• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes dengan Pulasan Van Gieson di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes dengan Pulasan Van Gieson di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

TESIS

LOKOT DONNA LUBIS NIM. 087108009

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Patologi Anatomi Dalam Program Magister Kedokteran Klinik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

LOKOT DONNA LUBIS NIM. 087108009

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Van Gieson Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

Nama : dr. Lokot Donna Lubis

NIM : 087108009

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik Departemen Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Joko S Lukito, Sp.PA (K) Dr.Jessy Chrestella M.Ked (PA) SpPA

NIP. 19460308 1978021001 NIP. 198201132008012006

Ketua Program Studi Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU Patologi Anatomi FK USU

Dr.H.Delyuzar,M.Ked (PA) Sp.PA(K) Dr.T.Ibnu Alferraly, M.Ked (PA) Sp.PA NIP. 196302191990031001 NIP. 196202121989111001

(4)

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 25 September 2012

(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Dr.Soekimin,Sp.PA

(6)

Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes Dengan Pulasan Van Gieson Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan Penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Patologi Anatomi dalam program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Syahril Pasaribu, Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD(KGEH) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(7)

Terima kasih yang sebesar-besanya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA, Dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA, Dr. Jamaluddin Pane, Sp.PA, yang telah memberi izin kepada Penulis untuk untuk mengambil sampel data pada laboratorium Patologi Anatomi yang dipimpin.

Terima kasih kepada Dr.Soekimin,Sp.PA dan Dr.T.Ibnu Alferraly, M.Ked (PA) Sp.PA yang telah bersedia untuk menguji tesis penelitian saya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA, dan seluruh staf pengajar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 28 September 2012 Penulis

(8)

Lembar Pernyataan... ii

Ucapan Terima Kasih... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Gambar... ix

Daftar Tabel... xi

Daftar Singkatan... xii

Abstrak... xiii

Bab 1. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.3.1. Tujuan Umum... 4

1.3.2. Tujuan Khusus... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Anatomi... 6

2.2. Histologi... 12

2.3. Epidemiologi... 16

2.4. Patogenesis... 17

(9)

2.7.2. Gambaran mikroskopis... 23

2.7.3. Imunohistokimia... 36

2.7.4. Sitologi... 40

2.8. Diagnosis Banding... 43

2.9. Penatalaksanaan dan prognosis... 44

2.10. Pulasan Van Gieson... 47

Bab 3. Bahan Dan Metoda... 48

3.1. Rancangan Penelitian... 48

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian... 48

3.3. Subjek Penelitian... 48

3.3.1. Populasi... 48

3.3.2. Sampel... 49

3.4. Jumlah Sampel... 49

3.5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi... 49

3.5.1. Kriteria Inklusi... 49

3.5.2. Kriteria Ekslusi... 49

3.6. Cara kerja ... 50

3.6.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis... 50

3.6.2. Prosedur sebelum pulasan Van Gieson... 51

(10)

3.8. Instrumen Penelitian... 53

3.9. Kerangka Operasional... 53

3.10. Variabel penelitian... 54

3.11. Defenisi operasional... 54

3.12. Analisis Data... 54

Bab 4. Hasil dan Pembahasan... 59

4.1. Hasil Penelitian... 59

4.1.1. Karakteristik Penderita Tumor Phyllodes... 59

4.1.2. Gambaran Patologi Tumor Phyllodes... 59

4.2. Pembahasan... 64

Bab 5. Kesimpulan dan Saran ... 68

5.1. Kesimpulan... 69

5.2. Saran... 70

Daftar Rujukan... 71

(11)

Gambar 2.2. Anatomi daerah subareola….……... 11

Gambar 2.3. Potongan transversal payudara... 12

Gambar 2.4. Gambaran histologi satu TDLU... 13

Gambar 2.5. Gambaran tumor phyllodes pada perempuan usia pertengahan... 20

Gambar 2.6. Gambaran tumor phyllodes dengan ultrasonografi dan mammografi... 21

Gambar 2.7. Gambaran makroskopis tumor phyllodes…... 22

Gambar 2.8. Gambaran makroskopis tumor phyllodes ganas... 22

Gambar 2.9. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes…... 25

Gambar 2.10. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stroma miofibroblastik... 26

Gambar 2.11. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan pseudoangiomatous stromal hyperplasia dan stromal giant cell... 28

Gambar 2.12. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak... 29

Gambar 2.13. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas... 29

Gambar 2.14. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes maligna dengan komponen liposarkoma. ... 30

(12)

malignant atau borderline. ... 32

Gambar 2.18. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak atypical epithelial hyperplasia... 33

Gambar 2.19. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stromal giant cell... 34

Gambar 2.20. Gambaran mikroskopis karsinoma in situ dan invasif duktal dalam tumor phyllodes. ... 34

Gambar 2.21. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan metaplasia skuamus. ... 35

Gambar 2.22. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan metaplasia apokrin... 36

Gambar 2.23. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes dengan metastasis komponen stroma dan epitel... 36

Gambar 2.24. Gambaran sitologi tumor phyllodes... 41

Gambar 2.25. Gambaran sitologi tumor phyllodes... 42

(13)

Tabel 2.1. Gambaran tumor phyllodes (TP) jinak, borderline dan

malignan... 27 Tabel 2.2. Gambaran fibroadenoma dibandingkan tumor phyllodes

jinak... 44

Tabel 4.1. Distribusi penderita tumor phyllodes berdasarkan

tahun... 59 Tabel 4.2. Distribusi penderita tumor phyllodes berdasarkan usia

penderita... 59 Tabel 4.3. Distribusi penderita tumor phyllodes berdasarkan asal

tumor, dan prosedur pembedahan... 60 Tabel 4.4. Distribusi usia penderita, prosedur pembedahan,

gambaran makroskopis tumor phyllodes berdasarkan

derajat histopatologisnya... 61 Tabel 4.5. Gambaran histopatologi tumor phyllodes dibandingkan

(14)

CSS : Cause-Specific Survival CT : Computed Tomografi DNA : Deoxy Nucleat Acid

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor ETD : Extralobular terminal ductule ITD : Intralobular terminal ductule LPB : Lapangan pandang besar MRI : Magnetic Resonance Imaging

PASH : Psudoangiomatous stromal hyperplasia PCR : Polimerase Chain Reaction

RNA : Ribo Nucleat Acid

(15)

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang. Tumor phyllodes adalah tumor berbatas tegas dengan komponen

bifasik dengan karakteristik komponen epitel dibentuk oleh dua lapis sel yang tersusun dalam celah-celah yang dikelilingi oleh komponen mesenkim hiperselular dan tumbuh berlebihan yang akan membentuk struktur seperti daun. Diagnosis tumor phyllodes harus selalu menyertakan subklasifikasi sebagai tumor yang jinak, low grade malignant (borderline) atau high grade malignant. Perbedaan diantara ketiganya berdasarkan gambaran histologis dan merupakan faktor prediktif terhadap perjalanan klinis tumor ini. Sampai saat ini sering dijumpai kesulitan untuk mendiagnosis tumor phyllodes karena subklasifikasi jinak yang menyerupai fibroadenoma dan terdapat berbagai variasi gambaran histologis yang dijumpai pada komponen stroma dan epitel tumor phyllodes.

Metode. Rancangan penelitian adalah dekskriptif. Dari arsip Laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diperoleh sampel penelitian 25 slaid dan blok parafin yang sebelumnya didiagnosis sebagai tumor phyllodes. Dilakukan evaluasi ulang karakteristik penderita dan gambaran histologis tumor phyllodes dengan pulasan hematoksilin-eosin dan pulasan Van Gieson.

Hasil. Sejumlah 25 pasien didiagnosis dengan tumor phyllodes selama periode

penelitian. Dalam penelitian ini diketahui rentang usia penderita tumor phyllodes adalah 20 hingga 59 tahun dan 60% penderita berusia lebih dari 40 tahun. Distribusi penderita berdasarkan diagnosis histopatologis jinak sebesar 92%, 8%

borderline dan tidak dijumpai kasus tumor phyllodes ganas. Gambaran histologis

(16)

gambaran variasi stroma seperti stromal multinucleated giant cell dan variasi epitel kelenjar hanya dijumpai pada minoritas kasus tumor phyllodes jinak.

(17)

organized in leaf-like structures. Phyllodes tumors must be used with the adjunctions subclassifications as benign, low malignant potential (borderline) or malignant. The differences between these subclassifications based on its histological characteristics and have been useful in predicting biologic behaviour of the tumor. There are difficulties distinguishing phyllodes tumor from fibroadenomas and problems related to various stromal and glandular epithelium variations.

Metode. This is a descriptive study. Twenty five slides and paraffin block from

phyllodes tumor patients available at Departement of Anatomical Pathology Medical Faculty University of Sumatera Utara and Haji Adam Malik Hospital Medan were included in this study. The patients characteristics and histopathological features were evaluated using the hematoxilin-eosin and Van Gieson slides

Results. A total of 25 women were diagnosed with phyllodes tumor during the

study period. Their ages ranged from 20 to 59 years and 60% of them are > 40 years. Histologic classification revealed 92% benign, 8% borderline and no malignant phyllodes tumors. Majority benign and all borderline phyllodes tumors exhibit an enhanced intracanalicular growth pattern with leaf-like projections into dilated lumens. Majority of the tumors also exhibit myxoid degeneration. Stromal multinucleated giant cell found on one case of benign phyllodes. Minority benign phyllodes exhibit glandular epithelial variations which were hyperplastic and adenosis.

Conclusions. Majority of patients with phyllodes tumors in this study are > 40

years old. Histologic classification revealed benign tumors found in majority patients. Several histologic features such as an enhanced intracanalicular growth pattern and myxoid degeneration found in majority case. Variations in stromal (stromal multinucleated giant cell) and glandular epithelial are found on minority of the case.

(18)

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang. Tumor phyllodes adalah tumor berbatas tegas dengan komponen

bifasik dengan karakteristik komponen epitel dibentuk oleh dua lapis sel yang tersusun dalam celah-celah yang dikelilingi oleh komponen mesenkim hiperselular dan tumbuh berlebihan yang akan membentuk struktur seperti daun. Diagnosis tumor phyllodes harus selalu menyertakan subklasifikasi sebagai tumor yang jinak, low grade malignant (borderline) atau high grade malignant. Perbedaan diantara ketiganya berdasarkan gambaran histologis dan merupakan faktor prediktif terhadap perjalanan klinis tumor ini. Sampai saat ini sering dijumpai kesulitan untuk mendiagnosis tumor phyllodes karena subklasifikasi jinak yang menyerupai fibroadenoma dan terdapat berbagai variasi gambaran histologis yang dijumpai pada komponen stroma dan epitel tumor phyllodes.

Metode. Rancangan penelitian adalah dekskriptif. Dari arsip Laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diperoleh sampel penelitian 25 slaid dan blok parafin yang sebelumnya didiagnosis sebagai tumor phyllodes. Dilakukan evaluasi ulang karakteristik penderita dan gambaran histologis tumor phyllodes dengan pulasan hematoksilin-eosin dan pulasan Van Gieson.

Hasil. Sejumlah 25 pasien didiagnosis dengan tumor phyllodes selama periode

penelitian. Dalam penelitian ini diketahui rentang usia penderita tumor phyllodes adalah 20 hingga 59 tahun dan 60% penderita berusia lebih dari 40 tahun. Distribusi penderita berdasarkan diagnosis histopatologis jinak sebesar 92%, 8%

borderline dan tidak dijumpai kasus tumor phyllodes ganas. Gambaran histologis

(19)

gambaran variasi stroma seperti stromal multinucleated giant cell dan variasi epitel kelenjar hanya dijumpai pada minoritas kasus tumor phyllodes jinak.

(20)

organized in leaf-like structures. Phyllodes tumors must be used with the adjunctions subclassifications as benign, low malignant potential (borderline) or malignant. The differences between these subclassifications based on its histological characteristics and have been useful in predicting biologic behaviour of the tumor. There are difficulties distinguishing phyllodes tumor from fibroadenomas and problems related to various stromal and glandular epithelium variations.

Metode. This is a descriptive study. Twenty five slides and paraffin block from

phyllodes tumor patients available at Departement of Anatomical Pathology Medical Faculty University of Sumatera Utara and Haji Adam Malik Hospital Medan were included in this study. The patients characteristics and histopathological features were evaluated using the hematoxilin-eosin and Van Gieson slides

Results. A total of 25 women were diagnosed with phyllodes tumor during the

study period. Their ages ranged from 20 to 59 years and 60% of them are > 40 years. Histologic classification revealed 92% benign, 8% borderline and no malignant phyllodes tumors. Majority benign and all borderline phyllodes tumors exhibit an enhanced intracanalicular growth pattern with leaf-like projections into dilated lumens. Majority of the tumors also exhibit myxoid degeneration. Stromal multinucleated giant cell found on one case of benign phyllodes. Minority benign phyllodes exhibit glandular epithelial variations which were hyperplastic and adenosis.

Conclusions. Majority of patients with phyllodes tumors in this study are > 40

years old. Histologic classification revealed benign tumors found in majority patients. Several histologic features such as an enhanced intracanalicular growth pattern and myxoid degeneration found in majority case. Variations in stromal (stromal multinucleated giant cell) and glandular epithelial are found on minority of the case.

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Lesi fibroepitelial payudara adalah kelompokan lesi yang memiliki dua komponen yaitu epitel dan stroma.1 Menurut World Health Organization (WHO) defenisi dari tumor fibroepitelial adalah kelompokan heterogen lesi bifasik yang merupakan gabungan antara komponen epitel dan komponen mesenkim (disebut juga komponen stroma) yang secara kuantitatif mendominasi dan berperan dalam memberikan gambaran makroskopis.2 Penggabungan berbagai lesi ini menjadi satu kelompok didasarkan kepada gambaran lesi dan gambaran klinis.3 Menurut WHO terdapat dua kategori utama yaitu fibroadenoma dan tumor phyllodes.2

(22)

Tumor phyllodes mempunyai gambaran klinis yang dramatis dan gambaran histologis yang agresif, sehingga tumor mendapatkan perhatian lebih walaupun sebagian besar mempunyai sifat yang jinak.3 Tumor phyllodes sudah dideskripsikan pada tahun 1774, tetapi lesi ini pertama kali dideskripsikan dengan lengkap pada tahun 1838 oleh Johannes Müller.4, 5, 6 Istilah cystosarcoma

phyllodes digunakan sebelumnya untuk menjelaskan struktur seperti daun dan

tampilan makroskopis yang menyerupai daging.5, 7 Istilah cystosarcoma phyllodes saat ini dinilai tidak tepat dan dapat menimbulkan salah pengertian karena mayoritas tumor ini bersifat jinak. Istilah tumor phyllodes lebih tepat digunakan sesuai dengan klasifikasi WHO dengan tambahan keterangan yang menjelaskan sifat tumor berdasarkan gambaran karakteristik histopatologis.2 Diantara berbagai nama yang digunakan untuk tumor ini, nama yang tetap dipergunakan secara luas adalah periductal stromal tumor dan tumor phyllodes. Istilah periductal stromal

tumor bertujuan untuk menggambarkan kemungkinan asal tumor yaitu stroma

periduktal.5 Istilah phyllodes juga selalu salah diucapkan oleh klinisi dan dokter spesialis patologi menjadi phylloides, yang berasal dari bahasa Yunani phyllos yang berarti daun.3, 7

(23)

Tumor phyllodes biasanya jinak, tetapi sering tumbuh kembali dan sejumlah kecil pasien akan mengalami metastasis secara hematogen.2, 8 Tergantung kepada karakteristik komponen mesenkim (stroma), gambaran morfologi tumor phyllodes dapat menyerupai fibroadenoma atau sarkoma stroma murni.2 Untuk mendiagnosis tumor, komponen epitel dan komponen stroma harus dijumpai dengan komponen stroma yang menunjukkan peningkatan selularitas, tidak teratur, hiperkromatik dan gambaran mitosis yang bermakna. Perubahan stroma ini dapat hanya dijumpai lokal sehingga dibutuhkan banyak potongan jaringan tumor untuk dievaluasi secara mikroskopik.3 Diagnosis tumor phyllodes harus selalu menyertakan subklasifikasi sebagai tumor yang jinak, low grade malignant (borderline) atau high grade malignant. Perbedaan diantara ketiganya berdasarkan gambaran histopatologis dan merupakan faktor prediktif terhadap perjalanan klinis tumor ini.5, 8 Walaupun gambaran histopatologis membantu memperkirakan sifat biologi, parameter khusus yang dapat digunakan untuk memperkirakan angka kekambuhan belum ada dan diterima sepenuhnya.9

(24)

1.2.Perumusan Masalah

Melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka diperlukan data mengenai gambaran histopatologis tumor phyllodes yang dijumpai di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010 -2011.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Mengetahui gambaran histopatologis tumor phyllodes yang dijumpai di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi penderita tumor phyllodes berdasarkan umur di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

2. Untuk mengetahui karakteristik penderita tumor phyllodes di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi atau data ilmiah tentang profil penderita tumor phyllodes di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2011. 2. Dapat memberikan informasi atau data ilmiah tentang gambaran

histopatologis tumor phyllodes yang ditemui di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Perkembangan payudara prepubertas untuk laki-laki dan perempuan tidak berbeda dan dibentuk oleh sejumlah duktus kecil yang tersusun dalam stroma kolagen. Duktus berkembang intra uterin dari tonjolan payudara ektoderm yang meluas ke epidermis pada kehamilan minggu ke tujuh dan berkembang menjadi tahapan tunas (budding) payudara pada minggu ke 12 kehamilan.4 Sebagian besar tonjolan payudara ektoderm ini tidak berkembang dan menghilang selama perkembangan intra uterin.5 Pada tahapan 12 mm, tonjolan payudara memendek dan bermigrasi ke dorsoventral sehingga pada tahapan 14 mm, hanya dijumpai tonjolan puting primordial pada dinding ventral dada. Tunas epitel kemudian bercabang-cabang dan membentuk saluran dalam minggu ke 13 dan 20 untuk membentuk 5-9 duktus mayor yang dijumpai pada payudara dewasa. Duktus mayor pada tahapan ini, hanya mempunyai vesikel kecil di ujung distal dan tidak ada perkembangan lobular. Peningkatan perkembangan parenkim payudara merangsang perkembangan dan spesialisasi stroma sekitarnya.4 Pada payudara fetus, sel epitel yang membentuk tunas payudara mengekpresikan transforming

(27)

basement membrane didistribusikan di sekitar lapisan basal sel pada tunas

payudara. Perkembangan payudara fetus ditandai dengan perbedaan ekpresi keratin 14, 18 dan 19 dan aktin di duktus dan tunas lobus.5 Jaringan pembuluh darah tiga lapis yang lengkap dibentuk pada minggu ke 9-10 tahapan tunas payudara dan akhirnya membentuk selubung pembuluh darah berbentuk silinder yang mengelilingi tiap duktus mayor. Sejak minggu ke 10 intrauterin, serangkaian perkembangan terjadi. Pertumbuhan ke arah dalam jaringan ikat memberikan sekat antar ujung vesikel (alveoli primitif) dan berfungsi sebagai kerangka untuk pola segmental pada payudara dewasa. Sel lemak yang mengalami spesialisasi juga menginvasi matriks diantara pembuluh darah dan septa fibrosa.4 Diferensiasi mesenkim menjadi lemak diantara stroma yang kolagen terjadi antara minggu ke 20-32. Pada dua bulan terakhir intrauterin, terjadi pembentukan saluran di kelompokan epitel yang diikuti dengan percabangan kelenjar subalveolar.5

Sel mioepitel berdiferensiasi dari sel basal antara minggu ke 23 dan 28

intrauterin. Sel ini berperan dalam pembentukan cabang di kelenjar payudara

melalui sintesis komponen basement membrane seperti laminin, kolagen tipe IV dan fibronektin dan juga metaloproteinase dan faktor pertumbuhan.5

(28)

Gambaran histologis yang lengkap mengenai tahapan perkembangan payudara selama neonatal dan dalam dua tahun pertama kehidupan dapat dilihat dibawah ini. Pola ini tidak berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Tiga derajat perkembangan dapat dijumpai, mulai dari tunas payudara yang minimal sampai terbentuknya lobulus sempurna yang sama dengan lobus awal. Lima tahapan fungsional dapat dilihat dan merupakan tahapan yang berhubungan satu dengan lainnya, proliferasi epitelium yang diikuti dengan sekresi aktif yang dilanjutkan dengan metaplasia apokrin, pembentukan kista mikro dan involusi. Lemak embrionik dapat dilihat sebagai pulau-pulau berbatas tegas yang dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Gambaran sel mioepitel bervariasi yang sepertinya bersamaan dengan aktivitas sel epitel didekatnya. Stroma intralobular juga menunjukkan perubahan, menjadi sangat longgar dan sangat vaskular saat tahapan sekretori dan menjadi lebih padat, kurang seluler dan kurang vaskuler selama tahapan involusi. Semua perubahan ini sangat mirip dengan perubahan yang dijumpai pada tahapan usia reproduksi.4

(29)

memberikan tonjolan sekunder. Bentuk payudara dewasa kemudian terjadi setelah daerah areola mengalami penurunan sehingga hanya puting yang menonjol.4

Payudara dewasa terletak di dinding anterior dada dengan bagian dasarnya terletak diantara iga ke dua sampai ke enam. Di bagian medial payudara mencapai ujung sternum dan di bagian lateral pada garis midaksila, payudara meluas hingga ke aksila dengan membentuk ekor aksila dengan bentuk piramid (gambar 2.1). Di garis midklavikula, payudara meluas dari iga ke dua hingga ke enam.4

Payudara terletak pada lapisan fascia yang melapisi otot pectoralis major di bagian superomedial, otot serratus anterior di sepertiga bagian bawah luar dan otot rectus anterior di bagian medial bawah. Jika dilakukan pengembangan duktus dengan tekanan yang digunakan untuk melebarkan duktus terminal, maka terlihat duktus yang mengandung jaringan payudara meluas jauh melewati daerah ini hingga ke garis tengah hingga sampai ke aksila. Jaringan payudara juga meluas ke bagian bawah iga pad 15% kasus dan meluas ke batas anterior otot latissimus

dorsi pada 2% kasus. Komponen duktus juga meluas sangat dekat dengan kulit.

Perluasan jaringan payudara yang demikian ini menjelaskan kesulitan membuang

Gambar 2.1. Anatomi Payudara.4 Dua pertiga payudara terletak diatas otot pectoralis major dan sepertiga bagian bawah luar pada otot serratus anterior. Perhatikan perluasan kuadran atas luar hingga ke aksila. Jaringa payudara dapat

lebih meluas lagi dari yang ditunjukkan gambar ini pada sebagian kecil

(30)

seluruh jaringan payudara dengan mastektomi subkutan dan sangat penting untuk membandingkannya dengan payudara kontralateral saat bedah kosmetik dan rekonstruktif. Sering dijumpai gambaran asimetris kedua payudara pada perempuan normal.4

Jumlah lemak dalam payudara sangat bervariasi. Hubungannya dengan jaringan kelenjar juga bervariasi dan hal ini harus diingat saat dilakukan

liposuction yang merupakan tindakan tambahan untuk mamoplasty. Komposisi

jaringan payudara dengan lemak bervariasi mulai dari 2% hingga 78% dengan komposisi rata-rata adalah 48%. Lemak pada payudara bertambah seiring dengan usia, bertambahnya berat badan dan peningkatan berat total payudara tetapi hal ini tidak pasti karena jaringan lemak dapat mendominasi jika dibandingkan dengan jaringan kelenjar pada perempuan berusia muda.4

(31)

ke duktus sebaceous yang dekat dengan areola atau langsung ke bagian pinggir areola. Kelenjar laktiferus terletak di jaingan payudara yang lebih dalam, dapat menghasilkan susu dan merupakan sumber berbagai keadaan patologis payudara. Kelenjar keringat apokrin dijumpai pada puting dan areola, tetapi tidak dijumpai pada daerah lain di payudara.4

Sistem duktolobus sistem payudara dewasa diuraikan berikut ini. Payudara dibentuk oleh lobus dan dipisahkan oleh fascia yang berjumlah 15-20, tetapi pada keadaan sebenarnya berjumlah antara 7-8. Setiap lobus mempunyai sistem duktus yang dibentuk oleh satu sinus laktiferus (diameter 5-8 mm daat mengembang) dan bermuara ke puting dan masing-masing sinus laktiferus menerima satu duktus lobus dengan diameter < 2 mm. Di dalam satu lobus, dijumpai sampai 40 atau lebih lobulus (gambar 2.3). Satu lobulus berdiameter 2-3 mm dan mungkin dapat dilihat dengan mata biasa. Tiap lobulus mengandung 10-100 alveoli (asinus) yang merupakan struktur sekresi dasar. Struktur lobus dan sistem duktusnya lebih penting daripada dulu karena banyak memberikan gambaran kelainan anatomis

(32)

dan patologis dan membutuhkan eksisi pada kasus multifokal papiler terutama pada orang tua dan terlibatnya entitas makro (bukan entitas mikro: satu terminal

ductal lobular unit-TDLU) pada kasus ductal carcinoma in situ.4

2.2. Histologi

Payudara dewasa yang tidak aktif mempunyai percabangan sistem duktus mayor yang akan berakhir pada terminal ductal lobular unit (gambar 2.4). TDLU dibentuk oleh duktus terminal ekstra dan intra lobar dan lobulus yang tumbuh dan lobulus yang berasal dari intralobular terminal ductule (ITD) yang merupakan asal berbagai kelainan patologis payudara baik yang jinak atau ganas.4

Terdapat empat tipe lobulus pada payudara manusia yang merupakan empat tahapan perkembangan lobus mulai dari tunas lobus hingga ke differensiasi sempurna. Lobus tipe I adalah bentuk yang belum berkembang (undifferentiated) dengan bentuk seperti tonjolan. Lobus tipe II lebih kompleks dengan jumlah duktulus perlobus yang lebih banyak perlobusnya. Perkembangan menjadi tipe III dan IV terlihat saat kehamilan dan laktasi. Tipe I dijumpai pada menarche yang terdiri dari 10 tonjolan alveoli yang berkumpul di satu duktus terminal. Pada tipe

Gambar 2.3. Potongan transversal payudara yang menggambarkan struktur duktus dan

lubuloaleolar.4 Diagram menunjukkan gambaran TDLU. ETD: extralobular terminal ductule. ITD: intralobular terminal

(33)

II dan III jumlah duktulus meningkat dalam satu duktus dan pada tipe IV, asinus telah berkembang sepenuhnya. Jumlah komponen rata-rata perlobus mulai dari tipe I hingga IV adalah 11, 47, 81 dan 180. Setelah mulai dewasa, terdapat peningkatan tipe III yang lebih berdiferensiasi, mempunyai jumlah reseptor estrogen yang rendah dan aktivitas proliferasi yang rendah. Pada perempuan nulipara, lobus tipe I merupakan jenis yang paling sering ditemukan pada semua perempuan, sedangkan pada perempuan yang sudah pernah melahirkan, maka tipe III merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe I mempunyai reseptor estrogen yang banyak dan proliferasi sel yang tinggi.4

Tipe I dianggap sebagai tempat perkembangan karsinoma duktal in situ dan karsinoma lobular berasal dari tipe II, tipe III merupakan asal dari adenoma, fibroadenoma, sclerosing adenosis dan kista. Tipe I dan II dibuktikan lebih reaktif terhadap karsinogen kimiawi secara in vitro jika dibandingkan dengan tipe III.4

(34)

lobulus. Pada dekade awal, proporsi kelenjar terbanyak di kuadran atas daripda kuadran bawah dan kuadran luar atas menunjukkan puncak peningkatan jumlah kelenjar ke dua pada usia dekade ke 50 tahun yang berbeda dengan kuadran lain yang terus mengalami penurunan. 4

Epitelium yang melapisi duktus dan alveoli kelenjar mempunyai struktur yang sama dan terdiri dari dua lapis sel yaitu sel basal berbentuk kuboidal dan sel lumen yang berbentuk silinder dengan aksis terpanjangnya mengarah ke lumen kelenjar. Lapisan kontraktil, berfenestra dibentuk oleh sel mioepitel mengelilingi dinding duktus dan alveoli.4, 5 Sel mioepitel berkontraksi karena rangsangan oksitosin dan bertanggung jawab untuk pengeluaran susu dari TDLU yang melebar ke duktus yang lebih besar saat kehamilan. 4

Mikroskop cahaya dapat menunjukkan variasi pada sel epitel dan dua jenis tipe sel dapat dijumpai pada epitel yang dideskripsikan oleh Bassler. Sel basal yang jumlahnya lebih banyak mempunyai sitoplasma yang jernih dan disebut

clear basal sel B yang diduga berfungsi sebagai stem cell yang akan

(35)

mempunyai vesikel besar yang terhubung dengan membran mengandung lemak dan disebut sel busa yang mempunyai fungsi fagositosis histiosit. 4

Pada stroma payudara, fibroblast memproduksi kolagen dan proteoglikan mempengaruhi sifat dari sel epitel mulai dari proliferasi, pembelahan sel dan motilitas. Sebaliknya sel epitel mempunyai efek yang sama terhadap fibroblast termasuk penyusunan dan penyerapan molekul dan struktur matriks. Ferguson dan rekan menunjukkan perubahan di matriks ektraseluler lobulus pada saat menstruasi. Fibroblast interlobuler menunjukkan karakteristik fibroblast fetal sedangkan fibroblast intralobular menunjukkan karakteristik fibroblast dewasa dan fibroblast fetal menunjukkan fungsi migrasi yang lebih maju jika dibandingkan dengan fibroblast dewasa. 4

Parks telah meneliti gambaran histologi payudara dan menunjukkan heterogenitas jaringan ikat payudara. Jaringan ikat intralobular dan periduktal payudara mungkin berperan penting dalam istilah fisiologis seperti istilah ligamentum Cooper dalam istilah struktural. Fascia interlobular dan segmental padat dan retikuler sedangkan periduktal dan intralobular lebih longgar berbeda antara lapisan longgar dan padat pada lapisan papillary dan retikuler dermis yang merupakan asal dari jaringan payudara. 4

Fascia interlobular menunjukkan sejumlah besar lemak terutama pada

(36)

mengandung jaringan ikat elastik yang cenderung meningkat seiring umur dan jumlah paritas. Stroma lobular lebih longgar, lebih vaskular, lebih seluler dan lebih mukoid. Struktur yang seperti ini menunjang perkembangan asinus saat kehamilan. Penelitian biokimia menunjukkan bahwa distribusi enzim permukaan sel yang disebut dipeptidyl peptidase IV memberikan perbedaan yang jelas terhadap kedua populasi fibroblast payudara yang berlokasi di stroma intralobular dengan yang di stroma interlobular. Hal ini merupakan konfirmasi terhadap dugaan bahwa terhadap perbedaan keduanya berdasarkan gambaran histologis.4

2.3.Epidemiologi

(37)

phyllodes ganas dijumpai pada perempuan dengan usia rata-rata lebih tua 2-5 tahun daripada tumor phyllodes jinak.2

2.4.Patogenesis

Tumor phyllodes pada beberapa kasus berhubungan dengan fibroadenoma karena pasien dapat menderita kedua lesi dan gambaran histopatologis kedua jenis tumor dapat dijumpai pada lesi yang sama. Tetapi apakah tumor phyllodes berasal dari fibroadenoma atau merupakan perkembangan tumor yang sama sekali baru, belum dapat dijelaskan.4 Noguchi dan rekan mempelajari analisa klon fibroadenoma dan tumor phyllodes dengan menggunakan polymerase chain

reaction (PCR) untuk mengamplifikasi gen. Dari penelitian tersebut diketahui

(38)

Sampai saat ini, berbagai penelitian mendukung bahwa tumor phyllodes merupakan neoplasma stroma dengan komponen epitel tidak mengalami perubahan saat stroma mengalami proliferasi. Fibroadenoma juga diduga sebagai lesi prekursor atau progenitor dari tumor phyllodes yang hingga saat ini belum dapat disingkirkan pada beberapa kasus.8

Hal lain yang sangat penting adalah tumor phyllodes jangan salah didiagnosis sebagai sarkoma murni (tanpa komponen epitel) yang mempunyai derajat keganasan lebih tinggi dan jika gagal mengenali perbedaan diantara kedua jenis tumor ini, maka akan mengaburkan diagnosis tumor phyllodes yang sebagian besar adalah jinak. Gambaran imunohistokimia dan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel stroma pada tumor phyllodes yang jinak maupun ganas merupakan campuran atara fibroblast dan miofibroblast. Penggunaan pemeriksaan ini memungkinkan membedakan leiomiosarkoma dan mioepitelioma yang dapat menyerupai tumor phyllodes tetapi mempunyai sifat biologis yang sangat berbeda.4

2.5.Gambaran Klinis

(39)

sebelumnya atau tumor phyllodes yang mengalami perubahan ganas harus dipikirkan jika pasien melaporkan adanya pembesaran masa tumor yang sudah ada sebelumnya yang sebelumnya menetap bertahun-tahun. Tumor phyllodes biasanya timbul sebagai masa tumor unilateral dan soliter.5 Jarang dijumpai tumor phyllodes yang multifokal dalam satu payudara yang sama atau kedua payudara menderita tumor phyllodes.2, 5 Keberadaan tumor phyllodes yang bersamaan dengan fibroadenoma secara histopatologis dijumpai hampir 40% kasus dan tidak selalu dapat didiagnosis secara klinis dan sering dijumpai fibroadenomatoid

lobular hyperplasia pada jaringan payudara sekitarnya.5

(40)

2.6.Gambaran radiologis

Tampilan tumor payudara ini terutama yang berukuran kecil sering kali sulit dibedakan dengan fibroadenoma saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dan mamografi.9 Gambaran mamografi pada sebagian besar kasus memperlihatkan masa yang bulat, berlobus, berbatas tegas dan berwarna putih (Gambar 2.6.).3, 5 Batas tumor yang tidak jelas dijumpai pada sebagian kecil kasus. Dengan ultrasonografi, masa tumor terlihat berbatas tegas, tetapi tidak homogen karena dapat dijumpai adanya kista dan celah yang dilapisi epitelium.5 Gambaran ultrasonografi adalah lesi hypoechoic dengan garis-garis hyperechoic internal.3 Kalsifikasi umumnya tidak lazim dijumpai dan dapat ditemukan pada lesi jinak atau ganas. Tidak mungkin membedakan antara tumor phyllodes jinak dan ganas dengan menggunakan mammografi atau ultrasonografi. Gambaran magnetic

resonance imaging (MRI) tumor phyllodes jinak menunjukkan gambaran massa

dengan bentuk oval atau berlobus dengan septa. Penyangatan yang dinamis dapat dilihat jika zat kontras digunakan.5

Gambar 2.5. Gambaran tumor phyllodes pada perempuan usia pertengahan.3 Terlihat terdapat

(41)

2.7.Pemeriksaan Patologi

2.7.1.Gambaran Makroskopis

Secara makroskopis, tumor phyllodes bervariasi ukurannya mulai dari berukuran kecil hingga mencapai diameter lebih dari 20 cm.3 Tumor ini membentuk massa padat, berbatas tegas, dapat berlobus-lobus dan dapat juga dijumpai penonjolan bagian pinggir tumor yang meluas ke jaringan payudara sekitarnya.2, 3 Puting terlihat rata dan kulit diatasnya biasanya tidak pernah terlibat.6 Tumor ini tidak berkapsul, dapat berupa satu masa atau multinodul.5 Permukaan potongan massa tumor terlihat berwarna merah jambu hingga abu-abu dan dapat terlihat mukoid (Gambar 2.7.).2, 5 Gambaran karakteristik yang menyerupai kumparan, dengan celah-celah yang melengkung mirip dengan tulang daun, paling baik diamati pada tumor berukuran besar, tetapi lesi berukuran kecil dapat mempunyai gambaran yang sama.2 Dapat dijumpai kista yang berisi debris keratotik.5 Pada lesi yang ganas, batas tumor dan celah tidak terlalu jelas terutama pada tumor dengan pertumbuhan stroma yang berlebihan.3 Daerah perdarahan dan

(42)

nekrosis dapat dijumpai pada lesi berukuran besar atau pada lesi yang ganas (gambar 2.8.).2, 3

Gambar 2.7. Gambaran makroskopis tumor phyllodes.4 A. Tumor phyllodes berukuran besar

dengan gambaran makroskopis berwarna kecoklatan, pinggir tidak teratur, sangat selular, dijumpai celah seperti daun dengan daerah nekrosis dan perdarahan. B. Tumor phyllodes jinak berukuran kecil yang mirip dengan gambaran makroskopis pada fibroadenoma tetapi warnanya terlihat lebih

kecoklatan.

Gambar 2.8. Gambaran makroskopis tumor phyllodes ganas.5 A. Permukaan potongan tumor phyllodes bervariasi antara kista dan celah. Batas tumor terlihat berbatas tegas. B. Fokus nekrosis (panah) yang terlihat berbeda dari permukaan lain yang berkilat dan seperti daging. C. Nekrosis luas dengan kista berisi

(43)

2.7.2.Gambaran Mikroskopis

Tumor ini mempunyai dua komponen dengan celah yang dilapisi dua lapis epitelium dan mioepitelium dengan stroma yang selular.2, 3 Penonjolan stroma yang selular ini ke rongga kistik membentuk pola seperti daun yang merupakan gambaran karakteristik tumor phyllodes (gambar 2.9.). Komponen stroma merupakan bagian yang neoplastik dari tumor ini.3 Tumor berasal dari stroma periduktal daripada stroma intralobular dan biasanya hanya mengandung sedikit komponen stroma. Sebagian besar tumor mempunyai gambaran histologis yang beragam dan hanya sebagian kecil lesi yang benar-benar menyerupai pertumbuhan berlebihan fibroadenoma intracanalicular dengan peningkatan selularitas stroma.3, 5 Selularitas stroma yang beragam lazim dijumpai dalam tumor phyllodes.3 Pada beberapa kasus, gambaran celah pada pola intracanalicular tertutup oleh hiperplasia duktal epitelium atau dapat juga dijumpai komponen lobulus yang tertutup.5

(44)

periductal stromal hyperplasia atau periductal stromal sarcoma. Tumor ini dapat

tumbuh kembali dengan bentuk tumor phyllodes. Tetapi sebagian tumor phyllodes hanya sedikit atau tidak sama sekali menunjukkan distribusi stroma menjadi zona.5

Dijumpainya celah memanjang yang dilapisi epitelium merupakan gambaran yang berhubungan dengan tumor phyllodes dan kadang-kadang celah ini berdilatasi dan pemadatan stroma disekitarnya dapat dijumpai. Celah yang dilapisi epitelium juga dapat ditemukan pada fibroadenoma. Struktur beberapa

intracanalicular fibroadenoma dapat menyerupai gambaran celah yang ditemukan

pada tumor phyllodes jinak dan membedakan kedua jenis tumor sulit dilakukan. Masalah ini dijumpai terutama pada fibroadenoma berukuran besar yang biasa disebut giant fibroadenoma yang secara ukuran menunjukkan bahwa tumor adalah tumor phyllodes dan celah dapat dijumpai secara makroskopis di permukaan potongan tumor. Secara histologis, stroma pada fibroadenoma

intracanalicular cenderung lebih hiposelular dan uniform.5

(45)

mengekspresikan penanda histiosit sperti CD68 dan juga mengekspresikan p53 dan Ki67.5

Selularitas stroma sering bervariasi pada tumor phyllodes dengan fokus-fokus yang sulit dibedakan dengan fibroadenoma yang berbatas tegas dengan daerah yang lebih selular. Daerah yang seperti ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa tumor phyllodes berasal dari fibroadenoma, jika ini merupakan gambaran yang dijumpai pada beberapa tumor phyllodes.5 Variasi pada selularitas dan struktur stroma juga menyulitkan untuk membuat diagnosis dari sediaan yang diambil dari biopsi aspirasi jarum halus atau dari biopsi core needle.5, 6 Untuk menentukan derajat histologis diperlukan biopsi eksisi. Penentuan derajat histologis didasarkan kepada gambaran selularitas stroma, aktivitas mitosis dan gambaran mikroskopis batas tumor.5

Gambar 2.9. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes.3 A. Gambaran karakteristik tumor

(46)

Gambar 2.10. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stroma miofibroblastik.5 A. Stroma pada tumor jinak dengan pola pseudoangiomatous. B. Stroma pseudoangiomatous dengan

pola susunan fasikular. Struktur fibroepithelial dengan pola pseuodopapillary. C. Struktur pseudoangiomatous diperlihatkan dengan jelas dengan pewarnaan imunohistokimia smooth muscle

actin (avidin-biotin). D & E. Stroma myxoid pseudoangiomatous pada tumor jinak yang mirip dengan myxoid myofibroblastoma.

(47)

kembali yang lebih lama dan yang paling penting lokasi tumbuh kembalinya tumor yang pada awalnya didiagnosis sebagai tumor phyllodes jinak. Tumor phyllodes low-grade malignant lebih cepat tumbuh kembali dan jika tumbuh kembali maka tumor cenderung menjadi tumor phyllodes high-grade malignant.5

Tabel 2. 1. Gambaran tumor phyllodes (TP) jinak, borderline dan ganas. 2, 3, 13

TP Jinak TP Borderline TP Ganas

Selularitas Hiperselular sedang Hiperselular sedang Sangat hiperselular

Atipia sel Ringan Ringan-sedang Berat

Komponen heterolog Jarang Jarang Dapat dijumpai

Distribusi rata-rata secara keseluruhan

60% 20% 20%

(48)

menjelaskan kondisi ini.6 Sel mutinukleus dengan nukleus yang hiperkromatik dapat dijumpai di stroma. Sel ini dilaporkan reaktif terhadap p53 dan Ki67. Perubahan miksoid stroma sering dijumpai pada tumor phyllodes jinak (gambar 2.12. C.), tetapi tumor yang seluruhnya dibentuk oleh jaringan seperti ini sangat jarang dijumpai. Pseudoangiomatous hyperplasia stroma dapat ditemukan pada tumor phyllodes jinak atau ganas.5

Tumor phyllodes yang ganas atau high grade memiliki gambaran peningkatan pertumbuhan stroma yang hiperselular. Pada sebagian besar kasus, gambaran ini disertai peningkatan aktifitas proliferasi stroma dengan mitosis lebih besar dari lima per 10 lapangan pandang besar dan biasanya dengan batas tumor yang invasif (gambar 2.13).3, 5 Pleomorfisme sel stroma lebih jelas pada tumor phyllodes ini. Jarang dijumpai stroma dengan komponen elemen sarkoma lainnya seperti angiosarkoma, liposarkoma, kondrosarkoma, myosarkoma atau osteosarkoma (gambar 2.14, 2.15, 2.16).5

Gambar 2.11. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan pseudoangiomatous stromal hyperplasia dan stromal giant cell.5 A. Sel berinti banyak yang dijumpai pada stroma. B.

(49)

Gambar 2.13. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas.3 A. Struktur seperti daun dengan peningkatan pertumbuhan stroma. Stroma terlihat lebih dominan daripada komponen epitel dan

terlihat sangat hiperseluler. B. Komponen stroma ganas memperlihatkan tampilan seperti fibrosarkoma. C. Gambaran atipia sel yang terlihat jelasdan mitosis > 10/10 LPB. D. Gambaran

heterogen sering dijumpai dalam tumor phyllodes. Stroma yang mengalami hyalinisasi terlihat Gambar 2.12. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak.3. A. Sel stroma menunjukkan gambaran atipia ringan,

mitosis <5/10 LPB dan tanpa pertumbuhan stroa yang berlebihan. B.

Kondensasi sel yang berhubungan dengan perubahan miksoid terlihat

(50)

Gambar 2.14. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas dengan komponen liposarkoma.3, 5 A. Difererensiasi liposarkoma pada tumor phyllodes ganas.3 B. Tumor yang sama yang menunjukkan lipoblast dengan jumlah cukup banyak.3 C. Liposarkoma pleomorfik.5 D.

Liposarkoma miksoid.5

Gambar 2.15.Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas dengan komponen angisarkoma dan kondrosarkomatous.5 A.

Pola pembentukan pembuluh daeah (vasoformative). B. Pola telengiectatic. C-E.

Tumor ganas lain dengan sel spindle (C), komponen kondrosarkomatous (D) dan

(51)

Tumor phyllodes low grade malignant atau borderline dapat memberikan gambaran berbatas tegas atau invasif, mitosis rata-rata 2-5 mitosis per 10 lapangan pandang besar dan selularitas stroma sedang yang tersebar heterogen diantara daerah yang hiposelular (gambar 2.17). Sel stroma bentuk spindle di berbagai lesi ini mirip dengan fibromatosis atau low grade fibrosarkoma atau menunjukkan gambaran pseudoangiomatous hyperplasia. Dapat juga dijumpai metaplasia kartilaginous, osseus, dan lipomatous.5

(52)

tertutupi oleh distribusi epitel yang tidak lazim (varian tumor phyllodes) dan biasanya mirip dengan papillary neoplasm atau tumor adenosis (gambar 2.19.).5

Gambar 2.17. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes low grade malignant atau borderline.3 A.

Gambaran stroma dengan hiperselularitas disertai gambaran atipia sel (B). Mitosis biasanya >5 per 10 LPB. Tidak dijumpai gambaran peningkatan pertumbuhan stroma dan batas tumor yang tidak

jelas.

Gambar 2.16. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas dengan komponen kondrosarkoma dan myosarkoma.5 A. Tumor

phyllodes ganas dengan kondrosarkoma dan osteoid. B&C. Rhabdomiosarkoma pada tumor phyllodes (panah). D. Pola cross striation pada

rhabdomiosarkoma. E. Sel dengan imunorekativitas terhadap mioglobin (avadin-biotin). Sel tumor rhabdoid juga menunjukkan

(53)

Gambaran abnormalitas epitel jarang menjadi karsinoma intraduktal dan diagnosis karsinoma intraduktal atau karsinoma duktal invasif dalam tumor phyllodes jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai karsinoma in situ dan duktal invasif dan karsinoma lobular dalam tumor phyllodes (gambar 2.20.).5 Davidson dan rekan melaporkan satu kasus tumor phyllodes borderline yang disertai tubular karsinoma invasif dan lobular karsinoma in situ pada perempuan berusia 53 tahun yang awalnya didiagnosis sebagai fibroadenoma dengan biopsi core needle, diagnosis tumor phyllodes borderline serta tubular karsinoma invasif dan lobular karsinoma in situ ditegakkan setelah eksisi massa pasca pembesaran tumor yang cepat.14

Gambar 2.18. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak atypical epithelial hyperplasia.5 A & B. Hiperplasia sel kolumnar dengan mitosis (panah). C. Atypical hyperplasia. D. Florid

(54)

Gambar 2.7.2.11. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stromal giant cell.5 A & B. Sel stroma multinucleated dalam tumor dengan proliferasi adenosis epitel.

Metaplasia skuamus epitelium duktal yang dapat terjadi pada tumor phyllodes jinak dan ganas dijumpai sekitar 10%. Aspirasi derah kistik dengan metaplasia skuamus dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai kista skuamus (gambar 2.21.). Metaplasia apokrin juga dilaporkan dijumpai pada epitelium tumor phyllodes (gambar 2.22.). Lobulus dapat turut serta dalam pembentukan tumor phyllodes dan memberikan gambaran perubahan proliferatif seperti sclerosisng adenosis. Dijumpainya lobulus dapat menimbulkan kesalahan diagnosis sebagai fibroadema terutama jika terdapat lobular hiperplasia dan selularitas stroma tidak meningkat. Sangat jarang proliferasi epitel membentuk

Gambar 2.20. Gambaran mikroskopis karsinoma in situ dan invasif duktal dalam tumor

phyllodes.3 Gambaran tumor phyllodes dapat dikenali tetapi

(55)

pola adenosis atau hiperplasia papiler sehingga menutupi tumor phyllodes yang ada dan tidak dapat dikenali hingga tumor tumbuh kembali kemudian.5

Gambar 2.21. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan metaplasia skuamus.5 A.

Metaplasia skuamus fokal berhubungan dengan florid epithelial hyperplasia. B. Metaplasia skuamus kistik (kedanya diwarnai dengan hematoksilin-phloxine-saffranin).

(56)

Gambar 2.25. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes dengan metastasis komponen stroma dan epitel.5 A. Tumor primer menunjukkan gambaran sel spindle ganas periglandular dengan diselingi oleh jaringan adiposa yang matur. B. Komponen kelenjar dan adiposa dijumpai pada tumor yang

bermetastasis ke paru-paru.

2.7.3.Imunohistokimia

Sejumlah penelitian telah menilai berbagai penanda imunohistokima untuk membedakan fibroadenoma dari tumor phyllodes jinak dan mencoba memperkirakan sifat serta mengklasifikasi tumor phyllodes dengan akurat.3 Stroma pada tumor phyllodes positif dengan vimentin. Reaktivitas terhadap aktin, CD34 dan desmin dijumpai pada stroma dengan proporsi berbeda-beda pada setiap kasus dengan gambaran diferensiasi miofibroblast menjadi myoid atau stroma pseudoangiomatous. Sel stroma jarang menunjukkan reaktivitas terhadap S-100. Menurut Tse dan rekan, reaktivitas stroma tumor phyllodes terhadap c-kit,

(57)
(58)

berlaku untuk pemeriksaan serial tumor phyllodes dengan flow cytometry dan evaluasi DNA ploidy serta S-phase fraction tidak terlalu bermakna dalam menilai prognosis tumor ini.3

(59)

merupakan satu pertimbangan memilih penatalaksanaan pasien dan kontrol ketat harus dilakukan untuk mendeteksi kekambuhan dan transformasi ganas.15 Indeks Ki67 telah terbukti bermakna membedakan antara fibroadenoma dengan tumor phyllodes jinak pada perempuan berusia dibawah 25 tahun. Penelitian lebih lanjut untuk ekspresi heterogen Ki67 pada tumor phyllodes untuk menentukan apakah jaringan dari biopsi core needle dapat digunakan dan dipercaya untuk menilai ekspresi penanda ini.5

(60)

2.7.4.Sitologi

Seperti fibroadenoma, tumor phyllodes adalah tumor bifasik dengan komponen epitel dan stroma tetapi dengan selularitas stroma lebih menonjol.6, 10 Gambaran klinis tumor phyllodes sering menyerupai karsinoma karena ukurannya yang besar, merubah tampilan payudara bahkan dapat ulserasi ke kulit diatasnya. Klasifikasi tumor phyllodes menjadi tumor yang jinak, borderline dan ganas tidak dapat dilakukan dengan aspirasi biopsi. Penggunaan sel blok disarankan untuk menegakkan diagnosis. Walaupun stroma hiperselular dan terdapat peningkatan rasio stroma jika dibandingkan dengan epitel lebih mengarahkan diagnosis pada keganasan, tetapi pemeriksaan histopatologis diperlukan untuk memastikan diagnosis karena diperlukan evalusai terhadap batas tumor yang invasif yang merupakan salah satu gambaran yang harus dievaluasi saat menilai keganasan tumor.10

(61)

phyllodes kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan aspirasi saja dan harus dengan biopsi core needle.10 Derajat atipia sel yang ada pada sel stroma bervariasi untuk setiap kasusnya. Pada beberapa tumor nukleus terlihat monomorfik dan identik hingga hanya terlihat sedikit membesar jika dibandingkan dengan nukleus pada fibroadenoma.7 Pada kasus lainnya nukleus sangat bervariasi ukuran dan bentuk dan dapat menunjukkan gambaran hiperkromatik dengan mitosis yang cukup banyak yang mengarahkan diagnosis ke tumor ganas (gambar 2.26.).5, 7 Pada kasus yang jarang, dapat dijumpai sel yang aneh yang berhubungan dengan stroma yang ganas.7 Potongan stroma dengan diferensiasi lemak dapat dijumpai pada sediaan dari tumor phyllodes dengan diferensiasi adiposa atau liposarkomatous.5

Gambar 2.24. Gambaran sitologi tumor phyllodes.5 A. Sediaan histologis

tumor phyllodes low grade malignant. B. sediaan hapusan dengan gambaran sel stroma bipolar yang banyak dan kelompokan sel epitel yang ireguler. C.

(62)

Gambar 2.24. Gambaran sitologi tumor phyllodes.10 A. Kelompokan sel epitel tumor phyllodes yang mirip dengan fibroadenoma tetapi mungkin terlihat lebih padat (Pulasan Diff-Quik). B.

Kelompokan sel stroma yang terlihat selular. (Pulasan Papanicolau).

Gambar 2.26. Gambaran sitologi tumor phyllodes dengan stroma ganas.7 A. Gambaran sel ganas

aneh yang berasal dari stroma tumor phyllodes yang diperlihatkan pada gambar B. (A: pulasan dengan giemsa. B: hematoksilin dan eosin).

Sediaan hapusan berasal dari tumor phyllodes menimbulkan dua masalah diagnosis: (1) Apakah lesi merupakan fibroadenoma atau dapatkah di diagnosis sebagai tumor phyllodes?. (2) Pada kasus dengan abnormalitas sel stroma sangat jelas, apakah lesi suatu tumor phyllodes atau karsinoma?. Walaupun mungkin tidak dapat membedakan fibroadenoma dengan tumor phyllodes dengan aspirasi, sel stroma dengan nukleus spindle dan gemuk lebih mengarah ke diagnosis tumor phyllodes.7 Lesi dengan gambaran hiperplasia epitel yang diaspirasi atau dibiopsi

core needle dapat menunjukkan stroma yang tertutup oleh hiperplasia epitel dan

(63)

Gambaran sel epitel yang hanya sedikit, kohesi dan polaritas antar epitel merupakan gambaran yang berhubungan dengan tumor phyllodes daripada suatu karsinoma.5 Diagnosis tumor phyllodes dengan sitologi sudah jelas mempunyai resiko kesalahan diagnosis dan hanya bisa diatasi dengan eksisi tumor dan pemeriksaan histopatologis.7

2.8.Diagnosis Banding

Diagnosis banding tumor phyllodes adalah fibroadenoma dan lesi fibroepitelial lainnya yang jinak. Sedangkan tumor phyllodes ganas harus dibedakan dengan karsinoma metaplastik dan sarkoma primer payudara yang jarang. Gambaran yang membedakan diagnosis banding dapat dilihat pada tabel 2.1. dan 2.2. Pada karsinoma metaplastik, komponen epitel ganas (jika ada) cenderung bersatu dengan komponen sel spindle, sedangkan pada tumor phyllodes, komponen epitel jinak dan tetap mempunyai batasan yang tegas dengan komponen sel spindle. Penanda sitokeratin (termasuk sitokeratin dengan berat molekul tinggi) dan p63 harus digunakan dan bermanfaat terutama untuk menegaskan komponen sel spindle ganas pada karsinoma metaplastik. CD34 juga bermanfaat karena sering diekpresikan pada stroma tumor phyllodes tetapi tidak dijumpai pada sel spindle karsinoma metaplastik atau pada fibromatosis. Pada kasus fibromatosis tidak dijumpai gambaran sitologi yang ganas dan komponen epitel.3

Sarkoma primer payudara sangat jarang dan termasuk diantaranya adalah

malignant fibrous histiocytoma, liposarkoma, leiomiosarkoma dan yang sangat

(64)

pengambilan blok jaringan yang menyeluruh pada lesi, karena pertumbuhan stroma yang berlebihan dapat menyebabkan komponen epitel hanya fokal. Banyak lesi yang dilaporkan sebagai sarkoma payudara primer merupakan tumor phyllodes ganas yang komponen epitelnya luput dari pengamatan. Sebagai tambahan, jika tumor phyllodes tumbuh kembali, dapat berupa sarkoma murni tanpa dijumpainya komponen epitel sehingga riwayat menderita tumor phyllodes harus dievaluasi pada kasus seperti ini.3

Tabel 2.2. Gambaran fibroadenoma dibandingkan tumor phyllodes jinak.3

Fibroadenoma Phyllodes Jinak

Distribusi usia Puncak pada 30 tahun Puncak pada 50 tahun

Ukuran rata-rata 1-3 cm, bisa lebih besar Beberapa cm sampai 20 cm

Tumbuh dengan cepat

Selularitas (stroma) Hiposelular* atau hyalinisasi Selular

Atipia sel (stroma) Tidak ada Ringan

Mitosis Jarang Ringan

Derajat kekambuhan Beberapa tumbuh kembali 15%-20%

*Fibroadenoma seluler menunjukkan stroma yang hiperseluler.

2.9.Penatalaksanaan dan prognosis

(65)

tumor yang jinak. Metastasis dijumpai pada 25% tumor phyllodes ganas dan lesi ini sering tumbuh kembali. Kekambuhan terjadi dengan cepat pada tumor phyllodes ganas jika dibandingkan dengan tumor borderline atau jinak. Kurang dari 1% tumor phyllodes ganas bermetastasis ke kelenjar getah bening.5 Dari kepustakaan diketahui bahwa tumor yang bermetastasis berhubungan dengan pertumbuhan berlebihan stroma dan selularitasnya, gambaran atipia stroma dan derajat aktivitas mitosis serta ada atau tidaknya nekrosis.3 Dijumpainya komponen heterolog yang ganas dan pertumbuhan stroma yang berlebihan merupakan indikasi prognosis buruk.3, 6 Terdapat perbedaan prognosis antara tumor dengan differensiasi sel stroma yang berbeda. Beberapa pasien dengan osteogenik dan kondrosarkoma cenderung bermetastasis sistemik tetapi pasien dengan diferensiasi liposarkomatous tetap bebas penyakit.3

(66)

menghindari kekambuhan maka eksisi tumor harus menyeluruh dengan batas sayatan di luar tumor yang disarankan adalah satu cm.4, 16, 17, 19 Kekambuhan lokal merupakan hal yang buruk terutama karena beberapa tumor phyllodes kambuh dengan derajat histologis lebih tinggi dari sebelumnya dan dapat menginvasi ke dinding dada.5 Kekambuhan lokal tidak menggambarkan metastasis sistemik. Sekitar 40% kasus tumor phyllodes ganas yang bermetastasis, tidak didahului oleh tumor lokal yang tumbuh kembali secara lokal sebelum tumor menyebar luas.3

Karena diagnosis tumor phyllodes sering tidak diantisipasi secara klinis sebelum operasi, eksisi awal biasanya tidak sempurna dan eksisi ulang diperlukan. Jaringan dari eksisi awal dan eksisi sekunder harus ditandai dan batas sayatan harus dievaluasi secara histopatologi dengan seksama. Tindakan mastektomi dipilih sebagai terapi primer jika tumor phyllodes ganas tidak dapat dieksisi sempurna dengan eksisi kosmetik. Pengangkatan kelenjar getah bening dilakukan jika ada kemungkinan karsinoma dalam tumor phyllodes atau jika ada indikasi keterlibatan kelenjar getah bening dalam payudara yang sama secara klinis.3

Lokasi metastasis yang paling umum adalah paru-paru, tulang dan jantung.5 Tetapi hampir semua organ dapat menjadi tempat metastasis tetapi biasanya tidak dijumpai antemortem.2, 5 Tempat yang tidak umum sebagai tempat metastasis adalah mandibula, maksila dan sistem syaraf pusat.5

(67)

kasus dan biasanya dideteksi dalam 3 tahun terapi awal walupun dapat dijumpai juga pada waktu yang jauh lebih lama. Kematian biasanya karena tumor phyllodes yang bermetastasis biasanya terjadi 5 tahun pasca diagnosis. Hampir semua kasus yang menyebabkan kematian adalah kasus pasien dengan tumor phyllodes ganas atau yang tumbuh kembali sebagai tumor phyllodes ganas.5

Tumor phyllodes yang bermetastasis tidak menunjukkan respon terhadap kemoterapi atau radioterapi yang saat ini tersedia. Angka bebas penyakit yang lebih lama dilaporkan pada 2 pasien yang diterapi dengan ifosfamid dan terapi paliatif dan dilaporkan juga berhasil dicapai dengan mennggunakan terapi kombinasi kemoterapi dan radioterapi.5

2.10. Pulasan Van Gieson

Pulasan Van Gieson adala salah satu metode pulasan sederhana yang pertana kali diperkenalkan oleh seorang ahli neuropsychiatrist and ahli patologi Amerika Ira Van Gieson. Pulasan ini biasanya digunakan untuk membedakan kolagen dengan jaringan ikat lainnya. Pulasan ini merupakan campuran antara asam pikrat dengan acid fuchsin. Terdapat beberapa formula larutan pulasan Van Gieson. Salah satu komposisi larutan yang dapat digunakan adalah larutan saturated

aqueous picric acid 50 ml, larutan 1% aqueous acid fuchsin 9 ml, distilled water

(68)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian bersifat deskriptif.

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai mulai bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian dan hasil penelitian.

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi

(69)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari jaringan payudara yang sesuai dengan kriteria inklusi.

3.4. Jumlah Sampel

Tergantung pada jumlah penderita tumor payudara dengan diagnosis histologis tumor phyllodes pada Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari bulan Januari 2010 sampai Desember 2011.

3.5. Kriteria Penelitian

3.5.1. Kriteria Inklusi:

Yang termasuk kriteria inklusi adalah sediaan blok parafin jaringan payudara dengan slaid pulasan hematoksilin eosin yang didiagnosis dengan tumor phyllodes jinak, borderline dan ganas.

3.5.2. Kriteria Eksklusi:

1. Sediaan blok parafin yang kemudian didiagnosis dengan fibroadenoma, sarkoma stroma payudara dan karsinoma metaplastik.

(70)

3.6. Cara Kerja

1. Semua slaid yang berasal dari tumor payudara yang telah didiagnosis sebagai tumor phyllodes.

2. Dilakukan pembacaan ulang oleh dua orang dokter spesialis patologi bersamaan dengan peneliti untuk memisahkan antara tumor phyllodes, fibroadenoma, sarkoma stroma payudara dan karsinoma metaplastik. 3. Kemudian tumor phyllodes diklasifikasikan menjadi tumor phyllodes

jinak, borderline dan ganas (berdasarkan pada klasifikasi WHO tahun 2003).

4. Dilakukan pemotongan ulang blok paraffin. 5. Dilakukan pulasan dengan Van Gieson

6. Evaluasi ulang seluruh gambaran histologis slaid dengan pulasan hematoksilin-eosin dan Van Gieson.

3.6.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut19:

1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam lemari pendingin sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 4-6 µm. Setiap blok parafin, dipotong ulang 1 kali untuk pulasan Van Gieson

(71)

Selanjutnya, kaca objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate) 50-60⁰C. Setelah parafin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan

jaringan siap untuk dipulas.

3.6.2. Prosedur sebelum pulasan Van Gieson.19

1. Slaid dengan potongan tipis jaringan 4-6 µm yang sudah ditempelkan pada kaca objek dideparafinisasi dengan cara mencelupkan preparat ke dalam cairan xylol sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

2. Rehidrasi dengan mencelupkan slaid secara berurutan dalam etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 5 menit.

3. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit. 4. Slaid siap dipulas dengan pulasan Van Gieson. 3.6.3. Protokol Pemulasan Van Gieson. 19

1. Slaid yang telah dideparafinisasi dan dibilas dengan air mengalir, dipulas dengan Weigert’s iron hematoxilin selama 15-30 menit untuk memulas nukleus.

2. Bilas dengan air mengalir.

3. Bilas dengan larutan alkohol asam untuk menghilangkan Weigert’s iron

hematoxilin dari sitoplasma dan struktur lain kecuali nukleus.

4. Bilas dengan air mengalir hingga alkohol asam hilang. 5. Pulas dengan larutan Van Gieson selama 3 menit

(72)

7. Clearing dengan cara mencelupkan preparat ke dalam larutan xylol

sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit. 8. Lakukan mounting dan tutup dengan kaca penutup.

3.7. Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: mikrotom,

waterbath, tissue hot plate, lemari pendingin, staining jar, stainning rack, kaca

objek, kaca penutup, neraca bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, pipet tetes, gelas ukur, gelas Erlenmeyer, gelas beker, dan mikroskop cahaya.

3.7.2. Bahan Penelitian

• Blok parafin yang telah didiagnosa dengan pulasan hematoksilin eosin sebagai tumor phyllodes jinak, borderline dan ganas.

Pulasan Van Gieson ( Komposisi larutan pulasan: larutan saturated

aqueous picric acid 50 ml, larutan 1% aqueous acid fuchsin 9 ml,

distilled water 50 ml19)

Larutan couterstain Weigert’s iron hematoxilin

Etanol absolute, 96%,80%,70%

• Larutan xylol.

• Larutan alkohol asam (99 ml alkohol 70% +1 ml asam hidroklorik konsentrat)

Gambar

Gambar 2.2. Anatomi daerah subareola.4
Gambar 2.3. Potongan transversal payudara yang menggambarkan struktur duktus dan
Gambar 2.4. Gambaran
Gambar 2.5. Gambaran tumor phyllodes pada perempuan usia pertengahan.3 Terlihat terdapat peregangan kulit diatas tumor dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh jumlah kasus low grade , terbanyak dijumpai pada penderita dengan lokasi massa tumor di batang tubuh, yakni sebanyak 9 orang penderita.. Demikian pula dari seluruh

Suatu penelitian di Benin, Nigeria oleh Umanah (2010) yang mengamati tentang pola tumor payudara pada remaja berusia 10-19 tahun melaporkan bahwa pada usia tersebut

Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma 1,2,3 atau malignant mesenchymal tumor 1,4 adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel

Fibrosarkoma tipe dewasa adalah suatu tumor ganas, yang terdiri dari sel-sel fibroblas dengan produksi kolagen yang bervariasi, dan dalam kasus klasik dapat

Dilakukan pengumpulan data dari rekam medik penderita tumor nasofaring yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Dilakukan pengumpulan data dari rekam medik penderita tumor nasofaring yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Ectopic pituitary adenoma berupa tumor di mukosa nasofaring yang seluler dan tidak berkapsul, dengan epitel permukaan yang masih intak. Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan hasil

Judul Penelitian : Profil Penderita Tumor Nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas K\edokteran USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013. Nama :