• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komoditas potensial tingkat kabupaten, kecamatan dinilai dengan indikator, meliputi : (1) peluang pasar, yaitu peluang komoditi dalam mengembangkan usaha berdasarkan permintaan; (2) kondisi iklim, seperti kondisi tanah cocok, iklim, suhu, kelembaban, dan curah hujan yang sangat mendukung perkembangan komoditi; (3) tingkat keuntungan usaha, dari usahatani komoditi yang dikelola; (4) preferensi petani, atau tingkat kesukaan dan budaya petani terhadap komoditi; (5) arah kebijakan pemerintah, diantaranya kesesuaian komoditas dengan kebijakan untuk pengembangan, dan (6) penyerapan tenaga kerja.

Pada awal analisis seluruh komoditas utama dianalisis, tetapi pada posisi dan nilai akhir hanya ditampilkan sebelas komoditi potensial. Sedangkan komoditi lain tidak dianalisa karena tidak menjadi komoditas potensial pada ke-8 kecamatan kajian. Misalnya mahoni dan tembakau potensial di Kec. Randubaltung saja, jeruk di Kec. Randubaltung dan Japah saja, bawang dan nangka potensial di Kec. Bogorejo saja, rambutan dan durian potensial di Kec. Japah saja.

Kabupaten dan Kecamatan

Peluang pasar merupakan ktiteria utama terpenting dalam penentuan komoditas potensial dengan nilai bobot 0,30. Permintaan kayu jati yang tinggi untuk pasar dalam negeri dan ekspor. Atau terhadap komoditas padi dan jagung sebagai sumber pangan utama masyarakat yang didukung dengan ketersedian, sehingga menimbulkan peluang pasar yang semakin tinggi. Peluang pasar untuk masing-masing komoditas pertanian dilihat dari perkembangan konsumsi komoditas tertentu terhadap peningkatan rata-rata produksi per komoditas. Urutan pertama adalah kayu jati bundar (1,20). Nilai peluang pasar kayu jati terlihat dari peningkatan penjualan kayu jati pada ketiga KPH (Randublatung, Cepu, dan Blora) yang dikelola PT. Perhutani, dan sharing (25%) untuk lembaga masyarakat desa hutan (LMDH), selaras penelitian Pratiwi (2007). Urutan berikutnya adalah padi, jagung, sapi (0,90). Peluang tersebut dapat dilihat dari peningkatan produksi padi, jagung, sapi selama tahun 2000 – 2007. Atau dapat juga dilihat dari banyaknya komoditas padi, jagung, sapi yang keluar dibandingkan yang masuk ke Kabupaten Blora. Urutan berikutnya adalah ayam buras (bukan ras), mangga, umbi-umbian (ketela pohon, ubi jalar), dan cabe (cabe besar, cabe rawit) masing-masing bernilai 0,75. Urutan berikutnya adalah kacang-kacangan (kacang tanah, kacang hijau, kedelai, kacang putih, kacang merah), kado (kambing, domba), dan pisang masing-masing bernilai 0,60.

Kriteria kesesuaian kondisi iklim pada urutan kedua dengan bobot 0,25 pada suatu wilayah akan menentukan tingkat perkembangan komoditas tersebut. Kondisi tanah yang cocok, iklim, suhu, kelembaban, dan curah hujan sangat mendukung perkembangan pohon jati bundar misalnya, sehingga menghasilkan kualitas kayu jati yang baik, senada pendapat Sumarna (2003) dalam Pamungkaswati (2005), BPS dan Bappeda Blora (2006). Tanaman jati cocok tumbuh di daerah panas, rataan suhu 31,65oC {suhu max. = 39 – 43 oC, optimal = 32 – 42 0C, min. = 13 – 17 oC}, kecepatan angin 13 knot/jam, kelembaban udara sekitar 78,93% (baik = 60 – 80%), dan rataan curah hujan 745 mm/tahun (max. = 2.500 mm/tahun, optimal = 1.000 –

1.500 mm/tahun, min. = 750 mm/ tahun). Hal ini selaras luasan hutan jati dan perkembangan kelas hutannya. Selain itu, luas areal hutan di Kabupaten Blora sekitar 49,7% sebagai faktor pendukungnya. Urutan berikutnya adalah padi, jagung, sapi, ayam buras, dan mangga (0,75). Urutan berikutnya adalah umbi-umbian (ketela pohon, ubi jalar), kacang-kacangan (kacang tanah, kacang hijau, kedelai, kacang putih, kacang merah), kado (kambing, domba), dan pisang (0,63).

Kriteria ketiga adalah keuntungan usaha, dengan bobot 0,20. Kesesuaian kondisi iklim pada suatu wilayah akan menentukan tingkat perkembangan komoditas, sehingga akan dapat mendatangkan keuntungan bagi usahatani yang dilakukan. Semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh dari komoditas tertentu, maka semakin menguntungkan usaha tani, atau usaha ternak yang dikelola. Sehingga semakin besar pula sumbangan yang diberikan bagi pendapatan keluarga petani. Nilai indikator komoditas padi dan sapi tertinggi (0,70); urutan berikutnya adalah kayu jati dan jagung (0,60). Urutan berikutnya adalah ayam buras dan mangga (0,50); selanjutnya umbi-umbian, kacang-kacangan, kado (kambing, domba), dan pisang (0,40). Sapi berada pada urutan pertama karena : (a) pemeliharaan dapat dilakukan sambilan, dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit, serta tidak perlu mengeluarkan biaya banyak, karena pakan diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya lokal, seperti jerami padi, atau limbah tanaman lain. Untuk ternak sapi meskipun tidak pada musim panen pada umumnya petani memiliki persediaan makanan dari jerami padi, atau jagung yang dikeringkan; (b) apabila dibanding kayu jati bundar untuk memanen membutuhkan waktu lebih lama (10 – 25 tahun), sehingga keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan lamanya waktu menunggu; atau (c) apabila dibandingkan dengan ternak lain (ayam buras, kambing, domba) sapi memiliki harga jual yang tinggi, sehingga penerimaannya lebih tinggi dan biaya yang dikeluarkan untuk pakan lebih rendah, karena pakan diperoleh dari limbah tanaman pangan yang dikelola sendiri, rata-rata petani adalah

petani tanaman pangan yang memiliki ternak sapi sebagai tabungan jika membutuhkan biaya cukup besar.

Usaha ternak kambing lebih menguntungkan dari domba. Kambing dan domba lebih menguntungkan dari ayam kampung, karena biaya pemeliharaan lebih rendah, pakan dari limbah komoditas lain. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan relatif kecil, dan hanya untuk membeli dedak sebagai bahan pakan tambahan apabila petani tidak memiliki lahan untuk tanaman pangan, atau ketika tidak panen. Sedangkan pakan untuk ayam buras yang dipelihara semi intensif atau intensif setiap harinya harus diberi dedak sebagai pakan tambahan, meskipun bisa didapatkan dari sisa-sisa makanan manusia, sehingga ketika tidak musim panen, apabila petani tidak memiliki atau memiliki lahan untuk tanaman pangan, atau ketika tidak panen seringkali harus membeli dedak dengan harga lebih tinggi dari musim panen.

Posisi komoditas pertanian yang masih sangat strategis sebagai acuan arah kebijakan pemerintah (kriteria keempat), dengan bobot 0,10. Artinya tingakt kesukaan petani terhadap jenis komoditas pertanian tertentu memiliki tingkat kepentingan 10,00%. Misalnya komoditi padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat baik di level pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa, dukuh, dusun, bahkan sampai ke tingkat keluarga, individu. Komoditas strategis akan diprioritaskan untuk pengembangannya dan sesuai arah kebijakan pemerintah. Urutan komotas potensial yang diperoleh dari komoditas padi, jagung, dan sapi tertinggi (0,40). Urutan berikutnya adalah kayu jati, kacang-kacangan, kado (0,30), selanjutnya adalah mangga, umbi-umbian, dan pisang (0,10).

Hasil analisis nilai potensial berdasarkan kesesuaian kebijakan pemerintah di level pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa, tidak berbeda dengan fokus utama arah kebijakan pembangunan pertanian. Fokus utama melalui (a) peningkatan produksi untuk ketahanan pangan, dan (b) pengembangan agribisnis, untuk peningkatan pendapatan petani guna pencapaian kesejahteraan masyarakat. Sesuai bahasan terdahulu, peran sektor pertanian PDRB Kab. Blora mencapai ± 52

– 55% (Gambar 19). Peningkatan produksi padi, jagung untuk mewujudkan ketahanan pangan, melalui pengembangan agribisnis akan berguna untuk peningkatan gizi melalui diversifikasi pangan. Sedangkan untuk sapi potong akan dikaitkan dengan usaha-usaha peningkatan gizi dan penyediaan protein hewani bagi masyarakat.

Kriteria kelima, yaitu tingkat preferensi petani dengan bobot 0,08. Artinya tingakt kesukaan petani terhadap jenis komoditas pertanian tertentu memiliki tingkat

kepentingan 8,00%. Masyarakat sebagai penentu komoditas pertanian yang akan diusahakan yang sesuai tingkat kesukaaan terhadap komoditas tersebut. Sehingga ada kecenderungan akan mengusahakan lebih baik dibandingkan komoditas lain yang kurang disukai. Nilai indikator komoditas yang sangat sesuai dengan tingkat preferensi petani diperoleh dari komoditas padi (0,32), sapi dan kayu jati (0,28), jagung, ayam buras, dan mangga (0,24), kacang-kacangan, umbi-umbian, cabe, dan pisang (0,16), kado (kambing, domba) (0,12).

Tingkat kesukaaan terhadap komoditas tertentu, ada kecenderungan akan mengusahakan lebih baik dibandingkan komoditas lain yang kurang disukai. Misalnya petani akan tetap berusahatani padi baik di lahan sawah dengan sistem pengairan yang cukup baik di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Atau pada sistem pengairan yang kurang baik pada areal yang dominan lahan kering. Atau dominan kawasan hutan dengan infrastruktur pengairan yang kurang. Karena kesukaan petani pada produksi beras dari tanaman padi sebagai bahan pangan pokok masyarakat. Ternak sapi potong bagi masyarakat Kab. Blora banyak disukai karena dapat menjadi tabungan tak terduga yang sewaktu-waktu dapat dijual. Apabila membutuhkan dana tunai besar, dan ternak sapi sebagai tenaga kerja pengolahan tanah. Usaha ternak sapi dapat dilakukan sambilan, dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit, serta tidak perlu mengeluarkan biaya banyak, karena pakan diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya lokal. Pakan lokal seperti jerami padi, atau limbah tanaman lain, sehingga keuntungan tinggi karena sapi memiliki harga jual yang tinggi. Sehingga penerimaannya lebih tinggi dan biaya yang dikeluarkan untuk pakan lebih rendah. Analisa perbandingan, ternak sapi memiliki keuntungan tertinggi, diikuti kambing, domba, ayam buras. Karena kambing dan domba umumnya dibutuhkan pada hari-hari tertentu saja (hari raya haji/qurban, aqikah), sehingga petani rata-rata memilih memelihara sapi. Ayam buras memiliki nilai keuntungan rendah karena beberapa faktor, antara lain jumlah pemeliharaan per keluarga kecil, adanya serangan penyakit terutama tetelo (Nescastle Diseases) sehingga sering terjadi kematian tinggi. Pada sisi lain, ayam buras memiliki peluang untuk dikembangkan karena umumnya masyarakat lebih menyukai daging dan telur ayam buras dibandingkan ayam ras. Daging ayam buras memiliki kadar lemak lebih rendah, telurnya digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk kesehatan, sehingga harga daging dan telurnya lebih mahal.

Kriteria keenam adalah penyerapan tenaga kerja, dengan bobot 0,07. Artinya tingakt kesukaan petani terhadap jenis komoditas pertanian tertentu memiliki tingkat kepentingan 7,00%. Komoditas yang pengelolaan berorientasi ke arah agribisnis,

maka komoditas tersebut akan dapat meningkatkan lapangan pekerjaan, dan komoditas pertanian tersebut sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan. Penyerapan tenaga kerja untuk usahatani adalah seberapa besar usahatani mampu menyerap dan menyediakan lapangan kerja untuk masyarakat di wilayahnya. Nilai indikator komoditas yang sangat tinggi menyerap tenaga kerja petani diperoleh dari komoditas kayu jati (0,28). Hal ini sesuai luas areal hutan di Kabupaten Blora sekitar 49,7% sebagai faktor pendukungnya. Urutan berikutnya adalah padi, sapi dan jagung (0,21); kacang-kacangan, kado, dan usahatani cabe (0,14); mangga, umbi-umbian, dan pisang (0,07). Peningkatan luas areal tanam, atau indeks pertanaman padi dan jagung sebagai sumber kalori utama pangan, diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Produksi komoditas padi, jagung untuk mewujudkan ketahanan pangan, melalui pengembangan agribisnis akan berguna untuk peningkatan gizi melalui diversifikasi pangan.

Hasil analisa secara komposit berdasarkan enam indikator penilaian tingkat kabupaten, tentang potensi dan posisi komoditas kayu jati bundar, dengan nilai akhir adalah 3,66 (menuju sangat potensial) (Lampiran 3, Tabel 81). Urutan kedua adalah padi (3,28), ketiga adalah sapi potong, nilai akhir 3,24. Urutan keempat adalah jagung, nilai akhir 3,10; kelima dan keenam adalah ayam buras dan mangga, nilai akhir 2,75 (menuju potensial) dan 2,37 (potensial).

Tabel 81. Urutan potensi dan posisi komoditas tingkat kabupaten.

Indikator nilai Sangat potensial – potensial

Peluang pasar Kayu jati, padi, jagung, sapi potong, ayam buras, mangga, umbi-umbian, cabe, kacang-kacangan, kambing-domba, pisang,

Kondisi iklim Kayu jati, padi, jagung, sapi potong, ayam buras, mangga, umbi-umbian, cabe, kacang-kacangan, kambing-domba, pisang,

Keuntungan Padi, sapi potong, kayu jati, jagung, ayam buras, mangga, umbi-umbian, kacang-kacangan, kambing-domba, pisang, cabe

Kebijakan Padi, jagung, sapi potong, kayu jati, ayam buras, kacang-kacangan, kambing-domba, mangga, umbi-umbian, pisang, cabe Preferensi Padi, sapi potong, kayu jati, jagung, ayam buras, mangga,

kacang-kacangan, umbi-umbian, kambing-domba, cabe, pisang,

Tenaga kerja Kayu jati, padi, sapi potong, jagung, ayam buras, kacang-kacangan, kambing-domba, cabe, mangga, umbi-umbian, pisang, Komposit Kayu jati, padi, sapi potong, jagung, ayam buras, mangga,