KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang .1 Posisi Nomina Inti
5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas
5.2.3.2 Perelatifan Objek
Jika sebelumnya adalah perelatifan subjek, beberapa contoh berikut
memperlihatkan perelatifan objek dalam bahasa Jepang. Objek dalam bahasa Jepang
juga direlatifkan dengan menggunakan strategi gap. Namun, ditemukan pula
penerapan strategi lain.
(44a) Shin wa [Yuu no tsuku-tta] fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP Nama-GEN buat-KLam baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin terus memandangi baju (yang) Yuu buat’
(Shinka, 2006: 180)
Pada contoh (44a) klausa relatif yang muncul adalah klausa relatif restriktif
dengan nomina inti, yaitu fuku ‘baju’ menempati posisi objek. Contoh kalimat
tersebut jika dibagi unsurnya, maka akan terlihat seperti berikut.
a. Klausa relatif :
Yuu no/ga (fuku wo) tsuku-tta Nama-GEN/NOM baju-AK buat-KLam ‘Yuu membuat (baju)’
b. Klausa utama :
Shin wa fuku wo mitsume-te ita Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin memandangi baju’
Klausa relatif, yaitu Yuu no tsukutta ‘Yuu membuat’ kehilangan satu
konstituen. Hal tersebut disebabkan oleh verba tsukutta ‘membuat’ memerlukan dua
buah argumen, yaitu subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu. Mengingat
kembali apa yang dinyatakan oleh Tsujimura (1996: 264) bahwa ketika klausa relatif
terdiri atas frasa nominal yang dimarkahi oleh no, maka no tersebut dapat diganti
dengan ga sebagai pemarkah kasus nominatif begitu juga sebaliknya. Jadi, klausa
relatif pada contoh (44) dapat dituliskan Yuu ga tsukutta ‘Yuu membuat’. Klausa
relatif tersebut kekurangan objek sehingga terlihat seperti di bawah ini.
Shin wa [Yuu no/ga ___ tsuku-tta] fuku wo
---Nama-TOP Nama-GEN___ buat-KLam baju-AK
Posisi yang kosong tersebut dapat diisi oleh nomina inti, yaitu fuku ‘baju’.
Nomina inti tersebut mengisi posisi objek dalam klausa relatif sehingga dikatakan
sebagai perelatifan objek. Strategi perelatifan yang digunakan adalah strategi gap.
Unsur inti contoh (44) dijelaskan berikut ini untuk memperlihatkan bahwa objek
dalam bahasa Jepang memang dapat direlatifkan.
Shin wa fuku wo mitsume-te ita
Nama-TOP baju-AK pandang-KKinLam ‘Shin memandangi baju’
(44b) [Shin ga mitsume-te ita] fuku wa tomodachi no fuku desu Nama-NOM pandang-KKinLam baju-TOP teman-GEN baju-KOP-KKin
‘Baju yang Shin pandangi (adalah) baju kepunyaan teman’
Contoh kalimat (44b) menunjukkan bahwa klausa relatif yang dibentuk dari
sebenarnya diisi oleh nomina inti yang menduduki fungsi subjek (dimarkahi oleh
pemarkah topik) dalam klausa utama contoh (44b). Sementara itu, subjek klausa
relatif dimarkahi oleh ga.
(45) [Yuu ga to-tta] chiketto wa mae kara nibanme no seki da-tta Nama-NOM ambil-KLam tiket-TOP depan dari kedua-GEN kursi KOP-KLam ‘Tiket (yang) diambil Yuu adalah kursi kedua dari depan’
(Shinka, 2006: 34)
Klausa relatif yang muncul pada contoh (45) juga klausa relatif restriktif.
Berbeda dengan nomina inti pada contoh (44), nomina inti contoh (45), yaitu chiketto
‘tiket’ menempati posisi subjek. Verba totta ‘mengambil’ pada klausa relatif
memerlukan subjek dan objek. Posisi subjek sudah diisi oleh Yuu sehingga konstituen
yang kosong adalah objek. Posisi objek dapat diisi oleh nomin inti chiketto ‘tiket’.
[Yuu ga ___to-tta] chiketto wa
Nama-NOM ___ambil-KLam tiket-TOP
Contoh (45) dianggap sebagai perelatifan objek karena nomina inti dapat
menempati posisi tersebut dalam klausa relatif.
(46) [Watashi ga ima kono te ni mo-tte iru] no wa kibou no hikari Saya-NOM sekarang ini tangan-DAT bawa-KKin-GEN-TOP harapan-GEN cahaya ‘(Hal) yang saya bawa di tangan ini sekarang adalah cahaya harapan’
(Hoshino, 2008: 140)
Contoh (46) mirip dengan contoh (43), yaitu posisi nomina inti diisi oleh no.
animate orang, sedangkan no pada contoh (46) menggantikan sesuatu yang sifatnya
abstrak, yaitu hal yang mengacu kepada kibou no hikari ‘cahaya harapan’. Jadi,
contoh (46) juga dapat dikatakan menerapkan strategi perelatifan pronomina retensi.
5.2.3.3 Perelatifan Posesor
Dari data yang terkumpul perelatifan posesor tidak banyak ditemukan. Berikut
contoh yang menunjukkan perelatifan posesor dalam bahasa Jepang.
(47) Gakkou ni narehajime-ta koro, [mada namae wo oboe-te inai] sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, belum nama-AK ingat-KKinNeg
otoko ni hanashi kakera-reta
laki-laki-DAT sapa-PAS-KLam
‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki (yang) namanya belum saya ingat’
(Hoshino, 2008: 65)
Perelatifan posesor dalam bahasa Jepang juga menerapkan strategi gap. Unsur
inti contoh (47) adalah gakkou ni narehajimeta koro, otoko ni hanashi kakerareta
‘waktu mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki. Verba klausa relatif
pada contoh (47), yaitu oboete inai ‘tidak mengingat’ sudah memiliki argumen yang
diperlukan. Argumen yang diperlukan tersebut adalah subjek yang diisi oleh (saya)
dan objek yang diisi oleh namae ‘nama’.
a. Klausa Relatif :
(watashi wa) mada namae wo oboe-te inai (saya-TOP) belum nama-AK ingat-KKinNeg ‘(saya) belum ingat nama’
(watashi wa) gakkou ni narehajime-ta koro otoko ni
(saya-TOP) sekolah-DAT terbiasa-mulai-KLam waktu, laki-laki-DAT
hanashi kakera-reta
sapa-PAS-KLam
‘Ketika sudah mulai terbiasa di sekolah, (saya) disapa oleh laki-laki’
Subjek klausa utama memang tidak disebutkan, tetapi pendengar akan
langsung paham bahwa saya lah yang menempati posisi tersebut karena merupakan
kalimat langsung. Subjek klausa utama dan subjek klausa relatif sama sehingga
nomina inti, yaitu otoko ‘laki-laki’ tidak bisa menempati posisi subjek dan objek.
(47a) *[otoko wa mada namae wo oboe-te inai] laki-laki-TOP belum nama-AK ingat-KKinNeg ‘Laki-laki belum ingat nama’
(47b) *[(watashi) wa mada namae otoko wo oboe-te inai] (saya)-TOP belum nama laki-laki-AK ingat-KKinNeg
‘Saya belum ingat laki-laki nama’
Contoh (47a) tidak benar karena posisi subjek sudah diisi oleh watashi (saya)
meskipun tidak disebutkan dalam kalimat. Contoh (47b) tidak benar karena verba
oboeru ‘ingat’ hanya memerlukan satu objek yang sudah diisi oleh namae ‘nama’.
Selain itu, urutan katanya juga salah. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
namae otoko berarti laki-laki nama. Kalimat akan berterima jika otoko ‘laki-laki’
diletakkan sebelum namae ‘nama’ kemudian dihubungkan dengan pemarkah kasus
genetif no menjadi otoko no namae ‘nama laki-laki’. Dalam bahasa Jepang dua buah
merupakan pemarkah posesor. Jadi, nomina inti menempati posisi posesor, sehingga
dianggap sebagai perelatifan posesor. Jika digambarkan dengan menggunakan
strategi gap, contoh (47) terlihat seperti di bawah ini.
[(watashi wa) mada ___namae wo oboe-te inai] otoko ni
(saya-TOP) belum ___Nama-AK ingat-KKinNeg laki-laki-DAT