Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan
Terhadap Lingkungan Pesisir Dan Laut
(Studi Deskriptif Di Desa Pekan Tanjung Beringin Dan Desa Pantai Cermin Kanan Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sosial dalam bidang antropologi
Oleh:
Rudolf Andi Butarbutar 020905025
Antropologi
Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Departemen
Antropologi pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Abstraksi
Butarbutar, Rudolf Andi 2008. Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut (Studi deskriptif di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan di Kabupaten Serdang Bedagai).
Penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan memanfaatkan dan mengelola segala jenis potensi sumberdaya pesisir dan laut mereka. Disamping itu, penelitian ini juga memaparkan bagaimana keterkaitan segala aktifitas ekonomi nelayan tersebut terhadap kondisi pesisir laut di wilayah desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan dan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan dan laut, baik ekosistem hutan mangrove, dan ekosistem perairan lepas berupa berbagai jenis ikan, biota, dan tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis atau primer. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu nelayan-nelayan yang aktif melakukan penangkapan penuh untuk memenuhi kebutuhan hidup, Kepala Desa dan beberapa masyarakat yang memiliki aktifitas selain nelayan. Observasi dilakukan untuk mengamati kerusakan hutan mangrove dan melihat aktifitas nelayan dalam pengoperasian alat tangkap dan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi bagi rumah tangga mereka.
Hasil penelitian menunjukkan komunitas masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan sangat intensif memanfaatkan dan mengelola berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan laut baik ekosistem hutan mangrove, pesisir danperairan lepas. Dalam mengeksploitasi sumber daya pesisir dan laut, nelayan memiliki pengetahuan lokal terhadap sumberdaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berakibat langsung terhadap pemilihan teknologi penangkapan, mekanisme operasi dan wilayah operasi penangkapan (perikanan pantai, lepas pantai dan perairan lepas). Beragamnya usaha-usaha pemanfaatan ekosistem laut dengan pengimplementasian aneka ragam terknologi penangkapan tradisional maupun moderen mencerminkan nuansa kompetisi antar dan antara sesama nelayan yang langsung dirasakan langsung oleh nelayan dilokasi penelitian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahan kasih dan
anugerah-Nya yang begitu besar sehingga penulisan skripsi ini telah selesai disusun
penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan
nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Ir. R. S. Butarbutar dan
Ibunda M. Sitorus, juga kepada kakak, abang dan adik-adikku terkasih yang selama ini
telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Penulis juga berterima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. M. Arif Nasution MA.
yang telah memberikan fasilitas akademik selama menjalani kuliah di FISIP USU.
2. Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, Drs. Zulkifli Lubis MA. yang telah
memberikan fasilitas dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan.
3. Drs. R. Hamdani Harahap, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan tenaga serta memberikan bimbingan dan masukan
yang sangat berharga dari awal hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Drs. Agustrisno selaku dosen pembimbing akademik yang telah sabar
membimbing dan perhatiannya dalam mengarahkan penulis selama menjalani
perkuliahan di Antropologi FISIP USU.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi FISIP USU yang telah
memberikan didikan dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani
6. Teman-teman yang telah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini terutama buat teman seperjuangan Indra ”Janggual”
Suryadarma dan Didi ”Peong” Alfagansi. Dan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya atas doa dan saran-saran yang penulis terima dari sahabat dan
kerabat-kerabat Antropologi yaitu Karmila br Karo, Shintia, Veria, Meri, Tere ono, Indra
Sinaga, Wiyono serta rekan-rekan stambuk 2002 yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu.
7. Bapak Kepala desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan dan
semua warga desa yang telah mau menerima dan mendukung saya selama
melakukan penelitian di Desa tersebut.
8. Dan terimakasih yang sebesarnya buat semua teman dan sahabat yang telah rela
membantu menyediakan segala keperluan dan bantuan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga kita tetap selalu berjuang untuk hidup yang lebih
baik.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Antropologi FISIP
USU.
Medan, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI
A.1. Gambaran Umum Kab. Serdang Bedagai ... 25
A.2. Gambaran Umum Desa Pekan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin Kanan ... 28
A.2.1. Letak Administratif Desa Pekan Tanjung Beringin ... 28
Letak administratif Desa Pantai Cermin Kanan ... 30
A.2.2. Letak Astronomis dan Geografis Desa Pekan Tanjung Beringin ... 32
C. Tata Pemukiman serta Luas dan Pola Penggunaan Lahan ... 39
D. Sarana dan Prasarana serta Infra Struktur Sosial ... 42
BAB III. PENGETAHUAN DAN AKTIFITAS PENGELOLAAN MASYARAKAT
NELAYAN TERHADAP EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT ... 56
A. Ekosistem Mangrove... 58
A.1. Pengumpul daun Nipah ... 61
A.2. Penebangan dan Pemanfaatan Hutan Bakau ... 63
A.3. Pertambakan dan Perkebunan Sawit ... 65
A.4. Organisasi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove ... 67
B. Pengelolaan Ekosistem Trumbu Karang dan Laut ... 69
B.1. Organisasi dan Aturan Formal Terhadap Trumbu Karang... 74
B.2. Wilayah Penangkapan atau Jalur Penangkapan ... 75
C. Jenis Alat Tangkap Nelayan dan Pemanfaatan Sumber Daya Laut .. 78
C.1. Nelayan Kawasan Hutan Mangrove dan Pantai ... 80
C.1.1. Nelayan Pencari Biota-biota Laut ... 80
C.1.2. Nelayan Penangkap Ketam dan Kepiting ... 82
C.1.3. Nelayan Penjaring Ikan ... 84
C.1.4. Nelayan Pukat Pantai (Beach Seine Net) ... 85
C.1.5. Nelayan Jaring Gembung (Gill Net) ... 90
C.1.6. Nelayan Jaring Udang (Trammel Net) ... 92
C.1.7. Nelayan Pancing Acar (Line Fishing) ... 94
C.2. Nelayan Lepas Pantai dan Laut Lepas ... 95
C.2.1. Bagan Boat (Boat Lift Net) ... 96
C.2.2. Nelayan Pukat Ikan (PI) ... 101
C.2.3. Nelayan Pukat Langgai ... 104
C.2.4. Nelayan Pukat Cincin/Pukat Tongkol ... 105
D. Pemasaran dan Pengelolaan Hasil Tangkap ... 108
E. Pengetahuan Nelayan Terhadap Gejala Alam, Konflik dan Mitos Laut ... 114
E.1. Pengetahuan Tentang Gejala Alam (Membaca Cuaca dan Rotasi Bulan) ... 115
E.2. Konflik-konflik Nelayan ... 120
E.2.1. Konflik Sesama Nelayan Tradisional ... 121
E.2.1. Konflik Antar Nelayan Tradisional dan Nelayan Moderen .. 123
E.3. Kepercayaan Nelayan terhadap Mitos Laut ... 124
BAB IV. KETERKAITAN AKTIFITAS DAN PENGELOLAAN MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP KELESTARIAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT ... 127
A. Perubahan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut akibat Aktifitas Manusia ... 127
A.1. Kelestarian Ekosistem Mangrove ... 130
A.2. Kelestarian Ekosistem Terumbu Karang dan Padang Lamun . 132 A.3. Kelestarian Pesisir Pantai dan Sungai ... 137
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 147 A. Kesimpulan ... 147 B. Saran ... 153
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
Peta Wilayah
Foto Dokumentasi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel Variabel Penelitian ... 22
2. Tabel 1. Sarana Pendidikan Desa Pekan Tanjung Beringin ... 47
3. Tabel 2. Sarana Pendidikan Desa Pantai Cermin Kanan ... 47
4. Tabel 3. Sarana Peribadatan Di Kedua Desa ... 50
5. Tabel 4. Data Nelayan ... 55
6. Tabel 5. Data Mata Pencaharian Penduduk ... 55
7. Tabel 6. Data Kapal dan Alat Tangkap ... 79
8. Tabel 7. Data Sarana Budidaya, Produksi dan Pemasaran ... 108
9. Tabel Matriks Dampak dan Pengaruh Aktifitas Nelayan ... 143
Abstraksi
Butarbutar, Rudolf Andi 2008. Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir dan Laut (Studi deskriptif di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan di Kabupaten Serdang Bedagai).
Penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan memanfaatkan dan mengelola segala jenis potensi sumberdaya pesisir dan laut mereka. Disamping itu, penelitian ini juga memaparkan bagaimana keterkaitan segala aktifitas ekonomi nelayan tersebut terhadap kondisi pesisir laut di wilayah desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan dan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan dan laut, baik ekosistem hutan mangrove, dan ekosistem perairan lepas berupa berbagai jenis ikan, biota, dan tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis atau primer. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu nelayan-nelayan yang aktif melakukan penangkapan penuh untuk memenuhi kebutuhan hidup, Kepala Desa dan beberapa masyarakat yang memiliki aktifitas selain nelayan. Observasi dilakukan untuk mengamati kerusakan hutan mangrove dan melihat aktifitas nelayan dalam pengoperasian alat tangkap dan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi bagi rumah tangga mereka.
Hasil penelitian menunjukkan komunitas masyarakat nelayan desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan sangat intensif memanfaatkan dan mengelola berbagai sumberdaya yang terkandung didalam ekosistem perairan laut baik ekosistem hutan mangrove, pesisir danperairan lepas. Dalam mengeksploitasi sumber daya pesisir dan laut, nelayan memiliki pengetahuan lokal terhadap sumberdaya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga berakibat langsung terhadap pemilihan teknologi penangkapan, mekanisme operasi dan wilayah operasi penangkapan (perikanan pantai, lepas pantai dan perairan lepas). Beragamnya usaha-usaha pemanfaatan ekosistem laut dengan pengimplementasian aneka ragam terknologi penangkapan tradisional maupun moderen mencerminkan nuansa kompetisi antar dan antara sesama nelayan yang langsung dirasakan langsung oleh nelayan dilokasi penelitian.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mengatasi krisis ekonomi, sektor kelautan dan perikanan merupakan
harapan sekaligus andalan pemerintah yang menjadi salah satu hal yang wajib dan harus dilirik oleh pemerintah saat ini. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki jumlah pulau sebanyak 17.508
buah dengan panjang pantai 81.000 kilometer sehingga termasuk negara kedua yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada. Luas wilayah laut negeri kita,
termasuk didalamnya zona ekonomi eksklusif, mencakup 5,8 juta kilometer persegi, atau sekitar tiga perempat dari luas keseluruhan wilayah Indonesia (Dahuri 2002).
Dilihat dari keadaan geografis tersebut, maka Negara Indonesia terkenal
memiliki potensi kelautan dan pesisir yang kaya. Potensi sumber daya pesisir di Indonesia dapat digolongkan sebagai kekayaan alam yang dapat diperbaharui
termasuk didalamnya hutan Mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, dan ikan-ikan yang beraneka - ragam jenisnya. Dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti mineral, berbagai macam lingkungan dan sumber daya yang tidak
dapat habis meliputi gelombang, energi pasang surut, energi angin dan matahari. Dengan kenyataan seperti itu sumber daya pesisir dan lautan Indonesia merupakan
salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat potensial disamping sumber daya alam darat.
Berbicara tentang pesisir pantai di Indonesia tidak terlepas dari sumber daya
masyarakat pesisir hampir pasti yang selalu muncul adalah masyarakat yang marginal,
miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa secara politik ataupun ekonomi. Terutama nelayan yang digolongkan sebagai nelayan musiman, nelayan yang hanya memiliki perahu tanpa motor atau nelayan buruh (Harahap, 2007: 17).
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat nelayan ini secara penuh bergantung pada sumber daya pesisir dan laut. Dimana mereka secara rutin
memanfaatkan kekayaan alam pesisir dan laut untuk menunjang ekonominya. Mereka memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut dengan beragam cara diantaranya adalah penangkapan ikan, pemeliharaan ikan (Tambak), pemukiman, industri dan pariwisata.
Penangkapan ikan yang dilakukan para nelayan sudah berlangsung sejak dahulu. Dimana sumber daya alam yang ada di pesisir laut masih begitu banyak untuk
memenuhi kebutuhan mereka, tetapi saat ini sumber daya itu sudah mengalami penurunan secara drastis. Hal ini dikarenakan eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya tersebut tidak disertai dengan pemeliharaan dan penjagaan terhadap ekosistem
secara baik. Penggunaan alat tangkap yang berbahaya bagi lingkungan pesisir dan laut serta aktifitas ekonomi para nelayan menjadi salah satu penyebabnya. Di sisi lain pesisir dan laut merupakan muara seluruh aktifitas di darat. Berbagai limbah, mulai
dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan berbagai sampah lainnya yang mengalir dari sungai-sungai baik yang sudah melewati proses
pengolahan maupun yang belum pada akhirnya mengalir ke laut.
Menurut Dahuri (2003) sumber pencemaran di wilayah pesisir dan laut di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu industri, limbah cair
unsur hara, logam beracun, pestisida, organisme patogen, dan bahan-bahan yang
menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut menjadi berkurang.
Salah satu contoh yang menjadi peristiwa pencemaran di pesisir dan laut akibat pencemaran logam berat (Hg dan Cd) adalah di Teluk Minamata, Jepang.
Limbah logam tersebut telah dibuang ke Teluk Minamata sejak tahun 1940-an, tetapi dampak baru terdeteksi pada tahun 1960-an. Contoh lain juga pernah terjadi di
Indonesia yaitu berkaitan dengan pembuangan air tambak udang yang dikelola secara intensif ke perairan pantai Utara Jawa yang berlangsung dari tahun 1981. Namun, akibatnya terhadap penurunan kualitas perairan baru dapat dirasakan pada tahun
1990-an, yang menyebabkan produktifitas tambak mengalami penurunan.
Persaingan antara nelayan tradisional atau nelayan dengan alat tangkap yang
masih sederhana yang terdiri dari 1-4 orang dalam perahu atau motor tempel dan nelayan modern yang menggunakan fasilitas modern dengan anggota dan modal yang besar di lautan yang seluruhnya mereka gunakan sebagai tempat untuk memenuhi
kebutuhan ekonominya dapat pula mengakibatkan terganggunya ekosistem daerah pesisir pantai. Ini di karenakan penggunaan alat tangkap oleh nelayan yang memiliki modal besar sering digunakan tidak pada tempatnya dan tidak sesuai dengan
ketentuan yang telah diberlakukan di wilayah yang menjadi tempat bernaungnya berbagai kehidupan manusia dan kebutuhannya.
Pengoperasian alat tangkap trawl atau yang lebih dikenal dengan nama pukat harimau, menurut Dahuri (2003) adalah salah satu alat tangkap ikan yang telah dilarang oleh pemerintah untuk digunakan (sesuai dengan Keppres No. 9/1980).
akibatnya nelayan yang hanya mampu menangkap ikan di daerah dangkal menjadi
berkurang hasil tangkapannya. Karena trawl dengan segala kelebihannya dapat mengangkut ikan dalam jumlah besar, tanpa pandang bulu mulai dari terkecil hingga hingga ikan besar.
Di satu sisi modus tangkap trawl mampu memaksimalkan produksi dari segi kuantitas, terutama jika dihadapkan dengan target pertumbuhan ikan nasional. Namun
beroperasinya kapal-kapal bermotor trawl yang dianggap bersifat ekspolitatif dan destruktif terhadap lingkungan perikanan laut, sekaligus akan mengalahkan nelayan tradisional yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam persaingan merebut
pangsa ikan.
Penggunaan pukat harimau dan modifikasinya menurut Dahuri (2003)
ditemukan dengan nama yang berbeda disetiap tempat seperti Dogol di Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Jambi, Pukat Tepi di Jawa Timur, Sondong Sambo di Riau, Otok di Jawa Barat, Trawl Mini di Kalimantan Timur, Lampara Dasar di Kalimantan
Timur, Riau, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah, Jor Arat di Jawa Barat dan Lampung, dan Centrang di Lampung. Sedangkan modifikasi pukat harimau ini disebut juga Pukat Ikan (PI) (Bappeda Sumatera Utara dan PKSPL IPB, 2002).
Kondisi nelayan tradisional semakin terjepit dan termarginalisasi kedalam jurang kemiskinan akibat ketidak mampuan bersaing dengan kelompok pemilik modal
dalam ekpolitasi sumber daya laut, dan dikarenakan tekanan ekonomi mereka yang serba kurang, sehingga nelayan tradisional akhirnya berusaha untuk memperoleh ikan dengan cara yang dapat merusak lingkungan yaitu dengan cara menggunakan bahan
jenis-jenis ikan karang seperti ikan hias, ikan kerapu, dan berbagai jenis ikan lainnya
yang hidup di karang tersebut.
Rusaknya ekosistem laut bukan hanya disebabkan oleh tindakan nelayan semata namun kegiatan masyarakat sekitar pantai yang berupa aktifitas sehari-hari
juga dapat mengakibatkan ekosistem laut bisa terganggu. Diantaranya adalah membuang sampah ke pinggiran pantai, pertanian, rumah tangga dan kegiatan industri
yang membuang limbahnya ke tepi pantai sehingga membuat pesisir pantai tersebut menjadi tercemar. Contoh lain misalnya bisa disebabkan oleh pembuangan limbah pupuk pestisida dari para petani padi. Para petani yang ada di daerah pesisir walaupun
secara tidak langsung akan membuat ekosistem laut di pesisir pantai tersebut rusak, sebab petani tersebut membuang sisa pupuk pestida yang terbuat dari bahan-bahan
kimia hasil olahan pabrikan ke sungai yang mengalir ke arah laut. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu pemicu timbulnya dampak persoalan sedimentasi, etrofikasi, anoxia, kesehatan umum dan perikanan.
Hal-hal tersebut diatas juga terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai di pesisir pantai yang ada di kabupaten tersebut. Dua diantaranya adalah di desa Pekan Tanjung Beringin kecamatan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan kecamatan
Pantai Cermin, di dua desa pesisir pantai tersebut merupakan pesisir pantai yang saat ini mengalami proses kerusakan yang mengakibatkan terjadinya banyak pencemaran
lingkungan pesisir. Diantaranya adalah kerusakan trumbu karang dan ekosistem hutan mangrove yang berimplikasi mengganggu habitat perikanan. Rusaknya ekosistem mangrove dan trumbu karang tersebut telah mengakibatkan penurunan kwalitas
wilayah pesisir yang tidak tepat, pengambilan pasir pantai untuk reklamasi, hotel, dan
kegiatan lain yang bertujuan untuk menutup garis pantai dan perairannya.
Tingkat kemiskinan yang dialami nelayan akan mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan mereka. Dimana rata-rata para nelayan tidak berusaha memberi
pendidikan yang layak pada anaknya. Sehingga para nelayan ini akan tetap mengalami pemiskinan, nelayan yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai Cermin di
Kabupaten Serdang Bedagai juga mengalami hal yang sama pula dimana para nelayan dengan alasan tekanan ekonomi telah membuat anak-anak mereka rata-rata hanya bisa mengecap pendidikan sekolah dasar saja. Hal seperti telah mendorong anak nelayan
tidak lagi mengejar pendidikan tetapi bagaimana mendapatkan uang.
Akibat hutang yang dipinjamkan dari makelar atau para patron sangat besar
maka memaksa nelayan yang menyewa atau meminjam modal dari mereka mengeruk ikan sebanyak-banyaknya tanpa melihat kondisi yang akan ditimbulkan. Nelayan penyewa akan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan ikan secara
besar-besaran, agar dapat dijual kepada para makelar, patron atau bos-bos besar untuk menutupi hutang mereka. Untuk mendapatkan ikan yang besar mereka akan menggunakan bom yang dapat mematikan ikan lain, serta trawl dan bahan beracun
lainya. Ditambah tidak adanya perencanaan pengelolaan untuk kepentingan mempertahankan atau menjaga eksosistem pesisir laut sebagai tempat mereka dalam
menggantungkan hidup.
Para nelayan menurut Muktar Ahmad (dalam Konfrensi HNSI seluruh Indonesia Mei 1999 di Jakarta) sebenarnya tidak ada soal mengikuti aturan. Bahkan Ia
sejak zaman dahulu telah memiliki peraturan dan adat istiadat yang menyatukan
dengan kehidupannya. Berdasarkan pada kajian Antropologi ternyata bahwa berbagai tempat di dunia ada sebagian masyarakat nelayan yang semenjak dahulu sampai sekarang mencoba masalah laut berupa "tragedi of the commons" dengan menerapkan
pranata-pranata lokal yang mengatur sistem pembagian hak dan penguasaan wilayah perikanan di laut sebagai milik komunal, kelompok dan bahkan menjadi milik
individual (lampe, 1996: 1). Kajian ilmiah menunjukkan bahwa pranata-pranata lokal seperti itu ternyata cukup memadai dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat nelayan.
Semua masalah dan fenomena diatas menjadikan peneliti tertarik meneliti lebih jauh tentang aktifitas ekonomi nelayan apakah berkaitan secara negatif ataukah
positif terhadap lingkungan pesisir laut di desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin dan di desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai cermin dengan keadan lingkungan pesisir laut di dua daerah tersebut. Berdasarkan unsur-unsur yang
akan dikaitkan antara aktifitas ekonomi, struktur sosial dalam masyarakat nelayan dan kondisi ekologi pada daerah tersebut.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Kerusakan/ganguan ekosistem perairan (kawasan pesisir) sering diakibatkan dan didorong masalah-masalah lingkungan dan faktor-faktor sosial ekonomi baik
secara langsung maupun tidak langsung oleh aktifitas manusia dan para nelayan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya laut. Secara langsung penyimpangan itu terjadi berupa; penangkapan ikan menggunakan bahan peledak, tangkap yang
karang antara lain: penggundulan hutan di hulu sungai dan intensifikasi pertanian
yang dapat berakibat meningkatnya jumlah endapan yang dibawa air sungai ke laut. Pembangunan kawasan industri di sepanjang pantai yang hasil limbahnya dapat meracuni perairan di sekitar terumbu karang, bertambahnya pemukiman penduduk di
kota-kota sepanjang pantai yang menghasilkan limbah domestik yang dapat mencemari air laut sekitar terumbu karang, pemboran minyak lepas pantai,
perkembangan turisme di kawasan pesisir pantai dan laut dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik menulis mengenai keterkaitan aktifitas ekonomi oleh masyarakat dan nelayan di pesisir dan laut (aktifitas ekonomi
nelayan penangkap ikan dan aktifitas masyarakat di darat) yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin dan
di desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin di Kabupaten Serdang Bedagai. Masalah penelitian diperjelas dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengindentifikasikan aktifitas ekonomi nelayan dan masyarakat sekitar.
Pertanyaannya dapat diperinci dalam beberapa pertanyaan: apa saja mata pencaharian penduduk selain nelayan, jenis sumber daya yang dimanfaatkan, dan alat tangkap apa saja yang mereka gunakan.
2. Mendeskripsikan apakah aktifitas-aktifitas nelayan dan masyarakat sekitar tersebut mempengaruhi kelestarian ekologi pesisir pantai di dua daerah
tersebut. Dalam hal ini peneliti mencoba menggali informasi bentuk-bentuk kerusakan yang ada, mengidentifikasikannya berdasarkan aktifitas ekonomi yang menjadi penyebabnya, dan mencari tahu apakah hal tersebut disebabkan
oleh aktifitas nelayan.
mencari tahu hubungan aktifitas ekonomi dengan struktur sosial tersebut.
Dalam hal ini peneliti mencari tahu struktur sosial yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai cermin, mencari tahu kaitannya, serta peneliti mencari tahu upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pesisir panti tersebut. C. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Beringin di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan, Kabupaten Serdang Bedagai. Di mana penduduk desa tersebut banyak bermata pencaharian sebagai nelayan yang
hidup dari hasil laut. Alasan memilih lokasi ini karena di lokasi ini merupakan salah satu pesisir pantai di Sumatera Utara yang memiliki potensi untuk berkembang dan
memiliki sumber kekayaan alam yang besar. Namun kehidupan para nelayan yang ada disana boleh dikatakan masih jauh dari kata cukup. Disamping itu pula lokasi ini merupakan salah satu pesisir pantai yang masyarakatnya mempunyai mata
pencaharian yang beragam, diantaranya adalah sebagaian besar sebagai nelayan tradisional, pedagang, petani/pekebun, pegawai negeri dan sebagainya, serta sumber daya alam yang ada di pesisir daerah ini belum dikelola secara optimal oleh
masyarakat dan nelayan setempat.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. 1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan atau mendeskripsikan aktifitas-aktifias ekonomi masyarakat yang ada di pesisir pantai yang dapat menimbulkan
pesisir yang ada di daerah tersebut dan apa saja cara-cara yang digunakan dalam
mengatasi kerusakan tersebut. D.2. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini nantinya bermanfaat baik secara praktis dan maupun
secara akademis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya mengenai keadaan pesisir pantai
yang saat ini mulai mengkhawatirkan. Dan secara akademis diharapkan dapat memperkaya kepustakaan tentang pengelolaan sumber daya pesisir di Indonesia. Dan mampu menjadi salah satu bahan bacaan bagi semua orang yang ingin mengetahui
hal-hal yang berpautan tentang pesisir pantai. E. Tinjauan Pustaka
Kebutuhan-kebutuhan manusia itu dipenuhi dengan cara memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada di lingkungan, yang menjadi energi bagi kelangsungan hidupnya. Karena sumber-sumber daya yang diperlukan oleh manusia itu terbatas dan
berharga maka proses pemanfaatannya menyebabkan persaingan, konflik dan kerjasama, baik yang terjadi secara individual maupun secara kelompok masyarakat. Proses-proses ini berlaku universal yang dihindari oleh manusia adalah konflik atau
kekacauan abadi atau chaos ( Suparlan dalam Muhadjir, 1987: 293-294).
Selaras dengan keberadaan manusia di lingkungannya, maka ada beberapa
pendekatan yang digunakan dalam kajian ekologi manusia untuk menganalisa hubungan antara manusia dan kebudayaanya dengan lingkungannya yaitu pendekatan determinisme lingkungan, posibilisme lingkungan dan pendekatan ekologi budaya.
sumber-sumber alam sehingga berdamapak pada perkembangan manusia, masyarakat
beserta kebudayaanya.
Pendekatan posibilisme lingkungan memandang lingkungan tidak secara langsung menjadi penyebab khusus perkembangan kebudayaan. Lingkungan hanya
berperan sebagai pembatas berkembangnya unsur-unsur budaya tertentu di kalangan suatu masyarakat. Melalui pandangan ini kehidupan masyarakat kepulauan bisa
menjadi pelaut atau nelayan dan tidak mungkin bisa dilakukan masyarakat pedalaman atau pegunungan (Rambo, 1996: 5-12 dalam Syamsuri, S. 2000)
Pendekatan ekologi budaya dari Steward (1955) lebih memperjelas hubungan
timbal balik yang terjadi antara kebudayaan dan lingkungan melalui hubungan dengan alam sekitarnya, yang memiliki orientasi nilai budaya tiga jenis, yaitu tunduk terhadap
alam, alam harus dikuasai atau dieksploitasi sehingga wajib untuk ditaklukkan manusia, dan harmonisasi atau keselarasan dengan alam.
Cerminan orientasi nilai budaya nelayan mempercayai adanya kekuatan
penghuni laut yang harus dipatuhi maka mereka melakukan upacara jamu laut, menaklukkan laut dengan teknologi modern dan hubungan harmoni, dengan penangkapan ikan secara tradisional tanpa disadari mengandung aspek kelestarian.
Menurut Soemarwoto persepsi orang desa tentang kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh pandangan orang terhadap ekosistemnya. Dalam hubungannya
dengan lingkungan hidup orang desa pada umumnya memiliki pandangan holistik atau imanen. Oleh karena itu salah satu persepsi orang desa tentang kebutuhan dasar bukan mengutamakan pada kemakmuran materi, melainkan lebih dalam yaitu
menduduki tempat yang terpenting. Namun dengan akal yang dimiliki , manusia
dalam memenuhi kebutuhan disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan tentang alam sekitarnya misalnya tentang musim sifat atau gejala alam dan sebagainya. Pengetahuan tersebut biasanya berasal dari kebutuhan praktis
yang berhubungan dengan mata pencaharian hidup seperti nelayan. Selain itu pengetahuan tentang alam flora, dan fauna laut kiranya juga cukup esensial bagi
kehidupan manusia khususnya yang bermata pencaharian pokok sebagai nelayan. Mereka harus dapat mengidentifikasi tentang sifat-sifat alam, ikan-ikan, tumbuhan dan lokasi-lokasi serta kondisi laut. Pengetahuan ini akan berpengaruh langsung
terhadap tindakan-tindakan, keputusan-keputusan nelayan untuk menentukan inovasi-inovasi teknologi dalam rangka pemanfaatan sumberdaya laut.
Interaksi antar komponen itu berjalan harmonis namun manakala modernisasi telah merambah ke seluruh sendi kehidupan nelayan, terutama dalam hal penangkapan ikan dampak yang ditimbulkan sering kali merubah bahkan merusak lingkungan
hidup kelautan. Persoalan ini makin pelik manakala dihadapkan dengan semakin rusaknya ekosistem terumbu karang, mangrove, banyaknya pencemaran dan limbah laut yang menyebabkan semakin langkanya jenis-jenis ikan tertentu. Dalam hal ini
siapakah yang patut disalahkan, nelayan modern yang memiliki alat tangkap demikian canggih ataukah nelayan tradisional yang kelaparan karena posisinya makin terjepit.
Modernisasi alat tangkap penangkapan telah menjadi inovasi pilihan terutama bagi banyak nelayan, terlepas dari dampak positifnya. Scot (1983: 17) berpendapat bahwa modernisasi akan menyebabkan eksploitasi dari yang kuat pada yang lemah
mereka pada umumnya telah mempunyai pengalaman tersendiri dalam melukiskan
laut dan pantai dalam kehidupan mereka.
Sering terjadi eksploitasi dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut antar nelayan (modern/tradisional) dan masyarakat sekitarnya yang menggunakan teknologi
modern tersebut, munculnya dampak eksploitasi berlebihan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan berimplikasi pada merusaknya komoditas biota-biota dan
hayati laut seperti, udang, rumput laut dan sebagainya.
Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto,
1976; dalam Harahap 2007).
Definisi wilayah pesisir sebagaimana dikemukakan diatas memberikan suatu pengertian bahwa wilayah pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem
yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun secara tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.
nelayan yang hanya memiliki perahu tanpa motor atau nelayan buruh (Harahap, 2007:
17). Definisi nelayan yang dipakai dan di terima hingga saat ini khususnya dalam buku statistik perikanan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal perikanan, adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan
ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sementara orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapannya kedalam
perahu/kapal tidak digolongkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan walaupun mereka secaraa tidak langsung melakukan penangkapan ikan (Dirjen Perikanan,
Deptan, 1987).
Isu-isu kemiskinan nelayan dan berbagai akibatnya dalam konteks akademis,
mulai mencuat kepermukaan ketika memasuki awal tahun 80-an. Pada masa itu, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan yang dikenal dengan program motorisasi perahu dan modernisasi peralatan tangkap telah
berlangsung satu dasawarsa. Kebijakan ini telah mendorong proses eksploitasi sumberdaya perikanan secara intensif. Dampak lanjutan dari proses yang demikian ini adalah timbulnya kelangkaan sumberdaya perikanan, konflik antar nelayan,
kesenjangan sosial, kemiskinan serta kerusakan ekositem pesisir dan laut.
Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh
faktor-faktor kompleks yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Faktor-faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan kedalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan
Kemiskinan yang selalu menjadi masalah bagi masyarakat pesisir dalam
beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik dan ekonomi yang melanda, dan ketidak
berdayaan mereka terhadap inventasi pemodal, dan penguasa yang datang.
Beberapa tulisan mengenai masyarakat pesisir yang menggambarkan
kemiskinan atau kondisi ekonomi masyarakatnya adalah tulisan dari beberapa orang peneliti yaitu salah satunya adalah dari Mubyarto (1984) misalnya, dia menganalisis perekonomian masyarakat pesisir yang miskin di Jepara. Menurut Mubyarto dkk,
kemiskinan masyarakat pesisir pantai lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur yaitu terbaginya masyarakat pesisir dalam beberapa kelompok yaitu disatu
pihak ada kelompok kaya dan sangat kaya, dan dipihak yang lain ada kelompok yang miskin dan sangat miskin. Penelitian menunjukkan adanya dominasi/eksploitasi masyarakat pesisir kaya terhadap masyarakat pesisir miskin. Hampir sama dengan
penelitian diatas, Mubyrato dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan masyarakat pesisir di kepulauan Riau. Menurut mereka, kemiskinan yang terjadi lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan nelayan yang kaya terhadap nelayan yang miskin.
Di Sumatera Utara hasil penelitian-penelitian mengenai masyarakat pesisir cenderung juga menunjukkan kondisi yang sama yaitu mereka hidup dalam
kemiskinan. Misalnya yang dilakukan Zulkifli (1989) di desa Bagan Deli kecamatan Labuhan, yang menyebabkan kemiskinan nelayan adalah struktur patron dan klien antara pemborong dan nelayan, dimana para pemborong menguasai dan menekan
Harahap (1992, 1993, 1994) telah melakukan serangkaian penelitian yang
berkaitan dengan kemiskinan pesisir di tiga pantai timur Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan adalah faktor budaya dan rusaknya sumber daya alam khususnya daerah laut dan perikanan yaitu ekosistem
mangrove yang telah diubah menjadi tambak udang. Selain faktor-faktor diatas yang menyebabkan mereka miskin juga adanya konflik antara nelayan tradisional dengan
nelayan modren dengan alat-alat tangkap yang masih sederhana, nelayan tradisional tidak bisa menandingi persaingan dengan nelayan moderen yang memiliki alat tangkap yang lebih canggih dan memiliki modal yang besar.
Masalah kemiskinan masyarakat pesisir tidak terlepas dari permasalahan pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut. Landasan pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah perencanaan yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kelestarian smberdaya alam dan lingkungan hidup (Alikodra, 2006). Undang-undang no 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, mendefenisiskan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup, serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan manusia,
dengan tujuan:
a. tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan ligkungan hidup sebagai tujuan pembangunan manusia seutuhnya.
d. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan
generasi sekarang dan mendatang.
e. Terlindungnya negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan (Sugandhy, 2000 dalam
Harahap 2007).
Selanjutnya Siregar (2004) juga menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrasturktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Adapun definisi pembangunan berkelanjutan
tersebut adalah: ”Pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi
kebutuhannya.”(Siregar, 2004 dalam Harahap 2007). Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, ketrampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi didirinya maupun
orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan
semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutan di masa yang akan datang. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan berkelanjutan
menurut Propenas (Program Pembangunan Nasional) adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan
berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
optimal.
F. Metode Penelitian F.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif untuk menggambarkan keterkaitan aktifitas ekonomi nelayan terhadap rusaknya lingkungan
sumber daya alam pesisir pantai yang ada di Tanjung Beringin dan Pantai Cermin. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980), penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala hubungan tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research) dan pendekatan Partisipasi Rural Aprisial (PRA). Penelitian tindakan dilaksanakan dimana
peneliti ikut serta mengamati segala aktifitas masyarakat nelayan, pada saat memanfaatkan sumberdaya laut seperti memancing, menjaring dan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan potensi laut.
Partisipasi Rural Aprisial (PRA) disini melihat keterlibatan masyarakat nelayan secara langsung dalam seluruh kegiatan dalam rangka memanfaatkan
sumberdaya laut, dimana peneliti memandang nelayan sebagai aktor utama dalam penggunaan sumber daya alam ini. Tujuan peneliti agar mendapatkan informasi-informasi utama yang sangat lokal dari nelayan menyangkut segala fenomena
F.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi atau data-data seputar rusaknya ekosistem pesisir pantai yang berasal dari perilaku aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di tepi pantai Kabupaten Sedang
Bedagai. Pengumpulan data pada tahap awal dilakukan dengan studi kepustakaan, disini dimaksudkan untuk kepentingan teoritis dan konsep-konsep yang dilihat dalam
menganalisa fenomena yang akan diteliti. Studi kepustakaan dilaksanakan terhadap buku-buku, artikel/makalah, jurnal-jurnal ilmiah serta tulisan-tulisan para praktisi peneliti sebelumnya yang mempunyai hubungan dengan masalah yang akan ditiliti.
Dan untuk mendapatkan informasi tersebut maka peneliti akan menggunakan teknik yang berupa:
F.2.1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas mendalam (Depth interview) ataupun wawancara biasa sebagai pendukung data yang nantinya akan diperoleh. Nantinya wawancara ini dilakukan dengan pedoman daftar pertanyaan (interview quide). Wawancara ini nantinya akan dilakukan dengan menggunakan teknik snow ball atau dengan kata lain wawancara dilakukan dengan informan pertama yang dapat memberikan informasi siapa-siapa saja nantinya yang dapat memberikan informasi yang akurat. Suasana wawancara dilakukan secara bebas dan
terbuka dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan.
Wawancara dilakukan dengan informan kunci, informan pangkal dan informan
tentang aspek-aspek yang akan diteliti. Tidak menutup kemungkinan diantara mereka
juga akan menjadi informan kunci. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini informan kunci lebih diprioritaskan pada orang-orang yang terkait langsung pada aktifitas
pemanfaatan sumber daya alam laut, mereka itu adalah para nelayan-nelayan bagan pancang, bagan boat, nelayan jaring dan pencari biota-biota yang ada dikawasan
pesisir laut. Mereka terdiri dari pemilik modal, nelayan buruh (juragan/tekong dan anak buah). Sedangkan informan biasa adalah para penduduk desa, pedagang, petani baik dari tokoh masyarakat lainnya. Dari mereka diperoleh informasi yang dapat
memperkuat dan memperjelas data yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup serta keadaan pesisir di wilayah Tanjung Beringin dan Pantai Cermin.
F.2.2. Observasi
Untuk melengkapi data, peneliti melakukan teknik pengamatan (observasi) secara non partisipasi. Pengamatan ini dilakukan guna mengamati kegiatan-kegiatan
nelayan dan masyarakat sekitar di lokasi-lokasi baik secara partisipasi maupun non partisipasi dalam aktifitas tersebut. Pengamatan partisipsi dilaksanakan peneliti dengan turut aktif bersama nelayan (informan) dalam kegiatannya di lokasi-lokasi
yang dituju saat menangkap ikan, mencari biota laut dan sumber daya lain, hingga segala aktifitas nelayan yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemanfaatan
F.3. Analisa Data
Pengolahan data dilakukan secara kualitatif secara diperoleh dari hasil pengumpulan data seperti dari hasil kepustakaan, observasi dan wawancara di lapangan. Data yang diperoleh tersebut dikumpulkan, dikategorisasikan dan dipahami
dengan baik. Kemudian data tersebut diolah setelah dilakukan penganalisaan tiap-tiap data yang telah dikumpulkan. Menguraikannya pada bagian-bagian permasalahan
22
VARIABEL PENELITIAN
Masalah yang diidentifikasi
Jenis data Teknik
pengumpulan data
- Semua jenis mata pencarian penduduk atau pekerjaan penduduk desa (baik mata pencaharian utama maupun sampingan).
- Mencari tahu tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Tanjung Beringin dan Pantai Cermin terhadap pengelolaan ekosistem di pesisir laut. - Menyebutkan jenis sumber daya
alam yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dan nelayan.
- Identifiksi luas lahan dan sumber-sumber ekonomi produktif lainnya, - Mengidentifikasi alat-alat tangkap
dan cara-cara para nelayan dalam
- Pengamatan,
- Mendeskripsikan jenis-jenis mata pencaharian berdasarkan
23
menangkap ikan di laut
- Menggali informasi bentuk
kerusakan-kerusakan apa saja yang ada di dua daerah peisisir pantai di desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan. - Mengidentifikasikan
kerusakan-kerusakan tersebut berdasarkan aktifitas ekonomi masyarakat dan nelayan pesisir. Contohnya penggunaan Trawl, yang dapat merusak trumbu karang. Pencemaran yang berupa
pembuangan limbah industri, rumah tangga, pertanian, dan sampah - Menggali informasi apakah benar
aktifitas-aktifitas ekonomi tersebut menjadi pemicu rusaknya pesisir pantai dan laut.
24 3.Identifikasi struktur sosial
dan tingkat pendidikan yang ada di masyarakat pesisir pantai kecamatan Tanjung Baringin dan Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai.
- Menggali informasi mengenai struktur-struktur sosial yang ada di masyarakat pesisir yang ada di daerah tersebut.
- Mencari tahu apakah aktifitas ekonomi berkaitan dengan struktur sosial tersebut.
- Mencari tahu apakah ada
pengelolaan terhadap pesisir pantai dan laut secara terpadu dan
berkelanjutan.
- Mendeskripsikan struktur sosial tersebut dan mencari tahu kaitannya dengan aktifitas
ekonomi masyarakat pesisir pantai tersebut
BAB II
Gambaran Umum
A. Identifikasi Wilayah
A.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai
Desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai Cermin Kanan merupakan
wilayah dari kecamatan Tanjung Beringin dan kecamatan Pantai Cermin yang ada di
kabupaten Serdang Bedagai yang beribukotakan Sei Rampah. Serdang Bedagai adalah
sebuah Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang. Proses
pemekaran Kabupaten Deli Serdang secara hukum dimulai dari ditetapkannya
keputusan DPRD Kabupaten Deli Serdang nomor: 13/KP/tahun 2002 tanggal 2 Agustus
2002 tentang persetujuan pembentukan / pemekaran Kabupaten Deli Serdang.
Selanjutnya DPRD Propinsi Sumatera Utara melalui keputusan No: 181/K/2002 tanggal
21 Agustus 2002 menetapkan persetujuan pemekaran Kabupaten Deli Serdang. DPRD
Kabupaten Deli Serdang melalui keputusan No 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret
2003 Menetapkan persetujuan usul Rencana Pemekaraan Kabupaten Deli menjadi 2
Kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang sebagai Kabupaten induk dan Kabupaten
Serdang Bedagai sebagai Kabupaten Pemekaran dengan ibukota Sei Rampah.
Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57” Lintang Utara, 30 16” Lintang Selatan, 980 33” Bujur Timur, 990 27” Bujur Barat dengan luas wilayah 1.900,22 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara dengan Selat Malaka,
- Sebelah timur dengan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Simalungun, - Serta sebelah barat dengan kabupaten Deli Serdang.
Dengan ketinggian wilayah 0-500 meter dari permukaan laut. Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 17 kecamatan yaitu: Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk
Mengkudu, Seirampah, Sei Bamban, Tanjung Beringin, Bandar Khalipah, Tebing
Tinggi, Tebing Syahbandar, Sipispis, Dolok Merawan, Dolok Masihul, Suka Jadi,
Kotarih, Silinda dan Bintang Bayu, serta terbagi menjadi 243 desa, 6 kelurahan dan
1130 dusun, didiami oleh penduduk dari beragam etnik/suku bangsa, agama dan
budaya. Suku-suku yang mendiami Kabupaten ini diantaranya: Melayu, Karo, Tapanuli,
Simalungun, Jawa dan lainya yang tersebar diberbagai kecamatan yang ada.
Sejak terbentuknya Pemerintahan daerah yang baru, Sei Rampah yang menjadi
Ibukota pemerintahannya menjadi salah satu kota yang maju pesat secara ekonomi. Dan
selain kota Rampah, Kecamatan Perbaungan juga merupakan kota tempat pusat
perdagangan yang menjadi andalan Kabupaten ini. Dalam hal potensi Sumberdaya
Alam Serdang Bedagai memiliki banyak sekali potensi yang dapat dijadikan tambang
emas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya.
Dari dahulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka ini dikenal sebagai
daerah perkebunan. Berbeda dengan kabupaten induknya, Deli Serdang, yang lebih
dikenal dengan perkebunan tembakau, Serdang Bedagai hanya mewarisi perkebunan
kelapa sawit, karet, kakao dan sedikit tembakau. Selain itu, daerah ini juga mendapat
Perikanan, pertanian tanaman pangan, industri, dan perdagangan sedikit banyak
mulai berkembang sebelum Serdang Bedagai memisahkan diri. Wilayah yang dilewati
jalan trans- Sumatera, mengelilingi Kota Tebing Tinggi, dan berbatasan dengan Selat
Malaka merupakan keuntungan tersendiri untuk modal awal pembangunan sebuah
kabupaten baru. Perikanan laut merupakan harta karun yang belum maksimal
dikembangkan. Didukung oleh garis pantai 98 kilometer dan melewati lima kecamatan,
seharusnya perikanan dapat lebih maju. Perkembangan perikanan budidaya payau
sayangnya terbentur mewabahnya penyakit udang monodon baculo virus (MBV). Tidak
sedikit tambak yang tidak terpakai dan tidak berproduksi lagi. Perikanan laut juga
belum dimanfaatkan sepenuhnya. Padahal, produksi perikanan laut 25.313 ton, lebih
besar dari budidaya air payau.
Dua diantara Kecamatan Serdang Bedagai yang memiliki potensi besar dalam
hal perikanan laut namun belum dikelola secara baik adalah Kecamatan Tanjung
Beringin dan Kecamatan Pantai Cermin. Dan penelitian yang berjudul “Keterkaitan Aktifitas Ekonomi Nelayan Terhadap Lingkungan Pesisir laut” ini dilakukan di dua desa di kecamatan tersebut. Dan dua desa tersebut adalah desa Pekan Tanjung Beringin
di kecamatan Tanjung Beringin dan di desa Pantai Cermin Kanan di kecamatan Pantai
Cermin. Dua desa ini adalah salah satu yang memiliki potensi sumberdaya laut yang
tinggi. Namun potensi tersebut belum mampu menjadikan warga nelayan yang ada di
desa tersebut memiliki tingkat ekonomi yang mapan. Walaupun demikian kondisi fisik
A.2. Gambaran Umum Desa PekanTanjung Beringin dan Desa Pantai Cermin Kanan.
A.2.1. Letak Administratif Desa Pekan Tanjung Beringin.
Kecamatan Tanjung Beringin ini terbagi atas beberapa desa yang masuk dalam
struktur administratif pemerintahan kecamatan. Masing-masing desa memiliki beberapa
dusun. Keseluruhan Desa berjumlah 8 desa yaitu: Suka Jadi, Mangga Dua, Nagur,
Pekan Tanjung Beringin, Bagan Kuala, Tebing Tinggi, Pematang Cermai, dan
Pematang Terang.
Desa Pekan Tanjung Beringin yang memiliki 15 dusun adalah merupakan salah
satu desa di wilayah Kecamatan Tanjung Beringin yang merupakan salah satu
kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai. Dan memiliki jarak paling dekat
dengan Ibukota Kabupaten yaitu berkisar 7 Km dari Sei Rampah. Luas wilyah
Kecamatan Tanjung Beringin: 7.766, 09 Ha (74, 17 Km2) dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah utara berbatas dengan Serdang Bedagai sebagai ibukota Kabupaten.
Sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan Pantai Cermin
Sebelah timur berbatas dengan Tebing Tinggi
Sebelah barat berbatas dengan Sei Rampah
Luas wilayah tersebut terdiri dari:
Sawah non irigasi : 4.161,00 Ha
Lainnya (termasuk lahan perumahan) : 2.069,89 Ha
Untuk mencapai wilayah desa ini tidak begitu sulit. Jarak wilayah ini bila dari
Amplas dapat ditempuh dengan angkutan umum selama 2,5 jam. Angkutan umum yang
digunakan adalah Dirgantara yang langsung menuju wilayah Kecamatan, yang
merupakan pemberhentian terakhirnya berada di desa Pekan Tanjung Beringin.
Menurut masyarakat setempat nama Tanjung Beringin memiliki segi historis
yang cukup menarik. Pada jaman kerajaan dahulu sebelum Indonesia merdeka wilayah
kecamatan Tanjung Beringin sekarang ini adalah merupakan kerajaan negeri Padang
Bedagai, Wilayah Kerajaan Bedagai ini sendiri meliputi Tanjung Beringin, Sei Rampah,
Teluk Mengkudu, Dolok Masihul dan Bandar Khalifah, yang pusat kerajaannya
berkedudukan di Bedagai yang Rajanya diberi Gelar Pangeran Sulung Laut.
Bagian-bagian wilayah kerajaan Padang Bedagai masing-masing dikepalai oleh seorang datuk,
dan datuk Tanjung Beringin diberi gelar datuk Sri Amar Asmara. Setelah proklamasi
kemerdekaan, wilayah Datuk Tanjung Beringin diubah namanya menjadi Luhak yang
dikepalai oleh seorang Luhak. Pemakaian istilah Luhak ini hanya berlangsung selama
kurang lebih 3 bulan, seterusnya diganti dengan istilah Kecamatan yang dikepalai oleh
seorang asisten Wedana yaitu sebagai bagian dari wilayah Kewedahan Bedagai yang
wilayahnya meliputi wilayah Kerajaan Negeri Bedagai.
Kemudian setelah terjadi agresi militer Belanda II pada tahun 1974 terbentuk
Negara Sumatera Timur dan wilayah Kecamatan Tanjung Beringin ditetapkan menjadi
Sumatera Timur, Distrik Bedagai diubah lagi namanya menjadi Kecamatan Tanjung
Beringin yang wilayahnya berada di bawah naungan Kabupaten Deli Serdang. Setelah
berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah telah terjadi perubahan
yang sangat mendasar dalam system pemerintahan baik di pusat maupun di daerah
begitu pula di Kecamatan Tanjung Beringin. Sejak dikeluarkannya UU. No. 36 tahun
2003 tentang pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara
pada tanggal 18 Desember 2003 maka mulai bulan Januari 2004 Kecamatan Tanjung
Beringin menjadi salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Serdang Bedagai.
Dari latar belakang tersebut maka kecamatan Tanjung Beringin dalam melaksanakan
tugasnya menerima kewenangan dari Bupati Serdang Bedagai dalam penyelenggaraan
roda pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
Desa Pantai Cermin Kanan
Desa Pantai Cermin Kanan merupakan salah satu desa pada wilayah Kecamatan
Pantai Cermin yang terletak disebelah Barat Laut kota Sei Rampah yang merupakan
ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka,
serta Kabupaten Deli Serdang, merupakan daerah pesisir pantai timur sumatera, daerah
wisata bahari, merupakan kunjungan wisata baik mancanegara maupun domestic, serta
lumbung beras kabupaten Sergai. Kecamatan Pantai Cermin terbagi atas beberapa desa
yaitu: Desa Pantai Cermin Kanan, Pantai Cermin Kiri, Kota Pari, Celawan, Ujung
Rambung, Kuala Lama, Besar II Tanjung, Sementara, Arah Payung, Pematang Kasih,
Lubuk Saban, dan Naga Kisar.
Sebelah utara: Selat Malaka
Sebelah selatan: Perbaungan
Sebelah barat: Sei Ular / kab. Deli Serdang
Sebelah timur: Perbaungan
Desa Pantai Cermin Kanan terletak pada 20 57” Lintang Utara, 30 16” Lintang
Selatan, 980 33” Bujur Timur, 990 27” Bujur Barat, ketinggian berkisar 0-3m dari
permukan laut dengan luas daerah 362,6 Ha, secara administrative berbatasan dengan:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kota Pari dan Desa Celawan
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Besar II Terjun
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pantai Cermin Kiri
Untuk mencapai desa ini tidak begitu sulit. Dari Amplas banyak angkutan umum
yang dapat dinaiki walaupun tidak langsung menuju daerah ini. Angkutan yang
digunakan harus menuju Kota Perbaungan terlebih dahulu. Sampai di Kota Perbaungan
maka turun dipersimpangan Pantai cermin, perjalanan dapat dilanjutkan dengan (bila
mampu) berjalan kaki atau pun dengan becak motor yang berongkos Rp 5000,-. Hal ini
disebabkan angkutan umum untuk menuju wilayah Pantai Cermin belum ada. Tidak ada
yang mengetahui secara pasti mengapa wilayah ini tidak dilalui angkutan umum.
Namun menurut masyarakat setempat hal ini dikarenakan wilayah Pantai Cermin adalah
kawasan wisata, sehingga untuk menuju kesana harus menggunakan becak motor agar
Saat ini jalan menuju wilayah Pantai Cermin Kanan telah diaspal dengan baik.
Dahulu kira-kira 5-6 tahun yang lalu jalan aspal ini kondisinya rusak, sehingga bila
menuju wilayah tersebut masyarakat selalu mengeluh karena jalan aspal tersebut
dijumpai banyak lubang dan bila hujan tiba maka jalan ini akan becek (berlumpur).
Pengaspalan ini dilakukan adalah upaya untuk kemajuan pariwisata pantai yang ada di
wilayah tersebut. Sepanjang jalan menuju desa Pantai Cermin Kanan, hawa panas dan
kebun kelapa sawit, dua hal itulah yang pertama kali dirasakan saat memasuki wilayah
Pantai Cermin Kanan. Sepanjang perjalanan, pemandangan tidak pernah berubah,
sebelah kanan dan kiri jalan hamparan kebun kelapa sawit yang masih muda ataupun
yang sudah menghasilkan. Dari dahulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka
ini dikenal sebagai daerah perkebunan. Perkebunan kelapa sawit tersebut sebahagian
besar adalah milik para pengusaha cina yang menanamkan modalnya didaerah ini, dan
sebahagian milik pabrik minyak PT. Andolin, dan sebahagian kecil adalah milik warga
desa yang bermukin di Pantai Cermin Kanan ini. Batasan kepemilikan kelapa sawit ini
yang digunakan oleh pemiliknya adalah berupa plat kayu yang bertulisakan wilayah
nama atau perusahaan yang memilikinya.
A.2.2 Letak Astronomis dan Geografis Desa Pekan Tanjung Beringin.
Keadaan permukaan tanah diwilayah desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan
Tanjung Beringin ini berbeda-beda antara satu tempat dengan lainnya, kira-kira 0,5 mm
dari permukaan laut. Sebagian besar terdiri dari tanah berwarna coklat tua, padat dan
tanahnya akan lebih landai dan berawa-rawa yang di tumbuhi oleh pohon nipah dan
bakau jenis api-api yang tumbuh secara liar. Dan bila desa berada jauh dari pantai maka
kondisi tanahnya kering keras dan padat dan banyak ditanami kelapa sawit oleh
penduduk sekitar ataupun para pengusaha yang menanamkan modalnya di wilayah itu,
ada juga jenis tanah yang gembur yang sangat cocok ditanami jenis tanaman ladang dan
bisa pula dijadikan areal persawahan.
Lokasi trumbu karang terdapat di Pulau Berhala yang secara administratif
termasuk ke wilayah kecamatan Tanjung Beringin. Pulau ini merupakan pulau yang
tidak berpenghuni dan berbatasan dengan Malaysia disebelah Timur dan sebelah Barat
berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara. Pulau ini memiliki kekayaan alam yang
masih alami berupa keindahan trumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan
keanekaragaman hayati yang tinggi serta menjadi habitat berbagai jenis flora dan fauna.
Selain memiliki keindahan pantai, pulau ini memiliki kecenderungan hayati
yang tinggi, karena didalamnya terdapat dua tipe hutan yang berbeda, yaitu hutan
tropika basah (hutan mangrove) dan hutan lahan kering. Aksesibilitas menuju Pulau
berhala tergolong sangat mudah, karena berada dijalur pelayaran yang ramai. Untuk
menuju ke pulau ini dapat dicapai dengan menggunakan kapal motor atau boat bermesin
dengan menempuh waktu sekitar 2,5 jam. Namun untuk memasuki pulau ini perlu izin
khusus karena merupakan daerah pembuangan amunisi.
Desa Pantai Cermin Kanan.
Kecamatan pantai cermin memiliki panjang garis pantai 21 km dengan kondisi
yang putih dan bersih, maka pemerintah kabupaten lebih memfokuskan pengembangan
wisata laut sebagai andalan kabupaten Serdang Bedagai. Saat ini Kecamatan Pantai
Cermin telah memiliki 5 lokasi pantai yang telah dikelola, yang terdiri dari: Pantai
Mutiara 88, Pantai Gudang Garam, Pantai Pondok Permai, Pantai Cermin Theme Park,
Pantai Kuala Putri
Dan khusus Pantai Cermin Kanan memiliki objek wisata Theme Park yang
secara administratif berada di bawah wilayah pemerintahan Desa Pantai Cermin Kanan
telah dikelola secara modern dengan investor Malaysia yang bermitra dengan
pemerintah kabupaten. Pantai Cermin Theme Park merupakan pilihan yang tepat bagi
keluarga untuk berwisata bahari dengan beragam fasilitas yang sangat baik. Pantai
Cermin Theme Park saat ini merupakan kebanggaan masyarakat kabupaten Serdang
Bedagai.
Keadaan permukaan tanah di desa Pantai Cermin Kanan pada umumnya hampir
sama dengan kondisi permukaan tanah seluruh wilayah Kecamatan. Tanah yang berada
jauh dari pantai berwarna coklat gelap dan keras yang banyak ditanami kelapa sawit
oleh masyarakat ataupun para pengusaha yang menanamkan modalnya pada bidang itu,
serta masyarakat ada pula yang menjadikan lahan tersebut menjadi lahan lading dan
persawahan. Dan tanah yang bergelombang dan berpasir, landai dan penuh rawa-rawa
(lahan gambut) serta banyak di tumbuhi pohon mangrove (jenis: api-api, nipah dan
A.2.3 Iklim
Desa Pekan Tanjung Beringin
Suhu udara didaerah desa Pekan Tanjung Beringin tidak jauh berbeda dengan
suhu udara keseluruhan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pekan Tanjung Beringin
merupakan daerah pantai yang beriklim tropis dengan suhu minimum 300 C, curah
hujan rata-rata 1.5 mm/tahun. Masyarakat Tanjung Beringin secara umum mengenal
dua musim yaitu musim hujan yang dimulai dari September sampai Januari, dan musim
kemarau dengan musim kemarau berkisar antara bulan Januari sampai Agustus.
Khusus bagi masyarakat pantai yang beroprofesi sebagai nelayan di wilayah
Tanjung Beringin, mengenal dan memahami beberapa jenis musim yang berpengaruh
langsung keintensifan dalam mengelola sumber daya laut sepanjang tahun, diantaranya
dikenal dengan musim pasang mati yang dimulai dari bulan Desember akhir hingga
bulan April, dan musim pasang besar yang dimuali awal Mei hingga bulan Desember.
Namun penentuan keadaan ini tidak tetap adanya, hal ini menurut masyarakat
dikarenakan saat ini keadaan cuaca yang sudah tidak menentu lagi. Musim akan selalu
berotasi tidak stabil dan tidak baku tertentukan masa-masa peralihannya, sebagian
nelayan tidak pernah terpengaruh oleh musim namun sebagian lagi sangat tergantung
oleh musim, cuaca dan peredaran bulan. Musim juga menjadi patokan dalam
menentukan hasil tangkap selama beroperasi dengan mengamati kecenderungan
dominan jenis ikan hasil tangkapan. Namun segolongan nelayan selalu menyelaraskan
Desa Pantai Cermin Kanan
Suhu Udara wilayah Pantai Cermin secara umum sama dengan seluruh wilayah
pantai di Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pantai Cermin Kanan, terletak pada daerah
pesisir pantai timur Sumatera, beriklim tropis dengan kelembaban udara 84%. Curah
hujan berkisar 30 sampai dengan 340 mm perbulan, dengan priodik tertinggi pada bulan
September dan Oktober, ketinggian dari permukaan laut 0-3 m, rata-rata kecepatan
udara berkisar 1,10 m/s dengan tingkat penguapan 3,47 mm/hari, temperatur udara
perbulan minimum 24 C dan maksimal 34 C.
Masyarakat Pantai Cermin secara umum mengenal dua musim yaitu musim
hujan dimulai dari akhir bulan Agustus sampai awal Januari, pertengahan Januari
sampai awal Agustus disebut musim kemarau dengan frekuensi hujan sedikit. Pada saat
musim hujan menurut para nelayan adalah saat dimana hasil tanggkap mereka
berlimpah.
Menurut para masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai nelayan, mereka
mengenal dan memahami beberapa musim yang sama dengan Kecamatan Tanjung
Beringin yaitu musim Pasang mati dan Pasang Besar. Dimana Pasang mati adalah
dimana permukaan laut ketika pasang tidak akan sampai ke permukaan tanah/daratan
atau dengan kata lain aliran sungai tidak akan sampai meluap akibat masuknya air laut,
dan pasang Besar merupakan pasang air laut yang ketika pasang bisa sampai
menggenangi sebahagian daratan. Biasanya pasang besar terjadi antara bulan September
sampai bulan Desember dan saat pasang ini biasanya para nelayan akan banyak sekali
B. Kekayaan Alam Pesisir Pantai dan Laut
Panjang garis pantai Kabupaten Serdang Bedagai adalah sepanjang 95 km
mencakup lima kecamatan yang dua diantaranya adalah Kecamatan Tanjung Beringin
dan Pantai Cermin yang tepatnya pada desa Pekan Tanjung Beringin dan desa Pantai
Cermin Kanan. Potensi pesisir pantai dan laut yang ada di desa Pekan Tanjung Beringin
dan desa Pantai Cermin Kanan merupakan salah satu kekayan alam yang sangat
potensial yang dimiliki oleh Kabupaten Serdang Bedagai. Berjenis-jenis biota laut yang
banyak dijumpai diperairan Kecamatan Tanjung Beringin antaranya: Ikan Gembung,
ikan tongkol, udang-udangan, ikan kerapu, kepiting dan lainnya, sementara di
Kecamatan Pantai Cermin: Kepiting, udang-udangan, gembung, cumi-cumi dan lainnya.
Ada pula pengembangan budidaya air payau yang terdiri dari beberapa komoditi
seperti udang, ikan nila, dan kerapu. Ada sekitar 4.500 ha potensi budidaya air payau di
Kabupaten Serdang Bedagai yang tersebar di beberapa kecamatan, yang dimanfaatkan
sampai saat ini sekitar 892 ha. Dua diantaranya adalah:
Kecamatan Tanjung Beringin. Luas potensi lahan budidaya mencapai 959,8
Ha yang baru dimanfaatkan seluas 40 Ha. Jenis yang dibudidayakan adalah
udang windu, udang vanamei dan udang putih. Lokasi budidaya terletak di Desa
Bagan Kuala, Pematang Tinggi dan Pekan Tanjung Beringin.
Kecamatan Pantai Cermin. Potensi lahan budidaya mencapai 600 Ha, dengan
jenis paling banyak dibudidayakan adalah udang windu dengan produksi 29,6
ton, udang putih (24,2 ton), udang vanamei (4,6 ton) dan kepiting (4,3 ton).
lebar. Investasi tersebut dapat dilakukan di Desa Kuala Lama, Kotapari, Lubuk
Saban dan Naga Kisar. Di keempat desa tersebut juga berpeluang bagi
pengembangan budidaya udang vanameri. Untuk mendukung usaha budidaya
ikan, di Pantai Cermin telah terdapat fasilitas pendukung berupa hatchery.
Selain budidaya perikanan air payau, di dua kecamatan ini terdapat pula
perikanan air tawar. Perikanan air tawar di daereah ini masih didominasi oleh budidaya.
Pengembangan perikanan budi daya air tawar selain meningkatkan kontribusi
peningkatan produksi juga untuk memenuhi kebutuhan protein ikan, memenuhi
kebutuhan bahan baku pabrik yang ada di ibukota kabupaten, meningkatkan pendapatan
dan juga membuka lapangan kerja.
Untuk budidaya air tawar daerah Kecamatan Pantai Cermin di kembangkan di
wilayah: Kota Pari, Kuala Lama, Ujung Rambung, Pantai Cermin Kiri yang
kesemuanya adalah jenis budidaya kolam air tenang. Sementara di Kecamatan Tanjung
Beringin berada di desa Pekan Tanjung Beringin, Mangga II, Tebing Tinggi yang juga
berjenis budidaya kolam air tenang.
Pada dua desa ini, didaerah daratannya banyak dijumpai jenis tumbuhan seperti
pohon kelapa sawit, pohon kelapa, Cemara laut dan berbagai macam pohon yang biasa
tumbuh di daerah tropis lainnya. Kawasan pantai, hutan mangrove dan trumbu karang
(coral reef) sangat potensial dikembangkan menuju wisata bahari yang berwawasan ekologis dan pengembangan budidaya tambak udang, tanaman nipah, namun yang
masih tergali hanyalah wisata Pantai Cermin yang tidak bernuansa ekowisata bahari,
tanpa diikuti masyarakat. Pengembangan wisata tanpa konsep kelestarian ekologi
terlihat jelas, komponen ekosistem laut yang diperlukan menunjang wisata bahari serta
berbagai tempat pelestarian sumber daya biota atau perikanan laut yang berguna bagi
masyarakat secara sengaja atau tidak sepengetahuan masyarakat sekitar sudah sangat
rawan kehancuran dengan aktifitas penangkapan ikat dengan berbagai alat yang dapat
merusak ekosistem laut. Kawasan bakau pun terancam penebangan, perluasan areal
tambak udang, walaupun aktifitas tersebut tidak dilakukan langsung oleh masyarakat
setempat namun dampaknya sudah terasa dengan timbulnya abrasi di kawasan pantai
wisata, pemukiman penduduk dan pertambakan, semakin menurunnya produksi hasil
tangkap nelayan adalah indikasi kemerosotan dan terputusnya jaringan-jaringan
ekosistem pantai.
C. Tata Pemukiman serta Luas dan Pola Penggunaan/Pemanfaatan Lahan
Lahan di dua wilayah ini yang luasnya 210, 314 km2 menurut data primer untuk
wilayah Kecamatan Pantai Cermin dan 7.766, 09 Ha (74, 17 Km2) untuk wilyah
Kecamatan Tanjung Beringin meliputi daerah daratan, rawa-rawa pasang surut
(bakau/mangrove) dan pinggir pantai/laut yang mengelilingi desa. Lahan-lahan tersebut
sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pemukiman, sebagian besar lagi
diperuntukkan lahan perkebunan kelapa sawit, dan sebagian kecil saja untuk lahan
pertanian berupa sawah, ladang terutama di daerah yang cukup jauh dari batas air
pasang.
Dahulu, menurut penduduk kira-kira tahun 1980-an lahan hutan Mangrove