Jaya Saputra, SKM - SLB Negeri Merangin
Malam itu aku termenung menatap langit kelam penuh bintang, sehingga membawaku kelamunan masa kecilku yang berjalan dengan penuh kebanggaan dan kecerian, sampai aku tertawa sendiri mengingat betapa indahnya masa kecilku. Sampai suatu waktu pada masa itu aku sekolah madrasah aku dididik untuk jadi pribadi yang memiliki semangat juang dan tangguh dalam kehidupan. Dan satu lagu yang takkan pernah aku lupakan masa itu adalah hymne madrasah kami.
“Madrasah kami tarbiyatul atfhal Tempat mengaji ilmu agama… Tempat mengaji ilmu agama Harta dicari semuanya tinggal
Waris berebut bersama-sama….. Sekarang hidup tidur dikasur Sesudah mati tidur dikubur
Munkar dan nankir datang menyembur Soal dan Tanya menyahut-nyahut… Wahai saudara tuan sekalian Inilah lagu, lagunya kami
Sungguhpun lagu tetapi pelajaran”
Lagu itu menginspirasiku untuk menjadi pribadi yang kuat, dan tak memikirkan diri sendiri. Aku bahkan masih bangga menyanyikan lagu itu sampai sekarang, walaupun lagu itu sudah tidak dinyanykan lagi sejak tahun 2008 di madrasah tersebut, entah kenapa tetapi itu menghilangkan salah satu harta terbesar bagi generasi milenia yang sulit diajar dengan buku.
Dalam lamunanku yang masih indah, tiba-tiba ponselku berdering nyaring, dan ternyata ada pesan pendek yang masuk, “Kami mengajak saudara untuk membangun
generasi milenia yang kuat, maka datanglah di Jalan Pematang Kandis Nomor 3, Bangko”. Sontak pesan tersebut
membuatku semangat, karena saya tahu bahwa negeri ini butuh generasi yang kuat. Malam yang semakin larut memaksaku tidur di kursi kayu kamarku itu.
Paginya aku terbangun dan langsung mengingat bahwa hari ini aku mendapat undangan di pesan pendek, saya tidak tau apakah ini seminar, atau acara politik. Setibanya di lokasi, saya langsung masuk ke lokasi acara, dan ternyata ini adalah acara anak berkebutuhan khusus. Aku
terdiam dan sedikit bingung, tiba-tiba datang seorang yang tak kukenal menjelaskan bahwa saya mendapat undangan broadcast, dan dia langsung mengajak ku duduk, dia menjelaskan segala maksud dan tujuan acara tersebut, rupanya mereka sedang mencari guru di sebuah SLB. Akupun bingung, karena saya hanya berpikir apa hubungannya dengan diriku ini yang lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat, mengajar di sebuah SLB, itu jelas tak pernah terpikir olehku. Namun dia hanya mengatakan dan menunjuk kearah anak-anak berkebutuhan khusus tersebut, Seandainya mereka memiliki semangat juang tanpa rasa malu dan takut, saya yakin mereka akan memiliki masa depan yang cerah, untuk itu kami membutuhkan orang-orang seperti anda. Hal ini kemudian memacu adrenalin darah dalam tubuh saya, tubuh ini bergetar, dan tanpa memikirkan apapun saya mengatakan bahwa saya ingin membantu mengajar di SLB tersebut. Mendengar kalimat tersebut orang yang tak kukenal ini terlihat girang, dan dia mengatakan kamu adalah 1 dari 100 orang yang mau menerima tawaran ini. Orang ini kemudian menemui seseorang dan menunujuk kearah saya, dan kemudian pergi.
Akhirnya dalam acara tersebut saya memperkenalkan diri sebagai guru baru anak-anak ini, namun tugas besar sudah menanti. Karena yang sedang aku coba bukan keahlianku, dan tak pernah ada pengalaman dalam hidupku tentang semua ini.
Seminggu setelah acara tersebut saya langsung pergi ke sekolah tersebut, sebagai guru tentunya. Tapi aku seperti
orang bingung yang kehilangan arah, karena saya masuk dan pulang tanpa ada sesuatu yang anak-anak mengerti. Malamnya entah mengapa ibuku menyapaku dan duduk disampingku, dia seperti tau bahwa anaknya sedang bingung, dan saya menceritakan bahwa yang saya jalani saat ini adalah salah, tapi ibu seakan memberikan kekuatan berbeda dengan kalimat-kalimatnya, tapi satu kalimat yang sangat melekat pada malam itu, buang rasa malu dan takut dalam dirimu itulah jalan yang sebenarnya dari semua jalan yang akan membuka lembaran hidupmu. Kalimat itu akhirnya membuatku tidur nyenyak malam itu.
Pagi yang cerah menyapaku untuk segera menyambut hari baru, dimana semangat baru melekat untuk kubawa pada anak-anak kala itu. Aku bergegas kesekolah pagi itu, dan setelah bel berbunyi saya mengajarkan hal yang berbeda, saya mengajak mereka membuang rasa lelah di hati mereka dengan sedikit bernyanyi lagu nasional, dengan berharap setelah mereka menemukan suasana yang tenang saya dapat membangun mimpi mereka yang tertidur karena keterbatasan yang mereka alami. Saya mencoba untuk memberikan mereka semangat juang dengan membuang rasa malu dan takut. Perlahan-lahan anak-anak saat itu menikmati suasana kelas dengan penuh keceriaan. Langkah awal yang baik bagiku waktu itu.
Walaupun sulit dalam membangkitkan bakat terpendam anak berkebutuhan khusus namun saya percaya, semua anak punya talenta, dan permasalahannya bagaimana kita membangunkannya, hal itulah yang saya coba lakukan
waktu itu. Saya memperkenalkan sebuah teori pohon Eucalyptus pada anak-anak, saya menamakan teori ini bukan tanpa alasan asalkan kita hidup di jalan yang lurus seperti pohon Eucalyptus maka takkan ada lagi malu dalam berkarya, dan takut dalam bertindak, layaknya pohon Eucalyptus yang tak bercabang, namun memiliki daun yang harum. Itulah esensi mimpi yang kucoba bangun pada anak-anak pada waktu.
Semuanya yang sedang aku bangun waktu itu hingga saat ini adalah, jangan pernah takut bermimpi. Jika mimpi dikalahkan rasa takut, maka ketakutan akan menimbulkan rasa malu yang berlebihan, dan itu tidak baik untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Petikan lagu laskar pelangi ini seakan kubawa kedalam pikiran mereka.
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya Laskar pelangi
Takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa Warnai bintang di jiwa
Menarilah dan terus tertawa Walau dunia tak seindah surga Bersyukurlah pada yang kuasa Cinta kita di dunia
pulang, dan kujanjikan masa depan kepada mereka dengan sebuah kunci utama rasa malu dan ketakutan. Aku sadar bahwa mereka butuh perhatian, ketika mereka tidak
mendapat kepercayaan dilingkungannya, saya coba
mengembalikannya, ketika mereka merasa takut
menghadapi masalah aku coba membimbingnya.
Sampai hari ini kekuatan itu ingin terus aku bangun sampai mereka benar-benar yakin dengan diri mereka sendiri, karena kemerdekaan mereka dilingkungannya adalah tugasku, bagaimanapun juga usia tua negeri ini adalah cerminan bahwa sesungguhnya sudah seharusnya anak berkebutuhan khusus ini merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan kemerdekaan bagi mereka kaum raja, tapi kemerdekaan bagi setiap umat untuk hidup dibawah pohon kedamaian. Ketika kita disibukkan membangun dunia kita sendiri, kita telah lupa bahwa ada dunia yang lebih indah yang bisa dibangun dengan semangat juang.
Bung Karno pernah berkata “Apabila di dalam diri
seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”.
Mimpi inilah yang sedang aku rajut bersama anak-anak berkebutuhan khusus, yang kehilangan pergaulan masa kecilnya, tapi saya meyakini mereka takkan pernah kehilangan masa depannya.