• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Landasan Teori

2. Teori Cerita Fantasi

Membaca cerita fantasi adalah kegiatan membaca cerita fantasi, baik berupa cerpen, dongeng, maupun fabel yang isinya harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka. Dalam cerita fantasi ini akan dibahas tentang pengertian cerita fantasi dan unsur-unsur pembangun cerita fantasi.

20 a. Pengertian Cerita Fantasi

Cerita adalah narasi pribadi setiap orang, dan setiap orang suka menjadi bagian dari suatu peristiwa, bagian dari satu cerita, dan menjadi bagian dari sebuah cerita adalah hakikat cerita (Sarumpaet 2002). Cerita fantasi adalah cerita karangan yang memiliki alur normal namun bersifatimajinatif. Dalam cerita fantasi jalan cerita terkesan dilebih-lebihkan yang jika dipikirkan oleh logika tidak akan terjadi di dunia nyata.

Cerita fantasi merupakan salah satu genre cerita yang penting untuk melatih kreativitas. Berfantasi secara aktif dapat melatih kreativitas. Contoh Cerita Fantasi : Harry Potter Alwi (dalam KBBI 2002: 210) cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb). Forster (dalam Nurgiyantoro 2007:91) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Seperti halnya Foster, Abrams (dalam Nurgiantoro 2007:91) juga memberikan pengertian cerita sebagai urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu.

Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan dapat kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik. Cerita adalah salah satu bentuk karya sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak dapat membaca.

Menurut Sarumpaet (2003), sastra anak, termasuk di dalamnya cerita fantasi adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan tulisan itu hanyalah dapat

21

dinikmati oleh anak dengan bantuan dan arahan orang dewasa. Cerita fantasi adalah cerita sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, tetapi tidak ruwet sehingga komuniktif.

Di samping itu, pengalihan pola pikir orang dewasa kepada dunia anak-anak dan keberadaan jiwa serta sifat anak-anak-anak-anak menjadi syarat cerita anak-anak-anak-anak yang digemari. Dengan kata lain, cerita fantasi harus berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang berada dan mempengaruhi mereka.

Kompleksitas cerita anak-anak ditandai oleh strukturnya yang tidak berbeda dari struktur fiksi orang dewasa. Dengan demikian, organisasi cerita anak-anak harus ditopang sejumlah pilar yang menjadi landasan terbinanya sebuah bangunan cerita.

Secara sederhana sebenarnya cerita dimulai dari tema. Rancangan bangunan cerita yang dikehendaki pengarang harus dilandasi oleh lima pilar sebagai berikut.

1. Amanat

Amanat yaitu pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tetapi amanat ini harus dijalin secara menarik, sehingga anak-anak tidak merasa membaca wejangan moral atau khotbah agama. Pembaca dihadapkan pada sebuah cerita yang menarik dan menghibur, dan dari bacaan itu anak-anak (atau orang tua mereka) dapat membangun pengertian dan menarik kesimpulan tentang pesan apa yang hendak disampaikan pengarang.

22

2. Penokohan Secara umum tokoh dapat dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis)

Tokoh utama ini biasanya disertai tokoh-tokoh sampingan yang umumnya ikut serta dan menjadi bagian kesatuan cerita.

Sebagai tokoh bulat, tokoh utama ini mendapat porsi paling istimewa jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sampingan.

Kondisi fisik maupun karakternya digambarkan secara lengkap, sebagaimana manusia sehari-hari.

Di samping itu, sering pula dihadirkan tokoh datar, yaitu tokoh yang ditampilkan secara satu sisi (baik atau jahat) sehingga dapat melahirkan tanggapan memuja atau membenci dari para pembaca. Penokohan seharusnya memperlihatkan perkembangan karakter tokoh.

3. Peristiwa terbina dan dilema yang muncul di dalam alur harus mampu membawa perubahan dan perkembangan pada tokoh sehingga lahir identifikasi pembaca pada tokoh yang muncul sebagai hero atau sebagai antagonis yang dibenci.

4. Latar

Peristiwa-peristiwa di dalam cerita dapat dibangun dengan menarik jika penempatan latar waktu dan latar tempatnya dilakukan secara tepat, karena latar berhubungan dengan tokoh dan tokoh berkaitan erat dengan karakter. Bangunan latar yang baik menunjukkan bahwa cerita tertentu tidak dapat dipindahkan ke

23

kawasan lain, karena latarnya tidak dapat dipindahkan ke kawasan lain, karena latarnya tidak menunjang tokoh dan peristiwa-peristiwa khas yang hanya terjadi di suatu latar tertentu saja.

Dengan kata lain, latar menunjukkan keunikan tersendiri dalam rangkaian kisah sehingga mampu membangun penokohan spesifik dengan sifat-sifat tertentu yang hanya ada pada kawasan tertentu itu. Dengan demikian, tampak latar memperkuat tokoh dan menghidupkan peristiwa-peristiwa yang dibina di dalam alur menjadikan cerita spesifik dan unik.

5. Alur

Alur menuntut keterampilan utama pengarang untuk menarik minat pembaca. Dengan sederhana alur dapat dikatakan sebagai rentetan peristiwa yang terjadi di dalam cerita. Alur dapat dibina secara lurus, di mana cerita dibangun secara kronologis.

Peristiwa demi peristiwa berkaitan langsung satu sama lain hingga cerita berakhir.

Alur juga dapat dibangun episodik, di mana cerita diikat oleh episode-episode tertentu, setiap episode ditemukan gawatan, klimaks, dan leraian. Khususnya pada cerita-cerita panjang, alur episodik ini dapat memberikan pikatan karena keingintahuan pembaca makin dipertinggi oleh hal-hal misterius yang mungkin terjadi pada bab-bab selanjutnya.

24

6. Alur juga dapat dibangun dengan sorot balik atau alur maju (foreshadowing)

Sorot balik adalah paparan informasi atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dikisahkan kembali dalam situasi masa kini.

7. Sementara foreshadowing merupakan wujud ancang-ancang untuk menerimaperistiwa-peristiwa tertentu yang nanti akan terjadi.

8. Gaya

Gaya menentukan keberhasilan sebuah cerita. Secara tradisional dikatakan bahwa keberhasilan sebuah cerita bukan pada apa yang dikatakan, tetapi bagaimana mengatakannya. Kalimat-kalimat yang enak dibaca, ungkapan yang baru dan hidup, suspence yang menyimpan kerahasiaan, pemecahan persoalan yang rumit tetapi penuh tantangan, pengalaman-pengalaman baru yang bernuansa kemanusiaan, dan sebagainya merupakan muatan gaya yang membuat pembaca terpesona. Gaya adalah salah satu kunci yang menentukan berhasil atau gagalnya sebuah cerita.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pada hakikatnya cerita fantasi adalah cerita sederhana yang kompleks dan berbicara tentang kehidupan anak-anak dengan segala aspek yang mempengaruhi mereka.

b. Unsur Intrinsik Cerita Fantasi

Sebuah teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca sebenarnya adalah sebuah kesatuan dari berbagai elemen yang membentuknya. Elemen-elemen itu

25

dapat dibedakan ke dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik cerita fantasi adalah unsur-unsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur-unsur tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Tokoh

Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanaan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan.

2. Alur Cerita

Istilah yang biasa dipergunakan untuk menyebut alur adalah alur cerita, plot, jalan cerita. Dalam kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik.

3. Latar

Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan

26

dalam cerita fiksi. Latar menunjuk pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi.

4. Tema

Secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens dalam Nurgiantoro 2005:260), mengikat berbagai unsur intrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis.

Tema sebuah cerita fiksi merupakan gagasan utama atau makna utam cerita.

5. Moral

Moral atau amanat dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. Abrams (dalam Nurgiantoro 2005:269) mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan penampilan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

27

cerita dalam sebuah teks fiksi kepada pembaca. Secara lebih konkret sudut pandang adalah “siapa yang melihat, siapa yang berbicara”, atau “ dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan”.

7. Stile dan Nada

Bahasa yang dipergunakan dalam teks-teks sastra dapat dipandang sebagai representasi sebuah stile, yaitu stile penulisannya. Stile pada hakikatnya adalah cara pengekspresian jatidiri seseorang karena setiap orang akan mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan orang lain.