ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA
DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh :
WAN ELYDA PUTRI NIM: 131021014
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA
DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
WAN ELYDA PUTRI NIM: 131021014
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, 20 Oktober 2015
ABSTRAK
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%).Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks biasanya tidak melakukan screening test atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada seseorang.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Derdang. Jenis penelitian ini ada deskriptif kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap 9 informan yang terdiri dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Kepala Puskesmas, Petugas IVA, Kader, Pasien IVA dan bukan pasien IVA. Analisa data dengan metode miles dan huberman.
Hasil penelitian menunjukkan dalam melaksanakan program deteksi dini kanker serviks sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat petugas IVA yang belum mendapat pelatihan, sosialisasi sudah dilaksanakan namun belum maksimal karena masih terdapat masyarakat dan kader yang belum mempunyai keinginan dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini.
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA, meningkatkan pengetahuan dan motivasi kader dan meningkatkan sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat agar mau untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.
ABSTRACT
Examination of early detection of cervical cancer with the IVA is a visual examination of the cervix using acetic acid means looking at the cervix with the naked eye to detect abnormalities after application of acid or vinegar (3-5%). The majority of women diagnosed with cervical cancer usually does not do a screening test or not following the discovery of the existence of abnormal results. Not perform regular screening tests is the biggest factor that cause cervical cancer in awoman.
Purpose of this reaserch was to analyze the implementation of the program of early detection of cervical cancer by methods IVA in Tanjung Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. The type of research was a qualitative descriptive method with indepth interviews, as many as nine informants consisting of Deli Serdang District Health Office, Head of Puskesmas Tanjung Morawa, IVA Officer, cadre, patient and not the patient of IVA method. Analysis of the data by the method of Miles and Huberman.
The results of research showed in implementing the program of early detection of cervical cancer has been performing well, but there are still IVA officers who have not received training, socialization has been done but there are still people and cadres who do not have the desire and awareness for early detection.
Based on the results of the study, expected to Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang and Puskesmas Tanjunga Morawa, in order to provide training for officers IVA, increasing knowledge and motivation of cadres and improving dissemination and approach to the communityso that they willing to do the early detection of cervical cancer.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Wan Elyda Putri
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/17 Desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jalan Sentosa Lama Gang Margo No. 14 Medan
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1997-2003 : SDSwasta Ichwannusshafa 2. Tahun 2003-2006 : SMP Swasta Josua 1 Medan 3. Tahun 2006-2009 : SMA Swasta Prayatna Medan 4. Tahun 2009-2012 : STIKes Rumah Sakit Haji Medan 5. Tahun 2013-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015.sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
Begitu banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Sumatera Utara.
2. dr. Heldy BZ, MPH., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. 3. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.
4. Dr. Juanita, SE, M.Kes., Selaku Dosen Penguji Iyang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan terhadap skripsi ini.
5. dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan arahan terhadap skripsi ini.
7. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Khususnya Departemen Administrasi dan kebijakan Kesehatan
8. Aliyah Zubaidi, SKM, selaku Petugas IVA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
9. Drg, Masriani, M.Kes, selaku Kepala Puskesmas Tanjung Morawa telah membantu dalam penelitian sehingga penelitian ini selesai tepat pada waktunya. 10. dr. Nurhayati Kamal, Bidan Lesmi, Bidan Dartita, dan Perawat Nirwana selaku
tim program IVA yang telah membantu dalam penelitian sehingga penelitian ini selesai tepat pada waktunya.
11. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Wan Syahramuddin dan Sri Suryani yang selalu mendukung dan mendoakan saya secara ikhlas, terimakasih untuk segala hal, karena kalianlah yang selalu menjadi semangat saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.Dan juga untuk nenek Saniah dan Atok Saleha yang telah mendoakan saya selalu.
12. Teristimewa kepada Adinda sayang Wan Yunita Emylia, SE yang telah memberi semangat kakak disaat kakak malas untuk menyelesaikan skripsi ini, dan juga kepada Abangda Wan Riski Fauzi, Sp dan Kakak Ipar ku Mutiara Juwita, SE yang telah juga memberikanku semangat dalam penyelesaian skripsi ini dan keponakkan bunda tersayang Wan Rayyan Muhammad Fati yang selalu menjadi penenang hati disaat hati gundah. Dan semua keluarga yang tidak bisa di sebutin satu per satu.
13. Sahabat ku dari SMA “Queens” dan teman-temanku dari D3 kebidanan.
15. Sahabat-Sahabat terbaikku Nanda Fitrianda, Putri Novelan, Marini Lestari Siregar, Kak Eka Ginting Manik, Meisyarah Ulfah, teman-teman LKP (bg martiman, Kak ade, dan adek Widia), yang telah membantu dan memberikan penulis motivasi-motivasi yang memabangun dan juga temen2 PBL (Kak zu, Nenti, Rahmi, Dika dan Ali) terima kasih atas semua kerja samanya.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak untuk semuanya
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih perlu disempurnakan.Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis.Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, 20 Oktober2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Kanker Serviks... 9
2.1.1Pengertian Kanker Serviks ... 10
2.1.2Penyebab Kanker Serviks ... 10
2.1.3Perjalanan Penyakit Kanker Serviks ... 10
2.1.4Faktor Risiko ... 11
2.1.5Gejala-Gejala Kanker Serviks ... 12
2.1.6Stadium Kanker Serviks ... 13
2.2 Pencegahan Kanker Serviks ... 16
2.2.1Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim ... 20
2.2.2Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan SVA ... 22
2.3 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat ... 26
2.3.1Pengertian ... 26
2.3.2Tahapan Pemeriksaan IVA ... 27
2.3.3Kategori Pemeriksaan IVA ... 34
2.3.4Krioterapi ... 35
2.4 Manajemen Pengendalian Kanker Leher Rahim ... 37
2.5 Puskesmas ... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
3.3 Informan Penelitian ... 42
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.5 Uji Validitas Data ... 44
3.6 Instrumen Pengambilan Data ... 45
3.7 Tekhnik Analisa Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 46
4.1 Gambaran Umum ... 46
4.3 Karakteristik Sumber Daya Manusia Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA di Puskesma Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 50
4.4 Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA ... 51
4.4.1 Pernyataan Informan Tentang Pelatihan IVA ... 51
4.4.2 Pernyataan Informan Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi PetugasIVA ... 52
4.4.3 Pernyataan Informan Tentang Sarana dan Prasarana Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks DenganMetode IVA ... 53
4.4.4 Pernyataan Informan Tentang Sumber Pembiayaan Dalam Implementasi Program Deteksi Dini KankerServiks Dengan Metode IVA ... 56
4.4.5 Pernyataan Informan Tentang Advokasi dan Sosialisasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA ... 58
4.4.6 Pernyataan Informan Tentang Bekerja Sama Dengan Pihak Lain Dalam Implementasi Program Deteksi Dini ... 59
4.4.7 Pernyataan Informan Tentang Kader dan Pelatihan Kader ... 60
4.4.8 Pernyataan Informan tentang Kegiatan di Luar Gedung Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks ... 62
4.4.9 Pernyataan Informan Tentang Konseling Dalam Pemeriksaan IVA ... 63
4.4.10 Pernyataan Informan Tentang Pendekatan SVA Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA ... 64
4.4.11 Pernyataan Informan Tentang Tindak Lanjut Setelah PemeriksaanIVA ... 62
4.4.12 Pernyataan Informan Tentang Kunjungan Ulang Dalam ProgramIVA ... 66
4.4.13 Pernyataan Informan Tentang Hambatan-Hambatan Dalam Menjalankan Program Deteksi Dini ... 67
BAB V PEMBAHASAN ... 70
5.1 Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan MenggunakanMetode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang... 70
5.2 Ketersediaan Sumber Daya Manusia Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Menggunakan Metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serang ... 68
5.3 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Menggunakan Metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 73
5.4 Ketersediaan Dana Dalam Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Menggunakan Metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 74
5.5 Advokasi ... 75
5.6 Sosialisasi ... 76
5.7 Koordinasi ... 78
5.8 Deteksi Dini ... 79
5.9 Pengobatan ... 81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
6.1 Kesimpulan ... 83
6.2 Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Lokasi Pencanangan Program ... 4 Tabel 2.1 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lainnya ... 26 Tabel 4.1 Desa, Luas, Banyak Dusun, Jarak ke Puskesmas Induk
Tahun 2013 ... 47 Tabel 4.2 Jumlah Dusun, Jumlah Penduduk, Jumlah KK/RT dan Rata-Rata
Jiwa/RTTahun 2013 ... 47 Tabel 4.3 Persebaran Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Morawa Tahun 2013 ... 48 Tabel 4.4 Karakteristik Informan ... 49 Tabel 4.5 Karakteristik Sumber Daya Manusia Dalam Implementasi Program
Deteksi Dini Dengan Metode IVA ... 50 Tabel 4.6 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelatihan IVA ... 51 Tabel 4.7 Matriks Pernyataan Informan Tentang Tugas Pokok dan Fungsi ... 52 Tabel 4.8 Matriks Pernyataan Informan Tentang Sarana dan Prasarana Dalam
Implementasi Program deteksi Dini Kanker Serviks Dengan
Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa ... 53 Tabel 4.9 Peralatan Baku Untuk Fasilitas dan Pengobatan Kanker Leher
Rahim ... 54 Tabel 4.10 Matriks Pernyataan Tentang Biaya Pemeriksaan IVA dan
Cryotheraphy danDana Dalam Menjalankan Program Deteksi
Dini ... 56 Tabel 4.11 Matriks Pernyataan Informan tentang Advokasi dan Sosialisasi
ProgramDeteksi Dini Dengan Metode IVA ... 58 Tabel 4.12 Matriks Pernyataan Informan Tentang Bekerja Sama Dengan
Pihak Lain Dalam Implementasi Program deteksi Dini ... 59 Tabel 4.13 Matriks pernyataan Informan Tentang Kader dan Pelatihan Kader ... 60 Tabel 4.14 Matriks Pernyataan Informan Tentang Kegiatan Di Luar Gedung
DalamImplementasi Program Deteksi Dini ... 62 Tabel 4.15 Matriks Pernyataan Informan Tentang Konseling Saat
Pemeriksaan IVA ... 64 Tabel 4.16 Matriks Pernyataan Informan Tentang pendekatan SVA Dalam
Implementasi Program deteksi Dini Kanker Serviks Dengan
Metode IVA ... 64 Tabel 4.17 Matriks Pernyataan Informan Tentang Tindak Lanjut Stelah
PemeriksaanIVA ... 62 Tabel 4.18 Matriks Pernyataan Informan Tentang Kunjungan Ulang Dalam
Menjalankan Program IVA ... 66 Tabel 4.19 Matriks Pernyataan Informan Tentang Hambatan-Hambatan
Dalam Menjalankan Program deteksi Dini ... 67 Tabel 4.20 Matriks Pernyataan Informan Tentang Pengawasan Program
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sambungan Skuamosa Columnar ... 10
Gambar 2.2 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks ... 11
Gambar 2.3 Stadium Kanker Serviks ... 16
Gambar 2.4 Pencegahan Kanker Serviks ... 20
Gambar 2.5 Bagan Alur Pencegahan Kanker Serviks ... 25
Gambar 2.6 IVA Positif dan Negatif ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Mendalam (In-depht Interview)
Lampiran 2 Peralatan Baku Untuk Fasilitas Penapisan Dan pengobatan Kanker Leher Rahim
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%).Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks biasanya tidak melakukan screening test atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada seseorang.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Derdang. Jenis penelitian ini ada deskriptif kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap 9 informan yang terdiri dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Kepala Puskesmas, Petugas IVA, Kader, Pasien IVA dan bukan pasien IVA. Analisa data dengan metode miles dan huberman.
Hasil penelitian menunjukkan dalam melaksanakan program deteksi dini kanker serviks sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat petugas IVA yang belum mendapat pelatihan, sosialisasi sudah dilaksanakan namun belum maksimal karena masih terdapat masyarakat dan kader yang belum mempunyai keinginan dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini.
Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA, meningkatkan pengetahuan dan motivasi kader dan meningkatkan sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat agar mau untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.
ABSTRACT
Examination of early detection of cervical cancer with the IVA is a visual examination of the cervix using acetic acid means looking at the cervix with the naked eye to detect abnormalities after application of acid or vinegar (3-5%). The majority of women diagnosed with cervical cancer usually does not do a screening test or not following the discovery of the existence of abnormal results. Not perform regular screening tests is the biggest factor that cause cervical cancer in awoman.
Purpose of this reaserch was to analyze the implementation of the program of early detection of cervical cancer by methods IVA in Tanjung Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. The type of research was a qualitative descriptive method with indepth interviews, as many as nine informants consisting of Deli Serdang District Health Office, Head of Puskesmas Tanjung Morawa, IVA Officer, cadre, patient and not the patient of IVA method. Analysis of the data by the method of Miles and Huberman.
The results of research showed in implementing the program of early detection of cervical cancer has been performing well, but there are still IVA officers who have not received training, socialization has been done but there are still people and cadres who do not have the desire and awareness for early detection.
Based on the results of the study, expected to Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang and Puskesmas Tanjunga Morawa, in order to provide training for officers IVA, increasing knowledge and motivation of cadres and improving dissemination and approach to the communityso that they willing to do the early detection of cervical cancer.
Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang
ditandaidengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh
penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (non communicable
disease) termasuk diantaranya penyakit kanker. Salah satu diantaranya ialah
kanker serviks atau kanker leher rahim, dimana penyakit tersebut menjadi hal
yang menakutkan bagi setiap wanita.
Kanker serviks adalah kanker pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian
bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh
adanya virus Human Papiloma Virus(HPV) (Emilia, 2010).Virus tersebut
memiliki tipe yang sangat banyak hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil
diidentifikasi.Untuk perkembangan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker
serviks memakan waktu yang cukup lama yaitu 10 sampai 20 tahun (Arum, 2015).
World Health Organization (WHO) 2014, ditemukan 528.000 kasus baru
kanker serviks didiagnosis di seluruh dunia sekitar 85% terjadi di daerah yang
kurang berkembang. Pada tahun yang sama 266.000 wanita di dunia meninggal
akibat kanker serviks, diantaranya 9 dari 10 kasus mengalami kematian atau
231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara dengan pendapatan
yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10 wanita berasal dari negara
dengan berpendapatan yang tinggi. Alasan utama penyebab perbedaan tersebut
perawatan dan sulit mengakses program, tanpa hal tersebut kanker serviks
biasanya hanya dapat dideteksi ketika dalam resiko tinggi (WHO, 2014).
Amerika Serikat pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 12.360 kasus baru
kanker serviks dan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks.Tingkat kematian
akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini
(American Cancer Society, 2014).
Indonesia diperkirakan setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang
meninggal, berarti setiap jam diperkirakan 1 orang meninggal dunia karena kanker
serviks. Artinya, Indonesia akan kehilangan 600-750 orang yang masih produktif
setiap bulannya. Menurut YKI (Yayasan Kanker Indonesia), kanker serviks atau
kanker leher rahim menduduki urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara,
seperti kejadian kanker serviks di Bali, dilaporkan telah menyerang sebesar
553.000 wanita usia subur pada tahun 2010 (Arum, 2015).
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10% wanita di dunia sudah terinfeksi Human
Papiloma Virus (HPV).Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks
biasanya tidak melakukan screening testatau tidak melakukan tindak lanjut setelah
ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara
regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada
seseorang (KEMENKES RI, 2013).
WHO merekomendasikan berbagai metode dalam melakukan deteksi dini,
salah satu diantaranya adalah metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) (WHO,
2014). IVA adalah tes skrining yang sederhana berdasarkan pada lesi prakanker di
asam cuka, IVA mengevaluasi perubahan visual dengan mata telanjang (tanpa
pembesaran). Dua dekade terakhir ini IVA dinyatakan sama atau lebih sensitif
dari papsmear untuk mendeteksi lesi prakanker(Tsu dan Jeronimo, 2014).
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 161 ayat 3
manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan
spektrum pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dititik
beratkan pada deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular. Program
deteksi dini yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi kanker
serviks adalah IVA, yang mana sudah tercantum didalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796/MENKES/SK/VII/2010 tentang
pedoman teknis pengendalian kanker payudara dan kanker serviks.
Program deteksi dini dan tatalaksana kanker leher rahim dimulai sejak tahun
2007 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh Ibu
Negara pada 21 April 2008 (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Pada tanggal 21
April 2015 Ibu Negara Iriana Joko Widodo mencanangkan kembali gerakan
pencegahan dan deteksi dini kanker pada perempuan Indonesia, Program ini terus
diperkuat dan dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Pencanangan
program deteksi dini tersebut dilakukan di Puskesmas Nanggulan Kabupaten
Kulonprogo melalui teleconference 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dengan rangkaian kegiatan meliputi,
Promotif, Preventif, deteksi dini dan tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan bagian
dalam mewujudkan masyarakat hidup sehat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan
Tabel 1.1 : Lokasi pencanangan program
No Provinsi Kabupaten/Kota Puskesmas
1 Sumatera Utara Kab. Deli Serdang Tanjung Morawa
2 Sumatera Selatan Kota Palembang Dempo
3 Lampung Kota Bandar Lampung Panjang
4 Banten Kota Serang Kota Serang
5 DKI Jakarta Kota Jawa Timur Jatinegara
6 Jawa Barat Kab. Cimahi Cimahi Tengah
7 Jawa Tengah Kab. Pekanlongan Wiradesa
8 DI Yogyakrta Kab. Kulonprogo Nanggulan
9 Jawa Timur Kab. Jombang Pulolor
10 Sulawesi Selatan Kota Makasar Batua
11 Nusa Tenggara Timur Kota Kupang Bakunase
Sumber : Kemenkes RI, 2015
Dari Tahun 2007 Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986
Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di Indonesia.
Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining
terhadap 904.099 orang (2,45%), hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang
(4,94%), suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang (1,2 per 1.000 orang).
Dimana cakupan dari skrining kanker leher rahim masih sedikit, sehinggakegiatan
deteksi dini perlu terus diperkuat di daerah yang sudah mengembangkan dan
diperluas ke daerah lain yang belum mengembangkan program tersebut
(KEMENKES, 2015)
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah
pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat
leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah
pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah
warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan
bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker (KEMENKES RI, 2014).
sudah melakukan hubungan seksual dan juga perempuan tersebut dalam keadaaan
tidak hamil (KEMENKES RI, 2013).Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh
Bidan, perawat, dokter umum dan dokter spesialis yang sudah terlatih (Arum,
2015).Metode IVA merupakan metode yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya yang sederhana seperti puskesmas (KEMENKES RI, 2014).Metode
IVA mempunyai keunggulan selain tidak memakan biaya yang mahal metode ini
juga dapat memberikan hasil dengan cepat sehingga dapat segera diambil
keputusan mengenai penatalaksanaannya.
Puskesmas Tanjung Morawa merupakan salah satu puskesmas yang ada di
Kabupaten Deli Serdang yang menjalankan program deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA sejak mei tahun 2007 sampai sekarang. Pada awal kegiatan
sosialisasi dilakukan pada setiap pertemuan-pertemuan seperti minilok
dipuskesmas, pertemuan bulanan dikantor camat, arisan PKK, kegiatan ibu-ibu di
gereja maupun di perwiritan.Kegiatan berkelanjutan hingga ke desa sampai saat
ini pada waktu posyandu atau pengobatan di lapangan.
Pelatihan IVA dimulai dari tahun 2007 yang diikuti oleh 1 dokter dan 1 bidan
sebagai TOT (Training of Trainer) di Jakarta. Dilanjutkan program pelatihan di
kabupaten yang diikuti 1 dokter dan 3 orang bidan. Sebagai narasumber adalah
tim TOT dari puskesmas dan juga dari pusat. Sekarang SDM yang bertanggung
jawab dalam program tersebut berjumlah 4 orang yaitu 1 Dokter, 1 Perawat dan 2
Bidan, yang mana 2 tenaga kesehatan yang telah dilatih secara resmi dari dinas
yaitu 1 dokter umum dan 1 bidan dan tenaga kesehatan lainnya belum dilakukan
pelatihan secara resmi dari dinas kesehatan, tenaga kesehatan yang belum dilatih
Klinik IVA di Puskesmas Tanjung Morawa dibuka setiap hari rabu,sasaran
dalam pemeriksaan IVA yaitu wanita yang berusia 30-50 tahun, yang sudah
melakukan hubungan seksual dan perempuan yang memiliki faktor resiko kanker
serviks. Perempuan yang mendapat hasil test IVA negative harus menjalani
penapisan minimal lima tahun sekali dan yang mendapatkan hasil test IVA positif
dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani test IVA berikutnya enam bulan
kemudian.
Puskesmas Tanjung Morawa tidak hanya memberikan pelayanan IVA,
puskesmas tersebut sudah dapat melakukan krioterapi.Dimana krioterapi
dilakukan jika pada saat pemeriksaan IVA ditemukan lesi prakanker dan luas dari
lesi tersbut kurang dari 75% leher rahim tertutup.Sejak tahun 2007-2014 dari
pemeriksaan IVA yang ditemukan lesi prakanker kemudian dilakukan krioterapi
sudah terdapat 5 kasus yang ditemukan dan sudah dinyatakan sembuh.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa keberhasilan kegiatan penapisan
untuk mencegah kanker akan tejadi bila penapisan dapat mencapai minimal 80%
dari populasi yang berisiko, yang berarti 80% dari populasi perempuan berusia
30-50 tahun (KEMENKES, 2013).Jumlah sasaran perempuan usia 30-50 tahun
Puskesmas Tanjung Morawa adalah 80% dari 6448 yaitu berjumlah 5158 orang
yang harus dicapai selama lima tahun dan target selama setahun berjumlah
1032orang, pada 5 tahun pertama dari tahun 2007 – 2012 Puskesmas Tanjung
Morawa sudah mencapai target yaitu 94,86%. Namun pada tahun 2014 yang melakukan test IVA yaitu 568 orang dari jumlah sasaran dari usia 30 – 50 tahun
yaitu 1032 orang, dengan hasil 2 orang yang terdeteksi IVA positif dan 2 orang
pemegang program tersebut hambatan yang dirasakan yaitu masih ada masyarakat
yang belum memahami pentingnya pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahimdan juga masih ada wanita yang malu dan merasa tidak perlu untuk
memeriksakan dirinya untuk deteksi dini.
Anggraini (2013) dalam penelitiannya menunjukkan pelaksanaan program
IVA oleh puskesmas induk di wilayah Kota Surabaya didapatkan bahwa
komunikasi, karakteristik dukungan puskesmas dan sikap penanggungjawab
berpengaruh secara langsung terhadap implementasi program IVA. Susanti (2010)
dalam penelitiannya terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya
kunjungan IVA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kecamatan Semarang
adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, peran kader, penyuluhan kesehatan dan
dukungan keluarga.Titisari (2013) dalam penelitiannya faktor-faktor yang
berhubungan paling kuat terhadap pelaksanaan program skrining kanker serviks di
Puskesmas Kota Kediri adalah komunikasi dan struktur birokrasi.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Analisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
Dengan Metode IVAdi Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana Analisis Implementasi Program Deteksi Serviks Dengan Metode
IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
dengan Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli SerdangTahun 2015”.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi instansi kesehatan tentang Implementasi
Program Deteksi DiniKanker Serviks dengan Metode IVA Di Puskesmas
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
2. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan
Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
2.1.1 Pengertian
Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim, yaitu area
bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan
oleh adanya virus Human Papiloma Virus (HPV) (Emilia,2010). Kanker leher
rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim/serviks (Nugroho dan Indra Utama, 2013).Infeksi Human Papiloma Virus
(HPV) tersebut biasanya terjadi pada perempuan usiareproduksi (KEMENKES
RI, 2013).
Epitel leher rahim terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel
kolumnar.Daerah pertemuan kedua jenis epitel disebut sambungan skuamosa
kolumnar (SSK) dan letaknya dipengaruhi oleh faktor hormonal yang berkaitan
dengan umur, aktivitas seksual dan paritas. Pada perempuan usia sangat muda
SSK terletak di dalam ostium. Sedangkan pada perempuan reproduksi/ sesksual
aktif, SSK terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot
prostaglandin.
Pada masa kehidupan perempuan terjadi perubahan fisiologis pada epitel
rahim, dimana epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa yang disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat perubahan PH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat dari proses
SSK baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan
epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK disebut daerah transformasi.
Gambar 2.1 Sambungan Skuamosa Columnar
2.1.2 Penyebab Kanker Serviks
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV), HPV
juga biasa disebut dengan wart virus (virus kutil).Terdapat lebih dari 100 tipe
HPV yang telah di identifikasi.Dari 40 tipe tersebut, 13 diantaranya merupakan
tipe onkogenik dan dapat menyebabkan kanker serviks atau lesi prakanker pada
permukaan serviks. Sedangkan tipe lain disebut sebagai tipe risiko rendah yang
lebih menyebabkan kutil kelamin (genital wart).
Setiap wanita memiliki risiko terhadap infeksi HPV onkogenik, yang dapat
menyebabkan kanker serviks.Virus ini berbasis DNA dan stabil secara
genetis.Stabilitas genetik ini berarti infeksi akibat virus dapat dicegah melalui
2.1.3 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungan dengan proses
metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai
sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang
berpotensi ganas.Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi.
Sel yang mengalami mutasi disebut sel diplastik dan kelainan epitelnya
disebut diplasia (Neoplasia Intrapitel Serviks/NIS).Dimulai dari displasia ringan,
sedang, berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif.Lesi displasia dikenal sebgai lesi prakanker.
Pada lesi prakanker derajat ringan dapat mengalami regresi spontan dan
menjadi normal kembali.Tetapi pada lesi derajat sedang dan berat lebih berpotensi
berubah menjadi kanker invasive.
2.1.4 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV adalah :
a. Menikah/ memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20
tahun).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.
e. Perempuan yang melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk
menderita kanker leher rahim dibanding dengan yang tidak merokok.
g. Perempuan yang menjadi perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga
yang mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat risikonya 1,4 kali
disbanding perempuan yang hidup dengan udara bebas (KEMENKES,
2013).
2.1.5 Gejala-Gejala Kanker Serviks
Perubahan prakanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut melakukan pemeriksaan
dini.Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah
menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Pada saat ini akan
timbul gejala berikut :
a) Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara menstruasi, setelah
melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.
c) Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink,
coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut :
a) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan.
b) Nyeri panggul, punggung atau tungkai.
c) Dari vagina keluar air kemih atau tinja.
d) Patah tulang (fraktur) (Nugroho dan Indra Utama, 2014).
2.1.6 Stadium kanker Serviks
FIGO (International Federation of Gynaecology and Obstetrics) adalah
salah satu lembaga atau badan yang telah mengeluarkan pembagian stadium
kanker serviks sehingga sistem inilah yang umumnya digunakan dalam
pembagian kanker serviks.Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV
menggambarkan stadium kanker.
1. Stadium 0
Stadium 0 ini disebut juga dengan sebutan carcinoma in situ, karena pada
stadium ini sel-sel kanker belum menyebar ke jaringan lain. Kanker masih
kecil dan hanya terbatas pada permukaan serviks.Selain itu, kanker hanya
ditemukan di lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi serviks.
Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam lima tahun 100%.
2. Stadium I
Karsinoma yang hanya menyerang serviks, meskipun pertumbuhan kanker
hanya terbatas pada serviks, namun infeksinya sudah mulai menyerang
hanya dileher rahim. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini
dalam lima tahun adalah 85%. Ada dua bagian dari stadium I yaitu IA dan IB.
a. Stadium IA : Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui
pemeriksaan mikroskopis, kedalaman invasi ≤ 5 mm dan ekstensi
terluas ≥ 7 mm.
- Stadium IA1 : Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≥ 7
mm. meskipun perkembangannnya sudah mulai meluas, namun
tidak dapat terlihat sel kanker ini tanpa bantuan mikroskop.
- Stadium IA2 : Invasi stroma sedalam 3 mm dan seluas < 7 mm.
b. Stadium IB : Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks
uteri atau kanker preklinis yang lebih besar daripada stadium IA.
- Stadium IB1 : Lesi yang nampak ≤ 4 cm. Pada stadium ini, sudah
mulai dapat melihat kanker dengan mata telanjang karena ukuran
sel kanker kian membesar.
- Stadium IB2 : Lesi yang nampak > 4 cm. Pada stadium ini juga
bisa dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Stadium II
Lokasi kanker pada stadium ini meliputi serviks dan uterus, namun belum
menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina dan tidak mencapai
dinding panggul.Kanker menyebar melewati leher rahim menyerang
jaringan-jaringan disekitarnya. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini
dalam lima tahun adalah 50-60%.
a. Stadium IIA : Kondisi dimana kanker meluas sampai ke atas vagina,
menginvasi ke parametrium (jaringan penyambung), namun
melibatkan 2/3 bagian atas vagina. Pada IIA 1, lesi yang nampak ≤ 4
cm sedangkan IIA2, lesi yang nampak > 4 cm.
b. Stadium IIB : Kondisi dimana mulai nampak invasi ke parametrium
namun melibatkan dinding samping panggul.
4. Stadium III
Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau melibatkan sepertiga bawah vagina
dan atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak ginjal.Selain itu, kanker
mungkin juga telah menyebar ke simpul-simpul getah bening yang
berdekatan. Angka harapan hidup pada stadium ini dalam lima tahun adalah
30%.
a. Stadium IIIA : kanker telah melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa
ekstensi ke dinding pelvis. Dalam stadium ini, kanker telah meluas
sampai ke dinding samping panggul.
b. Stadium IIIB, sel kanker telah meluas sampai dinding samping vagina.
Hal ini, akan menghambat proses berkemih, sehingga menyebabkan
timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal. Stadium ini
telah mulai merusak ginjal.
5. Stadium IV
Stadium ini merupakan stadium akhir kanker dimana kondisi kanker sudah
sangat parah.Karsinoma telah meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan
mukosakandung kemih atau rectum dan meluas melampaui panggul. Angka
harapan hidup penderitan kanker stadium ini dalam lima tahun sangatlah
a. Stadium IVA : Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya.
b. Stadium IVB : Kondisi dimana sel kanker menyebar ke organ yang
lebih jauh seperti paru-paru, hati dan tulang (Arum, 2015).
l
Gambar 2.3 Stadium Kanker Serviks
2.2 Pencegahan Kanker Serviks
Dalam mencegah kanker serviks adalah dengan menghindari faktor resiko
yang dapat menyebabkan kanker serviks. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah kanker serviks adalah sebagai berikut:
1. Jangan biarkan keputihan terus menerus.
2. Hati-hati dalam memilih pembalut.
3. Hindari berhubungan intim saat haid.
4. Hindari memakai toilet kotor.
5. Jauhi oral seks.
6. Menghindari berhubungan intim di usia dini.
8. Pola hidup sehat seperti konsumsi makanan yang sehat, hindari merokok,
dan berolah raga teratur (Arum, 2015).
Pencegahan kanker serviks dimulai dari penyampaian informasi tentang
faktor risiko deteksi dini untuk mendapatkan lesi prakanker leher rahim dan
melakukan pengobatan segera, apabila ditemukan kelainan pada kegiatan
penapisan (screening), segera dilakukan rujukan secara berjenjang sesuai dengan
kemampuan rumah sakit. Pencegahan kanker leher rahim meliputi tiga tingkatan
pencegahan yaitu ; primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi
pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk mengurangi kerentanan
individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor risiko, ada faktor
protektif yang akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker
pendekatan pencegahan ini memberikan peluang paling besar dan sangat
cost-effective dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang lama,
seperti memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat.
2. Pencegahan Sekunder
Ada dua komponen deteksi dini yaitu penapisan (screening test) dan edukasi
tentang penemuan dini (early diagnosis):
a Penapisan atau skrining
Penapisan adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah
yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat yang bertujuan untuk
membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit
tes mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran, untuk itu
dibutuhkan kajian jenis pemeriksaan yang mampu laksana pada kondisi
sumber daya terbatas seperti Indonesia.
b Penemuan dini (early diagnosis)
Penemuan dini adalah upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah
merasakan adanya gejala.Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan
kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara
petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum
merupakan kunci utama keberhasilannya.
Program atau kegiatan deteksi dini yang dilakukan pada masyarakat
hanya akan berhasil apabila kegiatannya dihubungkan dengan
pengobatan yang adekuat, terjangkau aman dan mapu laksana, serta
mencakup 80% populasi perempuan yang berisiko. Untuk itu dibutuhkan
perencanaan akan kebutuhan sumber daya dan strategi-strategi yang
paling efektif untuk melaksanakan program ini.
Dimana ada beberapa metode yang dikenal untuk melakukan penapisan
kanker leher rahim dengan tujuan penapisan untuk menemukan lesi
prakanker.
a. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA) adalah
pemeriksaan dengan cara mengamati dengan menggunakan
spekulum melihat leher rahim yang telah dipoles dengan asam asetat
atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan menampilkan
b. Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/ tes pap) adalah suatu prosedur
pemeriksaan sederhana sitopatologi, yang dilakukan dengan tujuan
untuk menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher
rahim yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker
3. Pencegahan Tersier
a Diagnosis dan terapi
Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi antara kajian
klinis dan investigasi diagnostik.Sekali diagnosis ditegakkan harus dapat
ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan
melakukan terapi yang tepat.Tujuan dari pengobatan adalah
menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan
kualitas hidup.Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan
stadium awal dang yang lebih berpotensial untuk sembuh.Standar
pengobatan kanker meliputi operasi (surgery), radiasi, kemoterapi dan
hormonal disesuaikan dengan indikasi patologi.
b Pelayanan Paliatif
Hampir diseluruh dunia, pasien kanker yang terdiagnosis stadium lanjut
dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial,
rehabilitasi dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk
memastikan peningkatan kualitas hidup pasien kanker.Untuk kasus
seperti ini pengobatan yang realistis adalah mengurangi nyeri dengan
pelayanan paliatif (KEMENKES RI, 2013).
Program penemuan dan tata laksana penderita kanker, yaitu dengan
program.Rangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan promotif, preventif, deteksi
dini, dan tindak lanjut (KEMENKES RI, 2015).
Gambar 2.4 pencegahan kanker serviks
2.2.1 Bentuk Kegiatan Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim 1. Pasif
Deteksi dini kanker leher rahim dilaksanakan di fasilitas kesehatan
yang telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti puskesmas, klinik
swasta dan integrasi dengan program lain yaitu infeksi saluran
reproduksi/infeksi menular seksual (ISR/IMS), KB(BKKBN).
Langkah-langkah dalam deteksi dini adalah sebagai berikut:
1) Persiapan tempat, bahan, peralatan SDM dan penentuan waktu
pelaksanaan.
3) Penginformasian kegiatan kepada masyarakat melalui bidan desa, kader
kesehatan dan perangkat desa.
4) Penetapan teknis pelaksanaan
a. Pendaftaran dengan pembaguan nomor urut
b. Pembuatan kartu nama
c. Pemanggilan klien dan suaminya.
d. Pemberian konseling dan informed consent (meminta kesediaan
kepada klien dan suaminya untuk dilakukan tindakan).
e. Pelaksanaan IVA oleh bidan dengan dikonfirmasi oleh dokter
puskesmas.
f. Pelaksanaan krioterapi oleh dokter/bidan di puskesmas untuk IVA
positif.
g. Penjelasan rencana tindak lanjut baik pada kasus positif maupun
negatif.
h. Pencatatan dan pelaporan pada form yang telah tersedia.
i. Pemulangan klien.
2. Aktif
Deteksi dini dilaksanakan pada acara-acara tertentu dengan berkoordinasi
dan bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor seperti
peringatan hari besar, percepatan deteksi dini dan tempat pelaksanaan
tidak hanya di fasilitas kesehatan namun bisa di kantor, pusat keramaian
yang memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan IVA dibawah
Kader kesehatan terdiri dari PKK, Dharma Wanita, Anggota Persit,
Bhayangkari, Organisasi Wanita, Organisasi Keagamaan dan Organisasi
Masyarakat.
1) Melakukan Sosialisasi tentang deteksi dini
a. Pentingnya deteksi dini untuk pencegahan kanker.
b. Manfaat melakukan deteksi dini kanker.
c. Kerugian akibat kanker yang harus ditanggung oleh pasien dan
keluarganya baik secara moril dan materil
d. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut melalui
pola hidup sehat bebas dari kanker
e. Menyampaikan informasi fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
pelayanan deteksi dini.
2) Mendorong masyarakat untuk melakukan deteksi dini
a. Identifikasi sasaran yang akan dilakukan deteksi dini.
b. Mengedukasi sasaran untuk bersedia melakukan deteksi dini
(KEMENKES, 2015).
2.2.2 Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
1. Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Approach (SVA)
Pendekatan Kunjungan Tunggal – Single Visit Aapproach (SVA) atau dengan
istilah “Dilihat dan Diobati/see and treat” untuk pencegahan kanker leher rahim
melalui pemeriksaan IVA yang dilanjutkan dengan pengobatan krioterapi,
pelaksanaan penapisan dengan cara melihat dan mengobati klien, dapat dilakukan
dinilai IVA (+) akan mendapatkan tawaran pilihan pengobatan dengan krioterapi
atau rujukan untuk pelayanan lain, pada hari yang sama saat dia menjalani
penapisan tersebut.
Pendekatan ini bertujuan untuk menghindari kunjungan berulangdari
ibu/klien dan mengurangi kemungkinan ketidak hadiran kembali pada kunjungan
berikutnya. Walaupun pada keadaan tertentu, klien harus memintakkan
persetujuan suami untuk melakukan krioterapi sehingga memungkinkan
pelaksanaan krioterapi bukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan IVA
(KEMENKES RI, 2013).
2. Kelompok Sasaran Penapisan
Melihat dari perjalanan penyakit kanker leher rahim, kelompok sasaran
penapisan kanker leher rahim adalah:
a Perempuan berusia 30-50 tahun.
b Perempuan yang menjadi klien pada klinik IMS dengan discharge (keluar
cairan) dari vagina yang abnormal atau nyeri pada abdomen bahwa (bahkan
jika diluar kelompok usia tersebut).
c Perempuan yang tidak hamil.
d Perempuan yang mendatangi puskesmas, Klinik IMS, dan Klinik KB yang
secara khusus meminta penapisan kanker leher rahim (KEMENKES RI,
2013).
3. Frekuensi Penapisan
Seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negative, harus menjalani
mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan
kemudian.
4. Pemberi Pelayanan SVA a Petugas Kesehatan
1) Bidan terlatih.
2) Dokter umum terlatih
3) Dokter spesialis Obstetry dan gynecology.
b Tempat Pelayanan
1) Rumah Sakit.
2) Puskesmas.
3) Puskesmas Pembantu.
4) Polindes.
5) Klinik Dokter Spesialis/Dokter Umum/Bidan.
c Pelatihan Petugas
Petugas yang akan melakukan IVA dan krioterapi dipilih sesuai
kebutuhan program, dan kriteria berikut:
1) Berpengalaman dalam dalam memberikan pelayanan KB.
2) Berpengalaman dalam memberi konseling dan edukasi kelompok.
3) Berpengalaman dalam melakukan pemeriksaan panggul.
4) Berpenglihatan yang baik untuk memeriksa leher rahim secara
visual.
5. Bagan Alur
Program penapisan kanker leher rahim mengikuti bagan alur sebagaimana
2.3 Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 2.3.1 Pengertian
Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) adalah pemeriksaan leher rahim
secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata
telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka
(3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas
menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin
memiliki lesi prakanker (KEMENKES, 2013).
IVA adalah praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya
sederhana dibandingkan dengan jenis penapisan lain karena :
a Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan.
b Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk
penapisan kanker leher rahim.
c Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua
jenjang sistem kesehatan.
d Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan).
e Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang
tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi
Tabel 2.1 Perbandingan IVA dengan tes penapisan lain
Jenis Tes Aman Praktis Terjangkau Efektif Mudah
Tersedia
IVA YA YA YA YA YA
Pap Smear YA Tidak Tidak YA Tidak
HPV/DNA Test YA Tidak Tidak YA Tidak
Cervicography YA Tidak Tidak YA Tidak
2.3.2Tahapan Pemeriksaan Metode IVA
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat
yang sudah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak
normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi pra kanker
(Kemenkes, 2015).
a. Peralatan dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa
tersedia di klinik atau poli KIA berikut:
1) Meja periksa ginekologis
2) Sumber cahaya yang memadai agar cukup menyinari vagina dan leher
rahim.
3) Spekukulum graves bivalved (cocor bebek).
4) Nampan atau wadah alat
5) Sarana pencegahan infeksi
Sarana pencegahan infeksi berupa ember plastik 3 (tiga) buah yang
berisi: larutan klorin tempat merendam alat dan sarung tangan yang
lampu dan lain-lain; dan air bersih bila tidak ada wastafel di ruang
periksa untuk membilas alat yang telah dilap dengan air sabun.
Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan IVA.
Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah:
1) Kondom.
Sebuah kondom yang telah dipotong ujungnya untuk disarungkan pada
bilah/daun spekulum sehingga dapat mencegah dinding vagina masuk ke
dalam celah sehingga leher rahim dapat terlihat dengan jelas.
2) Kapas lidi atau forsep untuk memegang kapas.
3) Sarung tangan periksa sekali pakai.
4) Spatula kayu yang masih baru.
5) Larutan asam asetat (3-5%)/ asam cuka
a. Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran
kemudiandiencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian
asam cuka dicampur dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam
cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml
asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80
ml air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5%
b. Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan
dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur
7 bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70
ml air akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%
d. Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan
disimpan untuk beberapa hari
6) Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi alat dan sarung tangan.
b. Konseling Kelompok dan Perorangan Sebelum Menjalani IVA
Sebelum menjalani test IVA, ibu dikumpulkan untuk edukasi kelompok dan sesi
konseling bila memungkinkan. Pada saat presentasi dalam edukasi kelompok selama 10
sampai 15 menit, topik-topik yang harus dibahas adalah sebagai berikut:
1. Menghilangkan kesalahpahaman konsep dan rumor tentang IVA dan
krioterapi.
2. Sifat dari kanker leher rahim sebagai sebuah penyakit.
3. Faktor-faktor resiko terkena penyakit tersebut.
4. Pentingnya penapisan dan pengobatan dini
5. Konsekuensi bila tidak menjalani penapisan.
6. Mengkaji pilihan pengobatan jika hasil tes IVA abnormal.
7. Peran pasanagan pria dalam penapisan dan keputusan menjalani
pengobatan.
8. Pentingnya pendekatan kunjungan tunggal sehingga ibu siap menjalani
krioterapi pada hari yang sama jika mereka mendapat hasil IVA abnormal.
9. Arti dari tes IVA positif atau negatif.
10. Pentingnyamembersihkan daerah genital sebelum menjalani tes IVA
(KEMENKES, 2013).
c. Tindakan IVA
Tindakan IVA dimulai dengan penilaian klien dan persiapan, tindakan
didahului dengan menanyakan riwayat singkat tentang kesehatan reproduksi dan
harus ditulis, termasuk komponen berikut:
a) Paritas.
b) Usia pertama kali berhubungan seksual atau usia pertama kali menikah.
c) Pemakaian alat KB.
d) Jumlah pasangan seksual atau sudah berapa kali menikah.
e) Riwayat IMS (termasuk HIV).
f) Merokok.
g) Hasil papsmear sebelumnya yang abnormal.
h) Ibu atau saudara perempuan kandung yang menderita kanker leher rahim.
i) Penggunaan steroid atau obat-obat alergi yang lama (kronis).
1) Penilaian Klien dan Persiapan
Terdapat beberapa langkah untuk melakukan penilaian klien dan persiapan
tindakan IVA yaitu :
a) Sebelum melakukan tes IVA, diskusikan tindakan dengan ibu/klien.
Jelaskan mengapa tes tersebut dianjurkan dan apa yang akan terjadi pada
saat pemeriksaan. Diskusikan juga mengenai sifat temuan yang paling
mungkin dan tindak lanjut atau pengobatan yang mungkin diperlukan.
b) Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia, termasuk
spekulum steril atau yang telah di Desinfektan Tingkat Tinggi (DTT),
kapas lidi dalam wadah bersih, botol berisi larutan asam asetat dan
sumber cahaya yang memadai. Tes sumber cahaya untuk memastikan
c) Bawa ibu ke ruang pemeriksaan. Minta dia untuk buang air kecil (BAK)
dan membersihkan dan membilas daerah kemaluan sampai bersih
sebelum melakukan pemeriksaan. Kemudian minta ibu untuk melepas
pakaian (termasuk pakaian dalam) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
panggul dan tes IVA.
d) Posisikan ibu di meja ginekologis dan tutup badan ibu dengan kain,
nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.
e) Cuci tangan dengan sabun sampai bersih kemudian keringkan tangan.
Lakukan palpasi abdomen dan perhatikan apabila ada kelainan. Periksa
juga bagian lipat paha, apakah ada benjolan atau ulkus (apabila terdapat
ulkus terbuka, pemeriksaan dilakukan dengan memakai sarung tangan).
Cuci tangan kembali.
f) Pakai sepasang sarung tangan/handscoon yang steril atau yang sudah di
DTT.
2) Tes IVA
Tes IVA dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a) Inspeksi/periksa genelita eksternal dan lihat apakah terdapat discharge
pada mulut uretra. Beritahu ibu bahwa spekulum akan dimasukkan.
b) Dengan hati-hati masukkan spekulum kedalam vagina. Atur spekulum
sehingga seluruh leher rahim dapat terlihat. Bila leher rahim sudah
terlihat kunci spekulum dalam posisi terbukasehingga tetap berada di
tempatnya saat melihat leher rahim.
d) Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervitis) sperti cairan keputuhan
mucous etopi (ectropion); kista Nabothy atau kista Nabothian, nanah atau
lesi “strawberry”(infeksi Trichomonas).
e) Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar, darah
atau mukosa dari leher rahim. Buang kapas lidi kedalam wadah anti
bocor/kantung plastik.
f) Identifikasi ostium servikalis dan SSK serta daerah di sekitarnya.
g) Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada leher
rahim. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk mengulang pengolesan
asam asetat dampai seluruh permukaan leher rahim benar-benar telah
dioleskan asam asetat secara merata. Buang kapas lidi yang telah dipakai.
h) Setelah leher rahim dioleskan larutan larutan asam asetat, tunggu selama
1 menit agar diserap dengan memunculkan reaksi acetowhite.
i) Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah leher rahim mudah berdarah.
Cari apakah ada bercak putih yang tebal dan epithel acetowhite.
Gambar2.6 IVA positif dan negarif
j) Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap leher rahim dengan
terjadi saat pemeriksaan dan mungkin mengganggu pandangan. Buang
kapas lidi yang telah terpakai.
k) Bila pemeriksaan visual leher rahim telah selesai, gunakan kapas lidi
yang baru untuk menghilangkan sisa asam asetat dari leher rahim dan
vagina. Buang kapas yang telah dipakai pada tempatnya.
l) Lepaskan spekulum secara halus, jika hasil tes IVA negative, letakkan
spekulum ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
desinfeksi. Jika hasil tes IVA positif dan setelah konseling pasien yang
menginginkan pengobatan segera. Letakkan spekulum pada nampan atau
wadah agar dapat digunakan pada saat krioterapi.
3) Setelah Tes IVA
a) Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0,5% atau
alkohol untuk menghindari kontaminasi silang antar pasien.
b) celupkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik ke dalam larutan
klorin 0,5%. Jika pemeriksaan rectovaginal dilakukan, sarung tangan
harus dibuang.
c) Cuci tangan.
d) Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk berpakaian.
e) Catat hasil temuan IVA bersama temuan lain seperti bukti adanya infeksi
(cervitis); ectropion; kista Nabothian, ulkus atau “strawberry serviks”.
Jika terjadi perubahan acetowhite, yang merupakan ciri adanya lesi
prakanker, catat hasil pemeriksaan leher rahim sebagai abnormal. Gambarkan sebuah “peta” leher rahim pada area yang berpenyakit pada
f) Diskusikan dengan klien hasil tes IVA dan pemeriksaan panggulbersama
klien. Jika hasil tes IVA negatif, beritahu kapan klien harus kembali
untuk tes IVA.
g) Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada klien
langkah selanjutnya yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera
diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut bersamanya. Jika perlu
rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut. Aturlah waktu untuk
rujukan dan berikan formulir yang diperlukan sebelum klien
tersebutmeninggalkan puskesmas/klinik. Akan lebih baik lagi jika
kepastian rujukan dapat disampaikan pada waktu itu juga (KEMENKES
RI, 2013).
3. Konseling Setelah Tindakan IVA
a) Jika hasil tes IVA negatif, beritahu ibu untuk datang menjalani tes kembali 5
tahun kemudian dan ingatkan ibu tentang faktor-faktor resiko.
b) Jika hasil tes IVA positif, jelaskan artinya dan pentingnya pengobatan dan tindak
lanjut dan diskusikan langkah-langkah selanjutnya yang dianjurkan.
c) Jika telah siap menjalani krioterapi. Beritahu tindakan yang akan dilakukan lebih
baik pada hari yang sama atau hari lain bila klien inginkan.
d) Jika tidak perlu merujuk, isi kertas kerja dan jadwal pertemuan yang perlu.
2.3.3 Kategori Pemeriksaan IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang
dapat dipergunakan adalah :
2. IVA radang : Serviks dengan radang (Servisitis), atau kelainan
jinak laiinnya (Polip serviks).
3. IVA Positif : ditemukan bercak putihacetowhite. Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA, karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra-kanker
(displasia ringan, sedang, berat atau kanker serviks in situ)
4. IVA Kanker serviks : Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker leher rahim bila ditemukan masih
padastadium invasif dini (stadium IB-IIA) (Kustiyati dan Winarni,
2011).
2.3.4 Krioterapi
Krioterapi mencakup proses pembekuan leher rahim, baik menggunakan CO2
terkompresi atau NO2 sebagai pendingin. Pengobatan berupa penerapan
pendinginan terus menerus selama 3 menit untuk membekukan diikuti pencairan
selama 5 menit kemudian 3 menit pembekuan kembali.Tindakan Krioterapi dapat
dilakukan di puskesmas dan unit pelayanannya dengan kriteria
1. Lesi acetowhite yang menutupi leher rahim kurang dari 75% (jika lebih
dari 75% leher rahim tertutup, krioterapi harus dilakukan oleh seorang
ginekolog) tidak lebih dari 2mm di luar diameter kriotip
2. Lesi yang tidak meluas sampai dinding vagina.
3. Tidak dicurigai kanker
Krioterapi tidak boleh dilakukan oleh tenaga dokter umum/ Bidan di Puskesmas
1. Lesi acetowhite lebih dari 75% dari permukaan leher rahim.
2. Lesi acetowhite meluas sampai ke dinding vagina atau lesi lebih dari 2 mm
dari tepi probe alat krioterapi.
3. Lesi acetowhite namun klien menginginkan pengobatan lain selain
krioterapi atau meminta tes diagnosis lebih lanjut di pelayanan kesehatan
lainnya.
4. Dicurigai kanker.
5. Pada saat pemeriksaan bimanual, dicurigai adanya masa ovarium.
1) Konseling sebelum menjalani krioterapi
Sesuai dengan kode etik kedokteran, informed consent secara verbal dan tertulis
harus diperoleh sebelum melakukan tindakan. Klien harus mendapatkan
penjelasan yang lengkap tentang tindakankrioterapi yang akan dijalaninnya,
risiko dan manfaat, angka keberhasilan dan alternatif lain. Dan memberikan
informasi tambahan mengenai IMS dan cara mencegahnya.
2) Konseling pasca krioterapi
Sebagian besar perempuan/ibu tidak akan mengalami masalah setelah krioterapi.
Beritahu ibu bahwa mungkin akan mengalami kram dan mengeluarkan cairan
bening (atau sedikit bercampur darah) yang biasanya berlangsung selama 4
sampai 6 minggu. Jika berbau atau berwarna seperti nanah, atau jika ibu merasa
nyeri, dia harus segera kembali ke klinik untuk memeriksaka kemungkinan
terjadinya infeksi. Anjurkan ibu agar tidak menyemprotkan air obat (douche),
mengunakan tampon atau berhubungan seks selama 4 minggu, atau sampai