TESIS
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
NI LUH GEDE TRISNA DEWI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
NI LUH GEDE TRISNA DEWI
NIM 1190161065
PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG
Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI LUH GEDE TRISNA DEWI
NIM
1190161065
PROGRAM MAGISTER
PRORAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 DESEMBER 2013
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. NIP 19561024 1983031002 NIP 19710318 199403 2001
Mengetahui
Ketua Program Magister Linguistik Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. NIP 19620310 1985031005
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP 19590215 198510 2001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 16 Desember 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: 3407/UN14.4/HK/2013 Tanggal 16 Desember 2013
Ketua : Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D.
Anggota :
1. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum.
2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A.
3. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
4. Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ni Luh Gede Trisna Dewi, S.S.
NIM : 1190161065
Program Studi : Linguistik
Judul Tesis : Klausa Relatif Bahasa Jepang
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 16 Desember 2013 Yang membuat pernyataan,
Ni Luh Gede Trisna Dewi
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena atas wara nugraha-Nya penulisan tesis sebagai rangkaian akhir dari seluruh
proses pendidikan program magister ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga
menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari campur tangan berbagai
pihak. Berkenaan dengan hal tersebut, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tinginya atas bantuan dan dukungan banyak pihak, di
antaranya sebagai berikut.
1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD
KEMD;
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp. S(K);
3. Ketua Program Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.;
4. Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., selaku pembimbing I atas segala saran
dan bimbingan yang diberikan kepada penulis;
5. Dr. Made Sri Satyawati, S.S, M.Hum., selaku pembimbing II atas segala arahan
dan semangat yang diberikan kepada penulis;
6. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,
Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., serta para dosen pada Program Magister
Linguistik yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu;
7. Ketua Program Studi Sastra Jepang, Ketut Widya Purnawati, S.S., M.Hum. yang
telah meminjamkan banyak buku kepada penulis, serta seluruh dosen pada
Program Studi Sastra Jepang atas dukungan dan nasihat yang diberikan selama
ini;
8. Seluruh staf pada sekretariat dan perpustakaan Program Magister Linguistik
Universitas Udayana dan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah
memberikan banyak bantuan selama penulis menempuh pendidikan ini.
9. Rekan-rekan karyasiswa Program Magister Linguistik Universitas Udayana
angkatan 2011 atas kebersamaan, semangat dan kerja samanya selama ini.
Motivasi dari rekan-rekan sangat berperan dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar SIKI BALI yang telah
memberikan banyak pemakluman berkaitan dengan jadwal kepada penulis selama
menempuh pendidikan ini.
Penulisan tesis ini juga tidak mungkin tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih, yang pertama kepada Jro Mangku Suartana, kakek terbaik yang
memberikan kasih sayang begitu besar serta dukungan yang luar biasa dalam setiap
proses pendidikan yang penulis tempuh hingga saat ini. Demikian pula kepada kedua
orang tua tercinta, bapak I Nyoman Bakti dan Ibu Ni Kadek Nastri atas dukungan
untuk terus berusaha menunjukkan yang terbaik serta doa restu yang selalu
mengiringi setiap langkah penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik vii
Ni Kadek Sri Wilantari yang selalu ada ketika penulis membutuhkan teman berbagi
suka maupun duka.
Kepada sahabat, kakak, pendamping, I Wayan Wardana yang dengan
kesabaran dan pengertiannya selalu menguatkan penulis hingga mampu menuntaskan
seluruh proses pendidikan ini. Terakhir, terima kasih kepada setiap nama yang tidak
dapat penulis cantumkan satu per satu yang selalu memberikan doa dan
dukungannya.
Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan
pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian
ini. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima kritik maupun saran
yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan tesis di masa
yang akan datang.
Denpasar, Desember 2013
Penulis,
Ni Luh Gede Trisna Dewi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti klausa relatif bahasa Jepang, di antaranya unsur yang dapat direlatifkan, strategi perelatifan yang digunakan, peranan nomina inti dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Jepang. Teori yang dipergunakan adalah Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional dan Teori Tipologi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis yang diambil dari dua buah novel berbahasa Jepang yang memuat kalimat-kalimat yang sederhana.
Secara umum metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Sementara itu, metode distribusional dipergunakan untuk analisis data dan metode formal dan informal dipergunakan untuk penyajian hasil analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kalimat bahasa Jepang posisi yang dapat direlatifkan, antara lain subjek, objek, oblik, dan posesor. Berkaitan dengan posisi nomina inti klausa relatif bahasa Jepang termasuk tipe prenominal, yaitu klausa relatif muncul sebelum nomina inti. Semua unsur dalam kalimat bahasa Jepang yang dapat direlatifkan menerapkan strategi gap. Namun, dalam beberapa kasus ditemukan perelatifan tanpa strategi gap. Dalam diagram pohon ada satu unsur yang kosong. Unsur tersebut adalah NP yang sebenarnya dapat diisi oleh nomina lain. Struktur fungsional terlihat lengkap karena satu buah nomina menduduki dua fungsi dalam kalimat. Dalam struktur argumen ada dua buah kelompok argumen yang dapat digambarkan peran tematiknya.
Nomina inti dapat mengisi posisi yang sama di kedua klausa, tetapi bisa juga mengisi posisi yang berbeda di tiap-tiap klausa. Relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif restriktif dalam bahasa Jepang, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) SUBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) SUBJ klausa utama sekaligus OBL klausa relatif; (4) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (5) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (6) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (7) OBL klausa utama sekaligus OBL klausa relatif. Sementara itu, relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti klausa relatif non-restriktif, antara lain (1) SUBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif; (2) OBJ klausa utama sekaligus OBJ klausa relatif; (3) OBJ klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif, dan (4) OBL klausa utama sekaligus SUBJ klausa relatif.
Kata kunci : nomina inti, pronomina relatif, klausa relatif, relasi gramatikal, struktur konstituen, struktur fungsional, struktur argumen.
ABSTRACT
This research aims at searching Japanese relative clause, relativised element, relativization strategies, the role of core noun and grammatical relation accepted by core noun. Theory used in this research is Lexical Functional Grammar and Typology Theory. The data is taken from Japanese language novel which contain simple sentences.
Qualitative method is commonly used in this research. Observation method was used as a data collecting method, while distributional method was conducted for data analysis. The result of data analysis was then presented with formal and informal methods.
There are several points discussed in this research. Japanese language has two types of relative clauses, they are restrictive and non-restrictive. However, based on the data obtained, there are more numbers of restrictive relative clauses. Based on the position of the core noun, Japanese relative clauses belong to prenominal type, which is the relative clause appearing before the core noun. In relation with relativization strategies, Japanese relative clauses use gap strategy. However, in some cases, this strategy cannot be applied. Relativization can be applied for subject, object, oblique, and possessor. From those elements, the relativization of subject is found the most. On tree diagram there is one empty function which can actually be filled by another noun. Japanese relative clause has complete functional structure. There are two groups of arguments on argument structure that its thematic role can be described.
Core noun is able to fill the same position in two clauses or two different positions in each clause. Grammatical relation accepted by core noun from restrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) SUBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3)SUBJ of main clause is OBL of relative clause; (4) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (5) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (6) OBL of main clause is SUBJ of relative clasue; (7) OBL of main clause is OBL of relative clause. Grammatical relation accepted by nonrestrictive Japanese relative clause are (1) SUBJ of main clause is SUBJ of relative clause; (2) OBJ of main clause is OBJ of relative clause; (3) OBJ of main clause is SUBJ of relative clause and (4) OBL of main clause is SUBJ of relative clause.
Keywords : core noun, relative pronoun, relative clause, grammatical relation, constituent structure, functional structure, argument structure.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
PRASYARAT GELAR ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR LAMBANG xv
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Tujuan Penelitian 5 1.4 Manfaat Penelitian 6 1.5 Ruang Lingkup 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN 8
2.1 Kajian Pustaka 8
2.2 Konsep 14
2.2.1 Klausa 15
2.2.2 Klausa Relatif 15
2.2.3 Nomina Inti (Head) 15
2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif 16
2.3 Landasan Teori 16
2.3.1 TLF 17
2.3.2 Teori Tipologi 27
2.4 Model Penelitian 29
BAB III METODE PENELITIAN 31
3.1 Jenis dan Sumber Data 31
3.2 Instrumen Penelitian 32
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 32
3.4 Metode dan Teknik Analisi Data 33
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 35
BAB IV STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM
BAHASA JEPANG 37
4.1 Pengantar 37
4.2 Struktur Frasa 37
4.3 Pemarkah dalam Bahasa Jepang 41
4.3.1 Kakujoushi (Pemarkah Kasus) 42
4.3.2 Fukujoushi 48
4.4 Penentuan Subjek Kalimat 50
4.4.1 Refleksifisasi 51
4.4.2 Honorifikasi Subjek 53
4.5 Fungsi Gramatikal 54
4.6 Urutan Kata dan Scrambling 58
BAB V KLAUSA RELATIF BAHASA JEPANG 64
5.1 Pengantar 64
5.2 Klausa Relatif Bahasa Jepang 64
5.2.1 Posisi Nomina Inti 64
5.2.2 Jenis-Jenis Klausa Bahasa Jepang 65
5.2.2.1 Klausa Relatif Restriktif 65
5.2.2.2 Klausa Relatif Nonrestriktif 68
5.2.3 Strategi Perelatifan dan Aksesibilitas 70
5.2.3.1 Perelatifan Subjek 72
5.2.3.2 Perelatifan Objek 77
5.2.3.3 Perelatifan Posesor 80
5.2.3.4 Perelatifan Oblik 82
5.2.4 Perluasan Unsur Klausa Relatif 84
5.2.5 Perluasan Nomina Inti 87
5.2.5 Perelatifan Tanpa Strategi gap 89
5.3 Peranan Nomina Inti 91
5.4 Relasi Gramatikal 91
BAB VI STRUKTUR KONSTITUEN, STRUKTUR FUNGSIONAL, DAN
STRUKTUR ARGUMEN 98
6.1 Struktur Konstituen (StKon) 98
6.2 Struktur Fungsional (StFun) 106
6.2.1 Korespondensi 109
6.2.2 Deskripsi Fungsional 111
6.3 Struktur Argumen (StArg) 119
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 122
7.1 Simpulan 122
7.2 Saran 124
DAFTAR PUSTAKA 125
LAMPIRAN 128
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
* tidak gramatikal
[ ] klausa relatif
/ atau
_____ posisi yang kosong
--- lanjutan kalimat (tidak tercantum)
satu nomina mengisi dua buah fungsi
Adj adjektiva
Adv adverbia
AK akusatif
AP adjectival phrase (frasa adjektival)
BIng bentuk ingin
BKau bentuk kausatif
BPeng bentuk pengandaian
BPer bentuk perintah
BPot bentuk potensial BSmb bentuk sambung COM complemen DAT datif D(et) determiner DP determiner phrase GEN genetif
HOR bentuk hormat
I infleksi
IGF interogatif
KKin kala kini
KKinLam kala kini lampau
KKinNeg kala kini negatif
KLam kala lampau
KLamNeg kala lampau negatif
KRBJ klausa relatif bahasa Jepang
N nomina
NOM nominatif
Nom nominalisator
NP noun phrase (frasa nominal)
OBJ objek
OBL oblik
PAS pasif
POS posesor
PP postposition phrase (frasa posposisi)
PRED predikat
REF refleksif
StArg struktur argumen
StFun struktur fungsional
StKon struktur konstituen
SUBJ subjek
TOP topik
V verba
VP verb phrase (frasa verbal)
1.1 Latar Belakang
Karakteristik yang berbeda antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek
kajian yang menarik bagi para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan
dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian
terhadap peranan verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur dalam sebuah bahasa,
baik kata, frasa, maupun klausa bisa dikaji dari berbagai sudut dengan berbagai
pendekatan yang ada.
Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik
dengan bahasa Indonesia. Secara tipologi keduanya termasuk bahasa aglutinatif,
tetapi jika dilihat dalam struktur kalimat, kedua bahasa tersebut memperlihatkan
perbedaan. Struktur dasar kalimat bahasa Indonesia SVO, sedangkan struktur dasar
kalimat bahasa Jepang adalah SOV. Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai
predikat dalam bahasa Jepang memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena
verba merupakan komponen utama pembentukan sebuah klausa. Verba sebagai
predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa
melekatkan atau mengubah bentuk verba ketika mengungkapkan hal-hal, seperti
aspek dan kala. Dengan kata lain, aspek sebuah kalimat dapat diketahui dari bentuk
verbanya. Misalnya, dalam bahasa Jepang verba taberu ‘makan’ menjadi tabete iru
bentuk-bentuk lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika
dibubuhi penanda kala, seperti sudah makan, sedang makan, atau akan makan.
Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen dalam kalimat bahasa Jepang
memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.
Misalnya, konstituen subjek dimarkahi oleh partikel wa atau ga dan konstituen objek
dimarkahi oleh partikel o (wo). Pemarkah bahasa Jepang beragam bentuk dan fungsi
sehingga hal itu menimbulkan kesulitan bagi pembelajar yang berminat menekuni
bahasa Jepang karena sebuah pemarkah sering kali memiliki beberapa fungsi.
Perbedaan struktur dasar memengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain,
baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat bahasa Jepang
dan pemarkah dalam bahasa Jepang, berikut contoh kalimat dari Miyagawa (1989: 9)
Tanaka san ga Ringo wo taberu ‘Tanaka makan apel’ yang digambarkan dengan
diagram pohon di bawah ini.
S
NP NP V
Tanaka san (ga) ringo (wo) taberu nama apel makan
Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan
bahasa Jepang yang menarik adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif
bahasa Jepang (selanjutnya KRBJ) tidak ditandai dengan konstituen perelatif seperti
adanya perelatif ‘yang’. Misalnya, orang yang duduk di sana adalah Mira. Namun,
dalam bahasa Indonesia nomina inti sering dilesapkan, seperti pada contoh siapa
(orang) yang menjemputmu? Verhaar (1988: 40) menyatakan kondisi tersebut sebagai
‘headless’ yang atau perelatif ‘yang’ tanpa nomina inti. Bahasa lain, seperti bahasa
Inggris juga memiliki pronomina relatif who atau whom, seperti pada contoh the
woman who is sitting over there is Mira. Meskipun bahasa Inggris juga memiliki
kalimat tanpa pronomina relatif, seperti pada contoh the book I put on the shelf,
kasusnya tetap berbeda dengan bahasa Jepang. Falk (2001: 165) menyatakan kondisi
tersebut sebagai ‘empty operator’ atau pronomina relatifnya hanya dihilangkan.
Ichikawa (2005: 341) memberikan gambaran mengenai KRBJ seperti berikut
ini.
Meishi Shuushoku Setsu (Klausa relatif) Shuushoku meishi (Nomina inti)
Berikut beberapa contoh klausa relatif dalam bahasa Jepang, dimulai dari
struktur klausa relatif yang sederhana sampai dengan struktur yang lebih kompleks.
1. [asoko de hanashi-te iru] hito wa Kobayashi san da.
sana-LOK bicara-KKin orang-NOM Nama-sapaan KOP-KKin ‘Orang yang sedang berbicara di sana adalah Kobayashi’
2. [Watashi ga itsumo i-tte iru] mise wa yuumei desu. saya-NOM selalu datang-KKin toko-TOP terkenal KOP-KKin ‘Toko yang biasa saya datangi terkenal’
3. kore wa [chichi ga kure-ta] tokei desu. ini-TOP ayah-NOM beri-KLam jam KOP-KKin ‘Ini adalah jam yang diberi oleh ayah’
4. [Tanaka san ga kinou depaato de ka-tta] CD wo Nama-sapaan-NOM waktu dep.store-LOK beli-KLam CD-AK
ka-shite kudasai
pinjamkan-KLam BPer
‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka di department store kemarin’
5. [Tanaka san no ka-tta] CD wo ka-shite kudasai Nama-sapaan-GEN beli-KLam CD-AK pinjamkan-BPer ‘Tolong pinjamkan CD yang dibeli oleh Tanaka’
Pada contoh (1), nomina hito ‘orang’ dijelaskan oleh verba hanashite iru
‘sedang berbicara’ yang memiliki bentuk asal hanasu ‘bicara’ ditambah dengan
keterangan tempat asoko de ‘di sana’ dan menduduki fungsi subjek. Pada contoh (2)
nomina mise ‘toko’ dijelaskan oleh adverbial itsumo ‘selalu’ dan verba itte iru yang
berasal dari verba iku ‘mendatangi’. Pada contoh (3) dan (4) terdapat subjek dalam
klausa relatif. Ichikawa (2005: 342) menyatakan subjek dalam klausa relatif
dimarkahi oleh partikel ga dan klausa relatif pada contoh tersebut menduduki fungsi
objek sehingga dimarkahi oleh partikel wo. Kemudian, pada contoh (5) antara subjek
klausa relatif dan predikat dihubungkan oleh no yang merupakan penanda genetif.
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Jepang memiliki
konstruksi klausa relatif yang beragam dan variasi konstituen walaupun bahasa
Jepang tidak memiliki perelatif. Beberapa penelitian mengenai KRBJ sudah
dilakukan, di antaranya oleh Inoue dalam Shibatani yang membahas pronomina
refleksif dalam klausa relatif. McCAWLEY dalam Shibatani juga membahas KRBJ,
tetapi terbatas pada definisi klausa relatif. Kedua penelitian mengenai KRBJ tersebut
Dari beberapa penelitian mengenai KRBJ yang sudah dilakukan, belum
ditemukan penelitian tentang hal-hal penting lain berkaitan dengan klausa relatif,
seperti peranan nomina inti atau relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari
klausa relatif. Dengan demikian, penelitian tentang hal-hal tersebut merupakan hal
yang penting untuk dilakukan. Selain itu, mengingat seringnya penggunaan klausa
relatif dalam kalimat bahasa Jepang dan melihat beberapa perbedaan antara KRBJ
dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris tersebut, penelitian ini memang
perlu dilakukan untuk melihat karakteristik KRBJ secara lebih mendalam.
Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) dan
teori mengenai tipologi yang dikemukakan oleh Comrie. Menurut teori TLF fungsi
yang dihadirkan oleh pronomina relatif adalah sebagai TOPIK. Pernyataan tersebut
menjadi menarik jika mengingat bahasa Jepang yang tidak memiliki pronomina
relatif. Teori ini digunakan untuk menganalisis struktur konstituen, struktur
fungsional, dan struktur argumen KRBJ.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat tiga masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana peranan nomina inti dalam KRBJ?
2. Bagaimana relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya
adalah untuk mendapat deskripsi mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang
dengan menerapkan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). Kemudian,
berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tiga tujuan khusus, yaitu
sebagai berikut.
1. Menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.
2. Menganalisis relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ.
3. Menganalisis struktur konstituen, struktur fungsional, dan struktur argumen KRBJ.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dilihat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Sejauh ini belum ditemukan penelitian, khususnya di Indonesia mengenai
KRBJ dengan pendekatan TLF. Jadi, secara teoretis penelitian ini bermanfaat bagi
perkembangan penelitian terhadap linguistik, khususnya linguistik bahasa Jepang di
Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, baik bagi
pengajar maupun pembelajar, dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa
dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai klausa relatif dan
tentu saja memberikan kontribusi bagi peneliti mengenai bahasa Jepang selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah. Sebelum
masuk ke pembahasan mengenai klausa relatif bahasa Jepang, terlebih dahulu dibahas
mengenai struktur kalimat dan fungsi gramatikal dalam bahasa Jepang. Dibahas pula
pemarkah dalam bahasa Jepang untuk mengetahui fungsi-fungsinya dalam kalimat.
Pembahasan KRBJ dimulai dengan menganalisis peranan nomina inti dalam KRBJ.
Namun, sebelumnya dianalisis unsur atau konstituen dalam kalimat yang dapat
direlatifkan dan strategi perelatifan yang digunakan. Selanjutnya, dianalisis hubungan
gramatikal yang diperoleh nomina inti dari KRBJ. Penelitian dilanjutkan dengan
menganalisis struktur konstituen KRBJ, dimulai dari struktur yang sederhana ke
struktur yang kompleks. Terakhir, penelitian menganalisis struktur fungsional KRBJ
dan strukutur argumen KRBJ sehingga terlihat peran semantis apa saja yang dimiliki
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian terhadap tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan. Fungsi kajian pustaka adalah untuk mengetahui
kedudukan penelitian di dalam dunia keilmuan berkenaan dengan topik atau masalah
yang diteliti (Chaer, 2007: 26). Dari beberapa pustaka yang dikaji diketahui bahwa
sudah ada penelitian tentang KRBJ. Selain itu, dipaparkan pula beberapa penelitian di
luar bahasa Jepang yang berkaitan dan dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini.
Inoue (1976: 137) membahas KRBJ dalam tulisannya mengenai refleksifisasi
yang menggunakan pendekatan interpretif. Inoue menuliskan bahwa dalam konteks
tertentu KRBJ memiliki hubungan antara refleksif dan frasa nominal. Contohnya :
Yamada sensei wa [ jibun no ie ga yake-ta] gakusei o atsume-ta
Nama-guru-NOM REF-GEN rumah-NOM bakar-KLam murid-AK kumpul-KLam ‘Guru Yamada mengumpulkan murid yang rumahnya terbakar’
Penelitian ini terfokus pada penggunaan pronomina refleksif dalam bahasa
Jepang. Pronomina refleksif dibahas dengan sangat lengkap termasuk yang muncul
dalam klausa relatif. Dinyatakan bahwa pronomina refleksif dapat menduduki fungsi
subjek maupun objek dalam klausa relatif. Pembahasan mengenai KRBJ dalam
penelitian ini memang tidak dilakukan secara mendalam, tetapi tetap dapat dijadikan
acuan untuk melihat hubungan pronomina refleksif dengan antesedennya, khususnya
dalam kalimat dengan klausa relatif.
McCAWLEY (1976: 295) membahas KRBJ berdasarkan penelitian mengenai
klausa relatif yang dilakukan sebelumnya oleh Kuno. McCAWLEY menyatakan
beberapa hal, antara lain KRBJ, baik klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif
terdiri atas kalimat yang dipotong, khususnya kalimat yang kekurangan NP yang
direlatifkan dan pemarkah kasus untuk NP tersebut. Klausa relatif mendahului frasa
nominal (NP) yang dimodifikasinya. Perhatikan contoh berikut.
a. Yamada-san ga saru wo ka-tte iru Nama-sapaan-NOM monyet-AK pelihara-KKin ‘Yamada memelihara monyet’
b. [Yamada san ga ka-tte iru] saru Nama-sapaan-NOM pelihara-Kkin monyet ‘Monyet yang Yamada pelihara’
c. [saru wo ka-tte iru] Yamada
monyet-AK pelihara-KKin Nama
‘Yamada yang memelihara monyet’
McCAWLEY juga menyatakan bahwa topik frasa nominal diakhiri oleh
partikel wa dan di beberapa kondisi pronomina dapat muncul dalam klausa relatif.
Pemaparan contoh klausa relatif cukup memberikan gambaran bagaimana sebuah
klausa relatif dibentuk dalam bahasa Jepang. Namun, hal-hal lain menyangkut klausa
relatif, misalnya strategi perelatifan dan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti
dari klausa relatif belum dibahas oleh McCAWLEY. Oleh karena itu, hal-hal tersebut
masih perlu dipaparkan dalam penelitian ini. Hal-hal yang sudah dibahas dalam
unsur-unsur yang muncul dalam klausa relatif dan bagaimana sebuah klausa relatif
dibentuk.
Tsujimura (1997: 263--270) menyatakan bahwa nomina dalam bahasa Jepang
dapat dimodifikasi dengan berbagai cara, misalnya dengan adjektiva, nomina
adjektival, nomina atau kalimat. Berikut beberapa contoh yang ditampilkan oleh
Tsujimura.
1. Taroo ga omoshiroi hon wo ka-ita Nama-NOM menarik buku-AK tulis-KLam ‘Taro menulis buku menarik’
2. Ziroo ga kirei-na hana wo Sachiko ni oku-tta Nama-NOM cantik bunga-AK Nama-DAT kirim-KLam ‘Ziroo mengirim bunga yang cantik untuk Sachiko’
3. Hanako ga tomodachi no uchi wo ka-tta Nama-NOM teman-GEN rumah-AK beli-KLam ‘Hanako membeli rumah temannya’
4. Satoo sensei ga [gakusei ga ka-ita] ronbun wo yo-nde iru Nama guru-NOM murid-NOM tulis laporan-AK baca-KKin ‘Guru Satoo sedang membaca laporan yang ditulis muridnya’
Objek langsung kalimat-kalimat di atas dimodifikasi oleh adjektiva omoshiroi
‘menarik’ , kirei na ‘cantik’, dan nomina tomodachi ‘teman’, sedangkan contoh (4)
dimodifikasi oleh kalimat. Tsujimura menyatakan bahwa modifier yang berupa
kalimat itulah disebut dengan klausa relatif. Nomina yang dimodifikasi oleh klausa
relatif ditunjuk sebagai nomina inti dan pada contoh (4) nomina intinya adalah
ronbun ‘laporan’. Tsujimura juga menyatakan bahwa permakah ga dalam klausa
relatif dapat digantikan dengan no tanpa mengubah maknanya. Konversi ga dan no
memarkahi subjek kalimat termasuk subjek klausa relatif. Pemarkah ini memang
dapat digantikan dengan no yang merupakan pemarkah genetif jika didasarkan alasan
bahwa klausa relatif ditambah nomina inti menghasilkan sebuah frasa nominal.
Subjek dalam klausa relatif dianggap sebagai posesor dari nomina yang
pemodifikasinya berupa klausa relatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura ini sudah menjelaskan perbedaan
antara nomina yang dimodifikasi oleh klausa relatif dan selain klausa relatif. Namun,
hal-hal berkaitan dengan klausa relatif yang belum dibahas dalam penelitian Inoue
dan McCAWLEY juga belum dibahas oleh Tsujimura. Oleh karena itu, penelitian ini
masih perlu untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Tsujimura bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif sebagai data dalam penelitian
ini.
Partami (2001) meneliti relasi gramatikal dan perelatifan bahasa Buna
menggunakan TLF. Berkaitan dengan klausa relatif, hasil penelitian menunjukkan
klausa relatif bahasa Buna dibedakan atas klausa relatif restriktif dan nonrestriktif.
Berdasarkan posisi inti, klausa relatif bahasa Buna memiliki inti yang terdapat di luar
struktur dengan urutan postnomina. Fungsi-fungsi yang dapat direlatifkan adalah
subjek, objek, dan posesif. Fungsi subjek, objek yang tidak dimarkahi pada verbanya
dapat direlatifkan dengan menerapkan strategi pengosongan (gapping), sedangkan
fungsi objek1 yang dimarkahi pada verbanya dan objek2 dan posesif yang mengisi
Bahasa Buna memiliki struktur klausa yang sama dengan bahasa Jepang, yaitu
SOV. Namun, KRBJ termasuk tipe prenominal. Memiliki struktur klausa yang sama,
tetapi posisi inti yang berbeda membuat penelitian ini berbeda dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Partami. Namun, karena sama-sama menganalisis klausa relatif
dengan menggunakan TLF, penelitian oleh Partami juga dapat dijadikan acuan,
misalnya dalam melihat struktur klausa relatif.
Artawa (2004) membahas perelatifan dalam bahasa Bali. Penelitian ini
menyatakan bahwa dalam bahasa Bali hanya unsur subjek yang dapat direlatifkan.
Unsur lain, seperti oblik dapat direlatifkan apabila sudah dijadikan subjek.
Subjektivisasi ini diikuti dengan perubahan verba misalnya dengan penambahan
sufiks agar kalimat tetap berterima setelah subjek direlatifkan. Strategi perelatifan
yang digunakan adalah verb-coding strategy. Dinyatakan pula bahwa dalam bahasa
Bali ada mekanisme untuk mengembalikan unsur nonsubjek menjadi subjek sehingga
peran lain dalam kalimat dapat direlatifkan. Peran tersebut adalah posesor yang
direlatifkan menggunakan strategi pronomina retensi. Struktur kalimat dan
karakteristik bahasa Bali berbeda dengan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Bali juga
mengenal perelatif, sementara bahasa Jepang tidak. Namun, penelitian ini dapat
dijadikan acuan dalam melihat penerapan strategi perelatifan untuk menentukan unsur
yang dapat direlatifkan.
Partami (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Kostruksi Frasa dengan
Kata Anē dalam Bahasa Bali” mengungkapkan bahwa kata anē selain muncul di
klausa relatif restriktif maupun nonrestriktif. Dalam klausa restriktif terlihat bahwa
anē tidak mewatasi konstituen induk, tetapi hanya memberikan keterangan tambahan
sehingga jika klausa relatif dihilangkan pun, tidak akan mengurangi kejelasan
kalimat. Sebaliknya, pada klausa relatif nonrestriktif, anē mewatasi konstituen induk
sehingga pelesapan klausa relatif akan mengurangi kejelasan kalimat dan menjadi
tidak gramatikal. Ditemukan pula bahwa klausa relatif bahasa Bali termasuk tipe post
nominal, yaitu berada setelah nomina inti.
Kedua penelitian mengenai klausa relatif yang telah dilakukan oleh Partami
(2001 dan 2006) tersebut sangat relevan dengan penelitian ini dan tentu dapat
dijadikan acuan. Namun, seperti bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Buna
dan bahasa Bali yang dijadikan objek penelitian juga memiliki perelatif, yaitu na
‘yang’ untuk bahasa Buna dan anē ‘yang’ untuk bahasa Bali. Jadi, penelitian
mengenai KRBJ akan berbeda dan menarik, terutama karena tidak adanya perelatif
seperti banyak bahasa lainnya.
Purnawati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Topik dan Fokus dalam
Bahasa Jepang”. Penelitian ini menggunakan teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional
(TLF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi gramatikal yang terdapat dalam
bahasa Jepang terdiri atas fungsi subjek, objek, oblik, posesor, komplemen, dan
ajung. Pemarkahan untuk setiap fungsi gramatikal sangat bergantung pada verba dan
konstituen-konstituen yang dimarkahi. Sebuah pemarkah tidak selalu memarkahi
fungsi gramatikal yang sama. Interaksi antara fungsi gramatikal dan topik
Fungsi gramatikal yang berfungsi sebagai topik tidak selalu terletak di awal kalimat.
Pemarkahan fungsi gramatikal oleh akusatif wo dan nominatif ga akan berubah
menjadi satu pemarkah, yaitu topik wa apabila fungsi gramatikal yang bersangkutan
juga berfungsi sebagai topik. Penelitian ini dapat dijadikan acuan selain karena
sama-sama menggunakan teori TLF sebagai landasan teori, penelitian ini membahas
pemarkah subjek dan topik dalam bahasa Jepang yang juga berperan dalam klausa
relatif.
Satyawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Valensi dan Relasi
Sintaksis Bahasa Bima” juga membahas perelatifan bahasa Bima. Pada penelitian ini
dinyatakan bahwa dalam bahasa Bima yang bisa direlatifkan hanya argumen yang
berfungsi sebagai subjek gramatikal. Argumen yang bisa direlatifkan adalah argumen
yang berada preverbal. Dalam konstruksi yang agennya ditandai dengan pemarkah
OBL aḇ , argumen pasien dapat direlatifkan, sedangkan agen dapat direlatifkan pada konstruksi yang tidak ditandai dengan a. ḇ Meskipun objek penelitian ini berbeda dan klausa relatif tidak dibahas secara mendalam, penelitian Satyawati ini tetap bisa
dijadikan tolok ukur dalam menentukan klausa relatif.
2.2 Konsep
Ada empat buah konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep
2.2.1 Klausa
Verhaar (1996 : 162) menyatakan bahwa klausa adalah kalimat yang terdiri
atas hanya satu verba atau frasa verbal, disertai satu konstituen atau lebih yang secara
sintaksis berhubungan dengan verba tersebut. Kroeger (2005: 32) menyatakan klausa
sebagai unit gramatikal terkecil yang dapat menunjukkan proposisi yang lengkap.
2.2.2 Klausa Relatif
Lapoliwa (1990: 47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam
bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain
dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya
berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.
Givon (1990: 645) menyatakan bahwa klausa relatif adalah klausa
subordinatif yang disematkan sebagai pemodifikasi nomina di dalam frasa nominal.
Klausa relatif digunakan ketika pembicara menganggap bahwa identitas referen dapat
diakses oleh pendengar, tetapi tidak diakses dengan mudah.
2.2.3 Nomina Inti (Head)
Lapoliwa (1990: 49) menyatakan nomina inti (head) adalah nomina atau frasa
nominal yang diwatasi oleh klausa relatif. Sementara itu, Verhaar (1996: 328)
menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden
dari klausa relatif.
2.2.4 Perelatif dan Pronomina Relatif
Ada perbedaan antara perelatif (relativizer) dan pronomina relatif. Kroeger
(2004: 178) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah salah satu tipe pronomina
khusus, sedangkan perelatif (relativizer) tidak. Pronomina relatif bergantung pada
beberapa fitur berkaitan dengan nomina inti, seperti gender, jumlah , dan yang
lainnya.
2.3 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori Lexical Functional Grammar (LFG) atau
teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF). LFG atau TLF adalah teori yang
muncul berdasarkan penolakan terhadap beberapa asumsi dalam sintaksis
transformasional. Namun, tetap merupakan bagian dari tata bahasa generatif, tepatnya
TLF adalah pendekatan alternatif untuk teori transformasional. TLF berkembang
pada akhir tahun 1970-an dan dikembangkan oleh Kaplan dan Bresnan. Menurut teori
ini, leksikon memiliki peran utama, sedangkan kata fungsional dalam teori ini
mengacu pada fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek (Falk, 2001: 2--7).
Dalrymple (2001) menyatakan bahwa teori TLF adalah teori linguistik
non-transformasional yang menganggap bahwa bahasa paling tepat dipaparkan dengan
struktur sejajar yang menggambarkan segi berbeda dari organisasi dan informasi
linguistik. Teori TLF memiliki dua dimensi penting yang membedakannya dengan
teori lain. Pertama, teori ini menyangkut leksikal dan bukan transformasional, yaitu
dibandingkan dengan makna dari transformasi sintaktik. Kedua, teori TLF itu
fungsional dan bukan konfigurasional. Fungsi gramatikal, seperti subjek dan objek
tidak didefinisikan dalam hal konfigurasi struktur frasa atau hubungan struktur
argumen. Bresnan (1982) menyatakan bahwa teori TLF memberikan dua level
deskripsi sintaktik untuk setiap kalimat dalam sebuah bahasa, yaitu struktur
konstituen (c-structure/c-str) dan struktur fungsional (fungtional structure/f-str).
Struktur konstituen sudah dikenal sejak teori transformasional. Seperti halnya dengan
banyak teori generatif lainnya, teori mengenai struktur konstituen dalam teori TLF
juga dikenal dengan teori X-bar (teori X’) (Falk, 2001: 34). Sementara itu, struktur
fungsional yang menyangkut fungsi gramatikal pertama muncul pada teori generatif,
yaitu Relational Grammar (RG) (Falk, 2001: 57). Selain teori TLF, penelitian ini
juga menggunakan teori lain, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.
2.3.1 Teori Tata Bahasa Leksikal Fungsional (TLF) 2.3.1.1 Fungsi Gramatikal
Menurut teori TLF, fungsi gramatikal adalah elemen representasi sintaktik.
Pada level ini, representasi tidak berupa struktur pohon, tetapi berupa fitur dan
elemen yang memiliki fungsi spesifik. Representasi itulah yang disebut dengan
struktur fungsional (f-structure) (Falk, 2001: 10--11).
Dalrymple (2001) menyatakan bahwa fungsi gramatikal yang dikemukakan
oleh teori TLF adalah sebagai berikut.
Label OBJø dan OBLiqueø menggambarkan hubungan yang ditunjukkan oleh
peran semantik yang dengan tanda ø menunjukkan peran semantik yang dihubungkan
oleh argumen. Misalnya, OBJTHEME adalah anggota dari kelompok yang secara tematik dibatasi oleh OBJø. Fungsi gramatikal dapat diklasifikasikan dengan
beberapa cara. Fungsi gramatikal yang dapat dikuasai, seperti SUBJ, OBJ, OBJø,
COMP, XCOMP, dan OBLø dapat disubkategorikan oleh predikat, sedangkan ADJ
dan XADJ tidak dapat disubkategorikan. Fungsi-fungsi gramatikal tersebut
dikelompokkan lagi berdasarkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a. Governable Grammtical Function and Modifier
SUBJ OBJ XCOMP COMP OBJø OBLø ADJ XADJ
Governable Grammtical Function Modifier
b. Term and Non-term
SUBJ OBJ OBJø OBLø XCOMP COMP TERM NON-TERM
c. Semantically Restricted and Unrestricted Function
SUBJ OBJ OBJø OBLø
SEMANTICALLY UNRESTRICTED SEMANTICALLY RESTRICTED
2.3.1.2 Struktur Konstituen/ c-structure
Falk (2001: 33--35) menyatakan bahwa struktur konstituen adalah organisasi
(konstituen) ini memiliki kategori. Falk juga menjelaskan bahwa struktur konstituen
adalah sekelompok kata yang membentuk konstituen atau yang dikenal dengan frasa.
Frasa dapat diidentifikasi dari kemampuannya untuk berada di posisi yang
berbeda-beda dalam kalimat. Inti frasa adalah kategori N, V, A, dan P yang disebut dengan
NP, VP, AP, dan PP (kategori leksikal). Selain kategori leksikal, ada pula kategori
fungsional. Contoh kategori fungsional, yaitu D(eterminer) yang merupakan inti dari
DP dan NP dalam DP adalah komplemen. Kategori fungsional lainnya, yaitu Infl (I)
yang dalam terminologi tradisional disebut dengan pelengkap (auxiliaries). Seperti
halnya determiner dalam frasa nominal, infl (IP) juga berperilaku seperti inti dengan
VP di posisi komplemen (Falk, 2001: 38--39).
Kroeger (2004: 12) menyatakan bahwa struktur konstituen sebuah kalimat
terdiri atas informasi tentang batasan-batasan argumen, urutan linear, dan kategori
sintaktik. Ketika diagram pohon digunakan untuk menggambarkan struktur
konstituen dari unit gramatikal, kategori sintaktik yang digunakan adalah N (nomina),
A (adjektiva), V (verba), P (preposisi), Det (determiner), Adv (Adverbia), dan Conj
(konjungsi), sedangkan frasa, label yang digunakan adalah NP, AP, VP, PP dan S
(sentence/clause). Selain kategori leksikal, terdapat pula kategori fungsional.
Kategori fungsional yang dimaksud berbeda dengan struktur fungsional. TLF
mengemukakan kategori fungsional C (diproyeksikan sebagai CP), I (diproyeksikan
sebagai IP), dan D (diproyeksikan sebagai DP). Kategori fungsional I adalah posisi
yang diisi oleh verba main finite dan auxiliary verb (Dalrymple, 2001: 53). Diagram
David is yawning
IP,
NP I’
N I VP
David is yawning
Dalam bahasa Inggris kategori fungsional C diisi oleh complementizer, yaitu
that dan D diisi oleh determiner. Diagram di bawah ini menggambarkan posisi
keduanya.
David knows that Chris yawned
IP NP I’ N VP David V’ V CP knows C’ C IP that NP I’ N VP Chris V The boy DP D’ D NP the N’ N boy yawned
Pada banyak bahasa IP berkorespondensi dengan kalimat (S), sedangkan CP
berkorespondensi dengan yang disebut S’, kalimat dengan complementizer atau frasa
2.3.1.3 Struktur Fungsional/ f-structure
Struktur fungsional adalah organisasi sintaktik fungsional yang abstrak dari
kalimat, dikenal dari deskripsi tata bahasa tradisional. Struktur fungsional
merepresentasikan struktur argumen-predikat dan hubungan fungsional subjek dan
objek (Dalrymple, 2001: 7). Falk (2001: 11) menyatakan bahwa struktur fungsional
adalah gambaran fungsi gramatikal. Konsep yang penting di balik struktur fungsional
adalah fungsi gramatikal. Fungsi gramatikal (fungsi argumen) tersebut, antara lain,
SUBJ (subjek), OBJ (objek), OBJ2 (objek kedua), dan OBL (oblique). Fungsi
tambahannya antara lain POSS (possessor) yang digunakan untuk argumen tertentu
dari nomina, COMP (complement). Ada pula fungsi nonargumen, seperti ADJ
(adjunct), FOKUS dan TOPIC (Falk, 2001: 57--58). Contoh struktur fungsional
sederhana untuk ‘David’ dikemukakan oleh Dalrymple (2001: 31) sebagai berikut.
PRED ‘DAVID’ NUM SG
Untuk kalimat David yawned, struktur fungsionalnya adalah sebagai berikut.
PRED ‘YAWN <SUBJ>’ TENSE PAST
g PRED ‘DAVID’
Pada struktur fungsional di atas SUBJ adalah struktur fungsional untuk subjek
kalimat (subjek struktur fungsional) yang diberi label f dan untuk struktur fungsional
kalimat diberi label g. Fitur PRED dalam struktur fungsional adalah fitur yang sangat
penting. PRED tidak hanya mengacu pada predikat (verba). Fitur PRED
menggambarkan sesuatu yang bermakna dan nilainya ditunjukkan secara
konvensional sebagai sebuah kata (Falk, 2001: 13). Fitur PRED dalam struktur
fungsional untuk kalimat the dinosaur doesn’t think that the hamster will give a book
to the mouse dapat dilihat sebagai berikut.
DEF +
SUBJ PRED ‘dinosaur’
TENSE PRES
NEG +
PRED ‘think <SUBJ, COMP>’ DEF +
SUBJ PRED ‘hamster’
TENSE FUTURE
PRED ‘give <SUBJ, OBJ, OBLgoal OBJ>’ DEF
-COMP OBJ PRED ‘book’
OBLgoal OBJ DEF +
2.3.1.4 Struktur Argumen
Berkaitan dengan label untuk penyebutan peran semantis dalam sebuah
kalimat, Kroeger (2004: 9) menyebutkan bahwa tidak ada satu kelompok penyebutan
yang disetujui oleh semua linguis. Penyebutan peran semantis dalam penelitian ini
akan mengikuti penyebutan yang diajukan oleh Kroeger, yaitu sebagai berikut.
a. AGENT : penyebab atau pemrakarsa sebuah kejadian
b. RECIPIENT : animate yang memeroleh sesuatu.
c. EXPERIENCER : animate yang merasakan sebuah rangsangan atau menunjuk pada
proses mental dan emosi.
d. BENEFICIARY: animate yang memeroleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan.
e. INSTRUMENT : benda yang digunakan oleh agen untuk melakukan sebuah tindakan.
f. THEME : sesuatu yang mengalami perubahan lokasi atau milik atau sesuatu yang
lokasinya ditetapkan.
g. PATIENT : sesuatu yang dikenai verba.
h. STIMULUS : objek persepsi, kognisi atau emosi, sesuatu yang dilihat, didengar,
diketahui, diingat, dicintai, dan lain-lain.
i. LOCATION : tempat sebuah kejadian.
j. ACCOMPANIMENT : sesuatu yang menemani atau yang dihubungkan dengan
tindakan.
Informasi semantik lain, seperti waktu, tujuan, dan lainnya tidak termasuk
dalam peran argumen karena elemen-elemen tersebut hampir selalu diekspresikan
2.3.1.5 Klausa Relatif
Kroeger (2004 : 165) menyatakan bahwa konstruksi klausa relatif adalah frasa
nominal yang berisikan pemodifikasi klausa. Contohnya dalam bahasa Inggris sebuah
frasa nominal terdiri atas determiner (the), nomina inti (woman), dan klausa yang
memodifikasi (I love), ditandai dengan relativizer atau perelatif (that).
[ The woman [that I love]]NP is moving to Argentina.
Kroeger menyatakan bahwa properti yang menarik dalam konstruksi klausa
relatif adalah nomina inti mengacu pada dua hubungan gramatikal pada waktu yang
bersamaan. Contohnya woman adalah subjek dari predikat moving, tetapi juga
diinterpretasikan menjadi objek dari love di klausa yang memodifikasi. Hubungan
gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa yang memodifikasi mengarah pada
relativized function.
Teori mengenai klausa relatif dalam TLF yang dikemukakan oleh Kroeger
tersebut belum cukup dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam
penelitian ini. TLF kurang memaparkan secara terperinci mengenai klausa relatif
sehingga diperlukan pemaparan lain mengenai klausa relatif. Dixon (2010: 314)
memaparkan mengenai konstruksi klausa relatif ke dalam beberapa poin, antara lain
sebagai berikut.
a. Konstruksi terdiri atas dua klausa, yaitu klausa utama dan klausa relatif. Konstruksi
tersebut membentuk satu kalimat yang terdiri atas satu unit intonasi.
b. Kedua klausa harus berbagi argumen yang dapat disebut sebagai argumen bersama.
c. Fungsi klausa relatif adalah sebagai pemodifikasi sintaktik argumen bersama di
klausa utama. Pada level semantik akan disediakan informasi tentang argumen
bersama. Ketika fokus pada referen dalam argumen bersama maka merupakan
klausa restriktif, sedangkan jika menambahkan informasi tentang argumen yang
sebenarnya sudah jelas, maka termasuk klausa relatif nonrestriktif.
d. Klausa relatif harus memiliki struktur dasar klausa, yaitu meliputi predikat dan
argumen inti yang diperlukan oleh predikat tersebut.
Dixon (2010: 318) menyebutkan bahwa menyangkut argumen bersama, ada
sejumlah kemungkinan untuk inti dari frasa nominal, antara lain :
a. nomina secara umum;
b. nomina khusus, seperti nama orang atau tempat;
c. demonstratif;
d. generic term, seperti one dalam bahasa Inggris;
e. pronominal.
Pada setiap bahasa perlu diperhatikan tipe inti yang menjadi argumen bersama
dalam konstruksi klausa relatif. Bahasa yang hanya memiliki tipe klausa relatif
restriktif tidak bisa memiliki nomina khusus atau pronomina tunggal sebagai argumen
bersama (Dixon, 2010: 319).
Terkait dengan fungsi sintaktik argumen bersama dalam konstruksi klausa
relatif, Dixon (2010: 320—321) menyatakan bahwa kadang-kadang argumen bersama
memiliki fungsi di tiap-tiap klausa, tetapi di banyak bahasa terbatas satu atau kedua
Comrie, Dixon menuliskan beberapa fungsi argumen bersama yang mungkin, baik
dalam klausa relatif maupun klausa utama, di beberapa bahasa dalam bentuk tabel di
bawah ini.
Fungsi yang mungkin dimiliki oleh argumen bersama Pada Klausa
Utama
Pada Klausa Relatif Contoh Bahasa
Fungsi periferal dan inti
Fungsi peripheral dan inti
Fujian Fungsi periferal dan
inti
S, A, O Jarawara
Fungsi periferal dan inti
S, O Ilocano
Fungsi lokatif, datif, instrumental S, O Dyrbal Lokatif, instrumental, S, O S, O Warekena S,O S, O Yidin
2.3.2.1 Penanda Klausa Relatif
Ada beberapa cara untuk menandai klausa relatif. Setiap bahasa
mengombinasikan beberapa dari cara tersebut.
a. Dengan intonasi luar melewati konstruksi klausa relatif.
b. Dengan posisi klausa relatif di dalam klausa utama.
c. Dengan prosodi, seperti tekanan, nada.
d. Dengan infleksi pada verba klausa relatif.
e. Dengan penanda klausa relatif, secara umum berupa klitik atau kata gramatikal
pendek.
2.3.2 Teori Tipologi
Comrie (1981: 131—139) menyatakan terdapat dua jenis tipe klausa relatif,
yaitu klausa relatif restriktif (klausa yang sifatnya membatasi) dan klausa relatif
non-restriktif (klausa relatif yang sifatnya tidak membatasi). Contoh klausa relatif
restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu that I saw yesterday dalam kalimat the man that
I saw yesterday left this morning. Klausa tersebut membatasi referen yang potensial
untuk kata the man. Pembicara menganggap bahwa kalimat the man left this morning
tidak memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk mengidentifikasi
the man (pendengar mungkin saja harus bertanya which man?). Jadi, keterangan
tambahan that I saw yesterday ditambahkan untuk menunjukkan secara khusus pria
mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.
Klausa relatif nonrestriktif, misalnya pada contoh the man, who had arrived
yesterday, left this morning atau Fred, who had arrived yesterday, left this morning.
Kalimat ini menunjukkan pembicara menganggap bahwa pendengar dapat
mengidentifikasi pria mana yang sedang dibicarakan, sedangkan pada contoh kedua
pendengar sudah paham bahwa Fred yang dibicarakan dalam kalimat sehingga klausa
relatif dalam kalimat tersebut memberikan sedikit informasi tentang sesuatu yang
sudah teridentifikasi dan tidak untuk mengidentifikasi sesuatu yang sudah
dibicarakan.
Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa
relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif
relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe internal-head, inti
muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam
klausa relatif. Nomina inti dari klausa relatif sebenarnya memainkan peranan di dua
klausa yang berbeda dalam sebuah konstruksi klausa relatif. Di satu sisi memainkan
peranan di klausa utama dan di sisi lain memainkan peranan di klausa yang
membatasi (restricting clause) dalam pengertian klausa relatif yang merupakan
klausa subordinatif. Secara lintas bahasa nomina inti terlihat dalam bentuk yang
dimodifikasi atau diturunkan, bahkan lebih tepatnya dilesapkan di salah satu klausa.
Selanjutnya Comrie menyatakan bahwa secara variasi tipologi, melihat
bagaimana peranan nomina inti dalam kalimat yang dilekati secara lintas bahasa
adalah salah satu parameter penting. Ada empat tipe dalam parameter yang penting
untuk dilihat, yaitu non-reduction, pronoun-retention, relative-pronoun, dan gap.
Tipe non-reduction berarti nomina inti muncul seutuhnya, tidak diturunkan, dalam
posisi yang normal dan atau dengan pemarkah kasus yang biasa untuk frasa nominal
untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa. Pada tipe
pronoun-retention nomina inti tersisa dalam embedded sentence (kalimat yang disematkan)
dalam bentuk pronomina. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar,
contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif
this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang
direlativisasi.
Tipe selanjutnya, yaitu relative-pronoun banyak ditemukan dalam bahasa
dunia. Terdapat pronomina dalam klausa relatif yang menunjukkan nomina inti.
Posisinya yang semula di posisi biasa dipindahkan ke posisi awal. Untuk
menunjukkan peranan nomina inti dalam klausa relatif, harus dipahami bahwa hal
tersebut tidak dapat dilakukan dengan urutan (pronomina pasti di posisi awal) dan
penting untuk menandai pronomina atau setidaknya memiliki tingkat yang sama
seperti frasa nominal dalam klausa utama untuk menunjukkan peranannya. Dalam
bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memeroleh
tipe pronomina dalam klausa relatif.
Berkaitan dengan aksesibilitas, Comrie mengemukakan hierarki subjek >
objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk
formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada
merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada
posesor.
2.4 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tanda menyatakan
hubungan langsung. Berdasarkan model penelitian berikut, dapat dijelaskan bahwa
penelitian mengenai KRBJ menggunakan dua buah teori, yaitu TLF untuk
menganalisis struktur konstituen, struktur argumen, dan struktur fungsional KRBJ,
sedangkan teori berikutnya, yaitu teori tipologi yang dikemukakan oleh Comrie.
Teori ini digunakan untuk menganalisis tipe KRBJ, peranan inti, dan aksesibilitas.
yang dikemukakan oleh Dixon. Data dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif sehingga kemudian diperoleh hasil sebagai jawaban dari rumusan masalah.
Hasil 1. Struktur Konstituen
2. Struktur Argumen 3. Struktur Fungsional
Teori Tipologi & Teori oleh Dixon
1. Tipe KRBJ
2. Peranan Nomina inti 3. Aksesibilitas
4. Relasi Gramatikal Teori Tata Bahasa
Leksikal Fungsional
Metode Kualitatif
Data
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara umum penelitian mengenai klausa relatif dalam bahasa Jepang
termasuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Kajian kualitatif pada dasarnya
dilakukan untuk menemukan pengetahuan baru atau merumuskan teori baru
berdasarkan data yang dikumpulkan. Kajian dimulai dengan merumuskan masalah,
merumuskan fokus kajian, dilanjutkan dengan pengumpulan data oleh peneliti sendiri
sebagai instrumennya (Chaer, 2007: 11). Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam
Moleong, 2010: 4). Berikut akan dipaparkan mengenai sumber data, instrumen
penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis serta
metode dan teknik penyajian hasil analisis.
3.1 Sumber data
Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis.
Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif
dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam
bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data
tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk
mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu dua buah novel berjudul Purezento dan Mata
Aitakute. Novel berjudul Purezento adalah novel setebal 273 halaman yang
mengangkat tema tujuan hidup. Novel ini diterbitkan tahun 2008 dan dikarang oleh
Hoshino Natsu. Novel berikutnya, yaitu Mata Aitakute terdiri atas 250 halaman yang
mengangkat tema persahabatan. Novel ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dikarang
oleh Shinka. Kedua novel tersebut ditujukan khususnya untuk anak muda sehingga
menggunakan tata bahasa bahasa Jepang yang sederhana.
Data tambahan yang berupa data lisan juga digunakan sebagai pembanding.
Data tambahan diperoleh melalui beberapa narasumber yang merupakan penutur asli
bahasa Jepang. Narasumber tersebut adalah siswa di sebuah tempat kursus yang
mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing. Jadi, mereka adalah penutur asli
bahasa Jepang yang tidak menetap di Bali. Data diperoleh melalui pengamatan
selama proses pembelajaran di kelas. Data tersebut khususnya dari siswa yang sudah
mempelajari bahasa Indonesia cukup lama, termasuk mempelajari penggunaan
perelatif ‘yang’. Sebelum mengucapkan kalimat bahasa Indonesia biasanya siswa
akan mengawalinya dengan kalimat bahasa Jepang. Dari situlah data lisan KRBJ
diperoleh.
3.2 Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan khusus, yaitu sebagai
perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, serta pelapor hasil
sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data berdasarkan
kriteria-kriteria yang dipahami. Selain itu, terdapat pula instrumen tambahan, berupa
daftar kalimat dengan KRBJ untuk membandingkannya dengan data lisan sebagai
data tambahan.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Secara umum metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
metode kepustakaan. Disebut metode kepustakaan karena data utama diperoleh tanpa
terjun ke lapangan, tetapi melalui sumber tertulis berupa novel. Proses selanjutnya
adalah melakukan pencatatan data. Data yang telah dicatat kemudian diseleksi
berdasarkan kesesuaiannya dengan penelitian ini, kemudian data dikelompokkan.
Pertama, kelompok data klausa relatif restriktif dan kedua, kelompok data klausa
relatif nonrestriktif. Kelompok data yang termasuk klausa relatif restriktif kemudian
dikelompokkan lagi, misalnya, klausa relatif restriktif yang nomina intinya
menduduki fungsi subjek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki
fungsi objek, klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi oblik dan
klausa relatif restriktif yang nomina intinya menduduki fungsi posesor. Begitu juga
dengan data klausa relatif nonrestriktif. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah
metode agih atau metode distribusional. Menurut Sudaryanto (1993 :31), metode agih
memiliki teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung. Teknik ini digunakan untuk
membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau
unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian atau unsur yang langsung membentuk
konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi antara unsur inti
klausa utama dan klausa relatif.
Contoh :
Suzuki san wa [okaasan ga tsuku-tta] keeki o tabe-te imasu.
Nama-sapaan-TOP ibu-NOM buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’
(Minna no Nihongo-Bab 22)
Dengan menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi
menjadi dua bagian atau unsur, yaitu Suzuki san wa tabete imasu ‘Suzuki sedang
makan’ dan klausa relatif okaasan ga tsukutta keeki ‘kue buatan ibunya’. Selain
teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan dari metode agih,
yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk
melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama. Teknik ini
digunakan ketika membahas data yang memiliki struktur kompleks, misalnya data
yang mengandung dua buah klausa relatif. Tujuannya untuk memperlihatkan unsur
Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat
setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan
unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan. Berikutnya, teknik balik digunakan untuk
memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang
kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori
konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi
perelatifan.
Contoh :
Suzuki san wa [okaasan ga__ tsuku-tta] keeki wo tabe-te imasu.
Nama-sapaan-TOP ibu-NOM __ buat-KLam kue-AK makan-KKin. ‘Suzuki sedang makan kue yang ibunya buat’
(Minna no Nihongo-Bab 22)
Nomina inti pada contoh di atas, yaitu keeki ‘kue’ sebenarnya adalah
konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika keeki ‘kue’ dimasukkan ke posisi
yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap okaasan ga
keeki wo tsukutta ‘ibu membuat kue’ dengan keeki ‘kue’ menempati posisi objek.
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Terdapat dua macam metode penyajian hasil analisis data, yaitu metode
formal dan informal. Penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Metode
formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kaidah. Kaidah
adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa
(Sudaryanto, 1993: 145). Metode formal dalam penelitian ini salah satu diantaranya
digunakan untuk menggambarkan struktur konstituen KRBJ dengan menggunakan
diagram pohon, sedangkan metode informal digunakan untuk memberikan deskripsi
BAB IV
STRUKTUR KALIMAT DAN FUNGSI GRAMATIKAL DALAM BAHASA JEPANG
4.1 Pengantar
Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa dari sedikit bahasa di dunia yang
memiliki struktur dasar kalimat SOV dan disertai pemarkah untuk setiap
konstituennya. Pemarkah tersebut dalam bahasa Jepang dikenal dengan joushi.
Struktur dasar bahasa Jepang berpengaruh pula pada struktur-struktur dasar lainnya,
baik struktur frasa maupun struktur klausa. Berikut dipaparkan mengenai struktur
dasar frasa dan klausa dalam bahasa Jepang, pemarkah (joushi), serta fungsi
gramatikal yang muncul dalam kalimat bahasa Jepang.
4.2 Struktur Frasa
Seperti halnya bahasa lain di dunia, bahasa Jepang juga memiliki konstituen
yang dibentuk dari kategori leksikal, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan adposisi.
Kategori leksikal tersebut dapat digabung dengan kategori leksikal lainnya dan
kemudian membentuk unit yang lebih besar yang disebut dengan kategori frasal
(Tsujimura, 1996: 162). Tsujimura juga menjelaskan tentang kata majemuk dalam
bahasa Jepang untuk membedakannya dengan frasa. Pemajemukan dalam bahasa
Jepang bisa dilakukan dengan menggabungkan satu kategori dengan kategori yang
sama atau dengan kategori yang berbeda. Contohnya, adjektiva chikai ‘dekat’ dengan 37