• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN…

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diungkapkan di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi padapeserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelahmenggunakan teknik loci pada saat pembelajaran ?

2. Bagaimana perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi terhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaranmenceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci ?

5 C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan yang telah ditetapkan maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasipada peserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelahmenggunakan teknik loci pada saat pembelajaran.

2. Mendeskripsikan perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi JAMBIterhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

I. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian pendidikan di Indonesia, khususnya pada bidang penelitian tindakan kelas.

Penelitian ini juga diharapkan menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca tentang peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi pada peserta didik kelas VII dengan teknik loci sehingga dapat memperbaiki mutu pendidikan dan meningkatkan hasil

6

belajar peserta didik dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi.

II. Manfaat Penelitian

Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya menceritakan kembali cerita fantasi, sehingga keterampilan peserta didik dalam menceritakan kembali cerita fantasi dapat ditingkatkan. Bagi guru hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan upaya meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi bagi peserta didiknya. Bagi peserta didik, dengan adanya penelitian ini peserta didik mendapat pengalaman belajar yang bermakna melalui teknik loci dan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya meningkatkan kualitas guru dan peserta didik di sekolah.

E.Batasan Istilah

Dalam penelitian ini diberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut.

1. Menceritakan Kembali :Menurut Abdul Majid (2001:9), bercerita berarti menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka.

2. Cerita Fantasi: Cerita fantasi merupakan salah satu genre ceritayang penting untuk

7

melatih kreativitas. Berfantasi secara aktif dapat melatih kreativitas.

Contoh Cerita Fantasi : Harry Potter Alwi (KBBI 2002: 210).

3. Teknik Loci : Teknik mengingat-ingat bahan bacaan cerita fantasi. Teknik ini dapat digunakan oleh pembaca bacaan sastra, berita, kejadian, dan proses. Dalam bacaan sastra digunakan untuk mengingat nama-nama tempat kejadian dengan cara mengasosiasikan tempat-tempat dalam cerita dengan tempat-tempat yang telah dikenal(Haryadi 2007:138).

F. Sistematika Pengajian

Sistematika laporan hasil penilitian tindakan kelas ini, terdiri atas Bab I sampai Bab V. Bab I Pendahuluan yang terdiri atas 6 bagian. Bab II yang terdiri atas 4 bagian. Bab III yang terdiri atas 6 bagian. Bab IV terdiri atas IV bagian.

Bab V terdiri atas 2 bagian. Daftar Pustka dan lampiran-lampiran

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka teori. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dalam penelitian ini yang terdiri atas hakikat membaca, membaca pemahaman, membaca ekspresif, hakikat cerita fantasi, teknik loci.

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai keterampilan bersastra khususnya keterampilan membaca sudah banyak dilakukan oleh para penulis. Dari berbagai penelitian itu banyak dihasilkan manfaat yang dapat menunjang pembelajaran dari keterampilan membaca. Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis sebelumnya mengenai keterampilan membaca khususnya yang berkaitan langsung dengan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci.

Alexander Johan Wahyudi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak Yang Dibaca Dengan Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Berpasangan Siswa Kelas VII Semester I SMP KANISIUS SLEMAN TAHUN AJARAN 2011/2012”. Alexander Johan Wahyudi menempuh pendidikan di Universitas

9

Sanata Dharma Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh data berkaitan dengan analisis data penelitian tes tulis menceritakan kembali cerita anak pada pratindakan, siklus I, dan siklus II menunjukkan peningkatan dari nilai rata-rata kelas dan presentase ketuntasan siswa. Pada pratindakan presentase ketuntasan hanya 46,15% dengan rata-rata nilai kelas 62,38. Nilai rata-rata tersebut dalam skala 10 termasuk dalam kategori sedang. Pada siklus I persentase ketuntasan siswa mencapai 69,23% dan nilai rata-rata kelas mencapai 68,96. Nilai rata-rata tersebut dalam skala 10 termasuk dalam kategori cukup. Pada siklus II persentase ketuntasan siswa mencapai 80,77% dengan rata-rata kelas mencapai 68,96.

Etie Karismi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Menceritakan kembali Isi Cerpen dengan Strategi Think Talk Write pasa siswa SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta”.

Etie Karismi menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data menunjukkan bahwa penerapan strategi Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa IX A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari skor rata-rata keterampilan bercerita dari prasiklus sampai siklus II.

Pada prasiklus, skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 16,84 kemudian meningkat menjadi 21,42. Pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 28,31 pada siklus II. Peningkatan skor rata-rata dari siklus I sampai siklus II sebesar 6,34, sedangkan skor rata-rata kelas dari prasiklus hingga siklus II sebesar 12,10.

10

Indah Dwi Cahyani melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fabel Melalui Teknik Paired Storytelling Berbantuan Media Boneka Tangan Pada Siswa Kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu”. Indah Dwi Cahyani menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian ini siswa kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu tahun pelajaran 2017/2018 sebanyak 22 siswa. Penerapan teknik paired storytelling berbantuan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fabel siswa kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu. Hal itu terbukti pada pra siklus, presentase keberhasilan siswa yang termasuk kategori berkembang sesuai harapan yaitu 31,82%. Pada siklus I meningkat menjadi 45,45%, dan menjadi 86,36% pada siklus II. Keberhasilan penelitian ini juga dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa. Presentase aktivitas siswa pada siklus I mencapai 58,82% sehingga dapat dikategorikan cukup dan pada siklus II presentase aktivitas siswa meningkat menjadi 85,23%

sehingga dapat dikategorikan sangat baik.

Alifarose Syahda Zahra melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Isi Cerpen Dengan Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas IX A SMP Negeri 2 Jatikalen Nganjuk”. Alifarose Syahdan Zahra menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kabupaten Jatikalen. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX A yang terdiri atas 24 siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan

11

bahwa penerapan strategi Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Jatikalen Kabupaten Nganjuk.

Peningkatan tersebut ditunjukkan dari kualitas proses pembelajaran yang tercermin dari keaktifan, perhatian dan konsentrasi siswa pada pelajaran, minat siswa selama pembelajaran, keberanian siswa bercerita di depan kelas.

Peningkatan secara produk dapat dilihat dari skor ratarata keterampilan bercerita dari pratindakan sampai siklus II. Pada pratindakan, skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 16,84, kemudian meningkat menjadi 21,42 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 28,31 pada siklus II. Peningkatan skor rata-rata dari siklus I hingga siklus II sebesar 6,34 sedangkan skor rata-rata kelas dari pratindakan hingga siklus II sebesar 12,10.

Sandi Ariesna melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Upaya Meningkatkan Keterampilan Bercerita Dengan Media Wayang Suluh Pada Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek Bantul”. Sandi Ariesna menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek, Bantul yang berjumlah 28 siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah tes bercerita, angket, wawancara, pengamatan, catatan lapangan, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi angket, lembar pengamatan, catatan lapangan, lembar penilaian keterampilan bercerita serta dokumentasi kegiatan.

Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Peningkatan hasil atau produk dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada setiap siklus.

12

Skor rata-rata siswa pada tahap pratindakan adalah 20,64, pada saat siklus I meningkat menjadi 23,07, dan pada siklus II meningkat menjadi 25,43. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek, Bantul telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media wayang suluh.

Anafi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Menggunakan Media Wayang Boneka Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Seyegan Sleman”. Anafi menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SMP Negeri 1 Seyegan Sleman. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII B yang terdiri dari 36 siswa.

Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan sampai pascatindakan siklus II. Skor rata-rata siswa pada tahap pratindakan sebesar 20,31, pada siklus satu meningkat menjadi 23,36, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 26,73. Skor rata-rata keterampilan siswa mengalami peningkatan sebesar 6,42. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Seyegan Sleman telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan dengan menggunakan media wayang boneka.

Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut di atas dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas tentang menceritakan kembali cerita fantasi sangat menarik dan belum banyak dilakukan peneliti-peneliti lain. Penelitian yang dilakukan peneliti mempunyai persamaan dan perbedaan dengan

penelitian-13

penelitian tersebut. Persamaan dari penelitian tersebut adalah sama-sama berusaha untuk melakukan peningkatan hasil belajar menceritakan kembali suatu cerita dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda. Perbedaannya penelitian ini menggunakan teknik loci yang belum digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Dari beberapa hasil penelitian di atas, maka penelitian pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci menjadi pelengkap dalam upaya memperkaya teknik pembelajaran di sekolah. Teknik loci sangat menarik untuk diterapkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa yang dapat diterapkan guru di sekolah.

B. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah hakikat membaca, membaca pemahaman, membaca ekspresif, hakikat cerita fantasi, Teknik loci.

1. Teori Membaca

Pada hakikatnya membaca adalah suatu aktivitas yang melibatkan banyak hal,tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktifitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2005:2). Dalam hakikat membaca ini akan dibahas tentang pengertian membaca, tujuan membaca, manfaat membaca, dan jenis membacakan. Hodgson (dalam Tarigan 1987:7) berpendapat bahwa kegiatan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang

14

hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Untuk memperoleh pesan melalui media kata-kata, kegiatan ini menurut adanya suatu kesatuan yang berupa kelompok kata yang dapat terlihat dalam pandangan sekilas dan mengetahui makna setiap kata.

Membaca adalah aktivitas yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor yang datangnya dari dalam diri pembaca dan faktor luar. Selain itu, membaca juga dapat dikatakan sebagai jenis keterampilan manusia sebagai produk belajar dari lingkungan, dan bukan keterampilan yang bersifat instingtif atau naluri yang dibawa sejak lahir (Nurhadi 2005:123).

Menurut Haryadi (2006:77) membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung, tetapi bersifat komunikatif.

Komunikasi antara pembaca dan penulis akan baik jika pembaca mempunyai keterampilan yang lebih baik. Pembaca hanya dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh pengarang sebagai media untuk menyampaikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya.

Membaca adalah aktifitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis (Endang dalam Tarigan 1990:133). Membaca menurut Harjasujana (1998:1.3) merupakan interaksi antara pembaca dan penulis.Interaksi tersebut tidak secara langsung, namun bersifat komunikatif. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah interaksi antara pembaca dan penulis untuk mencari informasi.

15 a. Jenis Membaca

Tarigan (1987:22) membagi kegiatan membaca menjadi dua bagian, yaitu membaca nyaring atau membaca bersuara yang bersifat mekanis dan membaca dalam hati yang bersifat pemahaman.

Membaca nyaring atau membaca bersuara adalah suatu aktifitas yang menggunakan penglihatan dan ingatan, juga turut aktif ingatan pendengaran dan ingatan yang bersangkutan dengan otot-otot kita untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seseorang pengarang.

Membaca dalam hati adalah suatu aktifitas yang hanya mempergunakan ingatan visual dan melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Secara garis besar, membaca dalam hati dibagi menjadi dua, yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif.

Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin (Tarigan 1987:31).Membaca ekstensif meliputi membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming), dan membaca dangkal (superficial reading).

Membaca intensif adalah membaca studi seksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek, kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari (Tarigan 1987:35).Membacaintensif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu membaca telaah isi (contentstudy reading) dan membaca telaah bahasa (linguistic study reading).

Djumini (dalam Lutfiani 2006:30) menegaskan pendapat Tarigan tersebut dengan berpendapat bahwa, karena tujuan kegiatan membaca yang beraneka

16

ragam muncul jenis membaca yang biasa dipakai, yaitu sebagai berikut ini.

Pertama, membaca intensif, yang merupakan membaca cermat yang bertujuan

untuk memahami keseluruhan bahan bacaan secara mendalam sampai bagian yang sekecil-kecilnya. Kedua, membaca kritis yang digunakan untuk menemukan fakta-fakta yang terdapat dalm bacaan kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut. Ketiga, membaca cepat yang menitikberatkan pada kecepatan memahami isi bacaan dengan cepat dan tepat dalam waktu yang singkat. Keempat, membaca indah yang lebih menitikberatkan pada pengungkapan segi keindahan yang terdapat pada karya sastra. Dan kelima, membaca teknik atau membaca nyaring untuk membaca kalimat dengan lancar tanpa cacat baca.

Berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar jenis membaca itu ada dua, yaitu membaca nyaring atau membaca bersuara dan membaca dalam hati. Membaca nyaring digunakan untuk mencapai tujuan dalam keterampilan membaca mekanis, sedangkan membaca dalam hati digunakan untuk keterampilan pemahaman.

b. Membaca Pemahaman

Membaca pemahaman (atau reading for understanding) yang dimaksudkan di sini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:

a) standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards) b) resensi kritis (critical review)

c) drama tulis (printed drama) d) pola-pola fiksi (pattern of fiction)

17

(Tarigan 1987:56) Menutur Bond dkk. (dalam Kholid A. Harnas 1990:42), membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yamg bertujuan memperoleh pemahaman dan penafsiran yang memadai terhadap makna-makna yang terkandung di dalam lambang-lambang tulis. Sasaran utamanya adalah menghasilkan membaca efektif.

Adapun aspek-aspek dalam membaca pemahaman menurut Kholid A.

Harnas (1990:42) adalah sebagai berikut.

1. Memahami pengertian-pengertian sederhana mencakup:

a. Keterampilan memahami kata-kata atau istilah baik secara leksikal maupun secara gramatikal yang terdapat dalam suatu bacaan.

b. Keterampilan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata serta susunan kalimat-kalimat panjang yang sering dijumpai didalam tulisan resmi.

c. Keterampilan menafsirkan lambing atau tanda tulisan yang terdapat dalam bacaan.

2. Memahami signifikan atau makna yang mencakup:

a. Keterampilan memahami ide-ide pokok yang dikemukakan oleh pengarang,

b. Keterampilan mengaplikasi isi karangan dengan kebudayaan yang ada,

c. Dapat meramalkan relasi-relasi yang kemungkinan timbul dari si pembaca.

18

3. Dapat mengevaluasi isi dan bentuk-bentuk karangan.

4. Dapat menyelesaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membaca pemahaman adalah bahan bacaannya. Bahan bacaan yang memiliki tingkat kesukaran tinggi akan menjadi kendala bagi pembaca dalam memahami, tetapi sebaliknya peserta didik akan memahami dengan baik bacan yang tergolong mudah.

Berdasarkan aspek-aspek membaca pemahaman menurut Harnas, mengandung pengertian bahwa membaca pemahaman merupakan jenis kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memahami makna yang tersirat ataupun yang tersurat dalam bacaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan untuk memahami pesan-pesan media tulis yang dipengaruhi pula oleh faktor internal dan eksternal pembaca.

c. Membaca Ekspresif

Ekspresif menurut Alwi (KBBI 2002:291) tepat (mampu) memberikan (pengungkapan) gambaran, maksud, gagasan, perasaan.

Menurut Sunaryo (2005:17) membaca ekspresif merupakan keterampilan berbahasa tingkat lanjut. Artinya, untuk dapat melakukan kegiatan membaca ekspresif,seseorang harus telah menguasai aspek-aspek dasar bahasa.

Orang tersebut tidak lagi dalam rangka belajar menguasai bahasa, tetapi dia telah masuk dalam kegiatan berkreasi. Dalam hal ini, seseorang harus berkreasi untuk dapatmengekspresikan teks. Membaca ekspresif dalam konteks ini

19

tidak lain sebagai aktivitas mengekspresikan teks sehingga apa yang mulanya berbentuk tulis (teks) dapat “dihidupkan” dalam bentuk lisan dengan segala muatan emosi dan karakter.

Membaca ekspresif disikapi sebagai aktivitas berkesenian, yang sangat menuntut keterampilan kreatif seseorang (Tarigan dalam Sunaryo 2005:18). Hal ini dikarenakan oleh kenyataan bahwa aktivitas membaca dengan target menghidupkan teks dengan muatan emosi dan karakter lebih berkenaan dengan aktivitas kreatif (berkesenian): dramatisasi, membaca puisi (deklamasi), pengisahan cerita (storytelling).

Dalam kaitannya sebagai aktivitas kreatif, membaca ekspresif merupakan aktifitas khusus dan khas yang menuntut banyak potensi pendukung dan prosedur kerja tertentu. Potensi pendukung akan mencakup aspek diri dan nondiri yang ada pada pelaku kegiatan (pembaca). Prosedur kerja akan berkenaan dengan jenis dan tataurutan aktivitas yang ditempuh oleh pelaku (pembaca) (Sunaryo 2005:18).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca ekspresif adalah membaca dengan mengekspresikan teks atau “menghidupkan” teks.

2. Teori Cerita Fantasi

Membaca cerita fantasi adalah kegiatan membaca cerita fantasi, baik berupa cerpen, dongeng, maupun fabel yang isinya harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka. Dalam cerita fantasi ini akan dibahas tentang pengertian cerita fantasi dan unsur-unsur pembangun cerita fantasi.

20 a. Pengertian Cerita Fantasi

Cerita adalah narasi pribadi setiap orang, dan setiap orang suka menjadi bagian dari suatu peristiwa, bagian dari satu cerita, dan menjadi bagian dari sebuah cerita adalah hakikat cerita (Sarumpaet 2002). Cerita fantasi adalah cerita karangan yang memiliki alur normal namun bersifatimajinatif. Dalam cerita fantasi jalan cerita terkesan dilebih-lebihkan yang jika dipikirkan oleh logika tidak akan terjadi di dunia nyata.

Cerita fantasi merupakan salah satu genre cerita yang penting untuk melatih kreativitas. Berfantasi secara aktif dapat melatih kreativitas. Contoh Cerita Fantasi : Harry Potter Alwi (dalam KBBI 2002: 210) cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb). Forster (dalam Nurgiyantoro 2007:91) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Seperti halnya Foster, Abrams (dalam Nurgiantoro 2007:91) juga memberikan pengertian cerita sebagai urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu.

Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan dapat kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik. Cerita adalah salah satu bentuk karya sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak dapat membaca.

Menurut Sarumpaet (2003), sastra anak, termasuk di dalamnya cerita fantasi adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan tulisan itu hanyalah dapat

21

dinikmati oleh anak dengan bantuan dan arahan orang dewasa. Cerita fantasi adalah cerita sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, tetapi tidak ruwet sehingga komuniktif.

Di samping itu, pengalihan pola pikir orang dewasa kepada dunia anak-anak dan keberadaan jiwa serta sifat anak-anak-anak-anak menjadi syarat cerita anak-anak-anak-anak yang digemari. Dengan kata lain, cerita fantasi harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka.

Kompleksitas cerita anak-anak ditandai oleh strukturnya yang tidak berbeda dari struktur fiksi orang dewasa. Dengan demikian, organisasi cerita anak-anak harus ditopang sejumlah pilar yang menjadi landasan terbinanya sebuah bangunan cerita.

Secara sederhana sebenarnya cerita dimulai dari tema. Rancangan bangunan cerita yang dikehendaki pengarang harus dilandasi oleh lima pilar sebagai berikut.

1. Amanat

Amanat yaitu pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tetapi amanat ini harus dijalin secara menarik, sehingga anak-anak tidak merasa membaca wejangan moral atau khotbah agama. Pembaca dihadapkan pada sebuah cerita yang menarik dan menghibur, dan dari bacaan itu anak-anak (atau orang tua mereka) dapat membangun pengertian dan menarik kesimpulan tentang pesan apa yang hendak disampaikan pengarang.

22

2. Penokohan Secara umum tokoh dapat dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis)

Tokoh utama ini biasanya disertai tokoh-tokoh sampingan

Tokoh utama ini biasanya disertai tokoh-tokoh sampingan