• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(2)

TESIS

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

NIM 1190161065

PROGRAM MAGISTER

PRORAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(3)

KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI LUH GEDE TRISNA DEWI

NIM

1190161065

PROGRAM MAGISTER

PRORAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. NIP 19561024 1983031002 NIP 19710318 199403 2001

Mengetahui

Ketua Program Magister Linguistik Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. NIP 19620310 1985031005

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP 19590215 198510 2001

(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 16 Desember 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 3407/UN14.4/HK/2013 Tanggal 16 Desember 2013

Ketua : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.

Anggota :

1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum.

2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A.

3. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.

4. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Luh Gede Trisna Dewi, S.S.

NIM : 1190161065

Program Studi : Linguistik

Judul Tesis : Klausa Relatif Bahasa Jepang

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 16 Desember 2013 Yang membuat pernyataan,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

(7)

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh

proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga

menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai

pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di

antaranya sebagai berikut.

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD

KEMD;

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp. S(K);

3. Ketua Program Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.;

4. Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran

dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;

5. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan

dan semangat yang diberikan kepada penulis;

6. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,

Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister

Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;

(8)

7. Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang

telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada

Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama

ini;

8. Seluruh staf pada sekretariat dan perpustakaan Program Magister Linguistik

Universitas Udayana dan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah

memberikan banyak bantuan selama penulis menempuh pendidikan ini.

9. Rekan-rekan karyasiswa Program Magister Linguistik Universitas Udayana

angkatan 2011 atas kebersamaan, semangat dan kerja samanya selama ini.

Motivasi dari rekan-rekan sangat berperan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah

memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama

menempuh pendidikan ini.

Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari

keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang

memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap

proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua

orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan

untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu

mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik vii

(9)

Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi

suka maupun duka.

Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan

kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan

seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak

dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan

dukungannya.

Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan

pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian

ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran

yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa

yang akan datang.

Denpasar, Desember 2013

Penulis,

Ni Luh Gede Trisna Dewi

(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat kalimat-kalimat yang sederhana.

Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal dipergunakan untuk penyajian hasil analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan peran tematiknya.

Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif.

Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal, struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.

(11)

ABSTRACT

This research aims at searching Japanese relative clause, relativised element, relativization strategies, the role of core noun and grammatical relation accepted by core noun. Theory used in this research is Lexical Functional Grammar and Typology Theory. The data is taken from Japanese language novel which contain simple sentences.

Qualitative method is commonly used in this research. Observation method was used as a data collecting method, while distributional method was conducted for data analysis. The result of data analysis was then presented with formal and informal methods.

There are several points discussed in this research. Japanese language has two types of relative clauses, they are restrictive and non-restrictive. However, based on the data obtained, there are more numbers of restrictive relative clauses. Based on the position of the core noun, Japanese relative clauses belong to prenominal type, which is the relative clause appearing before the core noun. In relation with relativization strategies, Japanese relative clauses use gap strategy. However, in some cases, this strategy cannot be applied. Relativization can be applied for subject, object, oblique, and possessor. From those elements, the relativization of subject is found the most. On tree diagram there is one empty function which can actually be filled by another noun. Japanese relative clause has complete functional structure. There are two groups of arguments on argument structure that its thematic role can be described.

Core noun is able to fill the same position in two clauses or two different positions in each clause. Grammatical relation accepted by core noun from restrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) SUBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3)SUBJ of main clause is OBL of relative clause; (4) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (5) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (6) OBL of main clause is SUBJ of relative clasue; (7) OBL of main clause is OBL of relative clause. Grammatical relation accepted by nonrestrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause and (4) OBL of main clause is SUBJ of relative clause.

Keywords : core noun, relative pronoun, relative clause, grammatical relation, constituent structure, functional structure, argument structure.

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM i

PRASYARAT GELAR ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR LAMBANG xv

DAFTAR LAMPIRAN xviii

BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Tujuan Penelitian 5 1.4 Manfaat Penelitian 6 1.5 Ruang Lingkup 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN 8

2.1 Kajian Pustaka 8

(13)

2.2 Konsep 14

2.2.1 Klausa 15

2.2.2 Klausa Relatif 15

2.2.3 Nomina Inti (Head) 15

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif 16

2.3 Landasan Teori 16

2.3.1 TLF 17

2.3.2 Teori Tipologi 27

2.4 Model Penelitian 29

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1 Jenis dan Sumber Data 31

3.2 Instrumen Penelitian 32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 32

3.4 Metode dan Teknik Analisi Data 33

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 35

BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM

BAHASA JEPANG 37

4.1 Pengantar 37

4.2 Struktur Frasa 37

4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang 41

4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus) 42

4.3.2 Fukujoushi 48

(14)

4.4 Penentuan Subjek Kalimat 50

4.4.1 Refleksifisasi 51

4.4.2 Honorifikasi Subjek 53

4.5 Fungsi Gramatikal 54

4.6 Urutan Kata dan Scrambling 58

BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG 64

5.1 Pengantar 64

5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang 64

5.2.1 Posisi Nomina Inti 64

5.2.2 Jenis-Jenis Klausa Bahasa Jepang 65

5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif 65

5.2.2.2 Klausa Relatif Nonrestriktif 68

5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas 70

5.2.3.1 Perelatifan Subjek 72

5.2.3.2 Perelatifan Objek 77

5.2.3.3 Perelatifan Posesor 80

5.2.3.4 Perelatifan Oblik 82

5.2.4 Perluasan Unsur Klausa Relatif 84

5.2.5 Perluasan Nomina Inti 87

5.2.5 Perelatifan Tanpa Strategi gap 89

5.3 Peranan Nomina Inti 91

5.4 Relasi Gramatikal 91

(15)

BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN

STRUKTUR ARGUMEN 98

6.1 Struktur Konstituen (StKon) 98

6.2 Struktur Fungsional (StFun) 106

6.2.1 Korespondensi 109

6.2.2 Deskripsi Fungsional 111

6.3 Struktur Argumen (StArg) 119

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 122

7.1 Simpulan 122

7.2 Saran 124

DAFTAR PUSTAKA 125

LAMPIRAN 128

(16)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

* tidak gramatikal

[ ] klausa relatif

/ atau

_____ posisi yang kosong

--- lanjutan kalimat (tidak tercantum)

satu nomina mengisi dua buah fungsi

Adj adjektiva

Adv adverbia

AK akusatif

AP adjectival phrase (frasa adjektival)

BIng bentuk ingin

BKau bentuk kausatif

BPeng bentuk pengandaian

BPer bentuk perintah

(17)

BPot bentuk potensial BSmb bentuk sambung COM complemen DAT datif D(et) determiner DP determiner phrase GEN genetif

HOR bentuk hormat

I infleksi

IGF interogatif

KKin kala kini

KKinLam kala kini lampau

KKinNeg kala kini negatif

KLam kala lampau

KLamNeg kala lampau negatif

(18)

KRBJ klausa relatif bahasa Jepang

N nomina

NOM nominatif

Nom nominalisator

NP noun phrase (frasa nominal)

OBJ objek

OBL oblik

PAS pasif

POS posesor

PP postposition phrase (frasa posposisi)

PRED predikat

REF refleksif

StArg struktur argumen

StFun struktur fungsional

StKon struktur konstituen

SUBJ subjek

(19)

TOP topik

V verba

VP verb phrase (frasa verbal)

(20)
(21)

1.1 Latar Belakang

Karakteristik yang berbeda antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek

kajian yang menarik bagi para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan

dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian

terhadap peranan verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur dalam sebuah bahasa,

baik kata, frasa, maupun klausa bisa dikaji dari berbagai sudut dengan berbagai

pendekatan yang ada.

Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik

dengan bahasa Indonesia. Secara tipologi keduanya termasuk bahasa aglutinatif,

tetapi jika dilihat dalam struktur kalimat, kedua bahasa tersebut memperlihatkan

perbedaan. Struktur dasar kalimat bahasa Indonesia SVO, sedangkan struktur dasar

kalimat bahasa Jepang adalah SOV. Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai

predikat dalam bahasa Jepang memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena

verba merupakan komponen utama pembentukan sebuah klausa. Verba sebagai

predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa

melekatkan atau mengubah bentuk verba ketika mengungkapkan hal-hal, seperti

aspek dan kala. Dengan kata lain, aspek sebuah kalimat dapat diketahui dari bentuk

verbanya. Misalnya, dalam bahasa Jepang verba taberu ‘makan’ menjadi tabete iru

(22)

bentuk-bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika

dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan.

Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang

memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.

Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek

dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi

sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni

bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi.

Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain,

baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang

dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9)

Tanaka san ga Ringo wo taberu ‘Tanaka makan apel’ yang digambarkan dengan

diagram pohon di bawah ini.

S

NP NP V

Tanaka san (ga) ringo (wo) taberu nama apel makan

Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan

bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif

bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti

(23)

adanya perelatif ‘yang’. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun,

dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa

(orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai

‘headless’ yang atau perelatif ‘yang’ tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa

Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the

woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki

kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf,

kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi

tersebut sebagai ‘empty operator’ atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan.

Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut

ini.

Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif) Shuushoku meishi (Nomina inti)

Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari

struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks.

1. [asoko de hanashi-te iru] hito wa Kobayashi san da.

sana-LOK bicara-KKin orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin ‘Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi’

2. [Watashi ga itsumo i-tte iru] mise wa yuumei desu. saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin ‘Toko yang biasa saya datangi terkenal’

3. kore wa [chichi ga kure-ta] tokei desu. ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin ‘Ini adalah jam yang diberi oleh ayah’

(24)

4. [Tanaka san ga kinou depaato de ka-tta] CD wo Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK

ka-shite kudasai

pinjamkan-KLam BPer

‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin’

5. [Tanaka san no ka-tta] CD wo ka-shite kudasai Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer ‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka’

Pada contoh (1), nomina hito ‘orang’ dijelaskan oleh verba hanashite iru

‘sedang berbicara’ yang memiliki bentuk asal hanasu ‘bicara’ ditambah dengan

keterangan tempat asoko de ‘di sana’ dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2)

nomina mise ‘toko’ dijelaskan oleh adverbial itsumo ‘selalu’ dan verba itte iru yang

berasal dari verba iku ‘mendatangi’. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam

klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif

dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi

objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek

klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif.

Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki

konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa

Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah

dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina

refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ,

tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut

(25)

Dari beberapa penelitian mengenai KRBJ yang sudah dilakukan, belum

ditemukan penelitian tentang hal-hal penting lain berkaitan dengan klausa relatif,

seperti peranan nomina inti atau relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari

klausa relatif. Dengan demikian, penelitian tentang hal-hal tersebut merupakan hal

yang penting untuk dilakukan. Selain itu, mengingat seringnya penggunaan klausa

relatif dalam kalimat bahasa Jepang dan melihat beberapa perbedaan antara KRBJ

dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris tersebut, penelitian ini memang

perlu dilakukan untuk melihat karakteristik KRBJ secara lebih mendalam.

Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) dan

teori mengenai tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Menurut teori TLF fungsi

yang dihadirkan oleh pronomina relatif adalah sebagai TOPIK. Pernyataan tersebut

menjadi menarik jika mengingat bahasa Jepang yang tidak memiliki pronomina

relatif. Teori ini digunakan untuk menganalisis struktur konstituen, struktur

fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas terdapat tiga masalah yang akan dibahas

dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana peranan nomina inti dalam KRBJ?

2. Bagaimana relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ?

(26)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya

adalah untuk mendapat deskripsi mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang

dengan menerapkan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Kemudian,

berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu

sebagai berikut.

1. Menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.

2. Menganalisis relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ.

3. Menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dilihat secara teoretis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Sejauh ini belum ditemukan penelitian, khususnya di Indonesia mengenai

KRBJ dengan pendekatan TLF. Jadi, secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi

perkembangan penelitian terhadap linguistik, khususnya linguistik bahasa Jepang di

Indonesia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, baik bagi

pengajar maupun pembelajar, dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa

(27)

dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan

tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah. Sebelum

masuk ke pembahasan mengenai klausa relatif bahasa Jepang, terlebih dahulu dibahas

mengenai struktur kalimat dan fungsi gramatikal dalam bahasa Jepang. Dibahas pula

pemarkah dalam bahasa Jepang untuk mengetahui fungsi-fungsinya dalam kalimat.

Pembahasan KRBJ dimulai dengan menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.

Namun, sebelumnya dianalisis unsur atau konstituen dalam kalimat yang dapat

direlatifkan dan strategi perelatifan yang digunakan. Selanjutnya, dianalisis hubungan

gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. Penelitian dilanjutkan dengan

menganalisis struktur konstituen KRBJ, dimulai dari struktur yang sederhana ke

struktur yang kompleks. Terakhir, penelitian menganalisis struktur fungsional KRBJ

dan strukutur argumen KRBJ sehingga terlihat peran semantis apa saja yang dimiliki

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan. Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui

kedudukan penelitian di dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah

yang diteliti (Chaer, 2007: 26). Dari beberapa pustaka yang dikaji diketahui bahwa

sudah ada penelitian tentang KRBJ. Selain itu, dipaparkan pula beberapa penelitian di

luar bahasa Jepang yang berkaitan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini.

Inoue (1976: 137) membahas KRBJ dalam tulisannya mengenai refleksifisasi

yang menggunakan pendekatan interpretif. Inoue menuliskan bahwa dalam konteks

tertentu KRBJ memiliki hubungan antara refleksif dan frasa nominal. Contohnya :

Yamada sensei wa [ jibun no ie ga yake-ta] gakusei o atsume-ta

Nama-guru-NOM REF-GEN rumah-NOM bakar-KLam murid-AK kumpul-KLam ‘Guru Yamada mengumpulkan murid yang rumahnya terbakar’

Penelitian ini terfokus pada penggunaan pronomina refleksif dalam bahasa

Jepang. Pronomina refleksif dibahas dengan sangat lengkap termasuk yang muncul

dalam klausa relatif. Dinyatakan bahwa pronomina refleksif dapat menduduki fungsi

subjek maupun objek dalam klausa relatif. Pembahasan mengenai KRBJ dalam

penelitian ini memang tidak dilakukan secara mendalam, tetapi tetap dapat dijadikan

(29)

acuan untuk melihat hubungan pronomina refleksif dengan antesedennya, khususnya

dalam kalimat dengan klausa relatif.

McCAWLEY (1976: 295) membahas KRBJ berdasarkan penelitian mengenai

klausa relatif yang dilakukan sebelumnya oleh Kuno. McCAWLEY menyatakan

beberapa hal, antara lain KRBJ, baik klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif

terdiri atas kalimat yang dipotong, khususnya kalimat yang kekurangan NP yang

direlatifkan dan pemarkah kasus untuk NP tersebut. Klausa relatif mendahului frasa

nominal (NP) yang dimodifikasinya. Perhatikan contoh berikut.

a. Yamada-san ga saru wo ka-tte iru Nama-sapaan-NOM monyet-AK pelihara-KKin ‘Yamada memelihara monyet’

b. [Yamada san ga ka-tte iru] saru Nama-sapaan-NOM pelihara-Kkin monyet ‘Monyet yang Yamada pelihara’

c. [saru wo ka-tte iru] Yamada

monyet-AK pelihara-KKin Nama

‘Yamada yang memelihara monyet’

McCAWLEY juga menyatakan bahwa topik frasa nominal diakhiri oleh

partikel wa dan di beberapa kondisi pronomina dapat muncul dalam klausa relatif.

Pemaparan contoh klausa relatif cukup memberikan gambaran bagaimana sebuah

klausa relatif dibentuk dalam bahasa Jepang. Namun, hal-hal lain menyangkut klausa

relatif, misalnya strategi perelatifan dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti

dari klausa relatif belum dibahas oleh McCAWLEY. Oleh karena itu, hal-hal tersebut

masih perlu dipaparkan dalam penelitian ini. Hal-hal yang sudah dibahas dalam

(30)

unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif

dibentuk.

Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang

dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina

adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh

Tsujimura.

1. Taroo ga omoshiroi hon wo ka-ita Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam ‘Taro menulis buku menarik’

2. Ziroo ga kirei-na hana wo Sachiko ni oku-tta Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam ‘Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko’

3. Hanako ga tomodachi no uchi wo ka-tta Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam ‘Hanako membeli rumah temannya’

4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru Nama guru-NOM murid-NOM tulis laporan-AK baca-KKin ‘Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya’

Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi

‘menarik’ , kirei na ‘cantik’, dan nomina tomodachi ‘teman’, sedangkan contoh (4)

dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa

kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa

relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah

ronbun ‘laporan’. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa

relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no

(31)

memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang

dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan

bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal.

Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang

pemodifikasinya berupa klausa relatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan

antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun,

hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue

dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini

masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa

dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian

ini.

Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna

menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan

klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.

Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar

struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah

subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya

dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan

fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi

(32)

Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu

SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama,

tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang

telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif

dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan,

misalnya dalam melihat struktur klausa relatif.

Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini

menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan.

Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek.

Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan

sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan

yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa

Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga

peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang

direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan

karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga

mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat

dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur

yang dapat direlatifkan.

Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Kostruksi Frasa dengan

Kata Anē dalam Bahasa Bali” mengungkapkan bahwa kata anē selain muncul di

(33)

klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa

anē tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan

sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan

kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, anē mewatasi konstituen induk

sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi

tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post

nominal, yaitu berada setelah nomina inti.

Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami

(2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat

dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna

dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na

‘yang’ untuk bahasa Buna dan anē ‘yang’ untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian

mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif

seperti banyak bahasa lainnya.

Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Topik dan Fokus dalam

Bahasa Jepang”. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional

(TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam

bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan

ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan

konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi

fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik

(34)

Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat.

Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah

menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan

juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena

sama-sama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas

pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa

relatif.

Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Valensi dan Relasi

Sintaksis Bahasa Bima” juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini

dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang

berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen

yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah

OBL aḇ , argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada konstruksi yang tidak ditandai dengan a. ḇ Meskipun objek penelitian ini berbeda dan klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa

dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.

2.2 Konsep

Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep

(35)

2.2.1 Klausa

Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri

atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara

sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa

sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.

2.2.2 Klausa Relatif

Lapoliwa (1990: 47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam

bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain

dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya

berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.

Givon (1990: 645) menyatakan bahwa klausa relatif adalah klausa

subordinatif yang disematkan sebagai pemodifikasi nomina di dalam frasa nominal.

Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen dapat

diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah.

2.2.3 Nomina Inti (Head)

Lapoliwa (1990: 49) menyatakan nomina inti (head) adalah nomina atau frasa

nominal yang diwatasi oleh klausa relatif. Sementara itu, Verhaar (1996: 328)

menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden

dari klausa relatif.

(36)

2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif

Ada perbedaan antara perelatif (relativizer) dan pronomina relatif. Kroeger

(2004: 178) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah salah satu tipe pronomina

khusus, sedangkan perelatif (relativizer) tidak. Pronomina relatif bergantung pada

beberapa fitur berkaitan dengan nomina inti, seperti gender, jumlah , dan yang

lainnya.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Lexical Functional Grammar (LFG) atau

teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). LFG atau TLF adalah teori yang

muncul berdasarkan penolakan terhadap beberapa asumsi dalam sintaksis

transformasional. Namun, tetap merupakan bagian dari tata bahasa generatif, tepatnya

TLF adalah pendekatan alternatif untuk teori transformasional. TLF berkembang

pada akhir tahun 1970-an dan dikembangkan oleh Kaplan dan Bresnan. Menurut teori

ini, leksikon memiliki peran utama, sedangkan kata fungsional dalam teori ini

mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek (Falk, 2001: 2--7).

Dalrymple (2001) menyatakan bahwa teori TLF adalah teori linguistik

non-transformasional yang menganggap bahwa bahasa paling tepat dipaparkan dengan

struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari organisasi dan informasi

linguistik. Teori TLF memiliki dua dimensi penting yang membedakannya dengan

teori lain. Pertama, teori ini menyangkut leksikal dan bukan transformasional, yaitu

(37)

dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu

fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek

tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur

argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level

deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur

konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str).

Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan

banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF

juga dikenal dengan teori X-bar (teori X’) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur

fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif,

yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini

juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.

2.3.1 Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) 2.3.1.1 Fungsi Gramatikal

Menurut teori TLF, fungsi gramatikal adalah elemen representasi sintaktik.

Pada level ini, representasi tidak berupa struktur pohon, tetapi berupa fitur dan

elemen yang memiliki fungsi spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan

struktur fungsional (f-structure) (Falk, 2001: 10--11).

Dalrymple (2001) menyatakan bahwa fungsi gramatikal yang dikemukakan

oleh teori TLF adalah sebagai berikut.

(38)

Label OBJø dan OBLiqueø menggambarkan hubungan yang ditunjukkan oleh

peran semantik yang dengan tanda ø menunjukkan peran semantik yang dihubungkan

oleh argumen. Misalnya, OBJTHEME adalah anggota dari kelompok yang secara tematik dibatasi oleh OBJø. Fungsi gramatikal dapat diklasifikasikan dengan

beberapa cara. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai, seperti SUBJ, OBJ, OBJø,

COMP, XCOMP, dan OBLø dapat disubkategorikan oleh predikat, sedangkan ADJ

dan XADJ tidak dapat disubkategorikan. Fungsi-fungsi gramatikal tersebut

dikelompokkan lagi berdasarkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

a. Governable Grammtical Function and Modifier

SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJø OBLø ADJ XADJ

Governable Grammtical Function Modifier

b. Term and Non-term

SUBJ OBJ OBJø OBLø XCOMP COMP TERM NON-TERM

c. Semantically Restricted and Unrestricted Function

SUBJ OBJ OBJø OBLø

SEMANTICALLY UNRESTRICTED SEMANTICALLY RESTRICTED

2.3.1.2 Struktur Konstituen/ c-structure

Falk (2001: 33--35) menyatakan bahwa struktur konstituen adalah organisasi

(39)

(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen

adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa.

Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang

berbeda-beda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan

NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori

fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari

DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I)

yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti

halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan

VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39).

Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat

terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori

sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur

konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina),

A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj

(konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S

(sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional.

Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF

mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan

sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi

yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram

(40)

David is yawning

IP,

NP I’

N I VP

David is yawning

Dalam bahasa Inggris kategori fungsional C diisi oleh complementizer, yaitu

that dan D diisi oleh determiner. Diagram di bawah ini menggambarkan posisi

keduanya.

David knows that Chris yawned

IP NP I’ N VP David V’ V CP knows C’ C IP that NP I’ N VP Chris V The boy DP D’ D NP the N’ N boy yawned

Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP

berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat dengan complementizer atau frasa

(41)

2.3.1.3 Struktur Fungsional/ f-structure

Struktur fungsional adalah organisasi sintaktik fungsional yang abstrak dari

kalimat, dikenal dari deskripsi tata bahasa tradisional. Struktur fungsional

merepresentasikan struktur argumen-predikat dan hubungan fungsional subjek dan

objek (Dalrymple, 2001: 7). Falk (2001: 11) menyatakan bahwa struktur fungsional

adalah gambaran fungsi gramatikal. Konsep yang penting di balik struktur fungsional

adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain,

SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblique). Fungsi

tambahannya antara lain POSS (possessor) yang digunakan untuk argumen tertentu

dari nomina, COMP (complement). Ada pula fungsi nonargumen, seperti ADJ

(adjunct), FOKUS dan TOPIC (Falk, 2001: 57--58). Contoh struktur fungsional

sederhana untuk ‘David’ dikemukakan oleh Dalrymple (2001: 31) sebagai berikut.

PRED ‘DAVID’ NUM SG

Untuk kalimat David yawned, struktur fungsionalnya adalah sebagai berikut.

PRED ‘YAWN <SUBJ>’ TENSE PAST

g PRED ‘DAVID’

(42)

Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek

kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional

kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat

penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED

menggambarkan sesuatu yang bermakna dan nilainya ditunjukkan secara

konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur

fungsional untuk kalimat the dinosaur doesn’t think that the hamster will give a book

to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.

DEF +

SUBJ PRED ‘dinosaur’

TENSE PRES

NEG +

PRED ‘think <SUBJ, COMP>’ DEF +

SUBJ PRED ‘hamster’

TENSE FUTURE

PRED ‘give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>’ DEF

-COMP OBJ PRED ‘book’

OBLgoal OBJ DEF +

(43)

2.3.1.4 Struktur Argumen

Berkaitan dengan label untuk penyebutan peran semantis dalam sebuah

kalimat, Kroeger (2004: 9) menyebutkan bahwa tidak ada satu kelompok penyebutan

yang disetujui oleh semua linguis. Penyebutan peran semantis dalam penelitian ini

akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh Kroeger, yaitu sebagai berikut.

a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian

b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu.

c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sebuah rangsangan atau menunjuk pada

proses mental dan emosi.

d. BENEFICIARY: animate yang memeroleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan.

e. INSTRUMENT : benda yang digunakan oleh agen untuk melakukan sebuah tindakan.

f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik atau sesuatu yang

lokasinya ditetapkan.

g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba.

h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat, didengar,

diketahui, diingat, dicintai, dan lain-lain.

i. LOCATION : tempat sebuah kejadian.

j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau yang dihubungkan dengan

tindakan.

Informasi semantik lain, seperti waktu, tujuan, dan lainnya tidak termasuk

dalam peran argumen karena elemen-elemen tersebut hampir selalu diekspresikan

(44)

2.3.1.5 Klausa Relatif

Kroeger (2004 : 165) menyatakan bahwa konstruksi klausa relatif adalah frasa

nominal yang berisikan pemodifikasi klausa. Contohnya dalam bahasa Inggris sebuah

frasa nominal terdiri atas determiner (the), nomina inti (woman), dan klausa yang

memodifikasi (I love), ditandai dengan relativizer atau perelatif (that).

[ The woman [that I love]]NP is moving to Argentina.

Kroeger menyatakan bahwa properti yang menarik dalam konstruksi klausa

relatif adalah nomina inti mengacu pada dua hubungan gramatikal pada waktu yang

bersamaan. Contohnya woman adalah subjek dari predikat moving, tetapi juga

diinterpretasikan menjadi objek dari love di klausa yang memodifikasi. Hubungan

gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa yang memodifikasi mengarah pada

relativized function.

Teori mengenai klausa relatif dalam TLF yang dikemukakan oleh Kroeger

tersebut belum cukup dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam

penelitian ini. TLF kurang memaparkan secara terperinci mengenai klausa relatif

sehingga diperlukan pemaparan lain mengenai klausa relatif. Dixon (2010: 314)

memaparkan mengenai konstruksi klausa relatif ke dalam beberapa poin, antara lain

sebagai berikut.

a. Konstruksi terdiri atas dua klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Konstruksi

tersebut membentuk satu kalimat yang terdiri atas satu unit intonasi.

b. Kedua klausa harus berbagi argumen yang dapat disebut sebagai argumen bersama.

(45)

c. Fungsi klausa relatif adalah sebagai pemodifikasi sintaktik argumen bersama di

klausa utama. Pada level semantik akan disediakan informasi tentang argumen

bersama. Ketika fokus pada referen dalam argumen bersama maka merupakan

klausa restriktif, sedangkan jika menambahkan informasi tentang argumen yang

sebenarnya sudah jelas, maka termasuk klausa relatif nonrestriktif.

d. Klausa relatif harus memiliki struktur dasar klausa, yaitu meliputi predikat dan

argumen inti yang diperlukan oleh predikat tersebut.

Dixon (2010: 318) menyebutkan bahwa menyangkut argumen bersama, ada

sejumlah kemungkinan untuk inti dari frasa nominal, antara lain :

a. nomina secara umum;

b. nomina khusus, seperti nama orang atau tempat;

c. demonstratif;

d. generic term, seperti one dalam bahasa Inggris;

e. pronominal.

Pada setiap bahasa perlu diperhatikan tipe inti yang menjadi argumen bersama

dalam konstruksi klausa relatif. Bahasa yang hanya memiliki tipe klausa relatif

restriktif tidak bisa memiliki nomina khusus atau pronomina tunggal sebagai argumen

bersama (Dixon, 2010: 319).

Terkait dengan fungsi sintaktik argumen bersama dalam konstruksi klausa

relatif, Dixon (2010: 320—321) menyatakan bahwa kadang-kadang argumen bersama

memiliki fungsi di tiap-tiap klausa, tetapi di banyak bahasa terbatas satu atau kedua

(46)

Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik

dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di

bawah ini.

Fungsi yang mungkin dimiliki oleh argumen bersama Pada Klausa

Utama

Pada Klausa Relatif Contoh Bahasa

Fungsi periferal dan inti

Fungsi peripheral dan inti

Fujian Fungsi periferal dan

inti

S, A, O Jarawara

Fungsi periferal dan inti

S, O Ilocano

Fungsi lokatif, datif, instrumental S, O Dyrbal Lokatif, instrumental, S, O S, O Warekena S,O S, O Yidin

2.3.2.1 Penanda Klausa Relatif

Ada beberapa cara untuk menandai klausa relatif. Setiap bahasa

mengombinasikan beberapa dari cara tersebut.

a. Dengan intonasi luar melewati konstruksi klausa relatif.

b. Dengan posisi klausa relatif di dalam klausa utama.

c. Dengan prosodi, seperti tekanan, nada.

d. Dengan infleksi pada verba klausa relatif.

e. Dengan penanda klausa relatif, secara umum berupa klitik atau kata gramatikal

pendek.

(47)

2.3.2 Teori Tipologi

Comrie (1981: 131—139) menyatakan terdapat dua jenis tipe klausa relatif,

yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang sifatnya membatasi) dan klausa relatif

non-restriktif (klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi). Contoh klausa relatif

restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu that I saw yesterday dalam kalimat the man that

I saw yesterday left this morning. Klausa tersebut membatasi referen yang potensial

untuk kata the man. Pembicara menganggap bahwa kalimat the man left this morning

tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk mengidentifikasi

the man (pendengar mungkin saja harus bertanya which man?). Jadi, keterangan

tambahan that I saw yesterday ditambahkan untuk menunjukkan secara khusus pria

mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.

Klausa relatif nonrestriktif, misalnya pada contoh the man, who had arrived

yesterday, left this morning atau Fred, who had arrived yesterday, left this morning.

Kalimat ini menunjukkan pembicara menganggap bahwa pendengar dapat

mengidentifikasi pria mana yang sedang dibicarakan, sedangkan pada contoh kedua

pendengar sudah paham bahwa Fred yang dibicarakan dalam kalimat sehingga klausa

relatif dalam kalimat tersebut memberikan sedikit informasi tentang sesuatu yang

sudah teridentifikasi dan tidak untuk mengidentifikasi sesuatu yang sudah

dibicarakan.

Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa

relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif

(48)

relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti

muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam

klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua

klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan

peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang

membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan

klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang

dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa.

Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat

bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa

adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting

untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap.

Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam

posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal

untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe

pronoun-retention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan)

dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar,

contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif

this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang

direlativisasi.

Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa

(49)

dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti.

Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk

menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal

tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan

penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama

seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam

bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh

tipe pronomina dalam klausa relatif.

Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek >

objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk

formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada

merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada

posesor.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tanda menyatakan

hubungan langsung. Berdasarkan model penelitian berikut, dapat dijelaskan bahwa

penelitian mengenai KRBJ menggunakan dua buah teori, yaitu TLF untuk

menganalisis struktur konstituen, struktur argumen, dan struktur fungsional KRBJ,

sedangkan teori berikutnya, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.

Teori ini digunakan untuk menganalisis tipe KRBJ, peranan inti, dan aksesibilitas.

(50)

yang dikemukakan oleh Dixon. Data dianalisis dengan menggunakan metode

kualitatif sehingga kemudian diperoleh hasil sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Hasil 1. Struktur Konstituen

2. Struktur Argumen 3. Struktur Fungsional

Teori Tipologi & Teori oleh Dixon

1. Tipe KRBJ

2. Peranan Nomina inti 3. Aksesibilitas

4. Relasi Gramatikal Teori Tata Bahasa

Leksikal Fungsional

Metode Kualitatif

Data

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara umum penelitian mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang

termasuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Kajian kualitatif pada dasarnya

dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru atau merumuskan teori baru

berdasarkan data yang dikumpulkan. Kajian dimulai dengan merumuskan masalah,

merumuskan fokus kajian, dilanjutkan dengan pengumpulan data oleh peneliti sendiri

sebagai instrumennya (Chaer, 2007: 11). Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam

Moleong, 2010: 4). Berikut akan dipaparkan mengenai sumber data, instrumen

penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis serta

metode dan teknik penyajian hasil analisis.

3.1 Sumber data

Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis.

Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif

dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam

bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data

tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk

mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang

(52)

digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata

Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang

mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh

Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang

mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang

oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga

menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana.

Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding.

Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli

bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang

mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli

bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan

selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah

mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan

perelatif ‘yang’. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa

akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ

diperoleh.

3.2 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai

perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta pelapor hasil

(53)

sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan

kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa

daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai

data tambahan.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Secara umum metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

metode kepustakaan. Disebut metode kepustakaan karena data utama diperoleh tanpa

terjun ke lapangan, tetapi melalui sumber tertulis berupa novel. Proses selanjutnya

adalah melakukan pencatatan data. Data yang telah dicatat kemudian diseleksi

berdasarkan kesesuaiannya dengan penelitian ini, kemudian data dikelompokkan.

Pertama, kelompok data klausa relatif restriktif dan kedua, kelompok data klausa

relatif nonrestriktif. Kelompok data yang termasuk klausa relatif restriktif kemudian

dikelompokkan lagi, misalnya, klausa relatif restriktif yang nomina intinya

menduduki fungsi subjek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki

fungsi objek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi oblik dan

klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi posesor. Begitu juga

dengan data klausa relatif nonrestriktif. Pengelompokkan ini bertujuan untuk

(54)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah

metode agih atau metode distribusional. Menurut Sudaryanto (1993 :31), metode agih

memiliki teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Teknik ini digunakan untuk

membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau

unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk

konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi antara unsur inti

klausa utama dan klausa relatif.

Contoh :

Suzuki san wa [okaasan ga tsuku-tta] keeki o tabe-te imasu.

Nama-sapaan-TOP ibu-NOM buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’

(Minna no Nihongo-Bab 22)

Dengan menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi

menjadi dua bagian atau unsur, yaitu Suzuki san wa tabete imasu ‘Suzuki sedang

makan’ dan klausa relatif okaasan ga tsukutta keeki ‘kue buatan ibunya’. Selain

teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan dari metode agih,

yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk

melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama. Teknik ini

digunakan ketika membahas data yang memiliki struktur kompleks, misalnya data

yang mengandung dua buah klausa relatif. Tujuannya untuk memperlihatkan unsur

(55)

Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat

setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan

unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan. Berikutnya, teknik balik digunakan untuk

memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang

kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori

konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi

perelatifan.

Contoh :

Suzuki san wa [okaasan ga__ tsuku-tta] keeki wo tabe-te imasu.

Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’

(Minna no Nihongo-Bab 22)

Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki ‘kue’ sebenarnya adalah

konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki ‘kue’ dimasukkan ke posisi

yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga

keeki wo tsukutta ‘ibu membuat kue’ dengan keeki ‘kue’ menempati posisi objek.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Terdapat dua macam metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode

formal dan informal. Penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Metode

formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah. Kaidah

(56)

adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa

(Sudaryanto, 1993: 145). Metode formal dalam penelitian ini salah satu diantaranya

digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen KRBJ dengan menggunakan

diagram pohon, sedangkan metode informal digunakan untuk memberikan deskripsi

(57)

BAB IV

STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM BAHASA JEPANG

4.1 Pengantar

Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang

memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap

konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi.

Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya,

baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur

dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi

gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.

4.2 Struktur Frasa

Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang juga memiliki konstituen

yang dibentuk dari kategori leksikal, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan adposisi.

Kategori leksikal tersebut dapat digabung dengan kategori leksikal lainnya dan

kemudian membentuk unit yang lebih besar yang disebut dengan kategori frasal

(Tsujimura, 1996: 162). Tsujimura juga menjelaskan tentang kata majemuk dalam

bahasa Jepang untuk membedakannya dengan frasa. Pemajemukan dalam bahasa

Jepang bisa dilakukan dengan menggabungkan satu kategori dengan kategori yang

sama atau dengan kategori yang berbeda. Contohnya, adjektiva chikai ‘dekat’ dengan 37

Referensi

Dokumen terkait

Adapun manfaat dari penelitiaan ini adalah untuk membuka wawasan faktor yang dapat mempengaruhi/ memperberat jerawat terutama dalam hubungannya dengan kadar antioksidan dalam

APLIKASI ENSIKLOPEDIA ALAM SEMESTA BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK ANAK-ANAK 8 Gambar 4.29 Tampilan Halaman Artikel. Gambar 4.30 Tampilan

Bakteri Lactobacillus plantarum berperan dalam pembentukan asam laktat, penghasil hidrogen peroksida tertinggi jika dibandingkan bakteri asam laktat lain, dan mampu

(terutama dengan sumur baik dangkal maupun dalam) secara tidak teratur akan berdampak pada jumlah air bersih yang mengalir ke laut akan berkurang, sehingga keseimbangan

di Pusat Kesehatan Masyarakat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program

Di dalam cerita pendek itu nampak jelas bahwa pengarang ingin memperlihatkan suatu kritikan terhadap opresi patriarki melalui diri sang tokoh utama yang

Pembaharuan kehidupan bermasyarakat, manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan sebagai suatu tradisi yang dilakukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat serta memerlukan

Peran Tukang Sangiang tidak bisa kita bandingkan dengan peran seorang pemimpin ibadah dalam sebuah rumah ibadah, melainkan perannya di sini sebagai pelaku tunggal