• Tidak ada hasil yang ditemukan

Posisi co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu

PALABUHANRATU 4.1 Pendahuluan

4.4 Hasil Penelitian

4.4.3 Posisi co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu

Posisi pelaksanaan co-managemnet perikanan tangkap di Palabuhanratu sangat ditentukan oleh kondisi pengelolaan perikanan tangkap yang melibatkan peran serta komponen terkait baik secara internal maupun eksternal. Terkait dengan ini, maka penilaian terhadap faktor internal dan faktor eksternal yang disampaikan pada bagian sebelumnya akan menghasilkan suatu peta nilai yang memberi gambaran terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu dibandingkan dengan kondisi ideal pengelolaan. Gambar 14 memperlihatkan hasil analisis matriks internal-eksternal (IE) posisi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini

Berdasarkan Gambar 14 diketahui bahwa posisi pelaksanaan co- management perikanan tangkap di Palabuhanratu berada pada kuadran V (pertumbuhan/stabilitas). Sesuai dengan ketentuan SWOT, bahwa suatu proyek atau kegiatan pengelolaan dapat dilanjutkan bila minimal berada kondisi pertumbuhan (total skor faktor internal > 2 dan total skor faktor eksternal > 1). Total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal co-management Palabuhanratu masing-masing berada pada kisaran 2 – 3, sehingga posisi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu saat ini termasuk kategori ”cukup baik”. Dengan demikian, maka co-management perikanan tangkap sampai saat ini masih sedang tumbuh, dan dapat dikembangkan lagi menjadi lebih baik.

65 Gambar 15 Matriks internal-eksternal (IE) posisi pelaksanaan co-management

perikanan tangkap dan arah pengembagan di Palabuhanratu.

4.4.4 Variabel dominan yang mempengaruhi pelaksanaan co-management

perikanan tangkap dan arah pengembangannnya

Dengan metode QSPM, semua variabel yang berpengaruh dapat diukur tingkat pengaruhnya terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap. Pengaruh tersebut dapat terjadi melalui interaksi dengan komponen internal maupun eksternal co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Tingkat pengaruh tersebut akan mencerminkan dominansi kepentingan/pengaruh variabel bagi kelangsungan kegiatan perikanan tangkap dengan menerapkan co- management dalam pengelolaaanya. Tabel 7 menyajikan hasil analisis QSPM penentuan pengaruh variabel pengelolaan terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu.

Total Skor Faktor Internal Total Skor Faktor Eksternal Tinggi III Penciutan II Pertumbuhan I Pertumbuhan Menengah VI Penciutan V Pertumbuhan/ Stabilitas IV Stabilitas Rendah IX Likuidasi VIII Pertumbuhan VII Pertumbuhan

Rendah Menengah Tinggi

1 2 3 4 4 3 2 ●

● = posisi saat ini = arah pengembangan

2,66

66

Tabel 7 Hasil analisis QSPM penentuan pengaruh variabel pengelolaan terhadap pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu

Variabel TNPV Urutan Pengaruh

Sumberdaya Ikan (SDI) 5,11 IV (keempat)

Sumberdaya Manusia (SDM) 5,82 I (pertama)

Teknologi Penangkapan 5,44 III (ketiga)

Pasar 4,97 V (kelima)

Modal 5,63 II (kedua)

Prasarana Pelabuhan 4,55 VII (ketujuh)

Sarana Transportasi 4,39 VIII (kedelapan)

Intensitas Usaha Pendukung 4,72 VI (keeanam)

Keterangan : TNPV = total nilai pengaruh variabel

Variabel sumberdaya manusia (SDM), modal, dan teknologi merupakan tiga variabel yang dominan mempengaruhi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuharatu. Sumberdaya manusia (SDM) terutama nelayan dan masyarakat pesisir mempunyai pengaruh besar bagi co-management karena mereka menjadi pelaku langsung perikanan tangkap. Modal menentukan ruang gerak dan skala aktivitas co-management perikanan tangkap. Teknologi penangkapan ikan memberi ruang untuk introduksi teknologi baru, pemberdayaan keahlian masyarakat, dan kombinasi pola pemanfaatan sumberdaya perikanan yang dapat dilakukan di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Bila mengacu kepada hasil analisis matriks IE pada Gambar 15 dan hasil analisis variabel dominan pada Tabel 7, maka co-management perikanan tangkap dapat berkembang lebih baik bila dilakukan perbaikan baik secara internal maupun eksternal. Perbaikan secara internal dan eksternal tersebut dilakukan dengan memberi prioritas pelibatan terhadap sumberdaya manusia lokal dan pembenahan aspek teknologi serta sistem permodalan usaha. Hal ini penting supaya kegiatan perikanan tangkap berkelanjutan di lokasi, semua pihak merasa terlibat dan ikut menjaga keberhasilan-keberhasilan perikanan tangkap yang dicapai di lokasi.

67

4.5 Pembahasan

Kegiatan perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi/bisnis yang banyak melibatkan cukup banyak anggota masyarakat dari kelas ekonomi bawah yang bagian terbesar dari penduduk negeri ini. Dengan banyaknya anggota masyarakat yang terlibat di dalamnya, maka kegiatan perikanan tangkap sering dianggap sebagai kegiatan ekonomi rakyat. Kondisi ini memperlihatkan betapa pentingnya kegiatan perikanan tangkap bagi kehidupan masyarakat di sepanjang pesisir Indonesia termasuk di Palabuhanratu. Terkait dengan ini, maka berbagai aktivitas terkait perikanan tangkap ini harus benar-benar melibatkan masyarakat dari berbagai komponen di lokasi dan mereka merasa senang dan menikmati manfaatnya. Co-management perikanan tangkap merupakan upaya untuk mengoptimalkan peran, keterlibatan, dan kerjasama dari semua stakeholders terkait perikanan tangkap dalam merencanakan, melaksanakan, memutuskan berbagai hal yang diperlukan bagi pengelolaan perikanan tangkap yang lebih baik. Menurut Hartoto et al. (2009), pelaksanaan co-management perikanan harus menjadikan nelayan, pengolah, pedagang ikan, dan masyarakat pesisir sebagai pelaku utama berbagai jenis tindakan perencanaan, pengelolaan, dan successor berbagai program perikanan di suatu kawasan perikanan.

Dilihat dari sisi internal pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu, maka pelaksanaannya sudah termasuk “cukup baik”. Total skor faktor internal sekitar 2,66 (pada skala 1-4) menunjukkan pelaksanaannya co- management sudah cukup baik. Menurut Rangkuti (2004), nilai skor faktor internal> 2 memberi pengertian bahwa pelaksanaan suatu program pengembangan telah melewati masa sulit seperti likuidasi dan penciutan, artinya program tinggal dilanjutkan dan diperbaiki beberapa kekurangan sehingga terus tumbuh dan berkembang mencapai output optimal. Bila melihat hasil analisis Tabel 2, beberapa hal yang perlu ditingkatkan secara internal untuk optimalnya pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu, diantaranya kerjasama permodalan mandiri di masyarakat nelayan, pembinaan nelayan muda, koordinasi dan kontrol internal kapal dan alat tangkap, serta penyediaan perbekalan secara mandiri oleh kelompok maupun koperasi nelayan.

68

Selama ini, bakul/tengkulak merupakan andalan utama nelayan bila kekuarangan modal untuk operasi penangkapan ikan. Di satu sisi hal ini cukup membantu dan memudahkan nelayan, namun implikasi dari pinjaman yang harus menjual hasil tangkapan kepada mereka dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak. Menurut Hamdan et al. (2006) dalam penelitiannnya menyatakan bahwa satu hal utama yang mengancam keberlanjutan kegiatan perikanan tangkap di suatau kawasan adalah masalah kestabilan dan mekanisme penetapan harga. Bila ada pihak yang merasa dirugikan, maka secara jangka panjang dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik, yang dapat mengancam keberlanjutan kegiatan perikanan. Terkait dengan ini, maka kebijakan perikanan tangkap perlu memberi perhatian penuh terhadap kestabilan harga dan penetapan harganya haruslah didasarkan pada mekanisme pasar.

Penyediaan modal mandiri, serta koordinasi dan kontrol internal yang lebih baik dapat meningkatkan kemandirian pengelolaan perikanan dan atas kesadaran sendiri nelayan saling mengontrol satu sama lain untuk pengelolaan sarana penangkapan yang ramah lingkungan. Penerapan co-management memberi penekanan pada penggiatan kreativitas internal nelayan dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi termasuk dalam hal permodalan dan pengelolaan kawasan perikanan. Hou (1997) dan Garrod dan Willis (1999) menyatakan bahwa kekuatan modal menjadi hal penting untuk ekspansi usaha ekonomi dan kreativitas pelaku ekonomi lokal. Modal sangat menentukan ketahanan usaha ekonomi dalam menghadapai berbagai masalah krisis yang mungkin terjadi.

Terkait ini, maka program pembinaan melalui co-management seperti pengembangan kas kelompok, arisan, dan lainnya perlu terus digalakkan sehingga menjadi solusi bagi nelayan anggota yang membutuhkan bantuan modal. Pembinaan nelayan muda perlu diprogramkan secara khusus, sehingga keahlian dalam operasi penangkapan ikan maupun dalam pengembangan alat tangkap alternatif semakin teruji. Menurut Pearce dan Moran (1994) dan Nikijuluw (2002), kelangsungan sumberdaya ikan, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan di suatu kawasan sangat tergantung dari kesadaran dan pembinaan yang dilakukan kepada generasi berikutnya. Bila hal ini tidak berjalan dengan

69 baik, maka terjadi ketimpangan pengelolaan dan kreativitas generasi perikanan menurun dalam memecahkan masalah.

Dari segi jumlah, sumberdaya manusia perikanan di Palabuhanratu sudah cukup banyak, namun bila mereka tidak dibina dengan baik, dapat saja menjadi penyebab konflik pemanfaatan di kemudian hari. Pelaksanaan co-management terkait pembinaan SDM yang banyak tersebut memang selama ini belum optimal di lokasi dan hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam implementasi co- management berikutnya yang dirancang pada Bab 7 penelitian. Menurut PMB (2004), pembinaan SDM tidak hanya dilakukan dengan mengikutsertakannya pada berbagai pelatihan dan pendidikan yang ada di lokasi, tetapi dapat dalam bentuk pelibatan langsung pada berbagai program dan kegiatan teknis yang ada di lokasi seperti menjadi pengurus HNSI, petugas lelang, pengurus koperasi dan lainnya. Bila melihat data Tabel 2, keterlibatan nelayan dalam berbagai kelembagaan lokal sudah sangat baik di Palabuhanratu, dan hal ini berarti kelemahan dalam pembinaan nelayan muda lebih karena teknis pembinaan (pelatihan dan lainnya) yang belum menyentuh atau menggerakkan kesadaran nelayan. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam pelaksanaan co- management perikanan tangkap ke depan.

Kedekatan dengan pasar potensial & jalur ekspor, trend kerjasama permodalan dengan pihak luar, dan introduksi teknologi baru memberi peluang yang besar untuk pengembangan co-management perikanan tangkap Palabuhanratu. Untuk pasar DKI Jakarta, banyak pelaku perikanan Palabuhanratu yang mengikat kontrak dengan agen di sentra pemasaran Jakarta. Hal ini berpengaruh positif bagi dinamika pemasaran produk di mana nelayan dan masyarakat pesisir banyak yang terlibat termasuk dalam distribusi dan pengiriman. Dalam konteks co-management, pelibatan yang semakin tinggi ini merupakan tujuan dari kegiatan pengelolaan perikanan. Menurut Nikijuluw (2002), pelibatan yang tinggi memberi ruang pemenuhan kebutuhan masyarakat secara partisipatif, pemecahan masalah perikanan secara mandiri oleh masyarakat dan penguatan kelompok swadaya masyarakat.

Pomeroy dan Berkes (1997) menyatakan co-management dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, bila usaha ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat

70

mendapat perlindungan dari Pemerintah. Usaha ekonomi akan menggerakan partsipasi masyarakat baik sebagai pelaku usaha, konsumen, pelayan jasa, maupun kegiatan pendukungnya, dana akan terus berjalan selama tidak ada ketimpangan, intervensi, retribusi yang berlebihan dari Pemerintah. Untuk pasar ekspor lobster dan rajungan misalnya, telah mendorong partisipasi nelayan, pengumpul, pemilik jasa pengiriman di Palabuhanratu untuk bersama-sama mendukung pengadaan produk tersebut. Dari survei lapang, pengiriman untuk tujuan ekspor ini dapat terjadi 2 -3 kali sehari, dan saat ini telah menjadi kegiatan perikanan penting di Palabuhanratu. Pola co-management ini perlu dipertahankan, dan Pemerintah tinggal mengontrol dan melindungi pola pemasaran produk perikanan bernilai tinggi tersebut. Makino et al. (2009) menyatakan bahwa perlindungan sumberdaya dan ekonomi masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa dalam membangun kemandiriannya.

Kemitraan permodalan yang terbangun dengan pengusaha yang berasal dari luar seperti Tegal, Pasuruan, dan lainnya juga memperlihatkan co-management yang terbangun dalam pengelolaan perikanan tangkap. Namun karena nelayan lokal hanya sebagai tenaga kerja, maka co-management ini belum maksimal memberi manfaat bagai kemandirian kegiatan perikanan di Palabuhanratu. Bintoro (1995) menyatakan bahwa kerjasama yang terbangun dengan pemilik kapal atau pemodal dari luar terkadang tidak berlangsung lama bila tidak dikelola dengan baik. Usaha penangkapan tuna suatu kawasan misalnya, pada bulan-bulan tertentu mungkin berkembang dengan baik, tetapi bila hasil tangkapan sudah berkurang dan nelayan lokal yang terlibat tidak terlalu terampil, maka dapat saja tidak diikutsertakan bila lokasi penangkapan pindah ke daerah lain.

Riset perikanan yang ditunjukkan pada Tabel 4, menjadikan perikanan tangkap Palabuhanratu sebagai lokasi penting bagi bagi pengembangan keilmuan perikanan di Indonesia. Aktivitas riset perikanan terjadi setiap tahun di Palabuhanratu, sedikit banyak menambahkan pengetahuan dan wawasan pelaku perikanan lokal tentang sumberdaya ikan, migrasi, pengakayaan stock, dan konservasi perikanan. Pelibatan nelayan dan masyarakat lokal dalam berbagai kegiatan lapang dari riset tersebut memberi warna tersendiri bagi dinamika pengelolaan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Nikijuluw (2002) menyatakan

71 bahwa pelibatan nelayan dan masyarakat lokal dalam riset merupakan bentuk implementasi terpenting kedua dalam co-management perikanan setelah pengenalan masyarakat. Pelibatan dalam riset memberi ruang untuk pengenalan lokasi riset, potensi daerah, prospek pemgembangan bisnis perikanan, dan pengembangan jalinan kemitraan yang lebih luas.

Monopoli hasil tangkapan bukan hal yang asing dalam kegiatan perikanan tangkap di Palabuhanratu. Secara sosial, tengkulak/pelaku monopoli ini telah melibatkan atau memberi lapangan kerja bagi sebagian orang di lokasi, sehingga sepintas telah menerapkan co-management dalam menjalankan usahanya. Tetapi praktek monopoli ini telah mengkerangkeng kebebasan sebagian besar nelayan kecil untuk menikmati harga jual dari hasil tangkapan yang didapatnya. Co-management juga mengedepankan keadilan dan pemetaan manfaat suatu kegiatan pengelolaan, sehingga co-management dalam praktek pengelolaan seperti ini termasuk black implemetation (penerapan salah). Kotler dan Armstrong (1997) menyatakan bahwa pengkondisian pasar dalam memberi keuntungan melimpah bagi pengembangan suatu produk atau suatu kegiatan bisnis, namun hal ini menjadi bom waktu bagi kehancuran pasar produk dan konflik multidimensi diantara pelaku pasar produk.

Dalam kaitan ini, maka ancaman monopoli, pengaturan harga, dan juga bantuan yang bernuansa politis perlu dihindari dalam pengelolaan perikanan tangkap Palabuhanratu. Selama ini, praktek co-management dalam bidang perikanan tangkap Palabuhanratu memang penuh dinamika, ada yang mendukung pengelolaan, memberi peluang pengembangan, ada yang menghambat, dan bahkan ada yang memanfaatkan ketidakberdayaan pelaku perikanan lainnya. Pomeroy dan Williams (1994) menyatakan bahwa co-management perikanan harus dilaksanakan dengan prinsip keadilan, pelibatan, dan pemanfaatan bersama, sehingga semua pihak terkait memperoleh kemajuan secara bersama-sama untuk mewujudkan kegiatan pengelolaan yang mandiri dan berkelanjutan.

Bila mengacu kepada kepada hasil analisis Gambar 12, maka pelaksanaan co-management perikanan tangkap Palabuhanratu memang belum berada pada posisi terbaik. Co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu, masih perlu pembenahan baik menyangkut aspek internal maupaun eksternal pengelolaan

72

selama ini. Menurut Rangkuti (2004), kondisi ideal pengelolaan (skor 4 untuk faktor internal maupun eksternal) memang sulit dicapai, tetapi hal tersebut harus tetap diupayakan untuk didekati, sehingga terjadi perbaikan yang terus-menerus dalam kegiatan pengelolaan. Hartoto et al. (2009) menyatakan bahwa upaya perbaikan terus-menerus harus menjadi tujuan dari pelibatan masyarakat dalam kegiatan perikanan, dan perbaikan tersebut hendaknya dimulai dari aspek yang vital yang menentukan keberlanjutan kegiatan perikanan.

Mengacu kepada hal ini, maka aspek/variabel yang dominan mempengaruhi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu (Tabel 8) harus menjadi fokus bagi perbaikan di masa datang. Sumberdaya manusia (SDM), modal, dan teknologi dapat dikatakan sebagai penggerak utama terjadinya kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan di lokasi. Soenarno, et. al (2007) dalam penelitiannya menyatakan sumberdaya manusia menjadi penyebab utama keberhasilan dan kemunduran yang terjadi pada kegiatan perikanan. Banyak daerah yang tidak terlalu melimpah potensi sumberdaya, ikannya, tetapi karena kegiatan perikanan dikelola dengan baik, SDM handal dan dapat mengembangkan jalur bahan baku dan pasar yang baik, maka kegaitan perikanan tersebut tetap tumbuh berkembang dengan baik.

Banyak variabel yang mempengaruhi pelaksanaan co-management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Mengacu kepada Kesteven (1993), BPS (1991), Hartoto et al. (2009), variabel pengelolaan yang menentukan keberhasilan kegiatan perikanan tangkap termasuk dengan menerapkan co- management adalah sumberdaya ikan (SDI), sumberdaya manusia (SDM), teknologi penangkapan, pasar, modal, prasarana pelabuhan, sarana transportasi produk, dan kegiatan usaha pendukung.

Modal dan teknologi menjadi alat bagi SDM yang handal untuk menjalankan bisnis perikanan. Menurut Hanna (1995) dan Garrod dan Willis (1999), kekuatan modal akan menentukan skala usaha dan kestabilanya terhadap berbagai gangguan yang mengancam, sedangkan pemilihan teknologi yang tepat dengan melibatkan kemampuan dan keahlian yang ada di masyarakat dapat menumbuhkan kreativitas dan kemandirian kegiatan pengelolaan suatu kawasan. Terkait dengan ini, maka aspek sumberdaya manusia (SDM), modal, dan

73 teknologi akan dijadikan sebagai fokus dalam perancangan pola implementasi co- management terpilih pada Bab 7 disertasi ini. Rancangan pola implementasi tersebut, nantinya diharapkan semakin menyempurnakan pelaksanaan co- management perikanan tangkap di Palabuhanratu. Nikijuluw (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan co-management yang efektif sangat penting untuk menangkal akses negatif dari rezim dan era pengelolaan perikanan yang open access saat ini. Bila pelaksanaan co-management perikanan tangkap Palabuhanratu dilihat dari kondisi internal pengelolaan yang ada, maka pelaksanaannya sudah termasuk “cukup baik”. Total skor faktor internal sekitar 2,66 (pada skala 1-4) menunjukkan indikasi ini. Dalam kaitan dengan penyediaan modal mandiri, serta koordinasi dan kontrol internal yang lebih baik dapat meningkatkan kemandirian pengelolaan perikanan dan atas kesadaran sendiri, nelayan saling mengontrol satu sama lain untuk pengelolaan sarana penangkapan yang ramah lingkungan. Menurut Hou (1997) dan Garrod dan Willis (1999) menyatakan bahwa kekuatan modal menjadi hal penting untuk ekspansi usaha ekonomi dan kreativitas pelaku ekonomi lokal sangat menentukan ketahanan usaha ekonomi dalam menghadapai berbagai masalah krisis yang mungkin terjadi.

4.6 Kesimpulan

Kondisi co-management yang terdapat di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi dewasa ini termasuk dalam kategori cukup baik dengan pengaruh internal 2,66 pada skala 1-4 dan variabel dominan yang mempengaruhi co- management tersebut adalah sumberdaya manusia (SDM), modal, dan teknologi.

4.7 Saran

Penelitian yang dilakukan di Asia dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa aspek kelembagaan dalam co-management merupakan hal yang penting, namun dalam disertasi ini peran kelembagaan khususnya koperasi rendah dikaitkan dengan peran koperasi sebagai lembaga keuangan menyediakan modal. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian berikutnya mengkaji lebih dalam aspek kelembagaan yang ada di Palabuhanratu kemungkinan berpengaruh pada co- management.

75