• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola implementasi teknis co-management kooperatif

PERIKANAN TANGKAP

6. Interpretasi model (hasil analisis SEM)

7.4.3 Pola implementasi co-management terpilih

7.4.3.3 Pola implementasi teknis co-management kooperatif

Pola implementasi teknis ini dikembangkan untuk memberi arahan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan pada setiap komponen makro (sumberdaya

153 manusia, permodalan, dan teknologi) yang telah dijelaskan pada bagian 7.4.2. Hal ini penting supaya pengembangan sumberdaya manusia, permodalan, dan teknologi perikanan tangkap dapat dilakukan secara efektif dan efisien, dimana hanya komponen turunan yang berpengaruh signifikan yang menjadi perhatian. Selanjutnya interaksi setiap komponen turunan (dimensi konstruk) dengan komponen sumberdaya, permodalan dan teknologi perikanan tangkap akan dijelaskan pada bagian berikut ini.

1. Interaksi pengembangan sumberdaya manusia

Interaksi pengembangan ini memuat arahan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak perlu diperhatikan untuk pengembangan sumberdaya manusia (SDM) perikanan tangkap yang lebih baik menggunakan model co- management kooperatif. Hasil kajian teoritis pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa ada tiga komponen turunan/dimensi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sumberdaya manusia perikanan tangkap, yaitu penyuluhan/pelatihan, pendampingan, dan bimbingan teknis. Hasil analisis SEM terkait pengaruh ketiga komponen ini dalam pengembangan sumberdaya manusia disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32 Hasil analisis koefisien pengaruh dan probabilitas dalam interaksi pengembangan SDM

Komponen KP S.E. C.R. P

Penyuluhan/pelatihan (X21) 1,000 fix

Pendampingan (X22) 0,634 0,261 2,423 0,015

Bimbingan teknis (X23) 0,989 0,395 2,505 0,012

Penyuluhan/pelatihan mempunyai pengaruh positif terhadap pengembangan SDM perikanan tangkap, yaitu dengan koefisien pengaruh (KP) 1,000 (Tabel 32). Hal ini menunjukkan semakin banyak kegiatan penyuluhan/pelatihan, maka semakin lebih baik kualitas SDM perikanan tangkap. Namun bila melihat nilai probabilitasnya yang sangat besar (fix), sementara probabilitas pengaruh yang dipersyaratkan <0,05 maka pengaruh positif kegiatan penyuluhan dan pelatihan belum terlihat nyata bagi peningkatan kualitas SDM perikanan tangkap. Hal ini memberi arahan bahwa pelaksanaan teknis co-management kooperatif nantinya di

154

Palabuhanratu tidak harus difokuskan pada kegiatan penyuluhan atau pelatihan di kelas. Anggaran untuk kegiatan ini dapat dialihkan pada kegiatan lainnya yang secara nyata/signifikan dapat meningkatkan kualitas SDM perikanan tangkap.

Pendampingan mempunyai juga pengaruh positif terhadap pengembangan SDM perikanan tangkap (KP = 0,634), dan bila dibandingkan dengan kegiatan penyuluhan, maka pendampingan ini berpengaruh siginfikan bagi peningkatan kualitas SDM perikanan tangkap (P = 0,015, tidak melebihi persyaratan). Terkait dengan ini, maka dalam implementasi teknis co-management nantinya harus benar-benar memperhatikan kegiatan pendampingan, terutama bila nelayan dan masyarakat pesisir mengalami kesulitan dalam menjalan usaha perikanan tangkapnya. Pendampingan ini merupakan kegiatan melibatkan secara langsung dari pelaksana program co-management kooperatif pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara teknis oleh nelayan dan masyarakat. Manfaat dari kegiatan ini lebih terasa dibandingkan hanya melalui penyuluhan/ceramah di kelas. Terkait ini juga, maka anggaran program yang dilakukan untuk pelatihan dapat dialihkan untuk meningkatkan intensitas pendampingan usaha bagi yang membutuhkannnya.

Bimbingan teknis juga mempunyai pengaruh positif (KP = 0,989) yang siginifikan (P = 0,012) terhadap peningkatan kualitas SDM perikanan tangkap. Oleh bimbingan teknis ini dapat menjadi alternatif pengembangan SDM selain pendampingan bila co-management kooperatif nantinya diimplementasikan dalam pengelolaan perikanan tangkap Palabuhanratu. Seperti halnya pendampingan, bimbingan teknis juga merupakan kegiatan terlihat dalam praktek pengelolaan teknis, dimana metode dan sarana perikanan tangkap baru tidak hanya diinformasikan, tetapi juga diuji coba dan nelayan dibimbing dalam penggunaannya. Bila melihat analisis lebih lanjut hasil analisis SEM ini, implementasi co-management kooperatif ini lebih manfaat nyata bila pelaku program terlibat langsung pada kegiatan nelayan, serta nelayan dan masyarakat sekitar dilibatkan secara aktif pada berbagai program co-management kooperatif terutama yang terkait dengan pengembangan SDM.

Pelatihan/penyuluhan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar masyarakat dan stakeholders semakin

155 terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar, selain itu juga untuk meningkatkan keterampilan masyarakat dan stakeholders sesuai dengan perubahan teknologi, meningkatkan kemampuan di bidang kerja, sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program yang diperoleh dari pelatihan/penyuluhan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masa-masa mendatang dapat dikurangi.

Pendampingan merupakan suatu interaksi yang terus menerus antara pendamping dengan anggota kelompok atau masyarakat hingga terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh anggota kelompok atau masyarakat yang sadar diri dan terdidik. Pendampingan juga memiliki tujuan memperkuat kelembagaan nelayan sehingga organisasi nelayan dapat menjadi salah satu lembaga penggerak ekonomi di Palabuhanratu, mengembangankan dan menumbuhkan usaha perikanan alternatif sebagai sumber pendapatan yang handal, membangun mekanisme pengambilan keputusan secara partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumberdaya kelompok.

Maksud dilakukannya kegiatan bimbingan teknis (bimtek) terhadap masyarakat dan stakeholders di Palabuhanratu adalah memberikan bimbingan atau berbagi ilmu dengan cara pemaparan tentang pengembangan sumberdaya manusia perikanan tangkap di Palabuhanratu, Pemerintah, LSM dan juga pihak dari Universitas.

2. Interaksi pengembangan teknologi

Interaksi pengembangan ini memuat arahan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak perlu diperhatikan untuk pengembangan teknologi pada usaha perikanan tangkap potensial menggunakan model co-management kooperatif. Hasil analisis Bab 5 menunjukkan payang, gillnet, pancing tonda, dan longline merupakan usaha perikanan tangkap yang paling potensial di Palabuhanratu. Hasil kajian teoritis menunjukkan kehandalan teknologi dari usaha perikanan tangkap tersebut dapat dilihat dari teknologi yang diterapkan pada alat tangkapnya, kapal/armada, dan teknologi peralatan pendukung penangkapan. Hasil analisis SEM terkait pengaruh teknologi alat tangkap,

156

teknologi kapal/armada, dan teknologi peralatan pendukung penangkapan ini bagi pengembangan teknologi perikanan tangkap di Palabuhanratu disajikan

pada Tabel 33.

Tabel 33 Hasil analisis koefisien pengaruh dan probabilitas dalam interaksi pengembangan teknologi

Komponen KP S.E. C.R. P

Teknologi peralatan pendukung

penangkapan (X33) 1,000 fix

Teknologi kapal/armada (X32) 4,738 2,456 1,929 0,054

Teknologi alat tangkap (X31) 7,688 4,053 1,897 0,058

Teknologi alat tangkap, teknologi kapal/armada, dan teknologi peralatan pendukung penangkapan berpengaruh positif bagi pengembangan mempunyai teknologi perikanan dengan koefisien pengaruh masing-masing 7,688, 4,738, dan 1,000 (Tabel 33). Teknologi alat tangkap dan kapal/armada mempunyai pengaruh yang lebih besar. Hal ini cukup wajar mengingat kemajuan teknologi suatu usaha perikanan tangkap selalu identik dengan kehandalan alat tangkap dalam menangkap ikan sasaran dan kapal dalam mengarungi perairan yang lebih luas.

Terkait dengan ini, maka implementasi teknis co-management kooperatif ke depan harus memperhatikan pemenuhan aspek teknologi pada alat tangkap dan

kapal yang digunakan nelayan. Meskipun pengaruh pemenuhan ini tidak signifikan, tetapi paling tidak hal ini sangat membantu dan relatif terasa manfaatnya dalam pengembangan usaha perikanan. Nilai probabilitas pengaruh teknologi alat tangkap dan kapal mendekati 0,05, yaitu masing-masing 0,054 dan 0,058 memberi indikasi ini. Hal ini dapat dilakukan pada payang, gillnet, pancing tonda, dan longline sebagai usaha perikanan tangkap potensial yang dikembangkan. Teknologi peralatan pendukung penangkapan masih belum terlalu nyata berpengaruh (P fix), sehingga tidak perlu menjadi perhatian utama dalam implementasi co-management kooperatif secara teknis pada perikanan tangkap di Palabuhanratu.

3. Interaksi pengembangan permodalan

Interaksi terkait pengembangan permodalan memuat arahan teknis tentang sumber-sumber permodalan yang efektif dapat dimanfaatkan dalam menjalankan

157 usaha payang, gillnet, pancing tonda, dan longline sebagai usaha perikanan tangkap terpilih (Bab 6) di Palabuhanratu. Hal ini penting supaya usaha perikanan tangkap dapat memanfaatkan sumber-sumber permodalan yang wajar bisa diperoleh dan tidak mengganggu kontinyuitas usaha perikanan tangkap yang dijalankan.

Hasil kajian teoritis menunjukkan bahwa sumber permodalan usaha perikanan tangkap dapat berasal dari modal mandiri nelayan, modal dari lembaga keuangan dalam bentuk kredit dan lainnya, dan modal yang berasal dari hibah Pemerintah. Hasil analisis SEM terkait pengaruh ketiga sumber permodalan ini bagi pengembangan permodalan usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu disajikan pada Tabel 34.

Tabel 34 Hasil analisis koefisien pengaruh dan probabilitas dalam interaksi pengembangan permodalan

Komponen KP S.E. C.R. P

Permodalan yang berasal dari hibah

Pemerintah (X43) 1,000

fix

Permodalan dari lembaga keuangan (X42) 0,277 0,066 4,167 0

Permodalan mandiri nelayan (X41) 0,273 0,075 3,668 0 Modal mandiri nelayan berpengaruh positif terhadap pengembangan permodalan, yaitu dengan koefisien 0,273. Pengaruh positif ini menunjukkan semakin baik kemampuan nelayan dalam menyediakan model usaha perikanan payang, gillnet, pancing tonda, dan longline, maka semakin aman permodalan usaha tersebut (Tabel 34). Hal ini berdampak signifikan dalam permodalan usaha perikanan tangkap di Palabuhanratu yang ditunjukkan oleh probabilitasnya sekitar 0,000 (persyaratan P < 0,05). Terkait dengan ini, maka implementasi co- management kooperatif pada teknis penyediaan modal usaha harus memberi perhatian penting pada kemampuan nelayan untuk menyediakan model secara mandiri. Program-program pembinaan yang dilakukan implementasi co- management kooperatif ini harus dapat mendidik nelayan untuk berkembang atas kemampuan sendiri.

Modal dari lembaga keuangan dapat menjadi back-up bila permodalan secara mandiri tidak mampu menutupi kekurangan modal yang ada. Hasil analisis pada Tabel 33 tentang pengaruh model dari lembaga keuangan ini yang positif

158

(KP = 0,277) dan bersifat signifikan (P = 0,000) memberi indikasi tentang prospektifnya model dari lembaga keuangan ini. Terkait dengan ini,maka bila usaha perikanan payang, gillnet, pancing tonda, atau longline kekurangan modal, maka dapat memanfaatkan kredit permodalan yang disediakan oleh perbankan dan koperasi yang terdapat di Palabuhanratu. Implementasi teknis co- management kooperatif juga harus memberi perhatian khusus bagi permodalan dari lembaga keuangan ini. Konsep keterlibatan dan kerjasama yang menjadi landasan dari model co-management ini harus dikembangkan sehingga terjadi kemitraan antara pelaku usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan.

Permodalan dari hibah Pemerintah tidak berpengaruh signifikan (P fix) mendukung permodalan usaha perikanan tangkap, sehingga dalam implementasi co-management kooperatif terkait pengembangan permodalan, sumber modal dari hibah ini dapat diabaikan. Hibah Pemerintah hanya terjadi pada waktu tertentu dan tidak bisa diprediksi, sehingga kurang bagus diandalkan sebagai sumber permodalan usaha yang beroperasi secara kontinyu.