• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI CERITA FANTASI MELALUI TEKNIK LOCI PADA SISWA KELAS VII G SMP XAVERIUS 1 JAMBI TAHUN PELAJARAN 2019/2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI CERITA FANTASI MELALUI TEKNIK LOCI PADA SISWA KELAS VII G SMP XAVERIUS 1 JAMBI TAHUN PELAJARAN 2019/2020"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KETERAMPILAN

MENCERITAKAN KEMBALI CERITA FANTASI MELALUI TEKNIK LOCI

PADA SISWA KELAS VII G SMP XAVERIUS 1 JAMBI TAHUN PELAJARAN 2019/2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh :

MIKAEL TEGUH SANJAYA 151224041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

PENINGKATAN KETERAMPILAN

MENCERIT AKAN KEMBALI CERITA FANT ASI MELALUl TEKNIK LOCI

PADA SISWA KELAS VII G SMP XAVERIUS 1 JAMBI TAHUN PELAJARAN 2019/2020

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia

Oleb:

MlKAEL TEGUH SANJA Y A 151224041

Telah dlsetujui oleb :

Pembimbing

r

Tanggal, 13 Maret 2020

, rs. 1. Prapta Diharja SJ, M.Hum.

Pembimbing II Tanggal, 13Maret 2020

Drs. P. Hariyanto, M.Pd.

ii

(3)

PENINGKATAN KETERAMPILAN

MENCERITAKAN KEMBALI CERITA FANTASI MELALUI TEKNIK WCI

P ADA SISWA KELAS VII G SMP XAVERIUS 1 JAMBI TAHUN PELAJARAN 2019/2020

Disusun oleh :

MlKAEL TEGUH SANJA Y A

151224041

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 19 Maret 2020

dan dinyatakan telah metnenuhi syarat Susunan Psoitia Penguji

Nama leogkap

-

Ketua Rishe PurnamaDewi, S.Pd.,M.Hum.

Sekretaris Danang Satria Nugraha, S.S., M.A Aoggota Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum.

Anggota Drs. 1. Prapta Diharja SJ, M.Hum.

Anggota Drs. Petrus Hariyanto M.ed.

Yogyakarta, 19 Maret 2020

Fakultas Keguman dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dhanna

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M. Si.

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua tercinta

Bapak Yoanes Rotimin Gunarso

Ibu Martina Titik Sumaryanti

Abang Abdi Kurnia S. & Ayuk Yoani Juita S.

Om Upri & Bulek Eksi

(5)

v

MOTO

Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab ia baik!

Tuhan itu pengasih dan penyayang,

panjang sabar dan besar kasih

setia – Nya.

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Sanjaya, Mikael Teguh. 2020. Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fantasi Melalui Teknik Loci Pada Siswa Kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi Tahun Pelajaran 2019/2020. Skripsi : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi melalui teknik loci pada siswa kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi tahun pelajaran 2019/2020. Jenis penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas yang terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dalam penelitian ini memuat empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

Berdasarkan uraian di atas, muncul permasalahan sebagai berikut (1) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi pada peserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelah menggunakan teknik loci pada saat pembelajaran ? dan (2) Bagaimana perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi terhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci ? Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi pada peserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelah menggunakan teknik loci pada saat pembelajaran dan mendeskripsikan perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi terhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa teknik loci dapat meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi pada peserta didik kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi. Hasil tes pratindakan menunjukkan bahwa rata-rata skor yang dicapai sebesar 66,33 atau masih dalam kategori kurang. Hasil tes pada siklus I rata-rata skor yang dicapai 77,88 atau masih dalam kategori cukup meskipun rata-rata skor sudah meningkat, namun belum memenuhi target yang ditentukan sehingga dilakukan tindakan siklus II. Pada tindakan siklus II rata-rata skor yang dicapai sebesar 93,30 atau meningkat dari siklus I atau sudah masuk pada kategori amat baik. Nilai pada siklus II telah mencapai nilai target yang ditentukan sehingga tindakan siklus III tidak perlu diadakan.

(9)

ix

ABSTRACT

Sanjaya, Mikael Teguh. 2020. Improving the Skills of Retelling Fantasy Stories through Loci Techniques in Class VII G Students of Xaverius 1 Jambi Middle School in 2019/2020 Academic Year. Thesis:

Indonesian Language Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This study aims to describe the skills of retelling fantasy stories through loci techniques in class VII G students of Xaverius 1 Jambi Junior High School in 2019/2020. This type of research includes classroom action research consisting of two cycles. Each cycle in this study contains four stages, namely planning, action, observation and reflection.

Based on the description above, the problem arises as follows (1) How to improve the skills to tell fantasy stories to students in class VII G Students of Xaverius 1 Jambi after using the locus technique during learning? and (2) How does the behavior change of VII VII G grade Students of Xaverius 1 Jambi towards learning to retell, after participating in learning to retell fantasy stories with locus techniques? The purpose of this study is to describe the improvement of fantasy story retelling skills in students in class VII G Students of Xaverius 1 Jambi after using loci techniques during learning and describe changes in behavior of students VII G Students of Xaverius 1 Jambi junior high school students in learning to retell, after participating in learning telling stories of revisiting fantasy stories with locus techniques.

Based on the research data obtained, it can be concluded that the loci technique can improve the storytelling skills of fantasy stories in class VII G students of Students of Xaverius 1 Jambi. The pre-action test results showed that the average score achieved was 66.33 or still in the poor category. Test results in the first cycle the average score achieved 77.88 or still in the sufficient category even though the average score has increased, but has not met the specified target so that the cycle II action is carried out. In the second cycle of action the average score achieved was 93.30 or increased from the first cycle or was included in the category of very good. The value in cycle II has reached the specified target value so that the cycle III action does not need to be held.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih karunia, cinta, semangat, serta kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PeningkatanKeterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fantasi Melalui Teknik Loci Pada Siswa Kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi Tahun Pelajaran 2019 / 2020”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan, masukan, nasihat,bimbingan, dan kerjasama dari pihak-pihak lain maka skripsi tidak akan dapatdiselesaikan. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis dan turut memperlancar penulisan skripsi ini.

2. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum., selaku dosen pembimbing pertama, yang bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan saran yang sangat berguna kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

4. Bapak Drs. P. Hariyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing kedua, yang

bersedia meluangkanwaktu kepada penulis dengan penuh kesabaran, membimbing penulis dalammenyelesaikanskripsi ini.

5. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan

serta wawasan kepada penulis selama menempuh pendidikan di PBSI sehingga mempunyai bekal untuk menjadi pendidik yang baik.

6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan buku-

buku penunjang selama menyelesaikan skripsi.

7. Ibu Rusmiyati, karyawan sekretariat PBSI yang telah dengan sabar

membantu penulis dalam penyelesaian administrasi studi dan penyelesaian skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang selalu memberikan cinta,

doa,dukungan, dan semangat serta dukungan finansial yang sangat berharga bagi penulis. Bapak Yoanes Rotimin Gunarso dan Ibu Martina Titik Sumaryanti, terima kasih atas cinta,doa, dukungan, dan semangat yang tulus kepada penulis.

9. Kepala Sekolah SMP Xaverius 1 Jambi Bapak Markus Wahyudi, S.Pd dan

guru bidang studi Bahasa Indonesia Ibu Yoani Juita Sumasari, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan proses penelitian dan pengambilan data penelitian.

10. Om Upri dan Eksi yang telah mendampingi penulis selama menempuh pendidikan di PBSI, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih Om Upri yang telah menjadi pendamping saat ujian skripsi berlangsung

(12)

xii

dan menemani penulis dalam perjalanan studi dari awal sampai akhir di Yogyakarta.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan semuanya telah membantu

peneliti dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini diucapkan terima kasih. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini belum sempurna.

Semoga penelitian ini berguna dan menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 19 Maret 2020 Penulis,

Mikael Teguh Sanjaya

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN MOTO...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...vi

HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN KARYA...vii

ABSTRAK...viii

ABSTRACT...ix

KATA PENGANTAR………...x

DAFTAR ISI………...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xix

BAB I PENDAHULUAN…..………...…...1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Rumusan Masalah..………...4

C. Tujuan Penelitian………..………...5

D. Manfaat Penelitian…...………...5

E. Batasan Istilah………...………...6

F. Sistematika Pengajian...7

BAB II LANDASAN TEORI………..…………..….………...8

(14)

xiv

A. Penelitian yang Relevan………..………...……...…...8

B. Landasan Teori……...……….…...13

1. Teori Membaca……….………...13

a. Jenis Membaca………...15

b. Membaca Pemahaman……….…...….…...…...16

c. Membaca Ekspresif………...……....18

2. Teori Cerita Fantasi……...………....……...….…...19

a. Pengertian Cerita Fantasi…...…...…...…..…....20

b. Unsur Intrinsik Cerita Fantasi...…...……...24

3. Menceritakan Kembali………...……...…...27

a. Hal-Hal yang Diperhatikan dalam Menceritakan Kembali...29

b. Pengertian Menceritakan Kembali...31

c. Langkah-Langkah Menceritakan Kembali ...32

4. Teknik Loci………...………...34

C. Kerangka Berpikir…………...……...………...35

D. Hipotesis Tindakan………...………...…...36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….……...37

A. Desain Penelitian………...……….…...37

1. Proses Tindakan Siklus I...39

a. Perencanaan………...…...39

b. Tindakan………….…...40

c. Observasi………...…...43

d. Refleksi………...…...43

(15)

xv

2. Proses Tindakan Siklus II...…...44

a. Perencanaan………...44

b. Tindakan………...45

c. Observasi………...…...…...47

d. Refleksi...47

B. Subjek Penelitian………...…...48

C. Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fantasi…...…...48

D. Instrumen Penelitian…...……...….….48

1. Instrumen Tes………...49

2. Instrumen Nontes………...50

3. Pedoman Observasi………...…...51

4. Pedoman Wawancara………...…...52

5. Dokumentasi………....…...52

6. Kriteria Penilaian Kompetensi Menceritakan Kembali Cerita Fantasi....53

E. Teknik Pengumpulan Data………...…….…53

1. Teknik Tes………...54

2. Teknik Nontes………...54

3. Observasi………...……...…...54

4. Dokumentasi………...…...…....55

F. Teknik Analisis Data………...…………...55

1. Teknik Kuantitatif………...……….…...……...…...56

2. Teknik Kualitatif………...………...57

(16)

xvi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...58

A. Hasil Penelitian ...58

Hasil Tes Pratindakan ...58

1. Aspek Menyebutkan Nama Tokoh...59

2. Aspek Menjelaskan Watak Tiap Tokoh...60

3. Aspek Menjelaskan Latar Cerita...61

4. Aspek Mengungkapkan Alur...62

5. Aspek Mengungkapkan Hal yang Menarik Dari Cerita...63

6. Aspek Kesesuaian Isi ...64

7. Aspek Bahasa...65

8. Aspek Pelafalan/Intonasi...66

9. Aspek Gerak/Mimik...67

B. Refleksi Pratindakan...68

Hasil Penelitian Siklus I...69

1. Aspek Menyebutkan Nama Tokoh...69

2. Aspek Menjelaskan Watak Tiap Tokoh...70

3. Aspek Menjelaskan Latar Cerita...71

4. Aspek Mengungkapkan Alur...72

5. Aspek Mengungkapkan Hal yang Menarik Dari Cerita...73

6. Aspek Kesesuaian Isi ...75

7. Aspek Bahasa...76

8. Aspek Pelafalan/Intonasi...77

9. Aspek Gerak/Mimik...78

Hasil Nontes Siklus I...79

Hasil Observasi Peserta Didik Siklus I...79

(17)

xvii

Jurnal...81

a. Jurnal Siswa...82

b. Jurnal Guru...83

Wawancara...84

Refleksi Siklus I...86

Hasil Penelitian Siklus II...87

Hasil Tes Siklus II...87

1. Aspek Menyebutkan Nama Tokoh...87

2. Aspek Menjelaskan Watak Tiap Tokoh...88

3. Aspek Menjelaskan Latar Cerita...89

4. Aspek Mengungkapkan Alur...90

5. Aspek Mengungkapkan Hal yang Menarik Dari Cerita...91

6. Aspek Kesesuaian Isi ...92

7. Aspek Bahasa...93

8. Aspek Pelafalan/Intonasi...94

9. Aspek Gerak/Mimik...95

Hasil Nontes Siklus II...96

Hasil Observasi Peserta Didik Siklus II...96

Refleksi...99

Jurnal...100

a. Jurnal Siswa...100

b. Jurnal Guru...101

Wawancara...102

B. Pembahasan...102

1. Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fantasi...105

(18)

xviii

2. Perubahan Sikap Peserta Didik...109

3. Kondisi Awal Peserta Didik pada Prasiklus...110

4. Kondisi Siswa Pada Siklus I...111

5. Kondisi Siswa Pada Siklus II...111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...112

A. Kesimpulan...112

B. Saran...113

DAFTAR PUSTAKA...115

LAMPIRAN ..………...117

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Penilaian...108

Lampiran 2 Dokumentasi Foto...129

Lampiran 3 RPP Cerita Fantasi...133

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian...156

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa diharapkan mampu membantu peserta didik mengenali dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan keterampilan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang dalam mempelajari keberhasilan dan mempelajari semua bidang studi. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi keterampilan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Pembelajaran membaca bertujuan agar peserta didik mampu memahami pesan-pesan komunikasi yang disampaikan dengan media bahasa tulis dengan cermat, tepat, dan cepat secara kritis dan kreatif. Kecermatan dan ketepatan dalam memahami pesan komunikasi itu sangat penting agar dapat dicapai pemahaman terhadap pesan komunikasi tersebut. Keterampilan membaca merupakan salah satu keterampilan bahasa yang menjadi tujuan setiap pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.

Pembelajaran sastra tidaklah bertujuan untuk membuat peserta didik agar menjadi sastrawan atau sebagai ahli sastra yang tahu bermacam-macam tentang

(21)

2

teori dan sejarah sastra melainkan ingin menanamkan apresiasi sastra agar mereka menjadi orang yang menggemari karya-karya sastra, mau menceritakan kembali sendiri karya-karya sastra itu sehingga peserta didikdapat mengambil manfaat bagi perkembangan pribadinya dan dapat menyerap nilai-nilai terutama nilai-nilai moral yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri. Pada hakikatnya, tujuan pembelajaran sastra tidak hanya ditekankan pada peningkatan pengetahuan melalui teori-teori, tetapi yang lebih penting lagi yaitu agar dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, lewat pembelajaran sastra peserta didik dapat mengungkapkan buah pikiran yang menjadi idealismenya.

Dengan adanya pengalaman-pengalaman dalam pembelajaran sastra, maka akan memperkaya nuansa batin dan pola pikir peserta didik yang akhirnya dapat mempengaruhi tanggapan peserta didik terhadap dirinya, alam sekitar, dan penciptanya.

Pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi, pembelajaran sastra khususnya seni menceritakan kembali cerita fantasi kurang mendapat perhatian khusus guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Guru mengajarkan seni menceritakan kembali cerita fantasi hanya sekilas sehingga pemahaman dan penghayatan peserta didik terhadap seni menceritakan kembali cerita fantasi menjadi kurang.

Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya daya apresiasi dan daya kreatif peserta didik. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti memperoleh data tentang kurangnya hafalan peserta didik dalam hal menceritakan kembali cerita fantasi.

(22)

3

Berdasarkan masalah di atas, penulis mencoba meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci. Teknik loci adalah teknik mengingat-ingat bahan bacaan cerita fantasi. Teknik ini dapat digunakan oleh pembaca bacaan sastra, berita, kejadian, dan proses. Dalam bacaan sastra digunakan untuk mengingat nama-nama tempat kejadian dengan cara mengasosiasikan tempat-tempat dalam cerita dengan tempat-tempat yang telah dikenal (Haryadi 2007:138). Proses pembelajarannya adalah peserta didik membaca teks cerita fantasi dan peserta didik mengingat-ingat apa yang telah dibacanya, kemudian peserta didik menceritakan kembali teks cerita fantasi tersebut dengan mencatat selanjutnya peserta didik membaca hasil catatan tersebut di depan kelas.

Berdasarkan uraian di atas peneliti membatasi penelitian ini pada teknik loci dalam proses pembelajaran keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi

serta peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi dan perubahan sikap setelah menggunakan teknik yang diberikan peneliti.Peserta didik mengamati contoh guru menceritakan kembali cerita fantasi, kemudian peserta didik mengevaluasi cerita fantasi yang dibawakan oleh guru. Setelah itu, peserta didik diminta untuk menceritakan kembali cerita fantasi dengan irama/tekanan suara tertentu, intonasi, tempo bicara yang cepat atau lambat, nada suara yang keras atau lirih dan dibimbing oleh guru secara berkelanjutan sehingga mencapai hasil pembelajaran yang memuaskan.

Hasil pengamatan menunjukkan adanya pembelajaran sastra khususnya seni menceritakan kembali cerita fantasi kurang mendapat perhatian khusus guru

(23)

4

bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti memilih SMP Xaverius 1 Jambi karena peneliti mendapatkan kemudahan dalam hal perizinan dan kesediaan guru pendamping untuk dilakukan observasi pada pembelajarannya. Peneliti memilih cerita kembali karena materi ini dibahas dan terdapat pada kurikulum K.13 yang menjadi landasan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

Penggunaan teknik loci pada peserta didik kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi diharapkan dapat mengatasi permasalahan peserta didik dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fantasi Melalui Teknik Loci Pada Siswa Kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi Tahun Pelajaran 2019/2020“.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diungkapkan di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi padapeserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelahmenggunakan teknik loci pada saat pembelajaran ?

2. Bagaimana perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi terhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaranmenceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci ?

(24)

5 C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan yang telah ditetapkan maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasipada peserta didik di kelas VII G SMP Xaverius 1 Jambi setelahmenggunakan teknik loci pada saat pembelajaran.

2. Mendeskripsikan perubahan perilaku peserta didik VII G SMP Xaverius 1 Jambi JAMBIterhadap pembelajaran menceritakan kembali, setelah mengikuti pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

I. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian pendidikan di Indonesia, khususnya pada bidang penelitian tindakan kelas.

Penelitian ini juga diharapkan menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca tentang peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi pada peserta didik kelas VII dengan teknik loci sehingga dapat memperbaiki mutu pendidikan dan meningkatkan hasil

(25)

6

belajar peserta didik dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi.

II. Manfaat Penelitian

Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya menceritakan kembali cerita fantasi, sehingga keterampilan peserta didik dalam menceritakan kembali cerita fantasi dapat ditingkatkan. Bagi guru hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan upaya meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi bagi peserta didiknya. Bagi peserta didik, dengan adanya penelitian ini peserta didik mendapat pengalaman belajar yang bermakna melalui teknik loci dan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya meningkatkan kualitas guru dan peserta didik di sekolah.

E.Batasan Istilah

Dalam penelitian ini diberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut.

1. Menceritakan Kembali :Menurut Abdul Majid (2001:9), bercerita berarti menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka.

2. Cerita Fantasi: Cerita fantasi merupakan salah satu genre ceritayang penting untuk

(26)

7

melatih kreativitas. Berfantasi secara aktif dapat melatih kreativitas.

Contoh Cerita Fantasi : Harry Potter Alwi (KBBI 2002: 210).

3. Teknik Loci : Teknik mengingat-ingat bahan bacaan cerita fantasi. Teknik ini dapat digunakan oleh pembaca bacaan sastra, berita, kejadian, dan proses. Dalam bacaan sastra digunakan untuk mengingat nama-nama tempat kejadian dengan cara mengasosiasikan tempat-tempat dalam cerita dengan tempat-tempat yang telah dikenal(Haryadi 2007:138).

F. Sistematika Pengajian

Sistematika laporan hasil penilitian tindakan kelas ini, terdiri atas Bab I sampai Bab V. Bab I Pendahuluan yang terdiri atas 6 bagian. Bab II yang terdiri atas 4 bagian. Bab III yang terdiri atas 6 bagian. Bab IV terdiri atas IV bagian.

Bab V terdiri atas 2 bagian. Daftar Pustka dan lampiran-lampiran

(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka teori. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dalam penelitian ini yang terdiri atas hakikat membaca, membaca pemahaman, membaca ekspresif, hakikat cerita fantasi, teknik loci.

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai keterampilan bersastra khususnya keterampilan membaca sudah banyak dilakukan oleh para penulis. Dari berbagai penelitian itu banyak dihasilkan manfaat yang dapat menunjang pembelajaran dari keterampilan membaca. Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis sebelumnya mengenai keterampilan membaca khususnya yang berkaitan langsung dengan keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci.

Alexander Johan Wahyudi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak Yang Dibaca Dengan Menggunakan Metode Kooperatif Teknik Berpasangan Siswa Kelas VII Semester I SMP KANISIUS SLEMAN TAHUN AJARAN 2011/2012”. Alexander Johan Wahyudi menempuh pendidikan di Universitas

(28)

9

Sanata Dharma Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh data berkaitan dengan analisis data penelitian tes tulis menceritakan kembali cerita anak pada pratindakan, siklus I, dan siklus II menunjukkan peningkatan dari nilai rata-rata kelas dan presentase ketuntasan siswa. Pada pratindakan presentase ketuntasan hanya 46,15% dengan rata-rata nilai kelas 62,38. Nilai rata-rata tersebut dalam skala 10 termasuk dalam kategori sedang. Pada siklus I persentase ketuntasan siswa mencapai 69,23% dan nilai rata-rata kelas mencapai 68,96. Nilai rata-rata tersebut dalam skala 10 termasuk dalam kategori cukup. Pada siklus II persentase ketuntasan siswa mencapai 80,77% dengan rata-rata kelas mencapai 68,96.

Etie Karismi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Menceritakan kembali Isi Cerpen dengan Strategi Think Talk Write pasa siswa SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta”.

Etie Karismi menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data menunjukkan bahwa penerapan strategi Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa IX A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari skor rata-rata keterampilan bercerita dari prasiklus sampai siklus II.

Pada prasiklus, skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 16,84 kemudian meningkat menjadi 21,42. Pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 28,31 pada siklus II. Peningkatan skor rata-rata dari siklus I sampai siklus II sebesar 6,34, sedangkan skor rata-rata kelas dari prasiklus hingga siklus II sebesar 12,10.

(29)

10

Indah Dwi Cahyani melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Fabel Melalui Teknik Paired Storytelling Berbantuan Media Boneka Tangan Pada Siswa Kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu”. Indah Dwi Cahyani menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian ini siswa kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu tahun pelajaran 2017/2018 sebanyak 22 siswa. Penerapan teknik paired storytelling berbantuan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan menceritakan kembali cerita fabel siswa kelas II A SD Negeri Panggang Sedayu. Hal itu terbukti pada pra siklus, presentase keberhasilan siswa yang termasuk kategori berkembang sesuai harapan yaitu 31,82%. Pada siklus I meningkat menjadi 45,45%, dan menjadi 86,36% pada siklus II. Keberhasilan penelitian ini juga dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa. Presentase aktivitas siswa pada siklus I mencapai 58,82% sehingga dapat dikategorikan cukup dan pada siklus II presentase aktivitas siswa meningkat menjadi 85,23%

sehingga dapat dikategorikan sangat baik.

Alifarose Syahda Zahra melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Isi Cerpen Dengan Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas IX A SMP Negeri 2 Jatikalen Nganjuk”. Alifarose Syahdan Zahra menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kabupaten Jatikalen. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX A yang terdiri atas 24 siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan

(30)

11

bahwa penerapan strategi Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Jatikalen Kabupaten Nganjuk.

Peningkatan tersebut ditunjukkan dari kualitas proses pembelajaran yang tercermin dari keaktifan, perhatian dan konsentrasi siswa pada pelajaran, minat siswa selama pembelajaran, keberanian siswa bercerita di depan kelas.

Peningkatan secara produk dapat dilihat dari skor ratarata keterampilan bercerita dari pratindakan sampai siklus II. Pada pratindakan, skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 16,84, kemudian meningkat menjadi 21,42 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 28,31 pada siklus II. Peningkatan skor rata-rata dari siklus I hingga siklus II sebesar 6,34 sedangkan skor rata-rata kelas dari pratindakan hingga siklus II sebesar 12,10.

Sandi Ariesna melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Upaya Meningkatkan Keterampilan Bercerita Dengan Media Wayang Suluh Pada Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek Bantul”. Sandi Ariesna menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek, Bantul yang berjumlah 28 siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah tes bercerita, angket, wawancara, pengamatan, catatan lapangan, dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi angket, lembar pengamatan, catatan lapangan, lembar penilaian keterampilan bercerita serta dokumentasi kegiatan.

Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Peningkatan hasil atau produk dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada setiap siklus.

(31)

12

Skor rata-rata siswa pada tahap pratindakan adalah 20,64, pada saat siklus I meningkat menjadi 23,07, dan pada siklus II meningkat menjadi 25,43. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kretek, Bantul telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan menggunakan media wayang suluh.

Anafi melakukan penelitian dalam rangka skripsi yang berjudul

“Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Menggunakan Media Wayang Boneka Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 1 Seyegan Sleman”. Anafi menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SMP Negeri 1 Seyegan Sleman. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII B yang terdiri dari 36 siswa.

Peningkatan kualitas produk/hasil dapat dilihat dari perbandingan skor rata-rata bercerita siswa pada tahap pratindakan sampai pascatindakan siklus II. Skor rata- rata siswa pada tahap pratindakan sebesar 20,31, pada siklus satu meningkat menjadi 23,36, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 26,73. Skor rata-rata keterampilan siswa mengalami peningkatan sebesar 6,42. Dengan demikian, keterampilan bercerita siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Seyegan Sleman telah mengalami peningkatan baik secara proses maupun produk setelah diberi tindakan dengan menggunakan media wayang boneka.

Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut di atas dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas tentang menceritakan kembali cerita fantasi sangat menarik dan belum banyak dilakukan peneliti-peneliti lain. Penelitian yang dilakukan peneliti mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian-

(32)

13

penelitian tersebut. Persamaan dari penelitian tersebut adalah sama-sama berusaha untuk melakukan peningkatan hasil belajar menceritakan kembali suatu cerita dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda. Perbedaannya penelitian ini menggunakan teknik loci yang belum digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Dari beberapa hasil penelitian di atas, maka penelitian pembelajaran menceritakan kembali cerita fantasi dengan teknik loci menjadi pelengkap dalam upaya memperkaya teknik pembelajaran di sekolah. Teknik loci sangat menarik untuk diterapkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa yang dapat diterapkan guru di sekolah.

B. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah hakikat membaca, membaca pemahaman, membaca ekspresif, hakikat cerita fantasi, Teknik loci.

1. Teori Membaca

Pada hakikatnya membaca adalah suatu aktivitas yang melibatkan banyak hal,tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktifitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2005:2). Dalam hakikat membaca ini akan dibahas tentang pengertian membaca, tujuan membaca, manfaat membaca, dan jenis membacakan. Hodgson (dalam Tarigan 1987:7) berpendapat bahwa kegiatan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang

(33)

14

hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Untuk memperoleh pesan melalui media kata-kata, kegiatan ini menurut adanya suatu kesatuan yang berupa kelompok kata yang dapat terlihat dalam pandangan sekilas dan mengetahui makna setiap kata.

Membaca adalah aktivitas yang kompleks yang melibatkan berbagai faktor yang datangnya dari dalam diri pembaca dan faktor luar. Selain itu, membaca juga dapat dikatakan sebagai jenis keterampilan manusia sebagai produk belajar dari lingkungan, dan bukan keterampilan yang bersifat instingtif atau naluri yang dibawa sejak lahir (Nurhadi 2005:123).

Menurut Haryadi (2006:77) membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung, tetapi bersifat komunikatif.

Komunikasi antara pembaca dan penulis akan baik jika pembaca mempunyai keterampilan yang lebih baik. Pembaca hanya dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh pengarang sebagai media untuk menyampaikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya.

Membaca adalah aktifitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis (Endang dalam Tarigan 1990:133). Membaca menurut Harjasujana (1998:1.3) merupakan interaksi antara pembaca dan penulis.Interaksi tersebut tidak secara langsung, namun bersifat komunikatif. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah interaksi antara pembaca dan penulis untuk mencari informasi.

(34)

15 a. Jenis Membaca

Tarigan (1987:22) membagi kegiatan membaca menjadi dua bagian, yaitu membaca nyaring atau membaca bersuara yang bersifat mekanis dan membaca dalam hati yang bersifat pemahaman.

Membaca nyaring atau membaca bersuara adalah suatu aktifitas yang menggunakan penglihatan dan ingatan, juga turut aktif ingatan pendengaran dan ingatan yang bersangkutan dengan otot-otot kita untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seseorang pengarang.

Membaca dalam hati adalah suatu aktifitas yang hanya mempergunakan ingatan visual dan melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Secara garis besar, membaca dalam hati dibagi menjadi dua, yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif.

Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin (Tarigan 1987:31).Membaca ekstensif meliputi membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming), dan membaca dangkal (superficial reading).

Membaca intensif adalah membaca studi seksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek, kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari (Tarigan 1987:35).Membacaintensif terbagi menjadi dua kelompok, yaitu membaca telaah isi (contentstudy reading) dan membaca telaah bahasa (linguistic study reading).

Djumini (dalam Lutfiani 2006:30) menegaskan pendapat Tarigan tersebut dengan berpendapat bahwa, karena tujuan kegiatan membaca yang beraneka

(35)

16

ragam muncul jenis membaca yang biasa dipakai, yaitu sebagai berikut ini.

Pertama, membaca intensif, yang merupakan membaca cermat yang bertujuan

untuk memahami keseluruhan bahan bacaan secara mendalam sampai bagian yang sekecil-kecilnya. Kedua, membaca kritis yang digunakan untuk menemukan fakta-fakta yang terdapat dalm bacaan kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut. Ketiga, membaca cepat yang menitikberatkan pada kecepatan memahami isi bacaan dengan cepat dan tepat dalam waktu yang singkat. Keempat, membaca indah yang lebih menitikberatkan pada pengungkapan segi keindahan yang terdapat pada karya sastra. Dan kelima, membaca teknik atau membaca nyaring untuk membaca kalimat dengan lancar tanpa cacat baca.

Berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar jenis membaca itu ada dua, yaitu membaca nyaring atau membaca bersuara dan membaca dalam hati. Membaca nyaring digunakan untuk mencapai tujuan dalam keterampilan membaca mekanis, sedangkan membaca dalam hati digunakan untuk keterampilan pemahaman.

b. Membaca Pemahaman

Membaca pemahaman (atau reading for understanding) yang dimaksudkan di sini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:

a) standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards) b) resensi kritis (critical review)

c) drama tulis (printed drama) d) pola-pola fiksi (pattern of fiction)

(36)

17

(Tarigan 1987:56) Menutur Bond dkk. (dalam Kholid A. Harnas 1990:42), membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yamg bertujuan memperoleh pemahaman dan penafsiran yang memadai terhadap makna-makna yang terkandung di dalam lambang-lambang tulis. Sasaran utamanya adalah menghasilkan membaca efektif.

Adapun aspek-aspek dalam membaca pemahaman menurut Kholid A.

Harnas (1990:42) adalah sebagai berikut.

1. Memahami pengertian-pengertian sederhana mencakup:

a. Keterampilan memahami kata-kata atau istilah baik secara leksikal maupun secara gramatikal yang terdapat dalam suatu bacaan.

b. Keterampilan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata serta susunan kalimat-kalimat panjang yang sering dijumpai didalam tulisan resmi.

c. Keterampilan menafsirkan lambing atau tanda tulisan yang terdapat dalam bacaan.

2. Memahami signifikan atau makna yang mencakup:

a. Keterampilan memahami ide-ide pokok yang dikemukakan oleh pengarang,

b. Keterampilan mengaplikasi isi karangan dengan kebudayaan yang ada,

c. Dapat meramalkan relasi-relasi yang kemungkinan timbul dari si pembaca.

(37)

18

3. Dapat mengevaluasi isi dan bentuk-bentuk karangan.

4. Dapat menyelesaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membaca pemahaman adalah bahan bacaannya. Bahan bacaan yang memiliki tingkat kesukaran tinggi akan menjadi kendala bagi pembaca dalam memahami, tetapi sebaliknya peserta didik akan memahami dengan baik bacan yang tergolong mudah.

Berdasarkan aspek-aspek membaca pemahaman menurut Harnas, mengandung pengertian bahwa membaca pemahaman merupakan jenis kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memahami makna yang tersirat ataupun yang tersurat dalam bacaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan untuk memahami pesan-pesan media tulis yang dipengaruhi pula oleh faktor internal dan eksternal pembaca.

c. Membaca Ekspresif

Ekspresif menurut Alwi (KBBI 2002:291) tepat (mampu) memberikan (pengungkapan) gambaran, maksud, gagasan, perasaan.

Menurut Sunaryo (2005:17) membaca ekspresif merupakan keterampilan berbahasa tingkat lanjut. Artinya, untuk dapat melakukan kegiatan membaca ekspresif,seseorang harus telah menguasai aspek-aspek dasar bahasa.

Orang tersebut tidak lagi dalam rangka belajar menguasai bahasa, tetapi dia telah masuk dalam kegiatan berkreasi. Dalam hal ini, seseorang harus berkreasi untuk dapatmengekspresikan teks. Membaca ekspresif dalam konteks ini

(38)

19

tidak lain sebagai aktivitas mengekspresikan teks sehingga apa yang mulanya berbentuk tulis (teks) dapat “dihidupkan” dalam bentuk lisan dengan segala muatan emosi dan karakter.

Membaca ekspresif disikapi sebagai aktivitas berkesenian, yang sangat menuntut keterampilan kreatif seseorang (Tarigan dalam Sunaryo 2005:18). Hal ini dikarenakan oleh kenyataan bahwa aktivitas membaca dengan target menghidupkan teks dengan muatan emosi dan karakter lebih berkenaan dengan aktivitas kreatif (berkesenian): dramatisasi, membaca puisi (deklamasi), pengisahan cerita (storytelling).

Dalam kaitannya sebagai aktivitas kreatif, membaca ekspresif merupakan aktifitas khusus dan khas yang menuntut banyak potensi pendukung dan prosedur kerja tertentu. Potensi pendukung akan mencakup aspek diri dan nondiri yang ada pada pelaku kegiatan (pembaca). Prosedur kerja akan berkenaan dengan jenis dan tataurutan aktivitas yang ditempuh oleh pelaku (pembaca) (Sunaryo 2005:18).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca ekspresif adalah membaca dengan mengekspresikan teks atau “menghidupkan” teks.

2. Teori Cerita Fantasi

Membaca cerita fantasi adalah kegiatan membaca cerita fantasi, baik berupa cerpen, dongeng, maupun fabel yang isinya harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka. Dalam cerita fantasi ini akan dibahas tentang pengertian cerita fantasi dan unsur-unsur pembangun cerita fantasi.

(39)

20 a. Pengertian Cerita Fantasi

Cerita adalah narasi pribadi setiap orang, dan setiap orang suka menjadi bagian dari suatu peristiwa, bagian dari satu cerita, dan menjadi bagian dari sebuah cerita adalah hakikat cerita (Sarumpaet 2002). Cerita fantasi adalah cerita karangan yang memiliki alur normal namun bersifatimajinatif. Dalam cerita fantasi jalan cerita terkesan dilebih-lebihkan yang jika dipikirkan oleh logika tidak akan terjadi di dunia nyata.

Cerita fantasi merupakan salah satu genre cerita yang penting untuk melatih kreativitas. Berfantasi secara aktif dapat melatih kreativitas. Contoh Cerita Fantasi : Harry Potter Alwi (dalam KBBI 2002: 210) cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb). Forster (dalam Nurgiyantoro 2007:91) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Seperti halnya Foster, Abrams (dalam Nurgiantoro 2007:91) juga memberikan pengertian cerita sebagai urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu.

Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan dapat kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik. Cerita adalah salah satu bentuk karya sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak dapat membaca.

Menurut Sarumpaet (2003), sastra anak, termasuk di dalamnya cerita fantasi adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan tulisan itu hanyalah dapat

(40)

21

dinikmati oleh anak dengan bantuan dan arahan orang dewasa. Cerita fantasi adalah cerita sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, tetapi tidak ruwet sehingga komuniktif.

Di samping itu, pengalihan pola pikir orang dewasa kepada dunia anak- anak dan keberadaan jiwa serta sifat anak-anak menjadi syarat cerita anak-anak yang digemari. Dengan kata lain, cerita fantasi harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka.

Kompleksitas cerita anak-anak ditandai oleh strukturnya yang tidak berbeda dari struktur fiksi orang dewasa. Dengan demikian, organisasi cerita anak-anak harus ditopang sejumlah pilar yang menjadi landasan terbinanya sebuah bangunan cerita.

Secara sederhana sebenarnya cerita dimulai dari tema. Rancangan bangunan cerita yang dikehendaki pengarang harus dilandasi oleh lima pilar sebagai berikut.

1. Amanat

Amanat yaitu pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tetapi amanat ini harus dijalin secara menarik, sehingga anak-anak tidak merasa membaca wejangan moral atau khotbah agama. Pembaca dihadapkan pada sebuah cerita yang menarik dan menghibur, dan dari bacaan itu anak-anak (atau orang tua mereka) dapat membangun pengertian dan menarik kesimpulan tentang pesan apa yang hendak disampaikan pengarang.

(41)

22

2. Penokohan Secara umum tokoh dapat dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis)

Tokoh utama ini biasanya disertai tokoh-tokoh sampingan yang umumnya ikut serta dan menjadi bagian kesatuan cerita.

Sebagai tokoh bulat, tokoh utama ini mendapat porsi paling istimewa jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sampingan.

Kondisi fisik maupun karakternya digambarkan secara lengkap, sebagaimana manusia sehari-hari.

Di samping itu, sering pula dihadirkan tokoh datar, yaitu tokoh yang ditampilkan secara satu sisi (baik atau jahat) sehingga dapat melahirkan tanggapan memuja atau membenci dari para pembaca. Penokohan seharusnya memperlihatkan perkembangan karakter tokoh.

3. Peristiwa terbina dan dilema yang muncul di dalam alur harus mampu membawa perubahan dan perkembangan pada tokoh sehingga lahir identifikasi pembaca pada tokoh yang muncul sebagai hero atau sebagai antagonis yang dibenci.

4. Latar

Peristiwa-peristiwa di dalam cerita dapat dibangun dengan menarik jika penempatan latar waktu dan latar tempatnya dilakukan secara tepat, karena latar berhubungan dengan tokoh dan tokoh berkaitan erat dengan karakter. Bangunan latar yang baik menunjukkan bahwa cerita tertentu tidak dapat dipindahkan ke

(42)

23

kawasan lain, karena latarnya tidak dapat dipindahkan ke kawasan lain, karena latarnya tidak menunjang tokoh dan peristiwa- peristiwa khas yang hanya terjadi di suatu latar tertentu saja.

Dengan kata lain, latar menunjukkan keunikan tersendiri dalam rangkaian kisah sehingga mampu membangun penokohan spesifik dengan sifat-sifat tertentu yang hanya ada pada kawasan tertentu itu. Dengan demikian, tampak latar memperkuat tokoh dan menghidupkan peristiwa-peristiwa yang dibina di dalam alur menjadikan cerita spesifik dan unik.

5. Alur

Alur menuntut keterampilan utama pengarang untuk menarik minat pembaca. Dengan sederhana alur dapat dikatakan sebagai rentetan peristiwa yang terjadi di dalam cerita. Alur dapat dibina secara lurus, di mana cerita dibangun secara kronologis.

Peristiwa demi peristiwa berkaitan langsung satu sama lain hingga cerita berakhir.

Alur juga dapat dibangun episodik, di mana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, setiap episode ditemukan gawatan, klimaks, dan leraian. Khususnya pada cerita-cerita panjang, alur episodik ini dapat memberikan pikatan karena keingintahuan pembaca makin dipertinggi oleh hal-hal misterius yang mungkin terjadi pada bab-bab selanjutnya.

(43)

24

6. Alur juga dapat dibangun dengan sorot balik atau alur maju (foreshadowing)

Sorot balik adalah paparan informasi atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa kini.

7. Sementara foreshadowing merupakan wujud ancang-ancang untuk menerimaperistiwa-peristiwa tertentu yang nanti akan terjadi.

8. Gaya

Gaya menentukan keberhasilan sebuah cerita. Secara tradisional dikatakan bahwa keberhasilan sebuah cerita bukan pada apa yang dikatakan, tetapi bagaimana mengatakannya. Kalimat-kalimat yang enak dibaca, ungkapan yang baru dan hidup, suspence yang menyimpan kerahasiaan, pemecahan persoalan yang rumit tetapi penuh tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat pembaca terpesona. Gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau gagalnya sebuah cerita.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pada hakikatnya cerita fantasi adalah cerita sederhana yang kompleks dan berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang mempengaruhi mereka.

b. Unsur Intrinsik Cerita Fantasi

Sebuah teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca sebenarnya adalah sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu

(44)

25

dapat dibedakan ke dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik cerita fantasi adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur- unsur tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Tokoh

Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanaan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan.

2. Alur Cerita

Istilah yang biasa dipergunakan untuk menyebut alur adalah alur cerita, plot, jalan cerita. Dalam kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik.

3. Latar

Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan

(45)

26

dalam cerita fiksi. Latar menunjuk pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi.

4. Tema

Secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens dalam Nurgiantoro 2005:260), mengikat berbagai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis.

Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama atau makna utam cerita.

5. Moral

Moral atau amanat dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. Abrams (dalam Nurgiantoro 2005:269) mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan penampilan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

(46)

27

cerita dalam sebuah teks fiksi kepada pembaca. Secara lebih konkret sudut pandang adalah “siapa yang melihat, siapa yang berbicara”, atau “ dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan”.

7. Stile dan Nada

Bahasa yang dipergunakan dalam teks-teks sastra dapat dipandang sebagai representasi sebuah stile, yaitu stile penulisannya. Stile pada hakikatnya adalah cara pengekspresian jatidiri seseorang karena setiap orang akan mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan orang lain.

3. Menceritakan Kembali

Cerita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai : sebuah tutur yang melukiskan suatu proses terjadinya suatu peristiwa secarapanjang lebar, karangan yang menyajikan jalannya kejadian-kejadian atau peristiwa, suatu lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan seperti drama, sandiwara film dan sebagainya.

Berdasarkan uraian pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa cerita itu merupakan tutur atau tuturan, yaitu uraian atau gambaran atau deskripsi dari suatu peristiwa atau kejadian.

Cerita juga dipandang sebagai suatu karangan, hal ini menunjukkan bahwa cerita disusun atau dibuat oleh seseorang. Karangan tersebut bisa disajikan secara tertulis ataupun secara lisan.

(47)

28

Menurut Majid (2001:8) cerita merupakan salah satu bentuk dari seni sastra yang bisa dibaca atau didengar. Sebagai salah satu bentuk kesenian, maka cerita memiliki keindahan dan dapat dinikmati. Pada umumnya cerita bisa menimbulkan kesenangan baik padaanak-anak maupun orang dewasa. Cerita merupakan tuturan, yaitu upaya mendeskripsikan atau menggambarkan terjadinya suatu peristiwa.

Bercerita hampir sama pengertiannya dengan menceritakan kembali.

Bercerita dan menceritakan kembali sama-sama mempunyai arti menuturkan cerita. Bercerita menurut Hidayat dikatakan sebagai aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi ataupun hasil rekaan. Bercerita dikatakan sebagai menuturkan, yaitu menyampaikan gambaran atau deskripsi suatu kejadian.

Menurut Abdul Majid (dalam Harjasujana 1988:9), bercerita berarti menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka.

Dari batasan yang dikemukakan ini menunjukkan paling tidak ada tiga komponen dalam bercerita, yaitu:

1. pencerita, orang yang menuturkan atau menyampaikan cerita, cerita dapat disampaikan secara tertulis atau lisan,

2. cerita atau karangan yang disampaikan, cerita ini bisa dikarang sendiri oleh pencerita atau cerita yang telah dikarang atau ditulis oleh pengarang lain kemudian disampaikan oleh pencerita,

(48)

29

3. penyimak yaitu individu atau sejumlah individu yang menyimak ceritra yang disampaikan baik dengan cara mendengarkan maupun membaca sendiri cerita yang disampaikan secara tertulis.

a. Hal-Hal yang Diperhatikan dalam Menceritakan Kembali

Menceritakan kembali adalah sebuah skill. Tidak semua orang memiliki keterampilan menceritakan sebuah peristiwa dengan runtut dan detail. Sebagian di antara peserta didik menceritakan dengan alur yang melompat atau kadangkala peserta didik sering menggunakan kata “pokoknya”. Kegiatan menceritakan kembali bukan hanya mengasah keterampilan berbahasa peserta didik, tetapi juga mengasah peserta didik untuk fokus “menyadari” apa yang dilihat/dialami peserta didik. Disamping itu, menceritakan kembali juga melatih peserta didik untuk berlogika: membangun urutan kejadian dan korelasi antar kejadian. Menurut Majid (2001: 30-62), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pencerita atau pendongeng adalah seperti berikut ini.

1. Pemilihan cerita

Pencerita hendaknya memilih cerita yang sangat ia kuasai dan suasana audiens.

2. Tempat penyampaian cerita

Bercerita tidak harus dilakukan di ruang belajar. Bisa saja dilakukan di luar ruangan atau tempat lain yang dipandang pantas.

3. Posisi duduk dalam bercerita

(49)

30

Sebelum cerita dimulai, pendengar harus dalam posisi duduk santai tetapi terkendali. Posisi duduk pencerita juga harus diperhatikan agar tidak terkesan monoton dan dapat menarik perhatian pendengar.

4. Bahasa cerita

Bahasa cerita yang digunakan seorang pencerita hendaknya menggunakan bahasa yang dekat dengan bahasa pendengar.

5. Suara dalam membawakan cerita

Tinggi rendahnya nada suara yang digunakan pencerita disesuaikan pada situasi dan kondisi yang ada pada alur cerita dan menyesuaikan plot yang terjadi dalam cerita. Intonasinya pun harus diperhatikan agar cerita enak didengarkan. Kenyaringan suara harus bisa terdengar oleh seluruh pendengar dari segala penjuru 6. Membuat tokoh cerita berperan sesuai aslinya.

Pencerita dalam memerankan cerita perlu memperhatikan tokoh yang diceritakan

7. Memperhatikan reaksi sikap emosional

Dalam penceritaan, pencerita diharapkan mampu membawa emosi pendengar ke dalam cerita, misalnya saat peristiwa yang memilukan pendengar dapat meneteskan air mata.

8. Menirukan suara

Menirukan suara merupakan salah satu keahlian pencerita. Di sini pencerita diharapkan mampu membedakan suara masing-masing

(50)

31

tokoh, misalnya orang baik biasanya bersuara halus dan lembut begiu juga sebaliknya.

9. Mendengarkan emosi pendengar

Apabila ada pendengar yang kurang memperhatikan hendaknya didekati dan dapat dijadikan sebagai contoh dalam ceritanya.

b. Pengertian Menceritakan Kembali

Menceritakan kembali atau melanjutkan cerita terkandung pengertian bahwa setelah peserta didik dan guru menguasai pembelajaran melanjutkan cerita maka akan meningkat ke pembelajaran menceritakan kembali. Di dalam pembelajaran ini peserta didik mulai belajar mandiri merangkai kata-kata sendiri meskipun sederhana. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, hlm. 210), dinyatakan bahwa menmenceritakan kembali berarti menuturkan cerita kembali.

Menceritakan kembali merupakan kegiatan mengujarkan kembali cerita yang telah dibaca. Kegiatan bercerita merupakan umpan balik akan memberikan gambaran tentang segala sesuatu yang telah diterima atau direspon anak setelah mendengar cerita. Maksud dari umpan balik tersebut yaitu segala sesuatu yang menggambarkan perilaku yang diperoleh melalui proses yang telah dilaluinya.

Penceritaan yang disajikan oleh anak bertujuan untuk mengungkapkan keterampilan dan keterampilan anak bercerita. Menceritakan kembali merupakan kegiatan anak setelah anak memahami dan menceritakan kembali isi cerita. Ada tiga hal yang diharapkan dari kegiatan ini yaitu anak mampu menyusun kembali cerita yang disimak dari proses penceritaan, anak terampil menggunakan bahasa

(51)

32

lisan melalui kegiatan berbicara produktif, dan anak terampil mengekspresikan perilaku dan dialog cerita dalam simulasi kreatif. Hal tersebut diungkapkan pula oleh Keraf (1994, hlm. 136), menceritakan kembali bertujuan untuk mengunggah pikiran para pembaca agar mengetahui apa yang dikisahkan. Menceritakan kembali merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa. Runtutan kejadian atau peristiwa yang disajikan itu dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menceritakan kembali yaitu kegiatan menyusun kembali cerita yang telah disimak dari proses penceritaan dengan tujuan memberikan informasi dan pengetahuan kepada orang lain secara lisan. Ketika guru meminta anak untuk menceritakan kembali isi cerita yang telah didengar, peran guru memotivasi agar anak dapat berpikir secara logis dan dapat menceritakan kembali isi cerita dengan baik.

c. Langkah-Langkah Menceritakan Kembali

Bahasa merupakan lambang untuk berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan sikap manusia dengan cara menggunakan lisan, tulisan, isyarat bilangan, ekspresi muka, dan seni. Cerita juga merupakan sarana menyampaikan ide atau pesan melalui serangkaian penataan yang baik diterima dan memberi dampak yang lebih luas dan banyak pada sasaran. Menceritakan kembali sebuah cerita tentunya ada beberapa langkah yang harus diperhatikan.

(52)

33

Ada beberapa petunjuk untuk menceritakan kembali sebuah cerita, yaitu diantaranya:

a) Pilihlah topik cerita yang punya nilai.

b) Tulislah peristiwa dalam urutan dan kaitan yang jelas.

c) Selipkan dialog jika mungkin perlu.

d) Pilihlah detail cerita secara teliti.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan menceritakan kembali, pembaca harus benar-benar memperhatikan detail cerita dengan baik.

Hal ini dilakukan agar memudahkan seseorang menangkap isi dan hal-hal apa saja yang terdapat dalam sebuah cerita. Dikemukakan bahwa ada beberapa teknik menceritakan kembali sebuah teks, yaitu sebagai berikut:

1. Menghilangkan informasi yang berlebihan.

2. Mengkombinasikan informasi.

3. Menyeleksi topik kalimat.

4. Membuat ikhtisar.

5. Mengingat hal menarik dari bacaan.

Kegiatan menceritakan kembali membantu anak menciptkan struktur ingatan narasi yang akan memungkinkan anak untuk mengganti, menggunakan, dan mengelaborasikan elemen narasi utama cerita lagi dan lagi untuk kehidupan

(53)

34

mereka. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam menceritakan kembali yang harus diperhatikan:

Bedahlah teks terlebih dahulu, langkah ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memahami unsur pembangun cerita yang harus sampai kepada pendengar atau pembaca.

1. Mengetahui unsur instrinsik yang terdapat pada cerita, seperti tema, amanat, alur, perwatakan, latar belakang dan sudut pandang.

2. Berpedoman pada catatan gagasan pokok atau mencatat gagasan pokok cerita.

3. Mengetahui kerangka cerita atau kerangka teks.

4. Menceritakan kembali isi teks dengan menggunakan bahasa sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa langkah- langkah menceritakan kembali merupakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menciptakan dan membangun cerita sesuai dengan kaidahnya. Sehingga, akan dengan mudah mengembangkan pokok cerita menjadi sebuah informasi yang menarik.

4. Teknik Loci

Teknik loci merupakan teknik mengingat yang mula-mula digunakan untuk mengingat bahan pidato yang akan disampaikan. Modifikasi dari teknik ini

(54)

35

dalam membaca adalah mengingat-ingat bahan bacaan yang akan disampaikan oleh pembaca (Haryadi 2007:137).

Loci berarti lokasi alat mnemonik (yang membantu ingatan; menghafal)

yang berfungsi dengan mengasosiasikan tempat-tempat atau benda-benda di lokasi yang dikenal dengan hal-hal yang ingin anda ingat. Ingatan merupakan suatu proses biologi, yakni informasi diberi kode dan dipanggil kembali. Pada dasarnya ingatan adalah sesuatu yang berbentuk jati diri manusia yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Ingatan memberi manusia keterampilan masa lalu, dan perkiraan pada masa depan. Ingatan merupakan kumpulan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui beragam saluran indrawidan disimpan dalam jaringan syaraf yang sangat rumit dan unik diseluruh bagian otak.

Keterampilan kita mengingat sesuatu sesungguhnya luar biasa, tetapi mungkin terdapat beberapa faktor yang membuat proses itu terganggu.

Faktor yang mempengaruhi keterampilan kita dalam mengingat sesuatu adalah seberapa besar minat kita terhadap informasi yang ingin diingat, kemudian tidak konsentrasi dalam mengingat, serta kondisi psikologis.

C. Kerangka Berpikir

Keterampilan menceritakan kembali cerita fantasi peserta belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal inidisebabkan oleh tiga faktor yang berpengaruh yaitu faktor peserta didik, faktor teknik yang digunakan oleh guru,

Gambar

Gambar 1  Aktivitas siswa saat mendengarkan penjelasan Guru pada siklus I.
Gambar 3  Siswa Menceritakan Kembali Cerita Fantasi pada Siklus I.
Gambar 5  Aktivitas Siswa Mencatat Penjelasan dari Guru pada Siklus II.
Gambar 7 Siswa Menceritakan Kembali Cerita Fantasidari Hasil Diskusi pada                     Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Maka berdasarkan fakta tersebut, harus ada alat bantu pembelajaran yang dapat membantu para siswa dalam pemahaman lebih terhadap mata pelajaran fisika khususnya

8 Aku akan menjual anak-anakmu laki-laki dan perempuan kepada orang-orang Yehuda dan mereka akan menjual anak-anakmu itu kepada orang-orang Syeba, kepada suatu bangsa yang jauh,

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk membuat suatu prototipe generator induksi yang dapat menghasilkan tegangan dan frekuensi dalam batas- batas kualitas

Upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Matakali untuk mengatasi peningkatan kasus diare yaitu penyehatan lingkungan dan penyuluhan yang dilakukan

[r]

Gangguan kognitif dan psikomotorik serta perilaku pada anak seringkali dikaitkan dengan malnutrisi (Khan, et al, 2008; Geogieff, 2007). Beberapa hasil penelitian yang telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Guru telah memahami struktur Kurikulum 2013, seperti Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Mata Pelajaran, dan Beban Belajar; (2)

lebih dari 3 kali normal, maka penggunaan OAT harus dihentikan. Golongan dan Jenis Obat Tambahan untuk Kelas Terapi Obat yang Bekerja pada Otot Skelet dan Sendi yang