• Tidak ada hasil yang ditemukan

- Keluarga Miskin Kriteria BLT

Keluarga petani miskin sebagai responden adalah penerima BLT 2005 yang telah divalidasi berdasarkan 11 indikator kemiskinan BLT (adopsi 14 indikator BLT 2005 dan 8 indikator rekomendasi BPS Propinsi Jawa Tengah), meliputi :

- (1) luas lantai per kapita; (2) jenis lantai; (4) fasilitas tempat buang air besar; (5) sumber air minum; (7) bahan bakar (8) membeli daging/ayam/ susu; (9) frekwensi makan per hari; (10) membeli pakaian baru (11) kemampuan berobat; (12) pendidikan; (13) Asset (kepemilikan).

- Tiga indikator BLT 2005 dieliminir menjadi indikator kemiskinan di Kab. Blora, yaitu (6) sumber penerangan : listrik PLN (program pemerintah); (14) lapangan usaha petani karena wilayah kajian di desa pertanian; (3) jenis dinding kayu jati menjadi hal biasa karena luasnya lahan hutan jati.

Keluarga petani miskin penerima BLT berdasarkan PSE 05 Kab. Blora dengan pengukuran 14 indikator (BPS dan Bappeda Blora, 2006), meliputi :

a. Luas lantai per kapita (skor 1 = « 8 m2, 0 = > 8m2);

b. Jenis lantai (1 = tanah/kayu kualitas rendah, 0 = semen/keramik kualitas tinggi) c. Jenis dinding (1 = bambu/kayu kualitas rendah 0 = tembok/kayu kualitas tinggi) d. Fasilitas tempat buang air besar (1 = milik bersama/lainnya, 0 = milik sendiri); e. Sumber air minum (1 = sumur/mata air tak terlindung/ sungai/air hujan, 0 = air

kemasan/leding/pompa/ sumur/mata air);

f. Sumber penerangan (1 = bukan listrik, 0 = listrik PLN/non PLN); g. Bahan bakar (1 = kayu/arang/minyak tanah, 0 = gas/listrik).

h. Membeli daging/ayam/susu (1 = tidak pernah, 0 = pernah membeli » 1 kali), i. Frekwensi makan per hari (1 = satu kali, 0 = 2 – 3 kali).

j. Membeli pakaian baru (1 = tidak pernah membeli, 0 = pernah membeli » 1 stel. k. Kemampuan berobat (1 = tidak mampu, 0 = mampu).

12. Pendidikan (1 = SD/MI ke bawah, 0 = di atas SLTP);

13. Asset (kepemilikan tabungan, emas, televisi berwarna, ternak ruminansia, sepeda motor) (1 = tidak ada asset, 0 = ada asset);

14. Lapangan usaha (1 = pertanian, 0 = non pertanian).

Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Tengah menentukan kemiskinan di Kab. Blora menggunakan 8 indikator, rekomendasi penelitian kemiskinan sebelumnya, meliputi 5 kelompok di atas, yaitu (a) ciri tempat tinggal (indikator BLT 1, 2, 3, 4), (b) aspek pangan/ makanan (indikator BLT 8), (c) aspek sandang (indikator BLT 10), (d) aspek kesehatan (indikator BLT 11), (e) kegiatan sosial (pernah hadir dalam kegiatan sosial, arisan, rapat RT/RW dalam 3 bulan terakhir).

-

Strategi coping

Pengukuran keluarga petani miskin melakukan strategi coping (penghematan pengeluaran dan peningkatan pendapatan), dengan jawaban ya = 1, tidak = 0. A. Penghematan pengeluaran : mengurangi pengeluaran, terdiri dari :

1. Konsumsi : (a) pangan, mengurangi : (a) jumlah/kuantitas, (b) kualitas, (c) membatasi jenis (keragaman); (b) non pangan : (a) mengurangi jumlah/ frekwensi (kuantitas) pembelian, (b) mengurangi kualitas (merek) barang, (c) membatasi jenis (keragaman) atau ukurannya.

2. Biaya kesehatan : (a) merubah sumber pengobatan dari obat patent/dokter (beli) ke pengobatan tradisional (gratis); (b) menerapkan perilaku hidup sehat 3. Biaya pendidikan : (a) bantuan JPS pendidikan, (b) mengurangi biaya perlengka pan sekolah anak, (c) mengurangi uang saku anak, (d) anak istirahat sementara dari sekolah, atau tidak melanjutkan sekolah.

4. Biaya perumahan : (a) memperbaiki rumah dengan sumberdaya yang ada (gratis) dan (b) tidak memperbaiki atau menambah bangunan rumah.

5. Tidak melibatkan keluarga untuk transaksi kredit, baik uang, bahan, atau barang- barang non produktif;

6. Biaya usahatani : (a) input produksi, (b) alokasi tenaga kerja keluarga; (b) pemanfaatan sumberdaya lokal untuk input produksi, misal pupuk organik untuk tanaman, obat tradisional untuk ternak;

7. Jumlah anggota keluarga : (a) program KB, (b) berikan anak pada saudara. B. Peningkatan pendapatan, meliputi :

1. Bekerja menambah pendapatan : (a) menambah jam kerja, (b) menerima pekerjaan apapun (buruh dan lainnya; (b) mengembangkan usaha produktif rumahtangga, atau usaha pertanian; (c) alokasi seluruh tenaga kerja keluarga (bapak, ibu, anak, lainya); (d) urbanisasi ke kota atau luar negeri

2. Menjual asset : (a) menjual ternak, tanah, barang berharga rumahtangga (emas, TV, radio, sepeda; dll.); (b) menggadaikan ternak, tanah, barang berharga rumahtangga (emas, TV, radio, sepeda; dll.);

3. Bantuan : (a) pemerintah seperti JPS, Raskin; (b) kerabat, tetangga; (c) kelembagaan sosial;

4. Berhutang : (a) meminjam uang atau barang ke lembaga formal, (b) meminjam uang atau barang ke lembaga non formal, (c) meminjam uang atau barang ke saudara, kerabat, tetangga sekitar;

5. Lainnya : (a) memanfaatkan tabungan yang dimiliki (uang dan barang), (b) mencari bahan pangan dan non pangan di lingkungan sekitar, (c) meminta bantuan tenaga pada saudara, kerabat, tetangga sekitar;

- Nafkah Berbasis Modal Sosial

Keluarga petani miskin melakukan nafkah berbasis modal sosial. Aspek modal sosial yang diukur adalah kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial (Putnam). Instrumen mengadaptasi Alfiasari (2007), jawaban ya = 1, tidak = 0.

1. Kepercayaan keluarga : (1) menjalin hubungan sosial ekonomi; (2) menjalin kerjasama dengan keluarga lain : (a) tanpa saling curiga, (b) dapat membantu pemenuhan kebutuhan (b1) pangan keluarga, (b2) perumahan layak, (b3) kesehatan keluarga, (b4) pendidikan keluarga, (c) kepercayaan keluarga bahwa lingkungan sekitarnya dapat (c1) membantu pemenuhan kebutuhan pokok, (c2) mencegah kerawanan sosial, dan meredam kekacauan sosial, (d) kepercayaan keluarga bahwa menjaga keeratan hubungan dengan lingkungan sekitarnya (d1) merupakan hal penting, (d2) menjaga keeratan hubungan dan tetap kontinu (sustein);

2. Jaringan sosial antar keluarga di dalam komunitas RT, RW, desa, meliputi (A) sifat jaringan : formal, non formal, dan (B) karakteristik jaringan : (a) bentuk/basis hubungan, (b) keluasan, (c) kedalaman dan keterbukaan, (d) keragaman, (e) permanen, tidaknya.

3. Norma sosial : aturan tidak tertulis dalam hubungan antar keluarga dalam komunitas, meliputi (a) nilai tradisional yang sudah ada dan turun temurun, dan (b) nilai agama yang diyakini dalam menjalin hubungan sosial ekonomi,

- Sikap Keluarga Terhadap Lingkungan Tataran Meso dan Makro

Pengukuran sikap mengacu pada Azwar (2003), dalam bentuk skala Likert

= setuju, 4 = sangat setuju. Lingkungan sosial ekonomi dan ekologi (meso) meliputi aspek : (1) potensi dan masalah sumber nafkah; (2) kerentanan sumberdaya; dan (3) keterdedahan budaya massa. Dukungan sosial ekonomi dan kebijakan (makro), meliputi aspek : (1) dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi, dan (2) bantuan pemerintah.

Potensi dan masalah sumber nafkah, meliputi : (1) kekuatan modal manusia : indikator penerapan berbagai macam strategi mata pencaharian; (2) kekuatan modal fisik : indikator keluarga harus dan untuk dapat berbagi dengan keluarga lain; (3) kekuatan modal finansial : indikator keluarga agar bisa mendapatkan kredit dan murah; (4) kekuatan modal alam : indikator agar keluarga dapat meningkatkan kualitas sumber daya; (5) kekuatan modal sosial : indikator keluarga agar bisa menjalin hubungan – kualitas hubungan.

Kerentanan sumberdaya, meliputi : (1) tipe dan marginal lahan : indikator kualitas dan produktivitas lahan; (2) kekeringan berpanjangan : indikator hari hujan dan curah hujan/tahun; (3) krisis ekonomi dan pangan : indikator nilai rupiah dan harga pangan tinggi; (4) fluktuasi harga kebutuhan pokok : indikator harga pangan dan non pangan pokok, obat; (5) perkembangan teknologi pertanian : indikator tradisional ke semi intensif dan intensif.

Keterdedahan budaya massa, meliputi : (1) akses dan keterdedahan pada televisi : sebagai budaya massa, pola hidup; (2) akses dan keterdedahan pada radio : sebagai budaya massa, pola hidup; (3) akses pada telepon selluler : sebagai budaya massa, pola hidup (khusus anak muda/remaja); (4) akses pada motor : sebagai budaya massa, pola hidup (khusus anak muda/remaja); (5) akses pada pola hidup konsumtif : sebagai budaya massa, pola hidup.

Dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi, meliputi : (1) dukungan finansial (uang) untuk pangan, obat-obatan; (2) dukungan non finansial (support, pelatihan untuk keterampilan); (3) dukungan lembaga ekonomi formal (LEF) (koperasi/KUD, BRI desa); (4) dukungan lembaga ekonomi non formal (LE-nonF) (kelompok arisan, P4A); (5) dukungan lembaga sosial formal (LSF) (panti asuhan, panti werda, yayasan sosial); (6) dukungan lembaga sosial non formal (LS-nonF) (pengajian, serikat tolong menolong).

Bantuan pemerintah, meliputi : (1) bantuan beras keluarga miskin (Raskin), (2) bantuan biaya pengobatan keluarga miskin (Askeskin, SKTM, JPS kesehatan); (3) bantuan langsung tunai (BLT) atau masyarakat (BLM); (4) bantuan biaya pendidikan keluarga miskin (BOS, JPS pendidikan); (5) bantuan program P4MI (poor

farmer) (investasi desa : infrastruktur, demplot, pelatihan); (6) bantuan program PPK, PKK, lain (PNPM Mandiri, PUAP) (infrastruktur, tingkatan SDM).

- Keberfungsian keluarga

Pengukuran keberfungsian keluarga aspek : koneksi, sumber daya lingkung-an, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi menggunakan 35 item pertanyaan dengan Semantik differentials skala 0 dan 1. Instrumen mengadaptasi makna, tujuan, atau rangkuman dari 42 pertanyaan Hodges dalam Dubowitz dan De Panfilis (2000) Hodges yaitu connections, assets, relationships, dan environment

(CARE) dengan skala 1 – 4. - Pemenuhan kebutuhan pokok

a. Pangan : pangan pokok, sayuran, lauk pauk, dan bumbu yang dikonsumsi keluarga per hari, minggu, bulan.

b. Perumahan : menjumlahkan skor kondisi perumahan dan perabotan yang dimiliki. Skor : (a) status pemilikan : numpang = 1, milik = 2, (b) luas bangunan : < 100 m2 = 1, > 100 m2 = 2, (c) jenis rumah : tanah = 1, semen/tegel = 2, (d) kondisi perabotan : tempat tidur, meja – kursi, almari = 1, tempat tidur, meja – kursi, almari, radio/tape, TV, sepeda, motor = 2. Skor 1 : kurang, 2 : cukup

c. Pendidikan : (a) rata-rata pendidikan formal keluarga yang telah berhasil ditem-puh anak usia sekolah atau di atasnya, dan (b) ketersediaan dan penggunaan pelayanan pendidikan bagi anggota keluarga. Rata-rata pendidikan formal < 6 tahun = 1, > 6 tahun = 2. Akses pendidikan tidak – kurang = 1, cukup – baik = 2. d. Kesehatan : (a) perilaku hidup bersih/sehat, (b) status penyakit (tingkat

morbiditas/mortalitas bayi & anak), (c) ketersediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan bagi anggota keluarga. Perilaku hidup sehat : kurang = 1, cukup –

baik = 2. Status penyakit : morbiditas sedang – tinggi = 1, morbiditas rendah = 2. Akses sarana kesehatan kurang = 1, cukup – baik = 2.