• Tidak ada hasil yang ditemukan

Premeditatio Malorum: Sebuah ‘Imunisasi’ Mental

Dalam memperkuat mental menghadapi kesulitan hidup, Filosofi Teras memiliki sebuah tips yang terkesan paradoks (bertentangan) dengan paragraf di atas. Dalam bahasa Latin, tips ini disebut

"premeditatio malorum" atau "premeditate evil", atau "pikirkanlah hal-hal yang jahat/negatif yang mungkin terjadi". Marcus Aurelius berkata,

"Awali setiap hari dengan berkata pada diri sendiri: hari ini saya akan menemui gangguan, orang-orang yang tidak tahu

berterima kasih, hinaan, ketidaksetiaan, niat buruk, dan keegoisan—semua itu karena pelakunya tidak mengerti [ignorant] apa yang baik dan buruk.

Saya tidak bisa disakiti oleh itu semua, karena tidak ada orang yang bisa menjerumuskan saya ke dalam perbuatan buruk, dan saya mampu untuk tidak menjadi marah atau membenci sesama saya; karena sesungguhnya kita dilahirkan ke dunia ini untuk bekerja sama..." [Meditations]

Kita akan membahas mengenai apa yang dimaksud Marcus Aurelius mengenai "pelakunya (hal-hal jahat) tidak mengerti...." di bab

berikutnya. Saat ini, kita memfokuskan pada paragraf pertama, yaitu awali setiap hari dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa kita akan diganggu orang-orang, dihina, bertemu orang tidak tahu terima kasih, dikhianati, egois, dan lain-lain. Kita bahkan bisa

mengembangkan premeditatio malorum sampai ke situasi tidak enak lainnya, jika mau, seperti memikirkan akan terkena macet parah, terlambat ke kantor, ban kempes, atau kerjaan ketumpahan kopi.

Sebenarnya, ngapain sih kita melakukan hal ini? Ini kan jelas- jelas negative thinking? Kok kita malah disuruh mengawali hari dengan aktivitas yang tidak memotivasi ini? Mari kita kembali ke dikotomi kendali (jangan bosan ya jika diulang-ulang, karena prinsip ini sangat mendasar bagi Filosofi Teras). Sebagian hal ada di dalam kendali kita, sebagian lain tidak ada di dalam kendali kita (yaitu hal-hal

eksternal atau orang-orang lain). Selain kita ingin menghindari hal-hal tidak menyenangkan yang mungkin terjadi pada diri sendiri, kita suka dibuat jengkel juga oleh hal-hal tidak enak yang "tidak kita duga"

/unexpected).

Contoh, jika setiap hari saat menuju ke kampus atau kantor kita harus melalui jalan yang sama dan selalu macet, maka kemacetan itu tidak

131

HENRY MANAMPIRING

terlalu menyebalkan karena kita sudah memprediksinya, dan mungkin mengantisipasinya (bahkan, kalau sampai tidak macet, kita malah curiga, ada apa gerangan?). Akan tetapi, bayangkan kita memiliki maskapai penerbangan langganan yang selalu tepat waktu. Suatu saat ketika hendak terbang, tiba-tiba maskapai ini mengalami penundaan. Peristiwa ini akan lebih mengecewakan dan menyusahkan kita karena kita tidak menduganya.

Sebaliknya, kalau maskapai langganan sudah biasa ngaret, pilotnya sering tertangkap narkoba, pesawat sering bablas sampai nyungsep ke laut, maka kita pun mungkin memakluminya. Praktik premeditatio malorum, atau sengaja memikirkan apa-apa (dan siapa] saja yang akan merusak hari kita, adalah praktik untuk mengantisipasi hal-hal tidak enak yang mungkin terjadi. Dengan demikian, kita mengubah hal-hal tersebut dari "tak terduga” (kejutan), menjadi hal-hal yang

"telah diantisipasi” (tidak lagi menjadi kejutan).

Dengan melakukan ini, sebenarnya kita telah mencabut (sebagian) gigi taring ketidakpastian. Jika sesuatu berubah dari tidak terduga menjadi bisa diantisipasi, saat kejadian tersebut akhirnya benar-benar terjadi, maka efek tidak enaknya akan jauh berkurang (seperti kita memasuki jalan raya yang kita sudah prediksi akan macet).

"Musibah terasa lebih berat jika datang tanpa disangka, dan selalu terasa lebih menyakitkan.

Karenanya, tidak ada sesuatu pun yang boleh terjadi tanpa kita sangka-sangka. Pikiran kita harus selalu memikirkan semua kemungkinan, dan tidak hanya situasi normal.

Karena adakah sesuatu pun di dunia yang tidak bisa dijungkirbalikkan oleh nasib?" - Seneca [Moral Letters]

Praktik ini sangat mirip cara kerjanya dengan imunisasi. Dalam

imunisasi, kita memasukkan kuman yang sudah dilemahkan sehingga sistem kekebalan kita bisa mempersiapkan diri melawan kuman yang sesungguhnya jika datang. Dengan mensimulasikan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi, kita sedang

mempersiapkan "kekebalan mental” menghadapinya jika memang terjadi. "Anggaplah apa yang kamu khawatirkan mungkin terjadi PASTI terjadi, kemudian pikirkan lagi sungguh-sungguh...kamu akan menemukan bahwa apa yang kamu takuti sebenarnya tidak signifikan atau tidak berdampak panjang,” ujar Seneca [Letters from a Stoic).

FILOSOFI TERAS

132

Berikutnya, praktik ini justru menyiapkan kita untuk menghadapi skenario buruk. Jika kita hendak melakukan perjalanan jarak jauh dengan kendaraan pribadi, dan kita mengantisipasi kemungkinan ban bocor, maka minimal kita bisa memeriksa kesiapan ban serep kita dan perangkat pendukung, seperti kunci ban, dongkrak, dan lain-lain.

Dengan membayangkan, kita bisa lebih bersiap untuk mengatasinya.

Seandainya kita mengantisipasi sebuah bad outcome yang tidak ada solusinya, kita masih bisa memikirkan, "Apa sih seburuk- buruknya akibatnya jika hal ini terjadi? Benarkah ini sebuah bencana, atau kalau dipikir-pikir sebenarnya gak se-bencana itu? Apakah ada orang lain yang pernah mengalaminya juga dan pada akhirnya tidak seburuk yang dibayangkan?”, atau "What's the worst that could happen?"

Misalnya, seorang cowok jomblo sedang bersiap-siap untuk nembak (menyatakan cinta) seorang gadis yang beruntung (atau tidak).

Bayangkan si cowok Stoa ini melakukan premeditatio malorum. Yang pertama, menyadari bahwa respon si gadis sepenuhnya di luar

kendali sang cowok. Kemudian, apa situasi terburuk yang mungkin terjadi dan hampir tidak ada solusinya? Ditolak mentah-mentah kan?

Maka, sang cowok bisa memikirkan apakah ditolak sang cewek adalah bencana absolut, akhir dari dunia dan seluruh isinya, atau tidak. Jika dia rasional, maka seharusnya penolakan sang pujaan hati bisa dilihat sebagai bukan bencana dunia. Yang kedua, sang cowok bisa melihat penolakan ini sebagai kejelasan (lebih baik dari

digantung/friendzone], sehingga dia bisa terbebas dan bisa membuka hati kepada yang lain.

Di sebagian besar situasi yang bisa kita bayangkan, hampir semua kemungkinan terburuknya sebenarnya tidak "segitunya", dan kalau dipikirkan baik-baik, bukanlah akhir segala-galanya dalam hidup.

Selain itu, pikirkan apakah skenario terburuk ini pernah menimpa jutaan orang lain di berbagai masa? Hampir