• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Teknologi Formulasi Sediaan Obat Herbal

BAB 5 TEKNOLOGI EKSTRAKSI DAN STANDARDISASI EKSTRAK

7.1. Pengembangan Teknologi Formulasi Sediaan Obat Herbal

Secara umum bentuk sediaan obat herbal terdiri dari bentuk sediaan cair, semi padat dan padat. Beberapa bentuk sediaan cair yang beredar di masyarakat adalah larutan, suspensi dan emulsi. Bentuk sediaan semi padat yaitu salep, krim, gel dan bentuk sediaan padat adalah serbuk, pil, kapsul dan tablet.

Beberapa permasalahan teknologi yang timbul dalam formulasi ekstrak bahan alam menjadi bentuk sediaan yaitu ekstrak memiliki kandungan bahan aktif yang kecil dengan kebutuhan dosis relatif tinggi, kelarutan, dan stabilitas dari bahan berkasiat dari ekstrak. Selain itu, permasalahan yang timbul karena keberadaan zat inert (metabolit sekunder) dalam ekstrak, misalnya higroskopisitas dari sediaan padat atau kelarutan yang kurang baik sehingga terbentuk kekeruhan dalam larutan (Agoes, 2009; Bonati,1991).

7.1.1. Pembuatan sediaan cair

Ekstrak cair, kental, kering dan tinktur, dapat digunakan untuk membuat sediaan cair seperti sirup, drop, larutan atau suspensi untuk kapsul gelatin lunak. Masalah utama dalam pengembangan sediaan cair yang mengandung ekstrak adalah masalah kelarutan. Ekstrak harus diencerkan dalam larutan atau dilarutkan kembali jika berbentuk kering di dalam sistem pelarut sirup atau drop. Hal ini merupakan masalah yang selalu timbul dan sulit diatasi dalam proses manufaktur. Masalah ini terjadi beberapa waktu setelah terbentuknya endapan atau terjadi kekeruhan yang disebabkan pelarutan yang tidak sempurna dari bahan aktif dan atau komponen sekunder. Beberapa cara untuk mencegah terbentuknya endapan sebagai berikut:

a. Pelarut yang digunakan untuk pembuatan sediaan sama komposisinya dengan

menstruumyang digunakan untuk membuat ekstrak tanaman.

a. Perubahan pH dan lain-lainnya yang tidak konsisten harus dicegah apabila melakukan rekonstitusi ekstrak, terutama dalam mencampur ekstrak dengan obat lain atau sediaannya. Hal ini berlaku terutama untuk produk yang mengandung alkaloid.

b. Dalam beberapa kasus, penambahan konsolven membantu menstabilkan larutan. Alkohol polivalen seperti 1,2 propilenglikol, gliserol, sorbitol, PEG berbobot molekul rendah, dan sirup glukosa dapat digunakan.

c. Untuk ekstrak tertentu, stabilitas dapat pula dilakukan dengan penambahan surfaktan seperti penambahan polioksitilen-20 sarbitan monostearat pada ekstrak

Rucus aculeatus.

Permasalahan lain dalam pembuatan sediaan cair yaitu stabilitas. Stabilitas sediaan cair, baik secara kimia dan fisika, dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain misalnya kemungkinan terjadinya fermentasi dan interferensi dari komponen lain produk akhir. Fenomena fermentasi dapat dikendalikan, baik dengan penggunaan alkohol dalam konsentrasi yang tepat maupun dengan cara penambahan pengawet yang sesuai. Selain itu, pengembangan sediaan cair menggunakan ekstrak sering menunjukkan rasa yang

tidak enak, sering terasa pahit dan tidak selalu mudah diatasi hanya dengan penambahan pemanis. Pengawet sediaan cair yang mengandung ekstrak tanaman penting diperhatikan karena telah ditemukan bahwa pertumbuhan mikroba masih dapat terjadi walaupun kandungan alkohol mencapai 40% (Agoes, 2009).

Tahapan pada pembuatan sediaan cair dapat dilihat pada Gambar 7.3. Sediaan cair sangat rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme, apalagi kalau sudah mengandung bahan yang menguntungkan perkembangbiakan mikroba. Oleh sebab itu selama proses manufaktur, ketentuan CPOTB harus diikuti dan diterapkan secara konsisten. Larutan dapat dibuat dengan cara melarutkan secara cepat dengan menambahkan solute ke dalam solvent dan diaduk sampai larut. Untuk zat yang tidak muda larut atau konsentrasi tinggi, kemungkinan diperlukan pemanasan. Eksipien ditambahkan menurut urutan tertentu untuk meningkatkan kecepatan disolusi dan mempermudah agar dapat mencapai kesetimbangan. Mentol dan flavour ditambahkan dalam bentuk larutan alkohol pada bets. Solute yang ditambahkan dalam konsentrasi kecil, sebelum ditambahkan, harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan untuk menjamin bahwa zat telah terdisolusi secara sempurna. Larutan harus disaring menggunakan ukuran 3 μ m dan larutan tidak boleh mengandung serat. Pada proses penyaringan perlu dilakukan pengawasan selama proses produksi (in process control, IPC) meliputi organoleptik, kadar zat aktif, pH larutan, bobot jenis (BJ) dan viskositas. Pengisian cairan ke dalam kemasan dilakukan menggunakan mesin pengisi berdasarkan kalibrasi volume yang menggunakan sistem pompa hidrolik. Pada proses pengisian dan penutupan botol dilakukan IPC yaitu penampilan, kebocoran dan volume (Agoes, 2013).

Gambar 7.2 Alur proses pembuatan sediaan cair

7.1.2. Pembuatan Sediaan Padat

Untuk pembuatan sediaan padat pada umumnya menggunakan ekstrak kering sebagai bahan baku. Kecuali dalam hal yang sangat jarang, umumnya ekstrak bersifat higroskopis. Oleh karena itu pembuatan perlu dilakukan granulasi atau diisikan ke dalam kapsul gelatin lunak. Tahap granulasi merupakan tahapan yang kritis dari pembuatan semua sediaan padat yang mengandung ekstrak. Untuk mengatasi permasalahan higroskopisitas dapat digunakan dengan penambahan silika gel. Bahan pengikat yang dapat digunakan dapat berupa turunan selulosa atau polivinil pirolidon dalam pelarut organik sebagai pengikat. Kesukaran lain dalam membuat sediaan tablet menggunakan cara granulasi dengan pelarut air adalah tablet yang dihasilkan akan semakin mengeras dan sukar hancur seiring dengan lamanya penyimpanan. Dengan meggunakan pelarut organik untuk proses granulasi, dapat dihasilkan granul yang dapat dicetak langsung

Penimbangan Pencampuran (mixing) Penyaringan (filtrasi)

Pengisian dan penutupan botol (filling

& capping)

Labeling Pengemasan sekunder

Produk jadi sediaan cair

IPC: Organoleptik, kadar zat aktif, pH, BJ, viskositas

IPC: penampilan, kebocoran, volume IPC: penampilan, kelengkapan, penandaan

IPC: penampilan, kelengkapan, penandaan

dengan penambahan mikrokristalin selulosa, pelincir yang bersifat absorbsi seperti aerosol dan sejumlah kecil pelincir magnesium stearat (Agoes, 2009).

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan tablet dan kapsul adalah:

a. Pada umumnya ekstrak bersifat higroskopis. Jadi, pembuatan tablet dan kapsul perlu memperhatikan kelembaban ruangan untuk mencegah penarikan air. Misalnya dengan penambahan adsorben penarik air dan dengan penambahan aerosol yang akan menurunkan sifat higroskopis ekstrak dengan cara menyalut ekstrak, misalnya dengan sistem penyalutan dan sistem matrik.

b. Bila bahan aktit relatif kecil/rendah, perlu upaya pencegahan supaya tidak rusak selama proses.

c. Saat ini obat herbal banyak digunakan sebagai pelengkap makanan (food supplement). Oleh karena itu, dalam pengembangan produk biasanya dicampur dengan komponen vitamin dan mineral. Perhatikan inkompatibilitas dengan bahan higroskopis.

Gambar 7.3 Alur proses pembuatan sediaan padat

7.1.3. Pembuatan Sediaan Semi Padat

Sediaan farmasetik semi padat meliputi kelompok produk yang diaplikasikan pada kulit atau pada membran mukosa. Produk semi padat ini cenderung meringankan, mengobati kondisi patologi, atau memberi perlindungan terhadap perlindungan terhadap lingkungan yang merusak. Bentuk sediaan semi padat antara lain salep, krim, pasta, gel, dan suppositoria. Kegunaan terapeutik dari sediaan yang diaplikasikan secara topikal ini terkait dengan sifat lengket pada kulit atau lapisan mukosa selama periode waktu yang

cukup lama, serta menunjukkan efek terapeutik melalui perlindungan dan penutupan serta efek lokal dan transdermal bahan berkhasiat (Agoes, 2013).

Pembuatan sediaan untuk tujuan penggunaan lokal tidak seluas bentuk sediaan padat dan cair. Ekstrak kering dan ekstrak kental dapat digunakan untuk sediaan semi padat. Pada pembuatan sediaan semi padat seperti sediaan krim, pada umumnya tidak ada masalah yang menyangkut stabilitas bila ekstrak diformulasi dalam krim emulsi M/A. Masalah akan timbul pada pembuatan krim A/M yang banyak mengandung saponin. Saponin sering terdapat dalam ekstrak yang keberadaanya dapat mempegaruhi nilai HLB dari krim. Masalah yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sediaan krim yang mengandung ekstrak yaitu:

a. Kandungan air yang tinggi dan bila nilai pH tidak dikendalikan secara baik, hal tersebut akan menimbulkan hidrolisis, polimerisasi dan sebagainya.

b. Kandungan zat aktif biasanya relative rendah

c. Masalah stabilitas mikrobiologi. Ekstrak yang mengandung senyawa gula dan asam amino memberikan peluang ideal untuk perkembangbiakan mikroba. Oleh karena itu dalam formulasi perlu diperhatikan penambahan pengawet dan konsentrasi pengawet yang tepat.

Ekstrak kering atau ekstrak kental dapat digunakan juga untuk bentuk sediaan suppositoria menggunakan eksipien pengemulsi sendiri (self emulsifing). Jika ekstrak tidak larut dalam eksipien dan berdasarkan pertimbangan stabilitas, maka sebaiknya digunakan eksipien lemak (Agoes, 2009).

Gambar 7.4 Alur proses pembuatan sediaan semi padat

7.1.4. Pembuatan Sediaan Parenteral

Keputusan Badan POM menetapkan bahwa obat herbal tidak diizinkan dalam bentuk sediaan parenteral. Pembuatan sediaan parenteral dalam bentuk injeksi atau serbuk untuk rekonstitusi injeksi sangat cukup sulit dalam preparasinya. Di India dan China sediaan parenteral tersedia dalam bentuk sediaan injeksi obat herbal. Pada pembuatan sediaan parenteral perlu dilakukan penyaringan dan pemurnian hasil

penyaringan beberapa tahap, pengaturan pH, serta sterilasi dan pembebasan dari pirogen seperti pada umumnya pembuatan injeksi. Untuk pembuatan serbuk rekonstitusi dibuat secara liofilisasi sehingga dihasilkan liofilisat siap guna (Agoes, 2009).

Beberapa contoh sediaan parenteral herbal diantaranya: a. Sediaan parenteral dalam bentuk larutan.

Injeksi Herba Erigerontis. Komponen: asam-asam fenolik hasil ekstraksi dari

Herba Erigeontis. Nilai pH antara 5,5 - 7,5. Steril dan bebas pirogen, dalam kemasan vial 2 dan 10 mL

Injeksi Qingkailing (Qingkailing Zhusheye). Komponen: asam kholat, Pulvis Concha Margaritifera, Asam Hyodealsikholat, Fructus Gardenia, Pulvis Cornu Bubali, Rodix Isatidis, Baikolin, Flos Loicurae Japonica. Nilai pH antara 6,8 – 7,5. Steril dan bebas pirogen, dalam kemasan vial 2 dan 10 mL

Injeksi Zhichuanling (Zhichuanling Zhusheye). Komponen: Herba Ephedra, Flos Daturaem (Semen Armeniaceae Amrum dan Fructus Forsynthiae). Nilai pH antara 4,5 – 6,5. Steril dan bebas pirogen, dalam vial 2 mL.

b. Sediaan parenteral bentuk serbuk untuk direkonstitusi

Shuanghuanglian untuk injeksi (Zhusheyong Shuanghuanglian). Komponen:

Fructus Forsynthiae, Flos Lonicerae, Flos Lonicerae Japonicae danRadix Scutalellariae. Nilai pH rekonstitusi 5,75 – 6,70 (2,5 mg/mL air untuk injeksi)