• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Kelembagaan BKPRN

Dalam dokumen Memori Akhir Jabatan Direktur Tata Ruang (Halaman 116-122)

RENCANA KERJA

NO KEGIATAN CAPAIAN IV Penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan

A. Review Kelembagaan BKPRN

Melanjutkan kegiatan Pilot Survei Penjajakan Peran dan Ekspektasi BKPRN sebagai salah satu metode review kelembagaan BKPRN, dilakukan Survei Penjajakan Peran dan Ekspektasi BKPRN

dari pandangan BKPRD di Provinsi DI Yogyakarta pada tanggal 17 Februari 2015 dan BKPRD di Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 8 Juni 2015. Selain itu telah dilakukan pula polling dalam

Rapat Koordinasi BKPRN di Tingkat Eselon II tanggal 21 Januari 2015.Berdasarkan penjajakan yang dilakukan, diperoleh pandangan sebagai berikut:

1. BKPRN masih diperlukan, mengingat penataan ruang berkenaan dengan koordinasi lintas sek-

tor yang tidak dapat ditangani oleh satu K/L tertentu.

2. Usulan Ketua BKPRN: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN.

3. Isu prioritas yang diharapkan dapat segera diselesaikan melalui koordinasi BKPRN: i) Penyela- rasan peraturan perundangan dan regulasi lintas sektor; ii) Percepatan penyelesaian pene- tapan batas wilayah administratif; iii) One Map Policy dan percepatan penyediaan peta skala besar; dan iv) Percepatan penyelesaian Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR).

Selanjutnya, pada tanggal 7 Juli 2015, Menteri PPN/Kepala Bappenas menyampaikan surat No.0202/M.PPN/07/2015 tentang Kelembagaan BKPRN kepada Menteri Sekretariat Negara yang berisi permohonan peninjauan kembali kelembagaan BKPRN dengan telah terbentuknya Kemen-

terian ATR.Menanggapi surat Menteri PPN No. No.0202/M.PPN/07/2015, pada tanggal 4 Agustus 2015 Kementerian Sekretariat Negara menyelenggarakan Rapat Koordinasi BKPRN Tingkat Eselon I, dengan pokok-pokok kesepakatan sebagai berikut:

1. BKPRN masih dibutuhkan sebagai wadah koordinasi penataan ruang lintas sektor, terutama untuk menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan ruang;

2. Ketua BKPRN dipandang masih relevan dijabat oleh Menko Perekonomian, sehingga dapat mengoordinasikan K/L teknis;

3. Sekretaris BKPRN diusulkan dijabat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN;

4. Penyelesaian isu penataan ruang sedapat mungkin diselesaikan di tingkat sekretariat BKPRN;

dan

5. Dalam hal terdapat isu yang tidak dapat diselesaikan di tingkat sekretariat, akan diangkat ke Menko Perekonomian.

Sebagai tindak lanjut, telah dilakukan serangkaian pembahasan di forum BKPRN untuk merumus-

kan rancangan format kelembagaan koordinasi penataan ruang nasional. Terdapat 3 (tiga) usulan, dengan rincian sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.

Gambar 7. Alternatif 1 Struktur Kelembagaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Struktur Ramping)

Sumber: Paparan Plt.Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN dalam BM BKPRN Tingkat Eselon I dan II 30 September 2015

Gambar 8. Alternatif 2 Struktur Kelembagaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Struktur Besar)

Gambar 9. Alternatif 3 Struktur Kelembagaan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Usulan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN)

Sumber: Paparan Plt.Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN dalam BM BKPRN Tingkat Eselon I dan II 30 September 2015

Adapun bagan alur/mekanisme lembaga koordinasi penataan ruang nasional yang berlaku untuk ketiga alternatif tersebut digambarkan pada bagan berikut.

Gambar 10. Bagan Alir/Mekanisme Kerja Lembaga Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Berlaku untuk 3 Alternatif Kelembagaan)

Selanjutnya, diselenggarakan Breakfast Meeting BKPRN Tingkat Eselon I dan II pada tanggal 30

September 2015, dengan hasil sebagai berikut:

1. Belum dicapai kesepakatan terhadap 3 (tiga) usulan alternatif kelembagaan penataan ruang nasional; dan

2. Disepakati Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN akan menyampaikan surat kepada Presiden untuk memohonkan penggantian Keppres Nomor 4 tahun 2009 tentang BKPRN. Sebagai tindak lanjut, Menteri Agraria dan Tata Ruang menyampaikan surat No.4255/024/X/2015 kepada Presiden Republik Indonesia tentang Reformulasi dan Restrukturisasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) pada tanggal 12 Oktober 2015.

B. Fasilitasi Koordinasi Penataan Ruang

Fasilitasi terkait dengan penataan ruang yang telah dilaksanakanoleh Sekretariat BKPRN dari Janu-

ari sampai dengan Oktober 2015 antara lain:

1. Fasilitasi Pembahasan Implikasi Implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Penyelenggaraan Penataan Ruang

Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi potensi permasalahan tata ruang setelah berlakunya UU No. 23 Tahun 2014.Telah dilakukan rapat awal dalam Rakor BKPRN Tingkat Eselon II pada tanggal 18 Maret 2015 yang kemudian ditindaklanjuti dengan rapat pada 12 Oktober 2015. Adapun pokok-pokok hasil pembahasan dapat dirangkum sebagai berikut:

a) Terkait dengan penyesuaian terhadap proses evaluasi Raperda RTR, telah dilakukan uji pu-blik terhadap rancangan revisi Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ran-

cangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerahdengan melibatkan perwakilan SKPD terkait di beberapa provinsi sebagi tindak lanjut dari penyesuaian UU No. 23 Tahun 2014. Revisi Permendagri No. 28 Tahun 2008 ditargetkan selesai pada akhir tahun 2015. b) Berkenaan dengan penyusunan RZWP3K, disepakati revisi terhadap RZWP3-K provinsi

yang telah ditetapkan, dan penyesuaian terhadap RZWP3-K provinsi yang masih dalam proses penyusunan.Revisi maupun penyesuaian tersebut mengakomodasi pengaturan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam RZWP3-K kabupaten/kota de- ngan perubahan skala pengaturan RZWP3K menjadi 1:50.000.Pengaturan lebih lanjut akan dituangkan dalam revisi Permen Kelautan dan Perikanan No.34 Tahun 2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

c) KKP mengusulkan agar SE Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Pe-

nyusunan APBD 2016 memuat pengaturan urusan kelautan,didalamnya mencakup instruk-

si pengalokasian anggaran kegiatan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dialihkan menjadi kewenangan provinsi.

d) Terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan Negara, diusulkan pengaturan mengenai penyusunan RDTR Kawasan Perbatasan Negara (termasuk di dalamnya status hukum RDTR, pembagian kewenangan, serta delineasi wilayah perencanaan RDTR) dilakukan melalui: (1)

Peraturan Pemerintah; atau (2) Perubahan PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

2. Penyusunan RDTR di Kawasan Industri Prioritas (KIP) dan Sekitarnya

Pelaksanaan kegiatan didasari adanya arahan pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas dalam RPJMN 2015-2019 dan juga Nawacita. Fasilitasi dilakukan melalui serangkaian rapat koordinasi baik di tingkat Eselon III maupun Eselon II dengan kesepakatan: (a) Perlu disusun RDTR KIP dan Sekitarnya dengan antisipasi perubahan guna lahan daerah sekitar kawasan dari perubahan yang tidak sesuai dengan tata ruang; (b) Terpetakannya kebutuhan untuk penyusunan RDTR KIP dan Sekitarnya, seperti delineasi cakupan RDTR KIP dan Sekitarnya, ketersediaan peta skala rinci, dan status kawasan industri prioritas dalam RTRW; (c) Perlunya penyepakatan positioning RDTR dalam konstelasi RTR; (d) Perlunya koordinasi lintas sektor dalam penyusunan RDTR KIP dan Sekitarnya (terkait penyediaan kebutuhan data dan pem- bagian kewenangan dan pendanaan); dan (e) Perlunya pembentukan Tim Percepatan Penyu-

sunan RDTR KIP dan Sekitarnya yang akan ditetapkan melalui SK Menperin.

Terkait penyediaan peta dasar skala besar diusulkan agar Kemenperin bersama dengan konsul-

tan melakukan konsultasi dengan BIGdan berkoordinasi dengan LAPAN dalam hal inventarisasi pembelian citra satelit, dengan rincian:

a) Kemenperin menggunakan peta yang ada dari BIG untuk 2 KI: KI Palu (full) dan KI Bitung (ada sebagian kecil yang belum ter-cover) untuk penyusunan RDTR. Khusus untuk KI Bitung

yang belum ter-cover akan dilakukan pembelian citra oleh Kemenperin.

b) Kemenperin perlu menyesuaikan peta yang dihasilkan oleh konsultan berdasarkan pem-

belian citra satelit untuk 6 KI (KI Morowali, KI Konawe, KI Sei Mangke, KI Kuala Tanjung, KI Mandor, dan KI Tanggamus) dalam Draft final RDTR KI dan Sekitarnya dengan foto udara dan peta 6 KI tersebut yang sudah dianggarkan oleh BIG pada tahun 2016. Diusulkan agar Kemenperin melakukan perpanjangan kontrak dengan konsultan.

c) Kemenperin memastikan peta yang dihasilkan dari pembelian citra oleh konsultan untuk 5 KI (KI Jorong, KI Batulicin, KI Bantaeng, KI Ketapang dan KI Bintuni) berkualitas tinggi den-

gan beroordinasi dengan BIG. Dengan demikian BIG tidak perlu lagi melakukan pembelian citra untuk 5 KI tersebut di tahun 2016.

d) Penyediaan peta untuk KI Buli tidak dilakukan karena penyusunan RDTR dilakukan oleh daerah.

Sementara untuk delineasi cakupan RDTR KIP dan Sekitarnya, Kemenperin akan menggunakan rekomendasi delineasi dari ATR yang kemudian akan ditelaah lebih lanjut oleh konsultan, ter- utama terkait dengan cakupan wilayah yang terkena dampak dari pembangunan KI. Delineasi yang digunakan menggunakan pendekatan administratif maupun fungsional, tergantung kepa-

da karakteristik wilayah dimana KI berada. Dipastikan delineasi cakupan RDTR dikoordinasikan dan disetujui oleh pemerintah daerah.

Sampai dengan Oktober 2015, Kemenperin telah melakukan beberapa pertemuan untuk mem-

bahas laporan pendahuluan penyusunan materi teknis di 13 RDTR kawasan industri tersebut. Ditargetkan naskah akademik untuk materi teknis seluruh RDTR KIP dan sekitarnya dapat ram-

pung pada minggu II Desember 2015.

Dalam dokumen Memori Akhir Jabatan Direktur Tata Ruang (Halaman 116-122)