• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coping and livelihood strategy its impact toward family functioning and family physical strength on poor farmer family in Blora District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Coping and livelihood strategy its impact toward family functioning and family physical strength on poor farmer family in Blora District"

Copied!
277
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI

COPING

DAN NAFKAH SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP KEBERFUNGSIAN DAN KETAHANAN FISIK

KELUARGA PETANI MISKIN DI KABUPATEN BLORA

W A S I T O

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya mengatakan bahwa disertasi Strategi Coping dan Nafkah serta Dampaknya Terhadap Keberfungsian dan Ketahanan Fisik Keluarga Petani Miskin di Kabupaten Blora adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

W a s i t o

(3)

ABTSRACT

WASITO. Coping and Livelihood Strategy : Its Impact toward Family Functioning and Family Physical Strength on Poor Farmer Family in Blora District. Supervised by UJANG SUMARWAN, EUIS SUNARTI ARYA HADI DHARMAWAN, and E. EKO ANANTO.

Blora District is characterized by its dry and marginal area, hence water become the main problem of farming as livelihood source – except in the Bengawan Solo watershed area. Consequently, farmer family should perform coping strategies to survive. This research aimed to analyze livelihood strategy and coping strategy of poor farmer family in three agro-ecosystem area; analyze factors affecting coping strategy, social capital base livelihood strategy, family functioning, and family primary needs fulfillment. This research was conducted in rice farm dominant village (7 villages), dryland dominant village (8 villages), and teak forest dominant village (7 villages). The primary data was collected by utilizing structure questionnaire and unstructured (group discussion and in-depth interview) from 2007 until 2008. Data from structure questionnaire was analyzed descriptively and inferentially using Cohran analysis, t-test, ANOVA, multiple regressions analysis, logistic regression analysis, and path analysis. The result showed that economy aspect of coping strategy has performed optimally to fulfill family basic needs and statistically different among samples from three different agro-ecosystem areas (as the consequence of the difference in characteristics, potency, and economic resource). On the other hand, social aspect of coping strategy has not optimally performed yet and statistically indifferent among samples from three different agro-ecosystem areas (social economic stratification was not found in the location of the research). Factors affecting coping strategy are education, family size, and family attitude at meso level; while social capital base livelihood strategy was affected by education and family size; family functioning was affected by family size and coping strategy; and family basic needs fulfillment was influenced by family attitude at meso level and family functioning. Path analysis revealed that family basic need fulfillment was directly affected by family function and family attitude at meso level, also indirectly affected by coping strategy, social capital base livelihood strategy, family size, and education of family breadwinner.

(4)

RINGKASAN

WASITO. Strategi Coping dan Nafkah serta Dampaknya Terhadap Keberfungsian dan Ketahanan Fisik Keluarga Petani Miskin di Kabupaten Blora. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN, EUIS SUNARTI, ARYA HADI DHARMAWAN, dan E. EKO ANANTO.

Kemiskinan merupakan permasalahan sosial ekonomi utama di Indonesia. Sebagian besar penduduk miskin tinggal di pedesaan, serta lebih banyak dijumpai di wilayah lahan kering, seperti Kabupaten Blora. Strategi coping dan strategi nafkah menjadi cara bagi keluarga petani miskin di Kabupaten Blora untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehingga keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga dapat dijaga.

Secara spesifik, tujuan penelitian adalah menganalisis dan membandingkan strategi nafkah dan strategi coping keluarga petani miskin berdasarkan zona agro ekosistem (desa dominan lahan sawah, lahan kering, kawasan hutan jati). Selain itu, menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, sikap terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi (meso), serta sikap terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan (makro) terhadap strategi coping dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Menganalisis pengaruh strategi coping, nafkah berbasis modal sosial terhadap keberfungsian keluarga, serta pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga.

Lokasi penelitian adalah tiga zona agroekosistem, yaitu dominan sawah (7 desa), lahan kering (8 desa), hutan jati (7 desa). Pengumpulan data primer di tingkat desa dilakukan terhadap 90 responden melalui diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam. Sedangkan di tingkat keluarga petani miskin dengan kuesioner terstruktur yang melibatkan sebanyak 132 keluarga. Penelitian dilakukan pada bulan Juli, Oktober, Desember 2007, dan Juli, September, November, Desember 2008. Data dianalisis secara deskriptif dan analisis statistic inferensia, diantaranya analisis Cochran, uji-t, ANOVA, regresi linier berganda, regresi logistik, dan analisis jalur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga petani miskin menyebar secara merata antar desa, tidak berbeda pada ketiga zona agroekosistem, serta mengelompok pada nilai total skor ≥ 8 berdasarkan 11 indikator validasi kemiskinan BLT 2005. Mereka memilih sikap setuju sampai sangat setuju pada tataran lingkungan sosial ekonomi dan ekologi (meso) serta dukungan sosial ekonomi dan kebijakan (makro) yang memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Secara umum ada perbedaan pada keluarga contoh di tiga zona agroekosistem dalam strategi coping aspek ekonomi. Namun tidak berbeda pada karakteristik keluarga (mikro), sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi, budaya, dan ekologi (meso), serta sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan (makro). Selain itu, tidak berbeda dalam strategi coping aspek sosial, dan strategi nafkah berbasis modal sosial keluarga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping yang dilakukan oleh keluarga contoh secara signifikan adalah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga pada tatanan meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat variabel berpengaruh negatif terhadap strategi coping. Pendidikan dan besar keluarga juga berpengaruh signifikan terhadap strategi nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan keluarga. Kedua variabel berpengaruh positif terhadap strategi nafkah.

(5)

menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga adalah sikap keluarga pada tatanan meso dan keberfungsian keluarga. Pemenuhan kebutuhan pokok juga dipengaruhi secara tidak langsung oleh strategi coping, strategi nafkah, pendidikan, dan besar keluarga. Pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, terutama pangan mendapat dukungan wilayah (ketahanan pangan desa, infrastruktur pengairan P4MI) dan ikatan sosial yang tinggi masyarakat.

(6)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atas atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan nama atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

STRATEGI

COPING

DAN NAFKAH SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP KEBERFUNGSIAN DAN KETAHANAN FISIK

KELUARGA PETANI MISKIN DI KABUPATEN BLORA

W A S I T O

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor

pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Titik Sumarti, MS.,

2. Dr.Ir. Herien Puspitawati, MSc. MSc.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

(9)

Judul Disertasi : Strategi Coping dan Nafkah serta Dampaknya Terhadap Keberfungsian dan Ketahanan Fisik Keluarga Petani Miskin di Kabupaten Blora

Nama : W a s i t o

NRP. : A.561050051

Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMK)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. Anggota

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr. Anggota

Dr. Ir. E. Eko Ananto, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK

drh. M. Rizal M. Damanik, M.Rep.Sc, Ph.D. Tanggal Ujian :

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(10)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul : Strategi Coping dan Nafkah serta Dampaknya Terhadap Keberfungsian dan Ketahanan Fisik Keluarga Petani Miskin di Kabupaten Blora. Penulisan disertasi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Program Doktor, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Ujang Sumarwan, MSc., sebagai ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Euis Sunarti, MS; Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr., Dr. Ir. E. Eko Ananto, MS, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat, saran-saran, bimbingan dan senantiasa memberikan semangat dan dorongan,

2. Penguji luar komisi pada sidang terbuka dan tertutup : Dr.Ir. Hasil Sembiring, MSc, APU; Dr.Ir. Hartoyo, MSc., dan Dr.Ir. Titik Sumarti, MS., Dr.Ir. Herien Puspitawati, MSc. MSc., yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran serta masukan dalam penyempurnaan disertasi ini.

3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, dan seluruh staf pengajar S3 dan S2 sekolah pascasarjana beserta jajarannya yang telah memberikan pelayanan, baik administrasi maupun proses pembelajaran.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang memberikan izin belajar biaya sendiri. Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis menjadi anggota peneliti, sehingga dapat melakukan penelitian ini di Kab. Blora,

5. P4MI Kabupaten Blora yang telah bersedia membantu kelancaran pelaksanaan penelitian di lapangan.

6. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor,

(11)

senantiasa mendoakan penulis setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

8. Teman-teman seangkatan Dr. Dra. Fatimah, MS, Dr. Ir. Trina Astuti, MSc, Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc., serta Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, MSi., dan Agus Surahman SIk. yang selalu menjadi teman diskusi dan telah banyak memberikan dorongan, serta kebersamaan dalam menempuh studi di GMK selama ini.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan hingga selesainya disertasi ini, semoga mendapat keridhoanNya. Akhirnya dengan diiringi do‟a, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi siapapun yang memerlukannya.Amin.

Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 20 Maret 1961. Penulis merupakan putra keenam dari tujuh bersaudara, pasangan Bapak Amat Rebin (alm) dan Ibu Wainem.

Penulis menamatkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Binjai pada tahun 1977, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Binjai pada tahun 1981. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Perintis II. Pada tahun 1982 diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dan menamatkan Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 1986, serta Dokter Hewan pada tahun 1987.

Penulis melanjutkan studi dengan status izin belajar biaya sendiri pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Komunikasi Pembangunan Pedesaan pada tahun 1996, dan mendapatkan gelar Magister Sains pada tahun 1999. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan melanjutkan studi program doktor dengan status izin belajar biaya sendiri pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(13)

DAFTAR ISI

Hal.

DAFTAR ISI ………. i

DAFTAR TABEL ...………... v

DAFTAR GAMBAR………... ix

PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………... Perumusan Masalah ……….... Tujuan Penelitian ………... Manfaat Penelitian ……… 1 4 6 6 TINJAUAN PUSTAKA ………... 7

Teori Struktural Fungsional ………... Perilaku dan Sikap ………..………... Teori Pilihan Rasional ………..………... Keluarga ………... Ketahanan Fisik Keluarga ……… Keberfungsian Keluarga ………... Strategi Coping………... Penelitian Strategi Coping Terdahulu………... Strategi Nafkah ………... Kebutuhan Pokok Keluarga ………... Modal Sosial ………... Budaya Massa ………... 7 9 10 13 14 15 19 22 26 30 32 34 Pertanian Lahan Kering ……….... Kemiskinan dan Rumahtangga Petani ………... 37 39 KERANGKA PEMIKIRAN ………... ………... 41

Kerangka Pemikiran ………... 41

METODOLOGI PENELITIAN ……… 45

Tempat dan Waktu……….……… Prosedur Pemilihan Contoh ………... Desain dan Cara Pengumpulan Data ……….. Reliabilitas dan Validasi Instrumen …..………. Pengukuran Variabel Penelitian ……… Pengolahan dan Analisis Data ……… Definisi Operasional ………... 45 46 47 48 50 56 57 HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 61

(14)

Karakteristik Keluarga Contoh ...………. 66

Sikap Terhadap Lingkungan Tataran Meso dan Makro ………. 70

Sikap Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi dan Ekologi (Meso) . Sikap Terhadap Dukungan Sosial Ekonomi & Kebijakan (Makro) 70 77 Strategi Coping ……….…... 83

Aspek Ekonomi ……… Aspek Sosial ……….……….. 83 96 Nafkah Berbasis Modal Sosial……….. 102

Kepercayaan (trust) ………... Jaringan sosial ……….... Norma sosial ………... 102 104 106 Keberfungsian Keluarga ... 108

Koneksi ……….... Sumberdaya Lingkungan ……… Perilaku Terhadap Pengelolaan Sumberdaya ……… Relasi ………... 108 110 112 113 Pemenuhan Kebutuhan Pokok ... 116

Ketahanan Fisik Keluarga dan Pemenuhan Kebutuhan Pokok ... 118

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Variabel Penelitian ... 119

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Strategi Coping ... 119

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nafkah Berbasis Modal Sosial 121

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian Keluarga ... 122

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga .... ………... 123 Analisis Jalur : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian serta Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga ……….………... 127 Dukungan Wilayah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pokok ... 132

Nafkah Pertanian Sumber Kehidupan Petani Miskin………... 132

Tipologi Nafkah dan Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian ... 136

Pola Nafkah Ganda ………... 144

Potensi Komoditas Pertanian Sumber Nafkah ... 160

Investasi Fisik P4MI dan Produksi Pangan………... 168

Kerawanan Pangan dan Diversifikasi Pangan ... 177

Pembahasan Umum ………... 193

(15)

Nafkah Berbasis Modal Sosial dan Pemenuhan Pangan ………….

Keberfungsian Keluarga dan Pemenuhan Kebutuhan Pokok ...

Strategi Coping dan Ketahanan Fisik Keluarga ……… Bantuan Pemerintah dan Saran Kebijakan ………. Novelty dan Keterbatasan Penelitian ……...

196 203 208 212 221

KESIMPULAN DAN SARAN ………. 223

 Kesimpulan………..

 Saran ………..

223 224

DAFTAR PUSTAKA ………. 225

(16)

DAFTAR TABEL

Hal.

1. Unsur ketahanan keluarga ……….. 14

2. Indikator, item, subitem factor-faktor ketahanan fisik keluarga …………... 15 Jumlah unit rumahtangga pertanian menurut jenis usaha pertanian di

Jawa dan luar Jawa (SP, 2003) ……….

39

3. Persentase jumlah rumahtangga pertanian menurut golongan luas lahan

di Jawa dan luar Jawa (SP, 2003) ………

40

4. Luas lahan sawah, lahan kering, dan hutan jati di Kab. Blora ……… 45

5. Jumlah responden untuk data kuantitatif dan kualitatif di Blora ………… 47

6. Variabel penelitian dan cara pengukuran …..………... 49

Lokasi penelitian berdasarkan zona agroekosistem ………... 60 7. Potensi, IP padi, RT. miskin, prasarana kesehatan, sistem pengairan .... 61 8. Populasi ternak dan produksi pangan utama ………... 63

9. Keluarga contoh berdasarkan jumlah anggota ……….. 66

10. Keluarga contoh berdasarkan struktur pendapatan ……….. 67

11. Pendapatan keluarga serta pengeluaran makanan dan bukan makanan 67 12. Keluarga miskin berdasarkan 14 indikator BLT 2005 ... 68 13. Keluarga contoh - analisis Cochran terhadap 14 indikator kemiskinan .... 69 14. Sebaran keluarga contoh kategori sikap terhadap sumber nafkah ... 70 15. Sebaran keluarga contoh kategori sikap - kerentanan sumberdaya ... 73 16. Sebaran keluarga contoh kategori sikap : keterdedahan budaya massa.. 75 17. Keluarga contoh Kategori sikap : dukungan masyarakat dan lembaga

sosek di desa ………...

77

18. Sebaran keluarga contoh kategori sikap : bantuan pemerintah ... 80 19. Keluarga contoh hasil analisis Cochran (ekonomi) usahatani tidak panen 83 20. Keluarga contoh hasil analisis Cochran (ekonomi) usahatani panen ... 84 21. Sebaran keluarga contoh - kategori bidang usahatani panen, non panen 85 22. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan musim non panen 86

23. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan musim panen …. 87

24. Sebaran keluarga contoh kategori coping aspek pangan pada musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem ………...

88

25. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan non panen ... 89 26. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan panen ………. 89 27. Sebaran keluarga contoh coping aspek pendidikan kategori musim

panen, tidak panen ………... 90

(17)

29. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping kesehatan musim panen 91 30. Sebaran keluarga contoh kategori strategi coping aspek kesehatan ... 92 31. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping aspek lain-lain panen .... 92 32. Keluarga contoh hasil analisis cochran coping aspek lain-lain non panen 93 33. Sebaran keluarga contoh kategori aspek lain-lain panen, tidak panen ... 93 34. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan pendapatan

pada 3 zona agroekosistem musim panen ………... 94

35. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan pendapatan

musim tidak panen ………... 95

36. Sebaran keluarga contoh kategori peningkatan pendapatan …... 95 37. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping sosial aspek pangan

pada 3 zona musim tidak panen dan panen ………... 96

38. Sebaran keluarga contoh kategori aspek pangan panen, tidak panen ... 97 39. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping sosial aspek pendidikan

tidak panen, panen ………... 97

40. Sebaran keluarga contoh kategori aspek pendidikan panen, tidak panen 98 41. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping sosial aspek kesehatan 99 42. Sebaran keluarga contoh kategori coping kesehatan aspek kesehatan

pada musim panen dan tidak panen ………...

99

43. Keluarga contoh hasil analisis Cochran coping sosial aspek usahatani .. 100

44. Sebaran keluarga contoh kategori coping sosial aspek usahatani …….. 100

45. Keluarga contoh hasil Cochran nafkah - modal sosial aspek trust 3 zona 102 46. Sebaran keluarga contoh kategori aspek kepercayaan 3 agroekosistem 104

47. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek jaringan sosial 3 zona …. 105

48. Sebaran keluarga contoh kategori aspek jaringan sosial pada 3 zona .... 106 49. Keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek norma 3 agroekosistem .. 107 50. Sebaran keluarga contoh kategori aspek norma sosial 3 agroekosistem 107 51. Keluarga contoh hasil analisis Cochran keberfungsian keluarga: koneksi 108 52. Sebaran keluarga contoh kategori keberfungsian keluarga : koneksi ... 109 53. Keluarga contoh hasil analisis Cochran keberfungsian keluarga aspek

sumberdaya lingkungan

110

(18)

62. Faktor-faktor mempengaruhi nafkah berbasis modal sosial ………... 122

63. Faktor-faktor mempengaruhi keberfungsian keluarga ……… 123

64. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok ... 123

65. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok ... 125

66. Hasil uji jalur ………... 129

67. Hasil uji jalur ………... 131

68. Strategi nafkah keluarga petani miskin di Kab. Blora …... 133

69. Strategi nafkah keluarga petani miskin pada 3 agroekosistem ... 135

70. Akses keluarga pada setiap tipologi dan sumber nafkah ... 137

71. Akses keluarga pada setiap tipologi & sumber nafkah 3 agroekosistem .. 141

72. Nafkah pertanian dan diversifikasi nafkah lain saling melengkapi ... 142

73. Rasionalitas untuk keberlanjutan pemenuhan pangan …... 143

74. Respon keluarga petani miskin terhadap setiap jenis modal pada krisis.. 144

75. Nafkah peningkatan pendapatan dan kebutuhan pangan ... 145

76. Hasil penilaian nafkah simbiosis mutualisme ………... 147

77. Akses dan kontrol aktivitas harian keluarga miskin ………... 151

78. Hasil penilaian nafkah simbiosis parasitisme ………... 153

79. Gangguan Keamanan Hutan KPH Blora, Cepu, Randublatung, 2000 ... 154

80. Tingkat kerawanan/ketahanan pangan desa, kecamatan ………... 157

81. Urutan potensi dan posisi komoditas tingkat kabupaten ………... 164

82. Prasarana pendukung IP padi 100, 200, 300 pembangunan P4MI ... 168

83. Kategori indeks komposit kerawanan/ketahanan pangan ... 178

84. Kategori indeks ketersediaan pangan ………... 181

85. Kategori indeks akses terhadap pangan dan pendapatan ... 184

86. Kategori indeks kerentanan pangan ………... 187

87. Kategori indeks pemanfaatan dan penyerapan pangan ... 189

88. Ketahanan pangan & nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan 197 89. Ketahanan pangan - nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial 198 90. Kategori indeks komposit ketahanan pangan dan norma sosial ... 198

91. Kategori indeks komposit ketahanan pangan desa dan modal sosial ... 199

92. Asosiasi pemenuhan kebutuhan pokok dan 14 indikator petani miskin 204 93. Kategori pemenuhan kebutuhan pokok dan 14 indikator petani miskin 205 94. Kategori keberfungsian, pemenuhan kebutuhan pokok, kemiskinan ... 205

(19)

Hal.

1. Konsep segilima pentagon (model) (Ellis, 2000) ………. 28

2. Keterkaitan antara akses modal ”manusia, alam, finansial, fisik, sosial” dan status gizi (adaptasi konsep UNICEF, 1998) ……… 29 3. Modal Komunitas (Community Capital) (Hasbullah, J. (2006) ... 32

4. Social Capital dan Dinamika Interrelasinya dengan Faktor Internal dan Eksternal Komunitas (Hasbullah, 2006) ………... 33 5. Proses terjadinya budaya massa ………... 36

6. Teori Triple M ………. 37

7. Kerangka teoritis strategi coping dan keberfungsian keluarga ... 40

8. Kerangka pikir strategi coping dan dampaknya terhadap keberfungsian serta ketahanan fisik keluarga ……… 43 9. Luas lahan pertanian ……….. 62

10. Pekerja di sektor pertanian di Kab. Blora ………... 63

11. Luas lahan yang dikuasai petani pada 3 agroekosistem ………... 64

12. RT pengguna lahan dan petani gurem ………. 64

13. RT petani, pengguna lahan, petani gurem, dan buruh tani ………... 65

14. RT miskin dan rumah non permanen ……….. 65

15. Total skor indikator keluarga petani miskin ……… 68

16. Interseksi sikap petani antara sawah, lahan kering, dan hutan 72 17. Interseksi sikap : potensi sumber nafkah antar zona agroekosistem

72

18. Interseksi kepercayaan antar zona agroekosistem

104

19. Interseksi koneksi petani antara sawah, lahan kering, dan hutan 109 20. Interseksi koneksi keberfungsi an keluarga antar zona agroekosistem

110

21. Interseksi pemenuhan kebutuhan pokok di sawah, lahan kering, hutan 117 22 Interseksi pemenuhan kebutuhan pokok antar zona agroekosistem

118

23. Bagan analisis jalur 128

24. Model analisis jalur yang telah dimodifikasi 130

25. Model akhir analisis jalur 130

26. Akses petani terhadap 5 modal (segi-5 pentagon) 136

27. Akses petani terhadap 5 modal pada dominan sawah 139

28. Akses petani terhadap 5 modal pada dominan lahan kering 139

29. Akses petani terhadap 5 modal pada dominan hutan 140

30. Sumber dan nilai nafkah simbiosis mutualisme 147

31. Nilai nafkah dari lahan hutan jati dan pohon jati 148

(20)

33. Aktivitas harian keluarga petani miskin 152

34. Nilai nafkah dari pencurian, pembakaran hutan jati 153

35. Nilai nafkah dari pencurian atau pembakaran hutan jati 153

36. Nilai nafkah simbiosis mutualisme dan parasitisme 156

37. Nilai nafkah simbiosis mutualisme - parasitisme 156

38. Nilai nafkah subindikator simbiosis mutualisme - parasitisme 157

39. Perubahan lahan setelah investasi fisik 170

40. Indeks pertanaman di daerah kajian 170

41. Produksi padi dan jagung 2005 - 2006 171

42. Produksi padi 3 agroekosistem 2003 - 2006 171

43. Produksi sayuran Kab. Blora 2003 - 2007 172

44. Produksi bahan konsumsi di Kab. Blora 2004 - 2008 179

45. PDRB pertanian Kab. Blora 2004 - 2008 181

46. Ketersediaan pangan pada 3 agroekosistem 182

47. Ketersediaan pangan desa kajian 183

48. Perkembangan keluarga miskin Kab. Blora 1998 - 2008 185

49. Interseksi ketahanan pangan dan nafkah basis modal sosial (trust) 197 50. Interseksi ketahanan pangan dan nafkah basis modal sosial (jaringan) 198 51. Interseksi ketahanan pangan dan nafkah basis modal sosial (norma) 199 52. Hubungan antara ikatan sosial dengan pemerintahan(Narayan 1998) 202

53. Interseksi keberfungsian dan kebutuhan pokok 204

54. Interseksi pemenuhan kebutuhan pokok dan kemiskinan BLT 205 55. Interseksi keberfungsian, kebutuhan pokok, dan kemiskinan BLT 206 56. Interseksi ketahanan fisik keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok 207

57. Hubungan coping strategi dan ketahanan keluarga 210

(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan sosial ekonomi utama di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya proporsi penduduk miskin, baik secara agregat di seluruh dunia maupun spesifik di Indonesia. Jumlah penduduk dunia yang terjebak dalam perangkap kemiskinan diperkirakan sekitar 320 hingga 433 juta jiwa (CPRC 2008). Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia menyatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen (BPS 2010) . Angka tersebut akan semakin besar bila standar kemiskinan yang digunakan berbeda seperti standar Bank Dunia.

Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia (63,38%) tinggal di wilayah pedesaan (BPS 2010). Hal tersebut sesuai dengan pemaparan Salim (1976) terkait ciri-ciri penduduk miskin yaitu kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal tersebut erat kaitannya dengan ciri lainnya dari penduduk miskin yaitu tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan. Akibatnya penduduk miskin mengalami kekurangan untuk memperoleh bahan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kebutuhan pokok lainnya (dalam jumlah yang cukup).

Dalam tatanan kehidupan keluarga, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok akibat kemiskinan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menjalankan fungsi-fungsi utamanya. Sebagai contoh dalam pemenuhan fungsi pendidikan anak, data menunjukkan bahwa partisipasi sekolah anak-anak dari keluarga miskin lebih rendah dari anak-anak yang berasal dari keluarga tidak miskin (Rusastra & Napitupulu 2008). Untuk itu keluarga, terutama keluarga miskin, perlu memiliki strategi tertentu agar pemenuhan kebutuhan pokok bisa terpenuhi, serta keberfungsian dan ketahanan fisik keluarga tetap bisa terjaga, atau disebut dengan strategi coping.

(22)

yang belum memadai, kelembagaan sosial ekonomi yang belum menjangkau mereka, serta mutu sumberdaya manusia yang relatif masih rendah.

Akumulasi dari berbagai kendala pada pertanian lahan kering dan marginal di Kabupaten Blora ini tentunya berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan petani, yang selama ini pengembangan inovasi yang relatif tertinggal dan bahkan kurang diprioritaskan. Berbagai daya upaya untuk menurunkan angka kemiskinan sudah dilakukan di Kabupaten Blora, seperti bantuan pemerintah pada aspek pangan, misalnya beras keluarga miskin (Raskin), kesehatan (Askeskin, SKTM, JPS kesehatan, Jamkesmas), bantuan langsung tunai (BLT), atau bantuan langsung masyarakat (BLM); biaya pendidikan keluarga miskin (BOS, JPS pendidikan, beasiswa), Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), Program Pemberdayaan Kecamatan (PPK), dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya keluarga petani miskin di Kabupaten Blora dalam rangka menghadapi kemiskinan yang dialami melalui strategi coping dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Dengan demikian dapat dianalisis pengaruhnya terhadap keberfungsian keluarga, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, dan ketahanan fisik keluarga.

Perumusan Masalah

(23)

dan 40 km. Agroekosistem lain, yaitu dominan lahan sawah dan dominan lahan hutan jati.

Strategi nafkah yang dilakukan keluarga petani miskin dalam kondisi krisis tentunya berbeda dengan strategi nafkah yang dilakukan dalam kondisi normal (Ellis 2000, de Haan 2000). Konteks krisis pada keluarga petani miskin di Kabupaten Blora, seperti musim tidak panen (durasi waktu) yang panjang, kemarau panjang tahun 2002, 2003, 2006, atau krisis ekonomi sejak 1998 yang berkepanjangan. Menurut de Haan (2000), jika keberlanjutan nafkah terancam, mereka akan melakukan strategi coping.

Keluarga petani miskin akan berusaha mengamankan kecukupan kebutuhan pokok dari atau akibat tekanan sumberdaya alam (lahan kering dan marginal, kepemilikan lahan sempit) dan kondisi krisis. Mereka akan melakukan strategi

coping dengan penghematan pengeluaran, peningkatan pendapatan, atau dengan

mengubah strategi nafkah yang biasa dengan strategi nafkah baru, menggunakan sumber-sumber nafkah (modal alam, modal manusia, modal finansial, modal fisik, dan modal sosial) (de Haan 2000). Hal tersebut dapat bersifat sementara atau dilakukan secara berkelanjutan.

Keluarga petani miskin di Kabupaten Blora berdasarkan zona agrosistem sistem (dominan sawah, lahan kering, hutan) diduga tidak hanya melakukan satu strategi nafkah saja, tetapi mereka akan mengerjakan berbagai jenis pekerjaan (the

multiple employment strategy), penyebaran tenaga kerja keluarga, menggunakan

strategi sosial atau non-produksi melalui kelembagaan kesejahteraan setempat dengan lebih mengembangkan unsur-unsur modal sosial yang ada di masyarakat, seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial. Menurut Sitorus (1999) strategi sosial tersebut misalnya melalui kelompok arisan, pengajian, atau perkumpulan kematian.

(24)

modal sosial cenderung institusional, keharmo-nisan yang ada dikategorikan sebagai jaringan sosial yang relasional, karena didasarkan pada nilai sopan dan hormat yang menjadi strategi menghindari konflik (Lab. Sosiologi UI 2006).

Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber nafkah, keluarga petani miskin akan melakukan strategi coping. Menurut Friedman (1998), coping keluarga merupakan respon perilaku positif yang digunakan keluarga untuk memecahkan suatu masalah. Strategi coping sebagai bagian dari perilaku keluarga yang akan diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sikap, nilai (internal), potensi dan kendala sumberdaya lokal, dukungan keluarga dan lingkunganya, masyarakat, dan modal sosial. Hal tersebut juga diharapkan secara signifikan mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga, dan berpotensi dalam menentukan ketahanan pangan keluarga, serta menghambat pengaruh budaya massa (populer), terutama keterdedahan media massa, gaya hidup konsumerisme akibat pengaruh televisi, telepon selluler, motor (eksternal) dan lain sebagainya.

Apabila keluarga petani miskin mampu melakukan strategi coping,

diharapkan akan sangat menentukan optimalisasi keberfungsian keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok, sebagaimana dinyatakan Bems (1997). Untuk memahami pentingnya fungsi keluarga, kita harus mengingat kembali pada fungsi dasarnya. Fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, meliputi fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan.

Keberfungsian keluarga dalam makna ”kapabilitas” keluarga, dapat

menjalankan perannya, dalam rangka melaksanakan tugas kehidupannya dalam memenuhi kebutuhan pokok (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan). Tingkat pemenuhan kebutuhan pokok menurut Sunarti (2001) termasuk pada kategori ketahanan fisik keluarga. Indikator dan item ketahanan fisik keluarga selaras dengan item pendapatan, asset (sumberdaya fisik), ekonomi, (masalah fisik keluarga), dukungan langsung, keluarga, sosial (penanggulangan masalah fisik keluarga), pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan (kesejahteraan fisik keluarga).

Untuk memahami berbagai permasalahan yang terjadi tersebut di atas secara lebih seksama, pertanyaan analitis yang muncul adalah:

1. Bagaimana keluarga petani miskin melakukan strategi nafkah dan strategi

(25)

pada zona agroekosistem yang berbeda (desa dominan sawah, lahan kering, kawasan hutan jati), serta adakah perbedaan dari ketiga wilayah agroekosistem tersebut dalam hal strategi bertahan hidup?

2. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga petani miskin (mikro), lingkungan sosial ekonomi dan ekologi (meso), serta dukungan sosial ekonomi dan kebijakan (makro) terhadap strategi nafkah berbasis modal sosial, dan strategi

coping?

3. Bagaimana pengaruh strategi nafkah berbasis modal sosial, strategi coping

keluarga petani miskin terhadap keberfungsian keluarga, atau pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan) dan ketahanan fisik keluarga?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan umum penelitian adalah menganalisis strategi coping serta strategi nafkah berbasis modal sosial, dan dampaknya terhadap keberfungsian serta katahanan fisik keluarga petani miskin di Kabupaten Blora.

Tujuan khusus penelitian ini :

1. Menganalisis dan membandingkan strategi nafkah berbasis modal sosial, serta strategi coping keluarga petani miskin berdasarkan zona agro ekosistem (desa dominan lahan sawah, lahan kering, kawasan hutan jati) dalam memenuhi kebutuhan pokok.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping, serta strategi nafkah berbasis modal sosial keluarga petani miskin.

(26)

Manfaat Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional berlandaskan empat konsep, yaitu sistem, struktur sosial, fungsi, dan keseimbangan. Tidak ada individu dan sistem yang berfungsi secara independen, tetapi dipengaruhi atau pada gilirannya mempengaruhi individu atau, sistem lain (Winton 1995), dan mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial, yang merupakan sumber utama struktur masyarakat. Konsep struktural fungsional : (a) Setiap subsistem, elemen, atau individu dalam sebuah sistem mempunyai peran dan kontribusi kepada sebuah sistem secara keseluruhan; (b) Adanya saling keter-kaitan antar subsistem, elemen, atau individu dalam sebuah sistem (interdepedensi); (c) keterkaitan antar subsistem, elemen, atau individu dicapai melalui konsensus dari pada konflik; (d) untuk mencapai keseimbangan diperlukan keteraturan dan integrasi antar subsistem, elemen, atau individu; dan (e) untuk mencapai keseimbangan baru diperlukan perubahan secara evolusioner (Megawangi 2005).

Penganut teori ini melihat sistem sosial sebagai sistem yang harmonis, berkelanjutan, dan senantiasa menuju keseimbangan. Struktur sosial meliputi bagian dari sistem, sedangkan konsep keseimbangan mengacu kepada konsep homeostasis suatu organisme, yaitu kemampuan suatu sistem untuk memelihara stabilitas agar kelangsungan sistem tetap terjaga (Winton 1995). Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga, dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat adalah penekanan pada pendekatan struktural fungsional. Prasyarat dalam teori struktural fungsional menjadikan keharusan yang harus ada agar keseimbangan sistem tercapai, baik pada tingkat masyarakat maupun keluarga.

Keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib (social

order), selanjutnya dapat mempengaruhi ketertiban dalam sistem sosial yang lebih

besar lagi. Adanya struktur atau strata dalam keluarga (sebagai sistem kesatuan), dimana masing-masing individu mengetahui dimana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang melandasi struktur dapat menciptakan ketertiban sosial. Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga (Megawangi 2005) :

(28)

anak-anak (balita, sekolah, remaja, dewasa); ada hubungan timbal balik antar individu dengan status sosial berbeda.

2. Konsep peran sosial menggambarkan peran masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya dalam sebuah sistem. Ketidakseimbangan antara peran instrumental (oleh suami/bapak) dan ekspresif (oleh istri/ibu) dalam keluarga akan membuat keluarga tidak seimbang. Diferensiasi peran diharapkan dapat menuju suatu sistem keseimbangan.

3. Norma sosial adalah sebuah peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertindak atau bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya. Norma sosial ini berasal dari dalam masyarakat itu sendiri yang merupakan bagian dari kebudayaan, yaitu pandangan hidup masyarakat secara umum. Setiap keluarga dapat mempunyai norma sosial yang spesifik untuk keluarga tersebut, misalnya norma sosial dalam hal pembagian tugas dalam rumah tangga, yang merupakan bagian dari struktur keluarga untuk mengatur tingkah laku setiap anggo ta dalam keluarga.

(29)

interaksi antara pola-pola pemeliharaan subsistem ekonomi (Al) dan masyarakat yang lebih luas.

Prasyarat struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi (Levy dalam Megawangi 2005), meliputi : (1) diferensiasi peranan, yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga, (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/teknik sosialisasi internalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku.

Perilaku dan Sikap

Teori yang mendasari strategi coping pada kajian ini adalah teori perilaku. Perilaku merupakan seperangkat perbuatan, tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Ahmadi (1999); Azwar (2003), berpendapat tingkah laku adalah fungsi dari pada sikap; tindakan, atau tingkah laku merupakan kebiasaan bertindak (Arif, 1995). Sikap adalah tendensi atau kecenderungan awal yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, dan biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu komplek. Sikap itu berbasis pada pendapat, sehingga pada masyarakat timbul hirarkhi sikap. Terbentuknya suatu sikap banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Faktor dalam pribadi manusia (intern), dan interaksi sosial diluar kelompok (ekstern) sampai melalui alat-alat komunikasi (cetak, audio dan audio visual), merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap. Tingkah laku adalah fungsi dari pada sikap (Ahmadi, 1999; Azwar, 2003). Sikap dan tingkah laku ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

(30)

kegiatan tidak dapat dipisahkan (Fishbein dan Ajzen, 1976). Sikap dan tindakan mereka akan beradaptasi terhadap perilaku dan budaya yang berlaku pada waktu atau periode mendatang, namun perlu kajian bersifat longitudinal. Perubahan sikap tergantung dari kebutuhan, dan menurut teori fungsional Kazt (1960), Smith, Buner, dan White (1954) dalam Gunawardani (2002), sikap memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar, agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan, dan menurut kebutuhan, sehingga perubahan sikap dan perilaku akan terjadi terus-menerus. Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang, dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan, senada Notoatmodjo (2003). Strategi

coping yang dilakukan keluarga petani akan sangat menentukan keberlangsungan

fungsi keluarga

Teori Pilihan Rasional

Strategi coping dianggap sebagai ‟turunan‟ secara langsung prinsip rasionalitas. Konsep Collemen pendukung teori pilihan rasional yang memperhatikan setting sosial tempat tindakan sosial terjadi di luar individu. Menurut Colemen, pertukaran di dalam kehidupan ekonomi tidak selalu tetap, pertukaran berada dalam suatu setting di mana terjadi kompetisi untuk mendapatkan sumberdaya antara aktor-aktor (Abell 2000). Konsep utama Colemen adalah aktor dan sumberdaya, berinteraksi dan menentukan organisasi sosial berkisar sekitar transaksi antara siapa yang memiliki dan siapa yang mencari sumberdaya (Turner, 1998). Langkah awal yang penting dalam teori pilihan rasional adalah distribusi kontrol sumberdaya antara aktor. Teori pilihan rasional harus digabungkan dengan teori lain agar dapat digunakan dalam teori-teori sosiologi (Abell 2000). Menurut Collemen (1994), penam bahan kepuasan dengan meningkatkan kendali, modal sosial, hak sosial yang asli dan institusi. Keempat elemen pilihan rasional menunjukan perhatian Collemen pada faktor di luar individu dan keuntungan personal sebagai tujuan tindakan. Faktor kritis teori pilihan rasional neoklasik Weber terlalu menekankan pada individu dan terlalu minimalis (Abell 2000), terlalu terfokus pada pilihan rasional atau semua tindakan manusia harus rasional.

(31)

memberi asumsi bahwa tiap individu berbuat rasional ekonomi, akankah keluaran

agregat selalu „rasional‟ atau dapat diinginkan ? Colemen (1994) dalam

Dharmawan (2001), menegaskan bahwa inti teori ini dibangun oleh asumsi bahwa rasionalitas individu memiliki roda preferensi kepuasan dan maksimalisasi utilitas. namun, penegasan teori ini adalah keberadaan organisasi sosial dan lembaga sosial – elemen yg mengarahkan pengaturan tingkah laku manusia, tindakan ekonomi dan hubungan sosial dalam pencapaian kebutuhan keinginan. Elemen ini, yg merupakan konsentrasi teori pilihan rasional, kurang mendapatkan perhatian dari orientasi ekonomik neoklasik. Menurut Colemen, terdapat 4 elemen yg membuat substansi teori pilihan rasional berbeda dari paradigma neoklasik, yaitu :

1. Pencapaian utilitas dengan pemberian kontrol. Menurut asumsi neoklasik,

individu ikut dalam pertukaran jika kontrol diperoleh atas sesuatu yg disukainya apakah akan diberikan. Teori pilihan rasional mengatakan bahwa terdapat kemungkinan individu memperoleh utilitas dengan memberikan kontrol atas sumberdaya secara uniteral. Contohnya, seseorang membiarkan dirinya dipengaruhi oleh orang lain, atau lebih percaya kepada keputusan/pengadilan lain dibandingkan dikotanya sendiri. Tindakan ini dilakukan hanya jika pelaku percaya akan keuntungan pada seseorang yang akan memberikan lebih besar jika dia tidak melakukan tindakan.

2. Kapital (modal) social, konsep ini merujuk pada berbagai aspek organisasi

sosialinformal yg membentuk sebuah sumberdaya produktif untuk satu pelaku

atau lebih. Individu-individu mungkin secara rasional berinvestasi dalam kapital sosial melalui bentuk persahabatan dan perkenalan jika terdapat harapan jika dengan berinvestasi, seseorang akan banyak memperoleh efek keuntungan dimasa yg akan datang. Kapital sosial ini akan sangat berguna, namun, tergantung sifat struktur sosial, khususnya dalam kedekatan dengan jaringan sosial, keberlanjutan dari relasi sosial, dan relasi multiplex. Ide relasi multiplex mungkin mensejajarkan dengan pemahaman akan keberadaan hubungan erat sebagai akibat dari banyaknya kontak atau koneksi sosio-ekonomik antar dindividu yg berinteraksi dalam beragam bidang dan aktivitas.

3. Asal hak-hak sosial dan distribusinya. Tindakan rasionalitas dalam berbagai

(32)

4. Kelembagaan. Colemen mengkritik ekonomik neoklasik sebagai „tanpa

lembaga‟ dimana pasar sempurna adalah satu-satunya lembaga yg diakui oleh

kerangka kerja pemikiran neoklasik. Dalam arah yg berbeda tetapi masih satu garis dengan argumen ini, Granovetter menyatakan bahwa lembaga ekonomi tidak secara otomatis timbul sebagai respon dari kebutuhan ekonomi. Lembaga ekonomi ini di bangun oleh individu-individu yg merupakan obyek tindakan yg keduanya difasilitasi dan didukung oleh struktur (penyusunan lembaga) dan sumberdaya yg tersedia dalam jaringan sosial di dalamnya.

Hal yang paling sentral dalam teori ini adalah peranan lembaga yg mengatur tindakan ekonomi manusia dan relasi sosial. Perkembangan konsep kapital sosial dalam tradisi dan jaringan sosial informal telah dipandang sebagai sebuah diskursus baru dan penting dalam sosiologi dan ekonomi. Penggunaan

bukti ditemukan dlam studi Geertz pada ‟assosiasi kredit rotasional informal‟

(Colemen 1992 dalam Dharmawan, 2001), menunjukkan nilai positif dari kapital sosial untuk perkembangan ekonomi dalam masyarakat tadisional atau negara berkembang. Dalam studi ini, penegakan sosial tercermin dalam aturan dan norma yg memelihara organisasi asosiasi dapat melayani kondisi fungsi kebijaksanaan penggunaan dan pembayaran ulang kredit. dengan mengerjakan ini, aturan dan norma ditambahkan untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan skema kredit dan menyumbang perbaikan standar hidup pemakai kredit.

Pengakuan bias individual dan kekurangan rasa relasi–sosial yg mendalam dalam tradisi neoklasik sekarang telah mengarahkan pelajar ekonomik untuk membuat sebuah modifikasi dalam formulasi konsep ekonomi baru. Dengan menggunakan konsep kapital-sosial dan sitasi Ben-Porath dalam Colemen (1992),

menunjukkan ide „ koneksi-K‟ sebagai sebuah realita sosial penting yg secara nyata mempengaruhi tidakan ekonomik manusia dalam bidang ekonomi riil. Menurut ide

(33)

telah masuk akal ke agar pemikiran pilihan rasional dipertimbangkan lebih realistik dan sebuah kerangka kerja yg lebih relevan menyediakan basis yg lebih baik ke analisis dari studi.

Keluarga

Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik-karakteristik mempunyai tempat tinggal bersama, mengatur ekonomi bersama, melakukan reproduksi, termasuk didalamnya orang-orang dewasa dari kedua jenis kelamin, paling sedikit dua orang yang memelihara hubungan seksual yang dibenarkan secara sosial, dan memiliki satu atau lebuh anak, baik anak sendiri maupun mengadopsi, pasangan seksual yang hidup bersama sebagai suami istri (Murdock dalam Hutter 1981). Keluarga yaitu suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik hubungan kekeluargaan (darah dan perkawinan) diantara anggotanya (Zastrow 2000), ia mengembangkan pengertian keluarga menjadi sekelompok orang yang dihubungkan oleh perkawinan, keturunan, atau adopsi, tinggal bersama-sama dalam rumah tangga yang bersama-sama.

Defenisi keluarga tersebut di atas mengabaikan tempat tinggal bersama dan pengaturan ekonomi yang bersama. Hal ini cukup beralasan karena dalam beberapa kasus ada keluarga-keluarga yang tidak tinggal bersama untuk beberapa waktu dan mengatur ekonomi sendiri-sendiri. Menurut Mattessich & Hill dalam

Zeitlin et al, (1995), keluarga merupakan kelompok-kelompok yang dihubungkan oleh pertalian kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan-hubungan emosional yang dekat dan mereka memperlihatkan empat sistemik yang berorientasi ke masa depan, yakni interdependensi/saling ketergantungan yang intim, memelihara batas-batas yang selektif, kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, serta melaksanakan tugas-tugas keluarga.

(34)

Ketahanan Fisik Keluarga

[image:34.595.87.529.286.814.2]

Ketahanan keluarga merupakan kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik–material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan bathin, definisi UU no. 10 tahun 1992 (BKKBN, 1992). Karakteristik atau komponen ketahanan keluarga antara lain dorongan berprestasi, komitmen terhadap keluarga, komunikasi, orientasi agama, hubungan sosial, penghargaan, peran yang jelas dalam keluarga, dan waktu kebersamaan. Perbandingan unsur, karakteristik atau komponen ketahanan keluarga dari berbagai sumber disajikan oleh Sunarti (2001) pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Unsur Ketahanan Keluarga

Hill (1971) Scanzoni (1971) Stinnett & Defrain (1985) Schumm (1986)

1. Ikatan kekerabat-an ykekerabat-ang kuat, 2. Orientasi kerja

yang kuat, 3. Kemampuan

adaptasi terhadap peran keluarga, 4. Orientasi prestasi

yang kuat, 5. Orientasi agama

yang kuat

1. Memiliki keuntungan sosial ekonomi, 2. Status sosial, 3. Kemampuan

menye-diakan sumberdaya pendidikan, sosial dan ekonomi bagi anak, 4. Peran model

pendidikan anak dalam masyarakat, 5. Kualitas hubungan

suami – istri,

6. Tingkat interaksi anta-ra oanta-rang tua dan anak

1. Komitmen, 2. Waktu

kebersamaan, 3. Apresiasi, 4. Penanggulangan

krisis,

5. Kesejahteraan spiritual, 6. Komunikasi

1. Waktu kebersa-maan – menye-nangkan & suportif, 2. Perspektif

positif, 3. Komitmen, 4. Harga diri, 5. Keterbukaan

dan keahlian komunikasi, 6. Sistem nilai

Komponen Ketahanan Keluarga

Parson Krysan & Zill (1990); Achord et.al (1986), McCubbin et.al (1997)

1. Adaptasi, 2. Penetapan

tujuan, 3. Integrasi, 4. Latency

1. Komunikasi,

2. Dorongan berprestasi, 3. Komitmen keluarga, 4. Orientasi agama, 5. Hubungan sosial, 6. Kemampuan adaptasi, 7. Penghargaan,

8. Peran jelas,

9. Waktu kebersamaan

1. Komunikasi, 2. Kesejahteraan, 3. Komitmen, 4. Penghargaan, 5. Waktu

keber-samaan, 6. Pengelolaan

masalah

1. Komunikasi, 2. Penghargaan, 3. Kesadaran, 4. Keunggulan, 5. Kesehatan

dalam Sunarti (2001)

Ukuran ketahanan keluarga melalui pendekatan subsistem input, proses, dan out put dengan uji validitas konstruk menggunakan analisis faktor (eksploratori

dan confirmatory) menghasilkan tiga peubah laten, yaitu ketahanan fisik, ketahanan

(35)
[image:35.595.109.532.198.469.2]

keluarga, penanggulangan masalah keluarga, dan kesejahteraan sosial bersifat non fisik. Ketahanan psikologis meliputi penanggulangan masalah keluarga bersifat non fisik dan kesejahteraan psikologis keluarga. Komponen proses, seperti pengelolaan masalah, adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latency, serta komponen kesejahteraan (ekonomi, sosial, psikologi) sebagai tujuan keluarga.

Tabel 2. Indikator, item, subitem faktor ketahanan fisik keluarga

Indikator Item Subitem

Sumberdaya Fisik

- Pendapatan - Asset keluarga

- Pendapatan/kapita/bulan

- Kepemilikan rumah, tanah/sawah, kendaraan Masalah Keluarga Fisik - Ekonomi - Sakit - Kehilangan

- Kesulitan memenuhi pangan, pengobatan, biaya pendidikan, keuangan

- Gangguan kesehatan, suami/anak sakit, celaka - Suami kehilangan pekerjaan

Penanggu- langan Masalah Keluarga Fisik - Langsung - Dukungan keluarga - Dukungan sosial

- Penaggulangan kesulitan pangan, ekonomi, pengobatan

- Peran keluarga besar meringankan pekerjaan RT, membantu kesulitan ekonomi

- Peran tetangga/lingkungan meringankan peker- jaan RT, membantu kesulitan ekonomi

Kesejahtera an Fisik - Pangan - Sandang - Papan - Kesehatan - Pendidikan

- Frekwensi makan utama, lengkap dalam sehari - Frek., jumlah baju yang dibeli dalam setahun - Luas rumah/kapita, kepemilikan k. mandi, WC - Tempat keluarga berobat jika sakit, perawatan - Kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah

Keberfungsian Keluarga

(36)

pada saat ini lebih suka mengikuti kelompok-kelompok rekreasional di luar rumah. Fungsi pengakuan status juga sudah berkurang. Sekarang, individu-individu menerima pengakuan melalui prestasi mereka sendiri dalam organisasi-organisasi di luar keluarga, seperti di sekolah, tempat kerja, dan di kelompok sosial serta religius. Akan tetapi, keluarga masih tetap memiliki fungsi afeksional. Anggota keluarga memperoleh pemuasan secara emosional dan sosial masih dari keluarga. Banyak kebutuhan akan persahabatan juga dapat dipenuhi dalam keluarga. Pengamatan Ogburn tidak mustahil terjadi pada masyarakat industrialisasi lainya, termasuk pada masyarakat yang sedang mengalami transisi, seperti Indonesia, dan perubahan fungsi keluarga dapat terjadi.

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Menurut Megawangi (1999), tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga. Fungsi merupakan konsekuensi dari perilaku seseorang atau aksi kelompok. Konsekuensi aksi yang menguntungkan bagi sistem disebut dengan fungsional, sedangkan aksi yang mendatangkan kerugian bagi sistem disebut disfungsional (Winton 1995). Fungsi utama keluarga yang diuraikan Resolusi Majelis Umum PBB adalah : “keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera” (Megawangi 1994). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran dimana sistem sosial dibangun.

(37)

keluarga sebagai agen sosial yang efektif harus mampu memenuhi kebutuhan sosiogenik dan biogenik anggota keluarga dengan menampilkan fungsi instrumental dan fungsi ekspresif.

Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan pengadaan dan pengalokasikan sumberdaya yang terbatas untuk mencapai berbagai tujuan keluarga. Sedang fungsi ekspresif hubungan dengan pengembangan rasa kasih sayang, rasa memiliki dan dimiliki, serta saling memberi dan menerima. Demikian juga pengembangan hubungan yang efektif dalam suatu ikatan moral yang kuat yang dapat membimbing anggota keluarga untuk bekerja sama secara kooperatif dalam organisasi yang terintegrasi (Diana 1991). Selanjutnya dikatakan fungsi-fungsi tersebut diatas dengan berbagai variasi pada umumnya berlaku kuat di dalam masyarakat adat di pedesaan di Indonesia. Sebaliknya di dalam masyarakat modern seperti di kota-kota besar di tanah air masing-masing fungsi keluarga mengalami proses pelemahan yang semakin lama semakin mendalam. Proses ini terjadi karena tiap fungsi ini sedikit demi sedikit telah diambil oleh pranata sosial yang makin lama makin banyak jumlahnya dan makin besar pengaruhnya pada kehidupan keluarga.

Dalam kerangka formal tentang keluarga di Indonesia PP Nomor 21 tahun, 1994 menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, (PP Nomor 21 tahun, 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera). Fungsi keluarga meliputi fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan.

Setiap bangsa atau suku, fungsi keluarga dalam pelaksanaanya tidak sama (BKKBN 1997). Menurut Guhardja et al. (1989), keluarga bertanggung jawab dalam menjaga anggota keluarganya serta menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian anggota-anggotanya. Kelanjutan dari suatu masyarakat dimungkinkan adanya orang tua dan anak-anak. Oleh sebab itu, tujuan kebanyakan rumahtangga dan keluarga adalah reproduksi atau adopsi anak-anak serta sosialisasi. Fungsi keluarga dapat di uraikan sebagai berikut :

(38)

melaksanakan segala aktivitasnya, memelihara kesehatan, dan tanggung jawab keluarga.

2. Perkembangan anggota keluarga dipenuhi melalui memperhatikan kebutuhan dasar dari anggota keluarga, sehingga individu dan keluarga akan mendapatkan ekspresi yang lebih banyak, dalam aspek budaya, intelektual dan aspek sosial dari kehidupan mereka. Sesuai teori Maslow, bahwa kebutuhan manusia terdiri dari : (1) kebutuhan fisik atau jasmani seperti makanan, minuman dan sex; (2) kebutuhan akan rasa aman (safety needs) seperti keamanan dan perlindungan; (3) kebutuhan akan kasih sayang, rasa memiliki, memberi dan menerima kasih sayang; dan (4) kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi diri sendiri (self actualization).

Keberfungsian keluarga merupakan sebuah konsep yang memiliki banyak dimensi dan didefinisikan secara berbeda berdasarkan prinsip teoritik, serta identitas ras dan budaya. Beberapa praktisi memandang atribut-atribut, seperti kemampuan menyesuaikan diri keluarga (family adaptability), yaitu kemampuan mengubah peranan, aturan, dan hubungan untuk menanggulangi stresor personal dan stresor lingkungan. Atribut lainya adalah ikatan emosional (emotional bonding) anggota keluarga sebagai dimensi keberfungsian keluarga kritis. Praktisi lainya memandang kemampuan dalam memecahkan masalah dan keterampilan berkomunikasi sebagai dimensi kritik keberfungsian keluarga (Hodges dalam

Dubowitz dan De Panfilis 2000). Terlepas dari perspektif teoritik, untuk mengetahui keberfungsian keluarga perlu dilakukan asesmen terhadap keberfungsian keluarga sesuai dengan atribut-atribut tersebut, bertujuan untuk mempelajari bagaimana keluarga mengelolah secara spesifik kegiatan kehidupan sehari-hari dan menentukan apakah kegiatan tersebut memuaskan kebutuhan anggota keluarga, baik secara individual maupun keluarga secara keseluruhan. Hodges mengusulkan empat atribut primer keberfungsian keluarga yang sehat, yaitu Connections, Assets,

Relationships, dan Environment, disingkat CARE. Atribut-atribut ini meliputi

interaksi-interaksi internal keluarga dan transaksi-transaksi di antara keluarga-keluarga dengan sistem-sistem yang lebih luas.

(39)

perubahan hidup yang dialami. Jika seseorang mendapat promosi sehingga meningkat statusnya dan pendapatanya, maka gaya hidupnya pun berubah. Jabatan baru akan menuntut penampilan yang berbeda, selera yang berbeda, pakaian yang berbeda, pola makan yang berbeda. Perubahan gaya hidup pada intinya akan mengubah pola konsumsi seseorang. Pertanyaanya bagaimana jika seseorang mengalami stres, karena jabatan baru kemungkinan meningkatkan beban kerja, waktu kerja, deadline pekerjaan, dan lain-lain; sehingga bagaimana menggunakan uang dan waktunya, akan mengubah pola dan konsumsinya, karena stres pekerjaan? Apakah gaya hidup akan berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga? Apakah gaya hidup konsumtif keluarga miskin akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokoknya, kualitas perkawinan dan pengasuhan?, merupakan variabel yang perlu dipertimbangkan. Menurut Stress Education Center

(1999) penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup berdasrkan sejumlah besar bon-bon medis hampir mencapai 50%. Hal ini menunjukan adanya gaya hidup yang negatif dan mengakibatkan kesakitan tertentu. Ada kemungkinan ini berhubungan juga dengan pola konsumsi.

Strategi Coping

Coping adalah respons tingkah laku dan pikiran terhadap stress,

penggunaan sumberdaya pada diri individu dan lingkungan, bertujuan untuk mengurangi atau mengatur konflik-konflik, sehingga dapat meningkatkan perkembangan kehidupan. Menurut Monat & Lazarus dalam Sussman & Steinmetz (1987), coping mengacu pada upaya untuk menguasai kondisi yang mengganggu atau merusak, mengancam atau menantang, ketika respons rutin dan otomatis tidak ada. Coping juga berhubungan dengan adaptasi terhadap kondisi yang relatif sulit (White dalam Sussman & Steinmetz 1987). Dari perspektif kognitif Lazarus dalam sumber yang sama mendefinisikan coping sebagai suatu kegiatan kognitif yang berhubungan dengan (1) asesment terhadap gangguan yang akan datang (penilaian primer), dan (2) asesment terhadap konsekuensi dari setiap tindakan

coping (penilaian sekunder). Zeitlin et.al (1995) mendefinisikan coping sebagai

suatu proses yang terdiri dari respons kognitif, emosional, dan perilaku dari keluarga sebagai suatu kolektif.

(40)

langsung, yaitu serangan terhadap atau melarikan diri dari ancaman (fight or flight), dirancang untuk mengubah relasi stress secara fisik dan dalam lingkungan sosial seseorang; dan (2) bentuk intrapsychic coping, yaitu berupa mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) yang dirancang untuk mengurangi bangkitnya emosional, yang lebih baik daripada merubah situasi. Tindakan dan perasaan yang dapat membuat orang merasa lebih baik, meskipun tidak merubah sumber stressnya.

Family coping (kebalikan dari mengalami krisis) merupakan variabel proses

atau hasil (outcome); berhubungan dengan apa yang dilakukan keluarga terhadap sumber-sumber yang dimiliki. Proses coping dimulai hanya jika keluarga membawa sumberdaya yang dimiliki kedalam tindakan-tindakan. Jika keluarga memiliki sedikit sumberdaya, baik secara individual maupun kelompok, proses coping tidak akan pernah dimulai, dan krisis akan terjadi bila peristiwa stressful terjadi. Sumberdaya

coping keluarga adalah kekuatan individual dan kolektif pada saat peristiwa stressor

terjadi. Misalnya: ketahanan ekonomi, kesehatan, kecerdasan, keterampilan kerja, kedekatan, semangat kerjasama, keterampilan berelasi dan jaringan serta dukungan sosial. Oleh karena itu, sumberdaya keluarga merupakan aset-aset yang bersifat sosiologis, ekonomis, psikologis, emosional dan fisik (Boss dalam Sussman & Steinmetz 1987).

Empat hipotesis tentang bagaimana tindakan coping keluarga bekerja untuk menghindari stress, yakni (1) perilaku coping mereduksi kerawanan keluarga; (2) tindakan coping dapat memperkuat atau memelihara kekohesifan dan organisasi keluarga; (3) coping dapat mereduksi atau mengeliminir peristiwa-peristiwa stressor; dan (4) coping dapat secara aktif beroperasi pada lingkungan untuk melakukan perubahan (McCubbin et.al dalam Rice 1999). Hasil analisis McCubbin, coping juga dapat salah, dan ini dapat menganggu sistem keluarga dalam tiga cara, yaitu (1)

coping dapat mengakibatkan gangguan tidak langsung terhadap unit keluarga atau

anggota keluarga, misalnya keluarga memotong biaya perawatan kesehatan untuk kompensasi inflasi; (2) upaya coping dapat mengakibatkan gangguan langsung pada keluarga, misalnya anggota keluarga menyalahgunakan alkohol atau bunuh diri sebagai jalan keluar untuk masalah yang sedang di alami; dan (3) coping dapat meningkatkan resiko keluarga dengan memperlambat perilaku adaptif.

(41)

Rice (1999) mengidentifikasi beberapa coping strategies yang efektif dalam situasi keluarga yang mengalami stress, yakni :

1. Meningkatkan dan memelihara jaringan dukungan sosial yang tersedia pada keluarga dan teman dekat, sama halnya dengan lembaga pelayanan sosial dengan sumberdaya profesional dan kelompok pendukung.

2. Menghindarkan kehawatiran yang tidak produktif, bencana besar, dan pola-pola berfikir seperti itu sering terjadi bila kita sedang frustasi, marah, atau sedang menghadapi ketidakpastian. Cara untuk menghindari berfikir negatif yang tidak produktif adalah dengan melibatkan diri lebih banyak dalam kegiatan produktif, terutama kegiatan pertolongan.

3. Memelihara kebiasaan kesehatan yang baik secara personal, sebab coping

yang efektif bekerja bila otak yang berusaha mencari solusi di dukung oleh tubuh yang sehat, diperlukan gizi yang baik dan latihan fisik secara teratur.

Coping strategy index (CSI) dalam Maxwell (2001) mengatakan semua

tindakan untuk memenuhi konsumsi yang berhubungan dengan coping strategy

terhadap pangan telah biasa dilakukan keluarga. Empat kategori coping strategy

yang dilakukan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan, yaitu (1) perubahan diet, (2) penambahan akses pangan dalam jangka pendek, (3) pengurangan jumlah anggota dalam pemberian makan, dan (4) perubahan distribusi makan. Cara lain menurut Maxwell (2001), yaitu (1) mengurangi makanan kesukaan, (2) meminjam makanan atau uang, (3) membeli makanan dengan berhutang, (4) meminta bantuan di luar rumah tangga, (5) membatasi dan membagi makanan, (6) menyisihkan sedikit uang dari anggota keluarga, (7) membatasi konsumsi pangan pribadi, (8) mengurangi jenis makanan, dan (9) menjalani hari-hari tanpa makanan.

Empat tingkat coping strategy yang dilakukan berdasarkan kemiskinan yang berbeda, pertama : adaptasi terhadap perubahan pola makan (jagung pengganti beras, pengurangan ukuran makan per hari, meminjam uang atau pangan). Jika kekurangan pangan berlanjut, keluarga akan melakukan strategi kedua, seperti menjual asset tidak produktif, meminjam, atau pindah pekerjaan. Jika situasi tetap buruk, strategi ketiga, seperti menjual tanah, peralatan, hewan ternak, atau asset produktif. Pada tingkatan keempat, berpindah secara permanen, atau mencari bantuan pangan (Cobertt 1988 dalam Anonymus 2004). Penelitian coping strategy

(42)

perubahan diet (7 cara), (3) peningkatan akses terhadap pangan (8 cara), (4) akses terhadap uang tunai (9 cara), dan (5) langkah yang lebih tegas (4 cara).

Kecukupan konsumsi pangan sangat mempengaruhi kesehatan sebagai kebutuhan utama. Strategi food coping dilakukan untuk mendayagunakan alat tukar

(exchange properties) untuk menjamin kelangsungan hidup individu atau anggota

rumahtangganya (Davis 1993; Maxwell et.al. 1999 dalam Usfar 2002; Anonymous 2003). Faktor- faktor yang mempengaruhi strategi coping keluarga adalah (1) karakteristik sosial ekonomi (status pekerjaan, total pendapatan rumah tangga, dan pendidi kan); (2) karakteristik demografi (umur, status perkawinan, jenis kelamin, dan ukuran rumah tangga); (3) wilayah tinggal, (4) tekanan dari tempat kerja, dan (5) responden sebagai pekerja di rumah (Puspitawati 1992).

Strategi food koping dilakukan untuk mendayagunakan alat tukar untuk menjamin kelangsungan hidup individu atau anggota rumahtangga (Davis 1993; Maxwell et.al. 1999 dalam Usfar 2002; Anonymous 2003). Variasi dan detail food

coping strategy yang dilakukan rumah tangga memberi indikasi tingkat keparahan

kerawanan pangan rumahtangga tersebut. Penelitian food coping strategy harus dil

Gambar

Tabel 1. Unsur Ketahanan Keluarga
Tabel 2. Indikator, item, subitem faktor ketahanan fisik keluarga
grafik pentagon dalam dua dimensi, yaitu : (1) Tanda negatif (arah panah mengarah
Gambar 3. Modal Komunitas ( Community Capital) (Hasbullah 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Allah SWT telah berfirman yang bermaksud : “ Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab Allah Al-Quran dan mereka mendirikan solat serta membelanjakan rezeki yang kami berikan

Menurut COSO (2004), Risk Management dapat diartikan sebagai berikut: “ERM adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya, yang

Selain itu pada kasus, pasien memiliki riwayat hipertensi yang juga dapat memudahkan pembentukan emboli yang mana penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat

inovasi. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini.. merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.3) Perlu.. orientasi baru

Seksi keuangan dan umum melaksanakan dan mengendalikan seluruh seluruh kegiatan operasional perusahaan dibidang keuangan dan umum dalam rangka pencapaian target

Karya ini lebih mengangkat pada rasa kesepian yang dirasakan oleh seorang wanita yang ditinggalkan teman maupun orang terkasihnya hanya karena ego mereka sendiri

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perbedaan lama waktu kejutan panas yang berbeda terhadap daya tetas telur ikan mas ( Cyprinus carpio ) dengan

rumah panjang yang terlibat dalam kajian ini sependapat yang keadaan persekitaran fizikal iaitu bentuk bumi dan lokaliti serta sungai di kawasan kajian telah memberi