• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tips: Mendidik Anak Agar Mandiri

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 179-184)

Orangtua mana yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tampaknya memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orangtua dalam mendidik anak-anaknya.

Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil, seperti memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu, dan bermacam pekerjaan- pekerjaan kecil sehari-hari

lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam praktiknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak jarang orangtua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit, namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau, langsung memberi segudang nasihat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan

pertengkarannya dengan teman sebangku. Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan orangtua. Namun, cara ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa "lari" kepada orangtua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun.

Lalu, upaya apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membiasakan anak agar tidak cenderung menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan? di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi mandiri.

1. Beri kesempatan memilih.

Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri.

Sebaliknya, bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu di hari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan-keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.

2. Hargailah usahanya.

Hargailah sekecil apa pun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orangtua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya orangtua memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya. Kesempatan yang Anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai

180

penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.

3. Hindari banyak bertanya.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orangtua, yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari sekolah akan kesal bila diserang dengan

pertanyaan-pertanyaan seperti, "Belajar apa saja di sekolah?", dan "Mengapa seragamnya kotor? Pasti kamu habis berkelahi lagi di sekolah!" dan seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek, "Halo anak ibu sudah pulang sekolah!" Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orangtua, tanpa harus di dorong-dorong.

4. Jangan langsung menjawab pertanyaan.

Meskipun salah satu tugas orangtua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak, namun sebaiknya orangtua tidak

langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan tersebut. dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah menjawab atau memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk mencari

alternatif-alternatif dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, "Bu, kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari?" Biarkan anak memberi beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikian, anak terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orangtua, yang akan diterima mereka sebagai satu jawaban yang baku.

5. Dorong untuk melihat alternatif.

Sebaiknya anak pun tahu bahwa untuk mengatasi suatu masalah, orangtua bukanlah satu-satunya tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat dilakukan orangtua adalah dengan memberitahu sumber lain yang tepat untuk dimintai tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian, anak tidak akan hanya tergantung pada orangtua, yang bukan tidak mungkin kelak justru akan menyulitkan dirinya sendiri. Misalnya, ketika si anak datang pada orangtua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda dapat memberi jawaban, "Coba ya, nanti kita periksa ke bengkel sepeda."

6. Jangan patahkan semangatnya.

Tak jarang orangtua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan "mustahil" terhadap apa yang sedang diupayakan anak.

Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, doronglah ia untuk terus melakukannya. Jangan sekali-kali Anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapannya mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta izin kepada Anda, "Bu, Andi pulang sekolah mau ikut mobil

181

antar- jemput, bolehkan?" Tindakan untuk menjawab, "Wah, kalau Andi mau naik mobil antar-jemput, kan Andi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik tidak usah deh, ya." Jawaban seperti itu tentunya akan

membuat anak kehilangan motivasi untuk mandiri. Sebaiknya ibu berkata "Andi mau naik mobil antar-jemput? Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada Ibu mengapa Andi mau naik mobil antar-jemput." Dengan cara ini, paling tidak anak mengetahui bahwa orangtua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri. Meskipun akhirnya, dengan alasan-alasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut belum dapat dipenuhi.

Bahan diedit dari sumber: Nama Situs : indobulletin

Alamat URL : http://www.indobulletin.com/

Mutiara Guru

Kemandirian anak tidak terbentuk begitu saja,

perlu kerjasama dan kerja keras para orangtua dan pendidik, dan penyerahan penuh kepada Tuhan.

- Welni -

Dari Anda Untuk Anda

Dari: Eko K. Sitepu <eko@> >Yth. Pengasuh Bina Anak

>Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas hadirnya Bina >Anak ini karena besar sekali manfaatnya bagi perkembangan sekolah >minggu di lingkungan gereja saya.

>

>Saya sudah mencetak sebagian bina anak ini untuk kemudian saya >berikan kepada guru SM digereja saya supaya mereka memiliki bahan >untuk mengajar. Untuk edisi 112 tahun 2003 saya lihat ada sedikit

>kerusakan, mohon kepada pengasuh agar dapat memperbaikinya supaya >saya dapat mencetak edisi tersebut.

>

>Terima kasih atas perhatiannya, semoga Tuhan memberkati saudara >sekalian. Amin.

>Salam,

>Eko K. Sitepu Redaksi:

Puji Tuhan untuk setiap berkat yang Anda dan rekan-rekan pelayanan dapatkan melalui e-BinaAnak. Mohon maaf, memang ada kesalahan pada arsip e-BinaAnak Edisi

112/2003. Puji Tuhan, saat ini file tersebut sudah kami benahi dan sudah siap untuk Anda cetak :)

182

Bagi rekan-rekan lain yang sedang mengunjungi situs arsip e-BinaAnak atau Situs PEPAK dan kebetulan menemukan "error" jangan segan untuk memberitahukannya kepada kami. Untuk itu sebelum dan sesudahnya, kami mengucapkan terima kasih untuk bantuan Anda.

183

e-BinaAnak 227/Mei/2005: Disiplin

Mempelajari Firman Tuhan

Salam dari Redaksi

Syalom para pelayan anak Indonesia,

Pada Mei 2005 ini, e-BinaAnak akan mengajak para guru SM dan pelayan anak untuk belajar mengenai "DISIPLIN ROHANI bagi GURU SM". Disiplin rohani merupakan salah satu kunci utama keberhasilan seorang pelayan Tuhan dan guru SM. Seorang pelayan anak yang tidak peduli akan kehidupan rohaninya tidak mungkin dapat menghasilkan buah pelayanan yang kekal. Disiplin rohani merupakan usaha guru untuk mengenal Tuhan lebih dekat dan lebih intim. Anak-anak SM yang melihat guru SM-nya akrab dengan Tuhan akan menjadikannya teladan bagi kehidupan rohani mereka sendiri. Disiplin rohani yang secara khusus kami bahas pada Mei 2005 ini akan dibagi menjadi 4 bagian :

Mempelajari Firman Tuhan

Berdoa

Berpuasa

Bergereja

Sebagai bagian pertama kami akan membahas tentang "Disiplin Mempelajari Firman Tuhan". Pada bagian ini kami sajikan Artikel dan Tips yang akan menolong Anda mengerti pentingnya mempelajari firman Tuhan dan petunjuk-petunjuk praktis untuk melakukannya secara disiplin. Anak-anak pun bisa Anda ajak untuk berkomitmen mempelajari firman Tuhan. Untuk itu silakan simak Kolom Bahan Mengajar minggu ini. Selamat mempelajari firman Tuhan! (Dav)

Tim Redaksi

"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan

dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2Timotius 3:16)

184

Dalam dokumen publikasi e-binaanak (Halaman 179-184)