• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tasawuf dan Modernitas: Pendekatan Fathullah GulenGulen

Dalam dokumen Studi Islam Pendekatan dan Metode (Halaman 158-165)

MODEL KAJIAN TASAWUF

D. Tasawuf dan Modernitas: Pendekatan Fathullah GulenGulen

Banyak sudah sarjana yang hendak mengkaji apa hakikat dari sufisme atau tasawuf itu, lebih-lebih bila dikaitkan dengan relevansi tasawuf dengan modernitas dan zaman modern. Di satu sisi kaum sufi sendiri pada umumnya menerima istilah tradisi mistik Islam untuk tasawuf, belum dikatakan sebagai sebuah gerakan keagamaan, namun lebih merupakan jejaring gagasan dan praktik keagamaan yang saling berkaitan, yang bertujuan untuk memahami secara mendalam dan menggapai keimanan dari pesan-pesan Al-Qur’an. Sementara itu, kaum sarjana non-Muslim, sekaligus kaum sufi sendiri, ada yang mencoba memberikan definisi yang lebih singkat dan padat tentang tasawuf sehingga tak terelakkan membuat mereka mesti mengeluarkan unsur-unsur tertentu dan menekankan apa yang

dipandang utama di kalangan kaum sufi selama berabad-abad (Schimmel, 1972: 3-22).

Bagi banyak kalangan sufi awal, tasawuf merupakan sejenis asketisme dan kesederhanaan hidup yang menjadi kunci menu-ju Islam sejati. Sebagian lain menekankan cinta sebagai gagasan utama dan memahami bahwa jalan sufi adalah menuju kesa-tuan cinta dengan Tuhan. Bagi sebagian lain, tasawuf merupa-kan jalan kaum sukarelawan yang diambil orang beriman de-ngan menekankan pada kebajikan dan perilaku moral, sehingga menuju kesatuan kehendak dengan Tuhan, suatu keadaan di mana seorang sufi memiliki kehendak sendiri, namun ia ha-nya berusaha melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Banyak pula kaum mistik melihat jalan sebagai pengetahuan, menjadi sadar tentang Kebenaran Abadi, kebijaksanaan abadi dari hati yang hanya menjadi benar di hadapan pandangan yang benar. Sementara, yang lain menguatkan pentingnya kesa-tuan seluruh eksistensi sehingga jalan mistik menjadi gerakan psikologis menuju kesadaran bahwa kita adalah wujud tempo-ral dari Wujud Abadi yang hadir dalam kosmos. Sebagian sufi lain menekankan pengalaman mistik luar biasa yang terungkap dalam keadaan syatahat, yang mengilhami ucapan-ucapan, visi, dan mimpi-mimpi, sementara yang lain memandang jalan se-bagai perjalanan kontemplatif menuju Tuhan dalam kesunyian hati.

Kaum skeptis sering bertanya, bagaimana tasawuf dan sufi semacam ini benar-benar dapat efektif dan bekerja dalam dunia modern? Apakah tasawuf mampu membentuk karakter dan moral individu yang baik sehingga mereka aktif bekerja untuk mengubah masyarakat dan membuat dunia menjadi lebih baik? Namun, sejarah telah membuktikan bahwa upaya

mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dan keagamaan dengan wacana modernitas dan sains Barat telah tercatat. Setidaknya fenomena ini dapat dilihat pada gerakan intelektual sufi selama lebih dari satu abad di Turki, yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara tatanan sekular dan tatanan keagamaan di negeri ini. Gerakan ini dikenal sebagai Fathullah Gulen Movement.

Gerakan Gulen berusaha berintegrasi dengan dunia modern dengan mendamaikan nilai-nilai tradisional dan modern. Gerakan ini mencoba menciptakan sintesis gagasan yang melukiskan upaya-upaya para pemikir nasionalis di Kerajaan Ottoman terakhir. Misalnya, Ziya Gokalp menekankan keharusan menciptakan sintesis berdasarkan kombinasi unsur-unsur yang berasal dari kebudayaan Turki dan dari peradaban dan teknologi Barat. Gulen dan para pengikutnya melangkah lebih jauh menerima peradaban Barat sebagai fondasi yang cocok untuk kehidupan material sementara peradaban Islam cocok untuk kehidupan spiritual. Patut dicatat bahwa karena gerakan ini berkarakter konservatif, ia berhasil mengundang mereka yang melihat sistem politik Turki sebagai sistem yang terlalu menekankan sekularisme dan modernisasi (Bülent Aras and Omer Caha, 2000).

Karakter unik dari gerakan Gulen terletak pada upayanya untuk merevitalisasi nilai-nilai tradisional sebagai bagian dari usaha modernisasi seperti program modernisasi pemerintah Turki. Sejauh ini, gerakan tersebut memperoleh keberhasilan dalam upaya mengharmonikan dan mengintegrasikan secara historis berbagai wilayah Turki dan mendamaikan ratusan tradisi lama dengan tuntutan modernitas. Singkatnya, Gulen berusaha membangun Islam gaya Turki, mengingat Otoman

masa lalu, mengislamisasi nasionalisme Turki, menciptakan kembali hubungan absah antara negara dan agama, menekankan demokrasi dan toleransi, dan mendorong hubungan dengan Republik Turki.

Tasawuf harus menjadi gerakan toleransi dalam arti luas sehingga membuat kita dapat menutup mata kita atas kesalahan orang lain, menunjukkan penghargaan atas perbedaan gagasan, dan memaafkan segala hal yang dapat dimaafkan. Bahkan, ketika hak-hak asasi kita yang tidak dapat dipisahkan telah dilanggar, kita harus menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan mencoba untuk menegakkan keadilan. Juga ketika kita berhadapan dengan gagasan-gagasan yang paling kasar dan tidak senonoh pun, dengan memerhatikan teladan Nabi dan tanpa mengabaikan keharusan kita meresponsnya dengan kata-kata yang lembut, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dengan “qawlan layyinan” (Horkuc, 2002: catatan kaki no. 62).

Kita juga dapat menemukan gambaran ideal yang dikemu-kakan oleh Gulen dalam The Mission Statement of the Journal-ists’ and Writers’ Foundation, sebuah organisasi yang didirikan oleh asosiasi Fathullah Gulen untuk mempromosikan dialog dan kerjasama antaragama. Menurutnya, dunia modern akan dibentuk oleh sistem dan pendekatan yang menghargai nilai-nilai universal yang mempertimbangkan cinta, toleransi, pema-haman dan kesatuan sebagai dasar-dasar yang memilih untuk mengatasi semua permusuhan, kebencian dan perselisihan me-lalui persahabatan, toleransi dan rekonsiliasi; yang mengasum-sikan misi menyampaikan kebudayaan dan pengetahuan bagi kemanfaatan semua manusia; yang dapat menciptakan keseim-bangan antara individu dan masyarakat tanpa mengorbankan satu sama lain; yang memiliki visi besar tanpa terjebak di dalam

perangkap utopia dan tidak mengabaikan realitas; yang percaya pada perlunya menjaga faktor-faktor determinan seperti agama, bahasa, ras yang bebas dari berbagai macam tekanan (Michel, 2005).

Tempat-tempat yang tepat untuk menelusuri jejak-jejak pemikiran Gulen adalah sekolah-sekolah yang didirikan oleh gerakan yang menggunakan namanya ini. Penting kiranya me-nampilkan sedikit filosofi dan capaian-capaian dari sekolah-sekolah ini di mana pun berdiri. Sebagaimana dikatakan oleh Elizabeth Ozdalga (1999) bahwa sekolah-sekolah Gulen tidak peduli dengan upaya-upaya proselitisasi atau cuci otak, namun lebih menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai dengan teladan. Ia juga menyatakan bahwa tujuan utama pendidikan Gulen dalam sekolah-sekolah ini adalah memberikan siswa pendidikan yang baik, tanpa menekankan orientasi ideologi apa pun. Satu gagasan mendasar dari para pengikut Gulen adalah bahwa nila-nilai etika tidak ditransmisikan secara terbuka melalui persuasi dan pelajaran-pelajaran melainkan melalui pemberian teladan yang baik dalam perilaku keseharian.

Sekolah-sekolah Gulen menggambarkan suatu paduan harmonis antara spiritualitas dan modernitas. Di dalamnya, dengan mudah kita jumpai pegawai administrasi, staf pengajar, siswa-siswi Muslim dan non-Muslim, para pendidik dan orang tua siswa. Mereka mencerminkan warga modern, terdidik dalam ilmu-ilmu sekular, namun memiliki kepedulian sejati atas nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Nilai-nilai inilah yang mereka usahakan untuk dikomunikasikan kepada para siswa dengan cara mereka sendiri. Mereka menawarkan pendidikan pada tingkat pertama yang membawa kemajuan bersama dalam bidang teknologi dengan pembentukan karakter dan ideal-ideal

yang luhur. Mereka menyajikan suatu integrasi dan keselarasan antara modernitas dan nilai-nilai spiritual. Mereka merupakan salah satu upaya pendidikan yang paling menyenangkan dan menjanjikan di dunia saat ini.[]

Dalam dokumen Studi Islam Pendekatan dan Metode (Halaman 158-165)