KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang .1 Posisi Nomina Inti
5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas
5.2.3.1 Perelatifan Subjek
Berikut dijelaskan beberapa contoh untuk menunjukkan perelatifan subjek
dalam bahasa Jepang beserta strategi perelatifan yang digunakan.
(40) [messeeji wo mi-ta] Shin wa sugusama byouin ni muka-tta pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin (yang) melihat pesan langsung menuju rumah sakit’
(Shinka, 2006 : 58)
Klausa relatif pada contoh (40) termasuk klausa relatif nonrestriktif karena
nomina inti, yaitu Shin ‘nama orang’ sudah teridentifikasi dengan jelas. Seperti
contoh kalimat dengan klausa relatif pada umumnya, contoh (40) juga terdiri atas dua
buah klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Kedua klausa tersebut dapat dilihat
a. Klausa relatif :
(Shin wa) messeeji wo mi-ta Nama-TOP pesan-AK lihat-KLam ‘(Shin) melihat pesan’
Klausa utama :
b. Shin wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Shin segera menuju rumah sakit’
Dengan melihat kedua klausa tesebut akan terlihat bahwa klausa relatif pada
contoh (40) kehilangan satu konstituen untuk menjadikannya sebuah kalimat.
Konstituen tersebut adalah subjek karena verba mita ‘melihat’ memerlukan tidak
hanya objek yang pada contoh di atas diisi oleh messeeji ‘pesan’, tetapi juga
memerlukan subjek (pelaku). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
[ ____messeji wo mi-ta] Shin wa
____pesan-AK lihat-KLam Nama-TOP
Dengan menggunakan strategi gap dapat dijelaskan bahwa konstituen yang
kosong sebenarnya diisi oleh Shin sehingga menjadi Shin wa messeji wo mita ‘Shin
melihat pesan’. Karena konstituen yang hilang adalah subjek dan nomina inti pada
klausa utama yang mengisi posisi tersebut, maka disebut sebagai perelatifan subjek.
Dengan menggunakan strategi yang sama konstituen lain, yaitu objek pada contoh
(40) juga dapat direlatifkan hanya makna kalimat menjadi tidak berterima.
40 (b) *[Shin ga mi-ta] messeeji wa sugusama byouin ni muka-tta Nama-TOP lihat-KLam pesan-AK segera rumah sakit-DAT tuju-KLam ‘Pesan (yang) dilihat Shin langsung menuju rumah sakit’
Nomina inti, yaitu messeeji ‘pesan’ direlatifkan setelah dijadikan subjek
kalimat dengan dimarkahi oleh pemarkah topik wa. Sementara itu, subjek klausa
relatif dimarkahi oleh pemarkah nominatif ga. Contoh ini menunjukkan bahwa dalam
satu kalimat ada lebih dari satu konstituen yang dapat direlatifkan, tetapi hanya satu
konstituen yang membuat makna kalimat berterima. Contoh lain perelatifan subjek
dalam bahasa Jepang juga dapat dilihat pada contoh berikut ini.
(41) [senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga hitori zutsu hana-su
keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM satu orang per bicara-KKin
‘Guru (yang) mengajarkan bidang keahlian satu per satu bicara’
(Hoshino, 2008: 44)
Berbeda dengan contoh (40), klausa relatif pada contoh (41) termasuk klausa
relatif restriktif. Nomina inti, yaitu guru belum cukup memberikan informasi kepada
pendengar. Tanpa adanya klausa relatif tentu akan timbul kebingungan guru mana
yang dimaksud. Berikut adalah klausa relatif dan klausa utama dari contoh (41).
a. Klausa relatif :
(Sensei ga) senmon kamoku wo oshie-te kure-ta guru-NOM keahlian bidang-AK ajar-KLam ‘(guru) mengajarkan bidang keahlian’
b. Klausa utama:
Sensei ga hitori zutsu hana-su
guru-NOM satu orang per bicara-KKin ‘guru satu per satu berbicara’
Klausa relatif terdiri dari objek, yaitu senmon kamoku ‘bidang keahlian’ dan
verba oshiete kureta ‘(memberi) pengajaran’. Sama halnya dengan verba mita
buah argumen, yaitu subjek dan objek. Jadi, klausa relatif pada contoh (41) juga
kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
[___senmon kamoku wo oshie-te kure-ta] sensei ga
___keahlian bidang-AK ajar-KLam guru-NOM
Posisi subjek tersebut dapat diisi oleh sensei ‘guru’, sehingga contoh (41) juga
termasuk perelatifan subjek dalam bahasa Jepang.
(42) [Mukae ni kure-ta] no wa, rihabiri no Fukui sensei da-tta jemput-DAT beri-KLam-GEN-TOP, rehabilitasi-GEN Fukui Guru-KOP-KLam ‘(Orang) yang menjemput adalah Guru Fukui dari pusat rehabilitasi’
(Hoshino, 2008: 114)
Tsujimura (1996: 264) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang tidak ada
kata yang dapat dikatakan mirip dengan kata which atau who sebagai pronomina
relatif dalam bahasa Inggris. Dari data mengenai klausa relatif yang terkumpul untuk
penelitian ini memang tidak ditemukan satu kata yang bisa dikatakan mirip
penggunaanya dengan pronomina relatif which, who dalam bahasa Inggris atau
perelatif yang dalam bahasa Indonesia. Namun, pada contoh (42) muncul no pada
posisi nomina inti. Tidak ada kata benda dalam bahasa Jepang yang dinyatakan
sebagai no. Dalam bahasa Jepang no adalah salah satu pemarkah kasus yang memiliki
beberapa fungsi dalam kalimat. Pembahasan no sebagai pemarkah kasus sudah
dilakukan pada bab keempat penelitian ini. Selain itu, no juga merupakan salah satu
nominalisator kalimat verbal dalam bahasa Jepang. Seperti pada contoh (43) berikut
(43) Kanojo to raibu ni iku no wa hajimete da-tta
Dia (pr) dengan langsung-DAT pergi-Nom-TOP pertama kali KOP-KLam ‘(Ini) pertama kalinya saya pergi dengan dia secara langsung’
(Shinka, 2006: 34)
Nominalisator no pada contoh di atas menominalisasi kalimat verbal kanojo
to raibu ni iku ‘pergi dengannya secara langsung’ sehingga menjadi frasa nominal
dan menempati posisi subjek. Jika dilihat kembali contoh (42), no pada contoh
tersebut bukan pemarkah kasus. Bukan juga sekadar nominalisator seperti pada
contoh (43) karena no pada contoh (42) menempati posisi nomina inti. Bisa dikatakan
bahwa no menggantikan nomina inti dan klausa relatif pada contoh tersebut, yaitu
mukae ni kureta ‘(memberi) jemputan’ kehilangan satu konstituen, yaitu subjek.
Karena merupakan kalimat langsung, posisi objek diisi oleh pembicara sendiri.
Verba mukae (ru) ‘menjemput’ memerlukan pelaku animate, yaitu orang.
Dengan kata lain no menggantikan nomina inti orang dalam bentuk pronomina
khusus (selain pronomina yang ada dalam bahasa Jepang). Oleh karena itu, dapat
dikatakan strategi perelatifan yang digunakan pada contoh (42) adalah pronomina
retensi. Dari data yang terkumpul no digunakan sebagian besar untuk menggantikan
nomina inti animate, yaitu orang. Namun, bisa juga dinyatakan bahwa no pada
contoh (42) adalah nominalisator yang berperilaku seperti pronomina relatif
selayaknya who dan which dalam bahasa Inggris atau yang dalam bahasa Indonesia.
Jika pendapat kedua ini digunakan, maka dapat dikatakan bahwa strategi perelatifan
Mengingat beberapa literatur menyatakan bahwa bahasa Jepang tidak
mengenal perelatif apapun, maka pendapat pertama lebih tepat digunakan untuk
menjelaskan contoh (42).