budaya. Dalam struktur hierarki yang dikembangkan, keempat aspek pengelolaan ini berada di level 2 setelah goal di level 1.

Pemilihan model co-management pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini juga dipengaruhi berbagai kendala/pembatas. Kendala/pembatas ini merupakan gambaran kondisi dalam pengelolaan, namun mempunyai keterbatasan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga dapat menjadi penghambat kegiatan pengelolaan perikanan tangkap. Terkait dengan ini, maka model co-management yang baik adalah model co- management yang dapat mengakomodir dan mengontrol keterbatasan tersebut, sehingga mendukung pengelolaan dan bukan sebaliknya. Berdasarkan hasil identifikasi lapang dan studi literatur, diketahui bahwa hal-hal yang bisa menjadi

45 kendala/pembatas dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, termasuk dengan menerapkan model co-management diantaranya adalah ketersediaan sumberdaya, sumber dan jumlah modal, kondisi sarana prasarana perikanan dan pendukungnya, lingkup kewenangan, dan tata ruang kewilayahan.

Faktor pembatas tersebut akan menentukan dan mempengaruhi pemenuhan kriteria pengelolaan perikanan yang perlu dicapai, dimana dalam struktur hierarki, faktor tersebut berada di level 3. Sedangkan alternatif model co-management yang ditawarkan untuk mendukung pengelolaan perikanan tangkap potensial di Palabuhanratu ada berbagai tipe co-management dalam pengelolaan sumberdaya menurut Jentoft (1989) dan Nikijuluw (2002), yaitu :

1) Model co-management Instruktif 2) Model co-management Konsultatif 3) Model co-management Kooperatif 4) Model co-management Advokatif 5) Model co-management Informatif

Gambar 13 Struktur hierarki pemilihan model co-management pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu.

Pemilihan Model Co-management Pengelolaan Perikanan Tangkap GOAL

Limit Factor

Sumberdaya Modal Sarana &

Prasarana

Kewenangan

Kriteria Pengelolaan

Biologi Teknologi Ekonomi Sosial Budaya

Co- management Instruktif Co- management Konsultatif Co- management Kooperatif Co- management Advokatif Co- management Informatif Alternatif Co- management Tata ruang

46

Dalam struktur hierarki AHP, alternatif model co-management pengelolaan perikanan tangkap ini akan mengisi posisi level 4 dalam struktur hierarki AHP yang dikembangkan. Berdasarkan semua uraian tersebut, maka struktur hierarki pemilihan model co-management pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dapat dirancang seperti Gambar 13. Pada Gambar 13 terlihat bahwa ada tiga tahapan analisis hierarki yang dilakukan untuk pemilihan model co-management yang tepat bagi pengelolaan perikanan tangkap potensial di Palabuhanratu, yaitu a) analisis kepentingan empat aspek pengelolaan yang ingin dicapai dengan diberlakukannya model co-management pengelolaan perikanan tangkap, b) analisis kepentingan lima faktor pembatas dalam pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu, dan c) analisis kepentingan setiap alternatif model co-management pengelolaan perikanan. Untuk mengakomodir kepentingan semua komponen pengelolaan dalam hierarki AHP ini, maka pendapatan dan pertimbangan semua stakeholders dan komponen terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu sangat diharapkan.

Pada bentuk co-management instruktif, informasi yang saling ditukarkan di antara Pemerintah dan nelayan tidak begitu banyak. Tipe co-management ini hanya berbeda dari rezim pengelolaan oleh Pemerintah dalam hal adanya dialog antara kedua belah pihak. Namun proses dialog yang terjadi bisa dipandang sebagai suatu instruksi karena pemerintah lebih dominan peranannya. Dalam hubungan ini pemerintah menginformasikan kepada nelayan tentang rumusan- rumusan pengelolaan sumberdaya perikanan yang Pemerintah rencanakan untuk dilaksanakan.

Pada bentuk co-management konsultatif, masyarakat memiliki posisi yang hampir sama dengan pemerintah. Dengan kata lain masyarakat mendampingi Pemerintah dalam menjalankan co-management. Oleh karena itu, ada mekanisme yang membuat sehingga pemerintah berkonsultasi dengan masyarakat. Meskipun masyarakat bisa memberikan berbagai masukan kepada pemerintah, keputusan apakah masukan tersebut harus digunakan tergantung sepenuhnya pada pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah yang berperan dalam perumusan pengelolaan sumberdaya perikanan.

47 Pada bentuk co-management kooperatif, masyarakat dan pemerintah pada posisi yang sama atau sederajat. Dengan demikian, semua tahapan manajemen, sejak pengumpulan informasi, perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan pemantauan institusi co-management berada dipundak kedua belah pihak.

Pada bentuk co-management advokatif, peran masyarakat cenderung lebih besar dari peran pemerintah. Masyarakat memberi masukan kepada pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Lebih dari itu, masyarakat justru dapat mengajukan usul rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh pemerintah. Kemudian pemerintah mengambil keputusan serta menetukan sikap resminya berdasarkan usulan atau inisiatif masyarakat.

Sedangkan pada bentuk co-management informatif, peran pemerintah makin berkurang dan dilain pihak peran masyarakat lebih besar dibanding dengan empat bentuk co-management sebelumnya. Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa tentang apa yang sepatutnya dikerjakan oleh mayarakat. Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah menetapkan delegasinya untuk bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan perikanan, sejak pengumpulan data, perumusan kebijakan, implementasi serta pemantauan dan evaluasi.

4. Usaha perikanan tangkap potensial

Untuk menentukan jenis usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung model co-management terpilih di Palabuhanratu digunakan analisis skoring. Analisis skoring juga dipakai untuk mendapatkan hasil analisis yang tepat dan menyeluruh sesuai dengan kondisi pengelolaan yang ada, analisis skoring ini dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria/aspek pengelolaan yang juga digunakan dalam pemilihan model co-management, yaitu aspek ekonomi, biologi, sosial budaya, dan teknologi. Keterpaduan pertimbangan tersebut sesuai dengan prinsip co-management yang menekankan pada pelibatan semua komponen terkait dalam kegiatan pengelolaan.

5. Kelayakan usaha penangkapan

Untuk dapat menentukan pemilihan jenis usaha perikanan tangkap yang potensial dan mendukung co-management pengelolaan perikanan tangkap terpilih

48

di Palabuhanratu maka digunakan analisis kelayakan usaha. Terkait dengan hal tersebut , maka pendekatan analisis ini akan menggunakan beberapa parameter finansial yang relevan, sehingga usaha perikanan tangkap yang layak dan tidak layak untuk dikembangkan lanjut dapat terlihat secara jelas. Usaha perikanan tangkap yang potensial dan dipilih untuk mendukung co-management pengelolaan perikanan terpilih adalah usaha perikanan tangkap yang memenuhi secara utuh semua persyaratan finansial yang ditetapkan.

6. Alokasi optimal unit usaha

Untuk menentukan alokasi optimal dari usaha perikanan tangkap (unit penangkapan) yang potensial dan mendukung co-management dari hasil analisis skoring, digunakan analisis Linier Goal Programming (LGP). Alokasi optimal yang dimaksud merupakan alokasi paling tepat setiap jenis usaha perikanan tangkap potensial dengan berbagai keterbatasan atau kendala yang ada.

7. Pola implementasi co-management kooperatif

Analisis yang digunakan untuk menganalisis pola implementasi co- management kooperatif perikanan tangkap di Palabuhanratu ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Analisis SEM ini digunakan untuk merumuskan solusi atau pola implementasi model co-management terpilih berdasarkan hasil analisis AHP. Menurut Mustaruddin (2010) dan Ferdinand (2004), SEM dapat digunakan untuk menganalisis berbagai peran stakeholders yang berinteraksi, menetapkan komponen yang berpengaruh signifikan dan tidak signifikan, memberikan arahan pemilihan variabel yang menjadi perhatian dalam pengembangan operasi di suatu kawasan perikanan tangkap. Dalam penelitian ini, analisis SEM digunakan untuk menganalisis berbagai komponen yang berinteraksi dengan model co-management terpilih dalam mendukung pengelolaan perikanan tangkap yang lebih baik di Palabuhanratu.

49

4 KONDISI KINI PELAKSANAAN CO-MANAGEMENT DI

PALABUHANRATU