• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tangkap Dia!

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 115-127)

Karakter yang diperankan: 1. Narator

2. Yesus 3. Yudas

4. Dua orang sebagai tikus Perlengkapan:

Alat musik (piano, organ, dan alat musik lainnya) Teks Drama:

Narator : "Selamat datang anak-anak yang hadir untuk ikut berpartisipasi dalam permainan ini. Dua minggu yang lalu kita telah mengikuti Yesus dari ruang atas, tempat Ia dan murid-murid-Nya merayakan PASKAH lalu ke taman Getsemani tempat Ia berdoa. Malam ini kita kembali ke taman itu dengan teman-teman kita yang berbulu lembut [tikus masuk] yang selalu mengikuti Yesus dan perintah-perintah-Nya melalui cerita pra PASKAH ini. [Ajak anak-anak berkumpul di tengah-tengah ruangan per kelompok.)

Pada waktu musik dimulai, barisan kalian berjalan maju sedikit demi sedikit sambil berakting seperti sekumpulan orang marah yang akan menangkap Yesus. Kalian akan mengambil bagian dalam efek suara. Kalian harus berbaris per kelompok, melangkah dengan ketukan kaki secara perlahan. Kalian juga dapat membuat bermacam-macam suara keributan, seperti ini ... [berikan contoh macam-macam suara keributan.] Ketika musik berhenti, hentikan juga barisan.

Dalam drama ini, kalian juga akan punya bagian untuk berbicara. Setiap saat, saya melakukan hal ini (mengacungkan kepalan tangan dengan sudut 45 derajat), teriakkan "Tangkap Dia! Tangkap Dia!" Mari kita coba melakukan hal tersebut. [Beri isyarat pada anak-anak.) Waktu musik berhenti, kalian boleh duduk."

[Musik dimulai, anak-anak maju ke depan, tikus memulai percakapan)

Tikus (1) : "Lihat! Apakah kau melihat apa yang aku lihat? Seperti parade atau sesuatu!" Tikus (2) : "Di mana?"

Tikus (1) : : "Di sana [sambil menunjuk] arahnya datang dari jalan! Jumlah pasti ada seratus!"

Tikus (2) : : "Dua ratus! dan lihatlah laki-laki yang berada di depan itu. Bukankah ia ada bersama dengan Yesus di ruang atas?"

116

Tikus (1) : : "Ya, benar! Yudas! Tampaknya mereka marah. Menurutmu, apa yang mereka inginkan?"

[Anak-anak maju ke depan gereja. Musik menghilang. Anak-anak duduk di depan altar.] Narator : "Kerumunan orang banyak yang sedang marah datang ke taman untuk

menangkap Yesus. Yudas akan menghianatinya!" Yudas : [Berjalan di depan] "Guru!"

[Narator mengangkat kepalan tangan.]

Anak-anak : "Tangkap Dia! Tangkap Dia!" [Sambil menunjuk kepada pemeran Yesus.] Yesus : "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang

dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku."

Tikus (1) : "Mereka pergi lagi. Membicarakan beberapa rencana."

Tikus (2) : "Lihat, semua teman-teman Yesus sudah lari. Sebaiknya, Ia cepat memikirkan sesuatu."

Tikus (1) : "Aku benci, bila pada saat ini aku ada di sana bersama- sama dengan Dia." Tikus (2) : "Aku juga. Satu orang menghadapi banyak orang."

Tikus (1) : "Dengarlah bagaimana ributnya mereka." [Narator mengangkat kepalan tangan.]

Anak-anak: "Tangkap Dia! Tangkap Dia!"

[Musik dimatikan, anak-anak berbaris kembali menuju ke tempat duduk masing-masing. Pemeran Yesus pun turun dari atas panggung.]

Narator : "Sekarang, kira-kira apa yang akan terjadi dengan Yesus, apakah Ia akan tertangkap? Apakah Ia punya suatu rencana? Cerita belum berakhir."

[*Catatan Redaksi: Anda bisa langsung masuk dalam babak II setelah babak I dimainkan atau babak II ini bisa Anda lanjutkan minggu berikutnya.]

Babak II: di Pengadilan

Karakter yang diperankan: 1. Narator

2. Yesus

3. Empat orang sebagai tikus 4. Dua orang pembicara

117

Teks drama:

[Ajak anak-anak ke depan; berikan petunjuk kepada mereka, bahwa pada saat ia

mengangkat tangannya, mereka harus meneriakkan, "huuuuu" sebagi tanda hinaan dan ejekan.]

Narator : "Pernahkah kalian melihat seseorang tertawa di depan kalian? Pernahkah ada orang yang berbicara tidak benar tentang Anda kepada orang lain? Bukankah itu tidak lucu? Sangat berat menjadi orang yang dibenci oleh orang banyak. Itu akan menjadi cerita tentang Yesus dalam babak ini. Hanya satu orang

sahabatnya yang mengikuti-Nya sampai di pengadilan Kayafas ... oh ya ... dan tentu saja kedua tikus yang selalu berada dipojok selama cerita ini

berlangsung."

[Pemeran Yesus masuk dari tempat yang berbeda, tikus dari tempat lainnya.] Narator : [Berbicara kepada tikus.]" Saya melihatmu membawa beberapa orang sahabat."

Tikus (1) : "Apakah ia berbicara kepada kita?"

Narator : "Ya, saya berbicara kepada kalian. Kalian telah memainkan bagian yang penting dalam drama-drama kami. Tidak seperti murid-murid Yesus yang tidak tinggal bersama-Nya. Kalian tidak lari saat keadaan yang buruk terjadi di taman. dan sekarang, kalian ada di sini, siap menghadapi segala macam kemarahan dari banyak orang." Tikus (3) : "Kemarahan banyak orang! Aku kira, kau memiliki seorang teman yang membutuhkan bantuan. Kau sama sekali tidak mengatakan tentang kemarahan banyak orang!"

Tikus (4) : "Saya pulang saja! Bagaimana mungkin tikus dapat menghadapi orang banyak?"

Tikus (1) : "Dengar! Beberapa diantara mereka sudah ada yang bicara."

Pembicara (1): [Berjalan menuju pemeran Yesus.] "Kami sudah mendengar orang ini berkata bahwa Dia akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari Dia akan mendirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia."

Narator : (Isyarat kepada anak-anak untuk memperolok dan mengejek). Engkau

mengatakan akan membangun Bait Suci dalam tiga hari, tetapi orang-orang di luar sana (menunjuk pada keramaian orang-orang) mengatakan lima hari, dan orang lain

mengatakan Ia akan menghancurkan kota, bukan Bait Suci.

Tikus (1) : "Lihat! Bahkan mereka tidak tahu kebenaran ucapan mereka. Tikus (2) : "Mengapa Yesus tidak mengatakan sesuatu untuk membela diri?" Tikus (3) : "Ya, Kerumunan itu akan membawa-Nya."

Tikus (4) : "Saya pulang saja!" Tikus (1,2,3): "Sssssttt!"

Pembicara (2): [Menunjuk kepada pemeran Yesus.] "Apakah Engkau sungguh-sungguh Tuhan seperti yang dikatakan orang- orang?"

118

Yesus : "Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan yang Mahakuasa dan datang di tengah- tengah awan-awan di langit."

[Narator memberi isyarat kepada anak-anak untuk mengejek dan memperolok.] Tikus (1) : "Oh, lihat! Kerumunan itu meludahi dan dan memukul Dia!"

Tikus (2) : "Mengapa Dia tidak menghentikan perbuatan mereka?"

Narator : "Mengapa Yesus tidak menghentikan mereka? Yesus tahu, bagaimana rasanya ditertawakan oleh orang lain, bahkan rasanya diludahi. Mengenaskan sekali. Aku kuatir, hal yang lebih buruk akan terjadi. Beberapa diantara kalian tahu apa yang akan terjadi dan sudah tahu rencana untuk kematian Yesus, itu adalah akhir kehidupan-Nya.

[Tutup babak ini sampai di sini dengan mengajak anak-anak menyanyikan lagu yang sudah Anda siapkan. Setelah itu ajak mereka untuk berdoa.]

Bahan diterjemahkan dan diedit dari sumber:

Judul Buku : Program Resources for Lent and Easter: Take Up Your Cross Judul Artikel Asli: Seize Him! and At the Courts of the High Priest

Penerbit : Augsburg Fortress, Minneapolis - USA, 1990 Halaman : 22 - 24

Mutiara Guru

Saya tidak akan pernah dapat menambah pada apa yang telah Engkau lakukan bagi saya.

Keselamatan saya telah Engkau kerjakan dengan sempurna. Tolonglah saya untuk mengenal sukacita anugerah-Mu

ketika melayani Engkau.

Dari Anda Untuk Anda

Dari: <damara@>

>Terima kasih untuk artikelnya yang bagus sekali. Saya Ibu dari dua >orang anak , yang pertama berumur 2 tahun dan yang kedua berumur 6 >bulan. Tampaknya anak saya yang pertama agak keras kepala. Dari >Kesaksian diedisi ini bisa membantu saya untuk mendidik anak saya >nantinya dengan baik. Sekali lagi terima kasih, Tuhan memberkati >pelayanan ini.

Redaksi:

Terima kasih untuk e-mail Anda :) Kami sungguh mengucap syukur untuk berkat yang sudah Tuhan berikan kepada Anda melalui e-BinaAnak ini. Kami terus berharap, semua

119

sajian e-BinaAnak dapat meningkatkan wawasan para pembaca agar dapat mendidik anak-anak dengan lebih baik lagi sesuai dengan prinsip- prinsip Firman Tuhan. Bagi Anda yang memiliki pengalaman menarik dalam mendidik anak atau melayani anak-anak, silakan jangan segan-segan membagikannya kepada para pembaca BinaAnak. Kami yakin sharing Anda ini akan menjadi berkat bagi banyak pembaca e-BinaAnak. Kami tunggu kiriman Anda di alamat: ==> staf-binaanak@sabda.org

120

e-BinaAnak 221/Maret/2005: Penyaliban

Yesus

Salam dari Redaksi

Salam kasih,

Kita sudah melewati serangkaian seri pelajaran tentang perjalanan Tuhan Yesus

menuju kematian-Nya. Tibalah sekarang pada puncak penderitaan-Nya, yaitu DISALIB. di sebuah bukit, di sanalah Dia menggenapi janji keselamatan bagi umat manusia. Kematian-Nya membuka tabir pemisah antara kita orang yang berdosa dan Tuhan yang Mahasuci.

Cerita mengenai Golgota dan drama Interaktif mengenai Bukit Tengkorak akan menjadi sajian Bahan Mengajar minggu ini. Selain itu ada pula Aktivitas yang dapat Anda

lakukan bersama ASM ataupun keluarga Anda untuk mengenang kembali penderitaan-Nya di kayu salib. Akhir kata, jangan menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang telah Dia berikan. Marilah kita hidup dalam kemenangan-Nya dan bekerja melayani Dia dengan penuh sukacita. Tidak lupa kami ucapkan:

L A M A A H 2 0 E | T K | 0 S ---|--- P A S ---|--- 5 | | | | | |

Tim Redaksi (Dav)

"Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa

kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh."

121

Bahan Mengajar: Golgota

Tuhan Yesus memandang kayu salib itu, tetapi sepatah kata pun tidak keluar dari mulut-Nya. Pakaian-Nya ditanggalkan. Hanya sarung pinggang yang masih melekat pada tubuh-Nya. Dengan sabar Dia membiarkan mereka menyiksa Dia. Sebuah cawan disodorkan kepada-Nya.

Karena haus, Ia segera menerima cawan itu. Tetapi, baru saja Dia menaruh bibir-Nya pada pinggir cawan itu, Ia segera mengembalikan cawan itu. Cawan itu berisi campuran anggur dengan cuka. Minuman itu diberikan untuk meringankan penderitaan, untuk mengurangi kepedihan- Nya. Tetapi Tuhan Yesus tidak mau menerima-Nya, Ia tidak mau penderitaan-Nya diringankan. Cawan kesedihan sepenuhnya akan dikosongkan-Nya sampai habis. Dengar sadar, Ia akan menderita untuk umat-dikosongkan-Nya.

Tangan-Nya yang suci, yang selama ini hanya dipakai-Nya untuk memberkati orang, kini dipaku di kayu salib. Darah-Nya mengalir ke bawah. Kaki-Nya yang tak pernah beristirahat dan selalu siap melangkah bila ada orang yang memerlukan pertolongan-Nya, dipaku juga di kayu salib itu. Ujung kayu salib itu berwarna merah karena darah yang mengalir ke bawah.

Karena rasa pedihnya, Ia pun berbicara. Namun Ia tidak mengutuk, malah berdoa kepada Allah Bapa supaya mengampuni dosa orang-orang yang telah menyiksa-Nya. Kata-Nya, "Ya, Bapa, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka, karena mereka tidak tahu apa yang telah diperbuatnya!"

Tak sampaikah kata-kata yang amat mulia itu ke telinga para pembunuh? Tidak, karena mereka sedang sibuk menyalibkan dua orang lagi, seorang di sebelah kanan, yang seorang lagi di sebelah kiri. di atas tiap-tiap kayu salib dipakukan sebuah papan. di atas papan itu tertulis perbuatan jahat yang telah mereka lakukan.

Apakah yang tertulis di atas kepala Tuhan Yesus? Tulisan itu tertera dalam bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani sehingga segenap manusia dapat membacanya "Yesus orang Nazaret, Raja bangsa Yahudi".

Para imam kepala terperanjat ketika membaca tulisan di atas palang itu. Dengan berangnya mereka berkata kepada walinegara itu, "Jangan tulis Raja bangsa Yahudi; melainkan apa yang sudah Dia katakan, yaitu: Akulah Raja bangsa Yahudi."

Tetapi Pilatus menyahut dengan tegas, "Aku tidak mau mengubah apa yang sudah kutuliskan."

Demikianlah tulisan 'Raja bangsa Yahudi' itu tergantung pada kayu salib. Ia

menanggung hukuman yang tidak boleh diberikan kepada seorang Roma karena terlalu hina bagi mereka.

122

Demikianlah Juruselamat, Pelepas yang selama berabad-abad sudah ditunggu itu sekarang dihina dan disiksa. Demikianlah Anak Allah, Raja langit dan bumi, seperti seorang terkutuk yang harus menjalani hukumannya. Ia harus menderita untuk menebus dosa seluruh dunia.

Prajurit-prajurit yang menyalibkan Yesus tidak mengerti peristiwa agung yang terjadi di dekat mereka. Mereka duduk di dekat salib Yesus dan membagi-bagikan pakaian Tuhan Yesus. Ada empat orang prajurit di sana dan masing-masing mendapat sehelai pakaian, kain kepala, ikat pinggang, baju luar, dan sepasang kasut. dan tinggal sehelai jubah yang sangat mahal. Keempat prajurit itu sepakat, "Janganlah kita koyakkan jubah itu, tetapi lebih baik kita undi siapa yang berhak mendapatkannya." Sementara Yesus sangat menderita di kayu salib, mereka membuang undi di dekat-Nya.

Demikianlah telah digenapi apa yang sudah diramalkan oleh Raja Daud seribu tahun lampau, "Mereka membagi-bagikan pakaian-Ku dan membuang undi atas jubah-Ku." Matahari sudah tinggi di langit sebelah selatan. Luka-luka yang terbuka itu mulai terasa perih. Jantung berdebar-debar. Panas pun mulai mengamuk, seakan-akan

menghanguskan seluruh badan orang yang dihukum itu.

Iba ... iba hati melihat penderitaan yang terlalu berat itu. Tetapi masih ada juga manusia yang sampai hati mengolok-olok Dia. Rupa- rupanya setan sendirilah yang tinggal di dalam hati mereka pada waktu itu. Orang yang lewat di sana mengolok-olok-Nya,

katanya, "Kau yang akan merombak Bait Suci dan akan membangunnya kembali dalam tiga hari saja. Nah, bebaskanlah Diri-Mu sendiri dan turunlah dari kayu salib itu!"

Para imam kepala serta ahli-ahli Taurat itu bergirang hati di dekat kayu salib Yesus. Hati mereka puas. Mereka tak perlu kuatir lagi. Ia tak perlu lagi diajak bicara. Mereka

sekarang berkata satu sama lain untuk menyakiti hati Tuhan Yesus.

"Yang lain sudah dilepaskan-Nya, padahal Ia sendiri tak dapat membebaskan diri-Nya. Apa itu! Jika Ia benar-benar Juruselamat, nah, baiklah Ia turun dari kayu salib lalu kami akan percaya kepada-Nya. Ha ... ha ... ha ... Ia percaya kepada Tuhan Allah. Kata-Nya Ia Anak Allah! Mengapa tak dilepaskan oleh Tuhan Allah-Nya?"

Seorang manusia pun tak akan dapat menahan segala sengsara itu. Sebenarnya sepatah kata pun sudah cukup akan membinasakan musuh- Nya. Tetapi Ia diam saja. Karena Ia datang bukan akan memusnahkan jiwa manusia, melainkan

menyelamatkannya.

Prajurit-prajurit itu lebih kejam lagi menyiksa Dia. Waktu mereka melihat bahwa Ia sangat haus dan ingin minum seteguk air saja, mereka menyuguhkan kepada-Nya anggur yang asam, segar, seraya mengejek Yesus, "Kalau Kau Raja bangsa Yahudi, bebaskanlah Diri-Mu sendiri!"

123

Siksaan ini pun diderita-Nya dengan sabar, Ia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Inilah mujizat kasih Tuhan Yesus! Ia masih menurut meskipun disiksa mati-matian, terus-menerus sampai ajal-Nya tiba.

Kedua orang pembunuh yang tergantung sebelah kiri dan kanan-Nya tidak tinggal diam. Dengan susahnya mereka melirik dan memandang kepada Tuhan Yesus. Mungkin saja, jikalau Ia Kristus, barangkali mereka masih dapat diselamatkan.

Mereka tertawa sambil mengejek, "Benar, kalau Engkau Kristus, bebaskanlah Diri-Mu dan kami ini!"

Tetapi baru saja yang seorang berkata demikian, digigitnya bibirnya. Entah apa yang membuat dia bertobat saat itu. Entah mata Tuhan Yesus yang suci itu atau entah doa-Nya untuk musuh-doa-Nya tadi .

Sementara penjahat yang lain terus menghina Dia, jiwanya penuh dengan rasa hormat. Dalam hatinya lahirlah kepercayaan yang besar. Ia yakin bahwa Yesus yang menderita itu meskipun penuh dengan sengsara, benar-benar Raja, Juruselamat yang datang ke dunia.

Ia tidak tahan lagi mendengar temannya mengejek Yesus. Dipalingkannya mukanya, "Belum juga kau takut kepada Tuhan Allah, padahal sebentar lagi kau berdiri di hadirat Tuhan? Kita memang sepatutnya disalibkan, karena kita orang yang jahat. Tetapi Orang ini sedikit pun tak bersalah." Kemudian dia berkata kepada Yesus, "Ya Tuhan, ingatlah kepadaku, bila Engkau sudah sampai dalam Kerajaan-Mu."

Wah, tergambarlah kebahagiaan yang suci di muka Tuhan Yesus itu. Ia masih dapat menyelamatkan satu jiwa. Mata Tuhan Yesus penuh penghiburan ketika dia

memandang orang itu. Dengan suara yang tegas Ia berkata, "Sesungguhnya Aku berkata, sekarang juga engkau akan beserta-Ku di Firdaus."

Tak pernah orang yang tergantung pada kayu salib itu mengalami rasa damai yang sejati seperti itu, karena ia yakin jiwanya sudah selamat di tangan Tuhan Yesus meskipun ia masih menderita sengsara.

Itulah yang selalu dikehendaki Yesus, bahkan pada waktu tergantung di kayu salib, yaitu memelihara orang lain, mengurus yang sakit, dan menghibur yang bersedih hati. Dari kayu salib Ia memandang ke bawah. Dengan mata yang pedih, Ia mencari di antara orang yang berdiri di bukit itu. di antara rakyat yang berkumpul di situ tampaklah sekelompok orang yang bersusah hati. Tampaklah perempuan yang sejak dari Galilea yang mengikuti Dia, Maria Magdalena, seorang murid, yang dulu dibebaskan dari tujuh jin yang jahat. Lalu Maria, istri Kleopas yang dengan patuh mengabdi kepada-Nya. Kemudian Salome, ibu Yakobus serta Yohanes.

124

Tampak juga Maria, Ibu Yesus yang sedang menangis di dekat kayu salib Anaknya. Hatinya seakan-akan diiris sembilu, pedih, amat pedih melihat Anaknya begitu menderita. Melihat ibu-Nya yang sedang bersusah hati itu, Tuhan Yesus lebih sedih lagi. Lebih pedih daripada luka-luka-Nya. di dekat Maria tampaklah Yohanes, yang terus mengikuti Gurunya itu.

Yesus memandang ibu-Nya kata-Nya, "Hai Ibu, lihatlah anakmu." Kemudian kepada Yohanes, "Lihatlah ibumu." Keduanya mengerti maksud- Nya. Sejak itu Maria tinggal di rumah Yohanes, dan Yohanes mengurus segala keperluannya.

Sekarang matahari tinggi sekali di sebelah selatan dan cahaya yang panas terik hampir-hampir tegak lurus jatuhnya ke atas kepala orang yang tergantung di situ. Makin berat penderitaan-Nya. Badan-Nya penat. Urat-urat-Nya sudah kaku, makin lama makin susah menarik nafas ... aduh pedihnya.

Itulah yang harus ditanggung oleh-Nya, padahal Ia sendiri selalu meringankan penderitaan manusia lainnya, bahkan kadang-kadang membebaskan orang dari sengsaranya. Ia yang menyembuhkan luka orang lain, sekarang penuh dengan luka-luka yang parah dan berlumuran darah.

Ia yang menggerakkan kaki orang yang lumpuh dan yang timpang, sekarang tak dapat bergerak. Ia yang menghidupkan kembali orang yang mati sekarang Ia harus mati ... tak berdaya.

Tiba-tiba terjadi sesuatu yang menggemparkan. Matahari yang baru saja bersinar dengan teriknya, seakan-akan terbenam, kemerah- merahan. Hari seperti senja. Tidak lama kemudian matahari seolah- olah menghilang entah ke mana, ia lenyap di dunia yang penuh dosa. Sekarang hari gelap ... gelap gulita. Dunia berkabung. Tirai yang hitam kelam menyelubungi seluruh bumi.

Saat itu sunyi senyap. Hanya suara orang yang disalibkan terdengar terengah-engah dan mengerang kesakitan. Dalam gelap itu Tuhan Yesus mengalami penderitaan-Nya yang terakhir.

Sekarang ... di sini ... Ia tergantung di antara langit dan bumi, jauh dari Tuhan Allah. Ia amat haus, badan-Nya hangat, karena diserang demam dan maut yang dasyat serta kesedihan yang tak terhingga. Setan pun masih mencoba juga menggoda-Nya, membujuk-Nya, supaya jangan menurut kehendak Bapa-Nya.

Sekeliling-Nya gelap gulita ... sunyi senyap ... tak pernah dialami- Nya seperti itu. Lalu jiwa-Nya berseru kepada Allah-Nya, dan aduuhh ... Allah tak menyahut.

Tuhan Allah telah memalingkan muka dari-Nya. Hanya kegelapan, kesedihan, dan kemarahan yang ada. Ia menanggung beban dosa seluruh dunia. Ia menahan amarah Tuhan Allah kepada segenap manusia. Ia mengalami ketakutan serta sengsara neraka.

125

Tiga jam lamanya Ia menanggung sengsara itu. Akhirnya dada-Nya terlalu sesak, sehingga Ia berseru dengan takut-Nya, "Ya Allah Bapa, mengapa Engkau

meninggalkan Aku?"

Heh, apa itu? Terdengar suara dari surga menjawab. Cukuplah penderitaan itu. Tirai yang hitam kelam itu dinaikkan ke atas. Matahari muncul lagi. Cahaya terang yang berasal dari Tuhan Allah, tampak lagi. di mana-mana cuaca terang. Tuhan Allah tidak murka lagi. Dengan penuh kasih sayang, Ia memandang kepada Anak-Nya.

Cahaya Tuhan Allah bersinar lagi di hati Tuhan Yesus.

Tuhan Yesus menyadari bahwa perjuangan-Nya sudah berakhir. Bahwa Ia sudah merebut kemenangan yang gilang-gemilang, karena telah menurut kehendak Bapa-Nya.

Hendak diserukan-Nya ke seluruh dunia, tetapi Ia hampir tak dapat bersuara lagi. Hampir tiba ajal-Nya. Mulut-Nya yang sudah kering hampir tak dapat bergerak lagi. Ia mengerang, "Aku haus."

Beberapa rabi yang mendengar seruan-Nya di kegelapan, sekarang memiliki keberanian lagi, karena cuacanya sudah terang, dan mereka mulai menghinanya kembali. Ketika ada seorang yang beriba hati hendak membasahi bibir-Nya dengan seikat lumut yang sudah dibasahinya dengan cuka lebih dulu, mereka berteriak, "Jangan! Ia telah memanggil Nabi Elia. Marilah, kita lihat, apakah Elia datang untuk membebaskan Dia!"

Tetapi orang itu tak sekejam rabi itu. Diletakkannya juga lumut itu kepada bibir Tuhan Yesus. Tenaga-Nya kembali lagi. Suara-Nya yang nyaring mendengung di bukit

Golgota itu memberitakan bahwa Ia sudah menang. Dengarlah pekik kemenangan yang diucapkan dengan penuh kuasa, "Sudah genap."

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 115-127)