• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perelatifan Subjek

Dalam dokumen KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG (Halaman 92-97)

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang .1 Posisi Nomina Inti

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas

5.2.3.1 Perelatifan Subjek

Berikut dijelaskan beberapa contoh untuk menunjukkan perelatifan subjek

dalam bahasa Jepang beserta strategi perelatifan yang digunakan.

(40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’

(Shinka, 2006 : 58)

Klausa relatif pada contoh (40) termasuk klausa relatif nonrestriktif karena

nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ sudah teridentifikasi dengan jelas. Seperti

contoh kalimat dengan klausa relatif pada umumnya, contoh (40) juga terdiri atas dua

buah klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Kedua klausa tersebut dapat dilihat

a. Klausa relatif :

(Shin wa) messeeji wo mi-ta Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam ‘(Shin) melihat pesan’

Klausa utama :

b. Shin wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin segera menuju rumah sakit’

Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada

contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat.

Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita ‘melihat’ memerlukan tidak

hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji ‘pesan’, tetapi juga

memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

[ ____messeji wo mi-ta] Shin wa

____pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP

Dengan menggunakan strategi gap dapat dijelaskan bahwa konstituen yang

kosong sebenarnya diisi oleh Shin sehingga menjadi Shin wa messeji wo mita ‘Shin

melihat pesan’. Karena konstituen yang hilang adalah subjek dan nomina inti pada

klausa utama yang mengisi posisi tersebut, maka disebut sebagai perelatifan subjek.

Dengan menggunakan strategi yang sama konstituen lain, yaitu objek pada contoh

(40) juga dapat direlatifkan hanya makna kalimat menjadi tidak berterima.

40 (b) *[Shin ga mi-ta] messeeji wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP lihat-KLam pesan-AK segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Pesan (yang) dilihat Shin langsung menuju rumah sakit’

Nomina inti, yaitu messeeji ‘pesan’ direlatifkan setelah dijadikan subjek

kalimat dengan dimarkahi oleh pemarkah topik wa. Sementara itu, subjek klausa

relatif dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga. Contoh ini menunjukkan bahwa dalam

satu kalimat ada lebih dari satu konstituen yang dapat direlatifkan, tetapi hanya satu

konstituen yang membuat makna kalimat berterima. Contoh lain perelatifan subjek

dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(41) [senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga hitori zutsu hana-su

keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM satu orang per bicara-KKin

‘Guru (yang) mengajarkan bidang keahlian satu per satu bicara’

(Hoshino, 2008: 44)

Berbeda dengan contoh (40), klausa relatif pada contoh (41) termasuk klausa

relatif restriktif. Nomina inti, yaitu guru belum cukup memberikan informasi kepada

pendengar. Tanpa adanya klausa relatif tentu akan timbul kebingungan guru mana

yang dimaksud. Berikut adalah klausa relatif dan klausa utama dari contoh (41).

a. Klausa relatif :

(Sensei ga) senmon kamoku wo oshie-te kure-ta guru-NOM keahlian bidang-AK ajar-KLam ‘(guru) mengajarkan bidang keahlian’

b. Klausa utama:

Sensei ga hitori zutsu hana-su

guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘guru satu per satu berbicara’

Klausa relatif terdiri dari objek, yaitu senmon kamoku ‘bidang keahlian’ dan

verba oshiete kureta ‘(memberi) pengajaran’. Sama halnya dengan verba mita

buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga

kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.

[___senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga

___keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM

Posisi subjek tersebut dapat diisi oleh sensei ‘guru’, sehingga contoh (41) juga

termasuk perelatifan subjek dalam bahasa Jepang.

(42) [Mukae ni kure-ta] no wa, rihabiri no Fukui sensei da-tta jemput-DAT beri-KLam-GEN-TOP, rehabilitasi-GEN Fukui Guru-KOP-KLam ‘(Orang) yang menjemput adalah Guru Fukui dari pusat rehabilitasi’

(Hoshino, 2008: 114)

Tsujimura (1996: 264) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang tidak ada

kata yang dapat dikatakan mirip dengan kata which atau who sebagai pronomina

relatif dalam bahasa Inggris. Dari data mengenai klausa relatif yang terkumpul untuk

penelitian ini memang tidak ditemukan satu kata yang bisa dikatakan mirip

penggunaanya dengan pronomina relatif which, who dalam bahasa Inggris atau

perelatif yang dalam bahasa Indonesia. Namun, pada contoh (42) muncul no pada

posisi nomina inti. Tidak ada kata benda dalam bahasa Jepang yang dinyatakan

sebagai no. Dalam bahasa Jepang no adalah salah satu pemarkah kasus yang memiliki

beberapa fungsi dalam kalimat. Pembahasan no sebagai pemarkah kasus sudah

dilakukan pada bab keempat penelitian ini. Selain itu, no juga merupakan salah satu

nominalisator kalimat verbal dalam bahasa Jepang. Seperti pada contoh (43) berikut

(43) Kanojo to raibu ni iku no wa hajimete da-tta

Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam ‘(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung’

(Shinka, 2006: 34)

Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo

to raibu ni iku ‘pergi dengannya secara langsung’ sehingga menjadi frasa nominal

dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh

tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada

contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan

bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu

mukae ni kureta ‘(memberi) jemputan’ kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.

Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri.

Verba mukae (ru) ‘menjemput’ memerlukan pelaku animate, yaitu orang.

Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina

khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat

dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina

retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan

nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada

contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif

selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia.

Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan

Mengingat beberapa literatur menyatakan bahwa bahasa Jepang tidak

mengenal perelatif apapun, maka pendapat pertama lebih tepat digunakan untuk

menjelaskan contoh (42).

Dalam dokumen KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG (Halaman 92-97)