• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

TESIS

Oleh

NANDA NOVZIRANSYAH 107032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NANDA NOVZIRANSYAH 107032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

Nama Mahasiswa : Nanda Novziransyah Nomor Induk Mahasiswa : 107032113

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc)

Ketua Anggota

(dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 15 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K

2. Ir. Kalsum, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) KANTOR WILAYAH SUMATERA UTARA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2013

(6)

ABSTRAK

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia maka meningkat pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitikyang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yang berjumlah 221 orang, metode stratified random sampling digunakan untuk mengambil sampel pada tiap bidang dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 69 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, budaya organisasi dan kinerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat, bivariat, multivariat. Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sistem imbalan (ρ=0,016) dan pola komunikasi (ρ=0,032); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah inisiatif individu

(ρ=0,703); toleransi terhadap tindakan beresiko (ρ=0,108); pengarahan (ρ=0,098); integrasi (ρ=0,353); dukungan manajemen (ρ=0,662); kontrol (ρ=0,948); identitas (ρ=0,532); toleransi terhadap konflik (ρ=0,336).

Disarankan kepada manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan untuk menerapkan pemberian sistem imbalan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai dan lebih transparan dalam pemberiannya sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan juga menerapkan pola komunikasi organisasi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan pimpinan tiap bagian melakukan pertemuan dengan karyawannya sehingga karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

(7)

ABSTRACT

Human Resource Management of an organization is a facility to improve human quality for by improving the human resources, the performance and effectiveness of an organization will improve and the employees with high discipline and performance can be materialized. In improving the performance of employees, it is needed to analyze the factors influencing the performance by paying attention to the needs of the employees such as through the forming of a good and well-coordinated organizational (corporate) culture on the performance of the employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan.

This analytical survey study with cross-sectional approach was intended to describe the inter-variable influence through statistic analysis. The population of this study was all of the 221 employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan and 69 of them were selected to the samples for this study through stratified random sampling method. The data for this study were primary and secondary data. The primary data were obtained through distributing the questionnaires containing the data related to demography, organizational (corporate) culture and performance. The data obtained were analyzed through univariate, bivariate and multivariate analysis. The hypothesis was tested at the level of significance 0.05 or 95%.

The result of this study showed that (1) the variables influencing the performance of the employees were reward system (ρ=0,016), and pattern of communication (ρ=0,032); and (2) the variables that did not have influence on the performance of employees were individual initiative (ρ=0,703), tolerance towards action at risk (ρ=0,108), supervision (ρ=0,098), integration (ρ=0,353), managerial support (ρ=0,662), control (ρ=0,948), identity (ρ=0,532), and tolerance towards conflict (ρ=0,336).

The management of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan is suggested to apply the reward system which is appropriate with the achievement achieved which is transparently given that it can motivate the employees to work more productively to improve the performance of company and to apply the pattern of organizational communication that can provide the information needed by the employees in implanting their job and the head of every department should have a meeting with their employees that the employees are motivated to improve their performance.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT. Puji

syukur yang tak terhingga atas segala limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya.

Shalawat dan salam keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa

umat manusia ke alam yang berilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis yang berjudul ” Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.”.

Tujuan penulisan Tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Terselesaikannya Tesis ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan dari

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.sc (CTM), Sp. A (K) sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa

(9)

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr.

Ir, Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang

telah membimbing dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian

tesis.

4. Dr. Dra. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang

dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

5. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang

selalu bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan masukan

dan pemikiran dengan penuh kesabaran di tengah – tengah kesibukannya.

6. Ir. Kalsum, M.Kes dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Komisi

Penguji yang telah membantu memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk

perbaikan tesis ini.

7. Ir. Dyananto R. S.H, M.M, M.T, M.H selaku General Manager PT. PLN (Persero)

Wilayah Sumatera Utara Medan, Syarifuddin selaku Deputi Manager

Perencanaan Kepegawaian PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Medan

dan Rustam Effendi selaku Deputi Manager SDM dan Umum PT. PLN (Persero)

Wilayah Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan izin dan membantu

(10)

8. Mayor Ckm Suharto, S.K.M, M.Kes yang telah bersedia meluangkan waktu,

memberikan masukan serta memberikan bantuan dan dorongan moril dalam

menyelesaikan tesis ini.

9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10.Teman-teman program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya

peminatan Kesehatan Kerja angkatan 2010 dan angkatan 2011 yang telah

memberikan bantuan dan dorongan moril dalam menyelesaikan tesis ini.

11.Kedua orang tua saya tercinta H. Syahusni Chan, BA dan Hj. Pitsun Maizar yang

telah memberikan dukungan, doa serta ridho-nya dan menjadi motivasi serta

inspirasi selama menyelesaikan studi.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang

tidak dapat sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan

dalam penulisan tesis ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna

kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin.

Medan, Februari 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nanda Novziransyah, lahir pada tanggal 5 November 1985 di kota Medan

Sumatera Utara, anak kedua dari empat bersaudara dari bapak Syahusni Chaniago

dan Ibu Pitsun Maizar.

Riwayat pendidikan umum. Pada tahun 1991-1997, sekolah di SD Swasta

Al-Azhar Kecamatan Medan Johor Kotamadia Medan dengan status berijazah. Tahun

1997-2000, sekolah di SLTP Swasta Al-Azhar Kecamatan Medan Johor Kotamadia

Medan dengan status berijazah. Tahun 2000-2003, sekolah di Madrasah Aliyah

Negeri 1 Medan dengan status berijazah.

Riwayat pendidikan dokter. Pada tahun 2003-2008 mengikuti program studi

pendidikan dokter umum di Universitas Islam Sumatera Utara Medan dengan status

berijazah. Tahun 2008-2009 dilanjutkan dengan mengikuti keprofesian untuk

mendapatkan gelar dokter di Universitas Islam Sumatera Utara Medan dengan status

berijazah.

Pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Kesehatan Kerja di Universitas Sumatera Utara,

(12)

DAFTAR ISI

1.5.1. Bagi Manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan ... 9

1.5.2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Budaya Organisasi ... 10

2.1.1 Pengertian Budaya ... 10

2.1.2 Pengertian Organisasi... 11

2.1.3 Pengertian Budaya Organisasi ... 13

2.1.4 Model Kultur Organisasi ... 14

2.1.5 Elemen Budaya Organisasi ... 20

2.1.6 Budaya Organisasi yang Kuat ... 21

2.1.7 Fungsi Budaya Organisasi ... 22

2.1.8 Karakteristik Budaya Organisasi... 23

2.2 Kinerja Pegawai ... 25

2.2.1 Pengertian Kinerja ... 25

2.2.2 Pengertian Kinerja Pegawai ... 25

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... . 26

2.2.4 Unsur-Unsur Penilaian Pegawai ... 27

2.3 Pengertian & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia .... 30

2.3.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ... 30

(13)

2.4 Hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai ... 33

4.1.1. Visi, Misi dan Moto PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 45

4.1.2. Organisasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 46

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Budaya Organisasi PT. PLN(Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 48

4.4. Kinerja Karyawan ... 49

4.5. Hubungan Variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 52

4.5.1. Inisiatif Individu ... 52

4.5.2. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko ... 53

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Pengaruh Inisiatif Individu terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 65

5.2. Pengaruh Toleransi terhadap Tindakan Beresiko terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 66

5.3. Pengaruh Pengarahan terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 67

5.4. Pengaruh Integrasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 68

5.5. Pengaruh Dukungan Manajemen terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 70

5.6. Pengaruh Kontrol terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 71

5.7. Pengaruh Identitas terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 72

5.8. Pengaruh Sistem Imbalan terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 72

5.9. Pengaruh Toleransi terhadap Konflik terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 79

5.10. Pengaruh Pola Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 79

5.11. Pengaruh Budaya Organsasi terhadap Kinerja Karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Proporsi Pengambilan sampel ... 37

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 41

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 47

4.2 Distribusi Kategori Responden Berdasarkan Budaya Organisasi ... 48

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja ... 49

4.4 Uraian Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja ... 50

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Inisiatif Individu ... 52

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Toleransi terhadap Tindakan Beresiko ... 53

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengarahan ... 54

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Integrasi ... 55

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Manajemen ... 56

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kontrol ... 57

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Identitas ... 58

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Imbalan ... 59

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Toleransi terhadap Konflik ... 60

(16)

4.15 Hubungan Variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan

PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara ... 62

4.16 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara ... 89

2. Kuesioner penelitian ... 90

3. Master Data Penelitian ... 98

4. Hasil Uji Univariat ... 128

5. Hasil Uji Bivariat ... 132

6. Hasil Uji Multivariat ... 142

7. Hasil Uji Validitas ... 145

(19)

ABSTRAK

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia maka meningkat pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitikyang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yang berjumlah 221 orang, metode stratified random sampling digunakan untuk mengambil sampel pada tiap bidang dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 69 orang. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, budaya organisasi dan kinerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis univariat, bivariat, multivariat. Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau 95%.

Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah sistem imbalan (ρ=0,016) dan pola komunikasi (ρ=0,032); (2) Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja adalah inisiatif individu

(ρ=0,703); toleransi terhadap tindakan beresiko (ρ=0,108); pengarahan (ρ=0,098); integrasi (ρ=0,353); dukungan manajemen (ρ=0,662); kontrol (ρ=0,948); identitas (ρ=0,532); toleransi terhadap konflik (ρ=0,336).

Disarankan kepada manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan untuk menerapkan pemberian sistem imbalan yang sesuai dengan prestasi yang dicapai dan lebih transparan dalam pemberiannya sehingga dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan juga menerapkan pola komunikasi organisasi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas dan pimpinan tiap bagian melakukan pertemuan dengan karyawannya sehingga karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

(20)

ABSTRACT

Human Resource Management of an organization is a facility to improve human quality for by improving the human resources, the performance and effectiveness of an organization will improve and the employees with high discipline and performance can be materialized. In improving the performance of employees, it is needed to analyze the factors influencing the performance by paying attention to the needs of the employees such as through the forming of a good and well-coordinated organizational (corporate) culture on the performance of the employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan.

This analytical survey study with cross-sectional approach was intended to describe the inter-variable influence through statistic analysis. The population of this study was all of the 221 employees of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan and 69 of them were selected to the samples for this study through stratified random sampling method. The data for this study were primary and secondary data. The primary data were obtained through distributing the questionnaires containing the data related to demography, organizational (corporate) culture and performance. The data obtained were analyzed through univariate, bivariate and multivariate analysis. The hypothesis was tested at the level of significance 0.05 or 95%.

The result of this study showed that (1) the variables influencing the performance of the employees were reward system (ρ=0,016), and pattern of communication (ρ=0,032); and (2) the variables that did not have influence on the performance of employees were individual initiative (ρ=0,703), tolerance towards action at risk (ρ=0,108), supervision (ρ=0,098), integration (ρ=0,353), managerial support (ρ=0,662), control (ρ=0,948), identity (ρ=0,532), and tolerance towards conflict (ρ=0,336).

The management of PT. PLN (Persero) Sumatera Utara Regional Office Medan is suggested to apply the reward system which is appropriate with the achievement achieved which is transparently given that it can motivate the employees to work more productively to improve the performance of company and to apply the pattern of organizational communication that can provide the information needed by the employees in implanting their job and the head of every department should have a meeting with their employees that the employees are motivated to improve their performance.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini

adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah

sumber daya manusia (SDM) yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif

dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional

yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini

mengharuskan berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber

daya manusia secara optimal. Agar tersedia sumber daya manusia yang handal

diperlukan pendidikan yang berkualitas baik pendidikan fomal maupun informal,

mudahnya akses untuk mendapatkan pendidikan dan penyediaan berbagai fasilitas

sosial yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas SDM. Kelemahan dalam

penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan

berdampak kepada keamanan masyarakat. Saat ini kemampuan sumber daya manusia

masih rendah terbukti dalam urutan Human Development Indeks Indonesia berada

pada urutan 121 dari 185 negara hal ini akan berdampak pada rendahnya daya saing

dalam berbagai bidang (Dimyati, 2013).

Sumber daya manusia merupakan unsur yang strategis dalam menentukan

sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan

(22)

organisasi. Dalam kondisi lingkungan tersebut, manajemen dituntut untuk

mengembangkan cara baru untuk mempertahankan pegawai pada produktifitas tinggi

serta mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi maksimal pada

organisasi. Masalah sumber daya manusia yang kelihatannya hanya merupakan

masalah intern dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai hubungan yang erat

dengan masyarakat luas sebagai pelayanan publik yang diukur dari kinerja.

Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan sarana

untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia,

meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi sehingga diperlukan pula

peran yang besar dari pimpinan organisasi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai

diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan

memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya

budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi.

Setiap individu selalu mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Sifat tersebut dapat menjadi ciri khas bagi seseorang sehingga kita dapat

mengetahui bagaimana sifatnya. Sama halnya dengan manusia, organisasi juga

mempunyai sifat-sifat tertentu. Melalui sifat-sifat tersebut kita juga dapat mengetahui

bagaimana karakter dari organisasi tersebut. Sifat tersebut kita kenal dengan budaya

organisasi atau organization culture. Budaya-budaya yang dimiliki oleh setiap suku

bangsa memiliki sistem nilai dan norma dalam mengatur masing-masing anggotanya

(23)

dapat dikatakan bahwa suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur

bagaimana anggota-anggotanya untuk bertindak.

Budaya memberikan identitas bagi para anggota organisasi dan

membangkitkan komitmen terhadap keyakinan dan nilai yang lebih besar dari dirinya

sendiri. Meskipun ide-ide ini telah menjadi bagian budaya itu sendiri yang bisa

datang di manapun organisasi itu berada. Suatu organisasi budaya berfungsi untuk

menghubungkan para anggotanya sehingga mereka tahu bagaimana berinteraksi satu

sama lain.

Budaya organisasi merupakan sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar

yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan

maksud agar organisasi bisa mengatasi, menanggulangi permasalahan yang timbul

akibat adaptasi eksternal dan integritas internal yang sudah berjalan dengan cukup

baik sehingga perlu diajarkan dan diterapkan kepada anggota-anggota baru sebagai

cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berteman dengan

mereka-mereka tersebut (Scain dalam Lako, 2004). Menurut Robbins (2006) terdapat

beberapa karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi

budaya internal yaitu : inisiatif, toleransi, pengarahan, integrasi, dukungan

manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi dan pola komunikasi.

Setiap individu yang tergabung di dalam sebuah organisasi memiliki budaya

yang berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda,

namun semua perbedaan itu akan dilebur menjadi satu di dalam sebuah budaya yaitu

(24)

mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang telah disepakati bersama sebelumnya,

tetapi dalam proses tersebut tidak tertutup kemungkinan ada individu yang bisa

menerima dan juga yang tidak bisa menerimanya, yang mungkin bertentangan dengan

budaya yang dimilikinya.

Menurut Lako (2004) peran strategis budaya organisasi kurang disadari dan

dipahami oleh kebanyakan orang pelaku organisasi di Indonesia, terutama prinsipal

yaitu pemilik dan agents dan dipercaya untuk mengelola organisasi. Banyaknya

masalah yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan akhir-akhir ini menunjukan

bahwa kesadaran manajemen terhadap peran strategis dan implementasi budaya

organisasi dalam instansi pemerintahan masih lemah dan mengkhawatirkan, sehingga

dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Kinerja itu sendiri adalah tingkat pencapaian atas pelaksanaan tugas tertentu.

Menurut Rue & Bryan dalam Tjandra (2005) kinerja didefinisikan sebagai tingkat

pencapaian hasil serta merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara

berkesinambungan. Suatu organisasi baik pemerintahan atau swasta dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan

oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam mencapai tujuan

organisasi yang bersangkutan. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan

karena upaya para individu yang terdapat pada organisasi tersebut. Dengan kata lain,

kinerja individu berhubungan sejalan dengan kinerja organisasi.

Pengukuran kinerja organisasi perlu dilakukan dalam memastikan pemahaman

(25)

prestasi yang disepakati, memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan

antara skema kerja dan pelaksanaan, memberikan penghargaan maupun hukuman

yang obyektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai sistem pengukuran

yang telah disepakati, menjadikan sebagai alat komunikasi antara pegawai dan

pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, memastikan bahwa

pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif dan mengungkapkan permasalahan

yang terjadi.

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja suatu

organisasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) dimana budaya

organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Demikian juga dengan hasil

penelitian Sinaga (2008) bahwa budaya organisasi dan reward secara simultan

maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Kinerja yang dimiliki suatu perusahaan pada hakikatnya merupakan suatu

akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh karyawan. Karyawan akan

bersedia bekerja dengan penuh semangat apabila merasa kebutuhan baik fisik dan non

fisik terpenuhi. Kinerja instansi pemerintahan sangat ditentukan oleh kinerja

karyawan yang menjadi ujung tombak kantor itu. Kesadaran para karyawan ataupun

pimpinannya akan pengaruh positif budaya organisasi terhadap produktivitas

organisasi akan memberikan motivasi yang kuat untuk mempertahankan, memelihara,

dan mengembangankan budaya organisasi yang dimiliki, sehingga merupakan daya

(26)

Heskett, menunjukkan bahwa organisasi berprestasi karena ditopang budaya

organisasi yang kuat.

Hubungan antara budaya organisasi dengan suskes atau gagalnya kinerja suatu

organisasi diyakini oleh para ilmuwan perilaku organisasi dan manajemen serta

sejumlah peneliti sangat erat. Budaya organisasi diyakini merupakan faktor penentu

utama terhadap kesuksesan kinerja organisasi. Keberhasilan suatu organisasi untuk

mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai (values) budaya organisasi dapat

mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (Sinaga,

2008).

Hasil survei awal di PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara

Medan pada tanggal 20 Maret 2013, dilakukan wawancara dengan bagian SDM

didapatkan informasi bahwa budaya organisasi yang diterapkan di PT. PLN (Persero)

Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan yaitu saling percaya, integritas, peduli, dan

pembelajaran yang disebut dengan istilah SIPP. Upaya yang dilakukan oleh pihak

managemen untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan reward

berupa insentif diluar dari yang telah ditentukan dan juga pemberian cuti hari bagi

karyawan yang dinilai berprestasi dengan masa kerja minimal satu windu. Selain

dengan pemberian reward juga pihak manajemen juga melaksakan pelatihan bagi

karyawan, bentuk pelatihan yang dilaksanakan meliputi: (a) pelatihan profesi yaitu

pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan kompetensi karyawan, (b) pelatihan

(27)

penjenjang yaitu pelatihan yang dilakukan untuk menaikkan level kompetensi / grade

dan juga untuk kenaikan jabatan.

Melalui budaya yang dikembangkan oleh PT. PLN (Persero) saat ini, maka

upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk meningkatkan kinerja belum

sepenuhnya mencapai target yang diharapkan adalah berada pada rentang sangat

optimal sampai optimal, tetapi dari hasil penilaian pihak manajemen terhadap

karyawan dari delapan variabel penilaian yang meliputi luar biasa (LBS) yaitu 0%,

sangat optimal (SOP) yaitu 0,9%, sangat potensial (SPO) yaitu 4,1%, optimal (OPT)

yaitu 44,8%, potensial (POT) yaitu 49%, kandidat potensial (KPO) yaitu 0,9%, perlu

penyesuaian (PPS) yaitu 0%, perlu perhatian / sangat perlu perhatian (PPE / SPP)

yaitu 0,5%. Dari delapan variabel tersebut yang terbanyak pada level potensial yaitu

49%. Selain hal tersebut pihak manajemen juga menginformasikan masih di dapat

karyawan yang terlambat masuk kerja, menunda pekerjaan, menunda untuk

mengikuti pelatihan (Diklat), adanya rasa takut dalam menyampaikan pendapat, bila

ada informasi yang berhubungan dengan pemberian insentif maka karyawan lebih

proaktik sebaliknya bila ada informasi yang berhubungan dengan pekerjaan maka

responnya reaktif, respon time dalam menyelesaikan pekerjaan lambat.

Berdasarkan uraian data diatas penulis tertarik untuk meneliti pengaruh

budaya organisasi terhadap kinerja karywan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah

(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka masalah penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja

karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh budaya

organisasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera

Utara Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan di PT. PLN

(Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini nantinya dapat memberi manfaat bagi PT. PLN

(Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara dalam hal meningkatkan kualitas SDM

karyawannya dan dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5.1. Bagi Manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara

Bagi manajemen PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara hasil

(29)

1. Sebagai bahan pertimbangan, saran dan informasi bagi pihak manajemen dan

pimpinan PT. PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatera Utara dalam usaha

peningkatan kinerja pegawai.

2. Memberikan gambaran mengenai kondisi sumber daya manusia (karyawan) yang

dimiliki, sehingga apabila ada yang menjadi kelemahan dapat diambil kebijakan

yang tepat sehingga menjadi suatu kekuatan baru bagi organisasi.

1.5.2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Khususnya Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Manfaat bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU bidang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja ialah :

1. Dapat menjadi acuan dan bahan pembelajaran serta referensi bagi penulis

lainnya yang akan melakukan penelitian dengan judul atau materi yang sama.

2. Dapat menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di bidang

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya

Menurut Peruci dan Hamby (dalam Tampubolon, 2004:184) mendefisinisikan

budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh

manusia dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek

atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu.

Menurut Stoner (1995: 181) budaya (culture) adalah gabungan kompleks dari

asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu

untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu.

Kemudian Alisyahbana (dalam Supartono, 2004:31) budaya merupakan

manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas

sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena

perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.

Menurut Edward Taylor dalam Sobirin, Achmad (2007 : 52), budaya adalah

kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral,

hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang

diperoleh seoang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

Berdasarkan pengertian diatas maka budaya dapat disimpulkan yaitu segala

(31)

kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai anggota dalam masyarakat.

Hasil pemikiran tersebut dapat berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai

dan moral yang didapat dari interaksi manusia dengan lingkungannya, baik interaksi

terhadap alam maupun terhadap manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Soekanto (171:1990) masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang

menghasilkan kebudayaan. Maka dengan begitu tidak ada masyarakat yang tidak

memiliki kebudayaan, dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat

sebagai wadah dan pendukungnya, Sehingga suatu organisasi yang merupakan bagian

dari masyarakat tentulah memiliki kebudayaan didalamnya.

2.1.2. Pengertian Organisasi

Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu organon yang berarti alat atau

instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia.

Ketika seorang mendirikan sebuah organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu

sendiri melainkan agar dia dan semua orang yang terlibat didalamnya dapat mencapai

tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif. Itulah sebabnya kenapa organisasi itu sering

didefinisikan sebagai sekelompok manusia yang bekerja sama dalam rangka

mencapai tujuan bersama.

Stoner (1995:6) Organisasi (organization) adalah dua orang atau lebih yang

bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau

sejumlah sasaran. Pengertian ini juga didukung oleh Gers (dalam Supardi dan Anwar,

2004:5) yang mengatakan organisasi merupakan tata hubungan antara orang-orang

(32)

tugas dan tanggung jawab. Menurut Malinowski dalam Cahyani (2004 : 2) juga

mengatakan organisasi sebagai suatu kelompok orang yang bersatu dalam

tugas-tugas, terikat pada lingkungan tertentu, menggunakan alat teknologi dan patuh pada

peraturan.

Menurut Sobirin (2007 : 7) organisasi adalah sebagai unit sosial atau entitas

yang didirikan oleh manusia untuk jangka waktu yang relative lama, beranggotakan

sekelompok manusia-manusia minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang

terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu dan

mempunyai identitas diri yang membedakan satu entitas dengan entitas lainnya.

Menurut Rivai dalam Kartono (2003 : 188) organisasi merupakan wadah yang

memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai

oleh individu secara sendiri-sendiri. Organsasi merupakan suatu unit terkoordinasi

yang terdiri dari dua orang atau lebih berfungsi mencapai suatu sasaran tertentu.

Sedangkan menurut J. Bernard dalam Tika (2006 : 3) organisasi adalah kerja sama

dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan

perorangan yang dikoordinasikan secara sadar.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah

suatu kelompok yang menghimpun anggota-anggota yang memiliki satu tujuan

tertentu dan bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana dalam

kelompok tersebut memiliki struktur yang memuat unit-unit kerja sebagai

pengelompokan tugas-tugas atau pekerjaan sejenis dari yang mudah hingga yang

(33)

guna mencapai tujuan organisasi. Dalam pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan

koordinasi dalam pelaksanaan kerjasama yang berdasarkan prosedur yang telah diatur

secara formal.

2.1.3. Pengertian Budaya Organisasi

Victor S.L Tan dalam Tunggal (2007 : 2) , budaya organisasi merupakan

suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core value, dan pola perilaku

yang dilakukan orang dalam organisasi. Keyakinan adalahh semua asumsi dan

persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima

sebagai sesuatu yang benar dan sah.

Menurut Davis dalam Lako (2004 : 29) budaya organisasi merupakan pola

keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh

organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan

berperilaku dalam organisasi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara

(2005: 113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi

atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi

yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi

masalah adaptasi eksternal dan internal. Menurut Robbins dalam Tampubolon (2004)

bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota

organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai, norma-norma standar yang jelas

tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.

Scein dalam Stoner (1995) budaya organisasi sebagai suatu pola dari

(34)

tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi

masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang

sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota

baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan

berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Pendapat Scein diatas diperkuat oleh Drucker (dalam Tika, 2006: 4) yang

menyatakan budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal

dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok

yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat

untuk memahami, memikirkan ddan merasakan terhadap masalah-masalah terkait

seperti diatas. Dari beberapa pendapat ahli diatas bisa disimpulkan bahwa Budaya

Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang

dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi

anggota-anggota untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

2.1.4. Model Kultur Organisasi

Banyak fenomena yang berkaitan atau mencerminkan suatu kultur, akan

tetapi tidak seluruh fenomena tersebut dapat dikatakan suatu kultur dan menurut

Edgar H. Schein perlu ditambahkan dua syarat agar sesuatu itu dapat disebut kultur,

yaitu stabilitas struktural bahwa “sesuatu” itu tidak semata-mata dimiliki bersama oleh para anggota, melainkan juga tertanam secara mendalam serta stabil dalam

(35)

termuat dalam suatu paradigma atau gestalt yang terdapat pada level yang lebih

dalam dan mengikat semua itu menjadi satu kesatuan.

Mengingat luasnya fenomena yang tercakup di dalamnya maka untuk

memahami kultur, Schein (1992) menyederhanakan menjadi tiga lapisan berdasarkan

tingkat “kedalamannya”, yaitu artifak yang meliputi elemen-elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapis terluar; nilai-nilai yang sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup kesadaran pelaku; dan asumsi-asumsi kultural

atau basic assumption yang bersifat kelaziman atau taken for granted dan sering kali

berada di luar kesadaran pelaku.

Ketika diterapkan pada organisasi, pada lapisan terluar, artifak, terdapat

struktur dan proses-proses organisasional yang dapat diamati secara langsung oleh

peneliti. Perlu diingat bahwa karakteristik artifak adalah hard to dechiper atau sulit

ditafsirkan oleh pengamat luar. Dalam mengungkapnya dibutuhkan waktu yang

cukup dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut, atau jalan yang lebih singkat

adalah menganalisis melalui nilai-nilai ideal (espoused value), norma-norma, dan

aturan-aturan yang berlaku dalam kegiatan sehari-hari organisasi.

Pada lapisan terdalam jika peneliti menggali lebih lanjut akan ditemukan

keyakinan, persepsi, pemikiran, dan perasaan yang sifatnya taken for granted atau

selalu dianggap benar oleh para pelaku, serta merupakan sumber dari nilai-nilai dan

perilaku para anggota organisasi. Inilah yang dimaksud dengan asumsi-asumsi

kultural yang merupakan dasar terdalam dari kultur sebuah organisasi. Menurut

(36)

peneliti. Jika asumsi-asumsi ini dipahami, maka kedua level lainnya akan dapat

dijelaskan lebih mudah (1992:6).

a. Asumsi-asumsi Kultural, hubungan antara asumsi-asumsi kultural dengan

individu-individu yang menjadi anggota organisasi dapat dibayangkan seperti ikan

dengan air (Hatch, 1997: 210), seekor ikan menerima keberadaan air sebagai suatu

“kebenaran” yang tidak perlu dipertanyakan lagi, bahkan sering kali tidak disadari.

Para anggota organisasi, sebagai pelaku dalam kultur, menganggap bahwa apa yang

dilakukan di dalam organisasi sebagai “the way we do things around here” (Michela

dan Burke, 2000: 229), atau sudah sewajarnya dilakukan. Selain itu, yang harus

dicatat bahwa kultur bukanlah asumsi atau keyakinan yang bersifat tunggal, tetapi

seperangkat asumsi atau keyakinan yang saling berhubungan (tetapi tidak harus

konsisten satu sama lain).

b. Nilai-nilai, nilai dapat dikelompokkan dalam dua level: individu dan kelompok.

Nilai dalam konteks individu adalah wilayah kajian filsafat, etika, atau psikologi.

Sementara itu, nilai yang menyangkut kelompok adalah cakupan dari sosiologi,

ekonomi, politik, dan lain-lain bidang ilmu yang berkaitan dengan kemasyarakatan.

Pembahasan tentang nilai umumnya pada level kelompok karena kultur

bagaimanapun adalah suatu fenomena kelompok. Namun, konteks nilai pada level

individu tetap dibahas karena pengertian nilai yang paling mendasar sesungguhnya

berada pada level ini. Nilai merupakan acuan bertindak, bersikap, dan berpikir

seorang individu walaupun sumber dari nilai-nilai sebagian besar barangkali terletak

(37)

mendefinisikan nilai sebagai prinsip-prinsip, tujuan-tujuan, dan standar-standar sosial

yang berlaku di dalam suatu kultur dan dianggap memiliki nilai intrinsik (1997:214).

Jika diterapkan dalam organisasi, maka nilai-nilai adalah sesuatu yang paling

diperhatikan dan didahulukan oleh organisasi tersebut dalam setiap aktivitasnya baik

itu berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, kesejahteraan, maupun loyalitas.

Berdasarkan kajian terhadap definisi yang ada, Kilmann (1981) menemukan

bahwa pengertian umum yang dapat ditangkap dari definisi mengenai nilai meliputi

objek-objek, kualitas-kualitas, standar-standar, atau kondisi-kondisi yang memuaskan

atau dianggap dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia dan/atau menjadi

pedoman dalam bertindak (Stackman dkk, 2000:38).

Sementara itu, Vijay Sathe (1985) mendefinisikan nilai sebagai asumsi dasar

atau basic assumption tentang “what ideals are desirable or worth striving for”.

Dengan kata lain, nilai menyangkut tentang ideal-ideal yang diinginkan atau layak

diperjuangkan. Dalam definisi yang lain, Hofstede (1980:19), bahwa nilai adalah “a

broad tendency to prefer certain state of affairs over others.” Setiap individu atau

kelompok memiliki kecenderungan (preferensi) terhadap apa yang dianggap penting

(nilai kebutuhan pragmatis), baik (nilai moral) atau benar (nilai pengetahuan).

Pokok permasalahan lain yang cukup penting dan sering dibicarakan oleh

ahli-ahli kultur organisasi dalam kaitannya dengan nilai-nilai adalah transformasi atau

perubahan nilai-nilai. Hal ini berguna sekali jika kita membahas dinamika nilai,

misalnya pada kasus perubahan kultur organisasi. Manajemen perubahan kultur selalu

(38)

perubahan nilai-nilai umumnya dilakukan dengan menghadapkan individu pada

informasi, umpan balik, atau interpretasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang

diyakininya (prinsip self confronting).

c. Artifak, merupakan unsur terakhir yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan

penelitian kultur organsasi dan sekaligus aspek penting yang sering kali mendapat

penekanan khusus dalam penelitian kultur terutama yang menggunakan pendekatan

simbolik-interpretif. Di satu sisi, kultur organisasi hanya dapat disimpulkan dari

pengamatan terhadap artifak-artifak yang kelihatan. Namun di sisi lain, makna

kultural yang sesungguhnya dari artifak-artifak tersebut tidak mudah diungkap. Hal

ini membutuhkan keterlibatan yang mendalam dan waktu yang cukup panjang,

sebelum seorang peneliti mampu menangkap makna-makna simbolik yang diberikan

anggota kepada artifak yang ada.

Hacth (1997:216) membagi arrtifak menjadi tiga kelompok besar, yaitu

1. Manifestasi fisik contohnya: seni, gaya bangunan, penampilan, objek material, tata

letak fisik; 2. Perilaku contohnya: upacara/ritual, pola-pola komunikasi, tradisi/adat

istiadat, ganjaran/hukuman; 3. Verbal contohnya: anekdot/joke, jargon/nama/julukan,

penjelasan-penjelasan, kisah-kisah/mitos/sejarah, pahlawan/penjahat, metafor.

Menurut Daft (1997: 323), beberapa aspek kultural penting yang teramati dan

bersifat khas dari sebuah organisasi adalah ritus (rites) dan upacara, kisah (stories),

symbol-simbol dan bahasa. Hal yang lebih kurang sama dikatakan oleh Dandridge

(39)

nilai pada sebuah organisasi adalah kisah-kisah (stories), mitos, upacara, ritual, logo,

anekdot, dan lelucon (jokes).

Schein (1992: 245-252) memberikan keterangan yang agak berbeda tentang

fungsi dan pengaruh artifak, khususnya artifak yang termasuk dalam kelompok

artifak fisik dan verbal. Pengamatan terhadap artifak fisik dan verbal adalah

kelompok artifak mekanisme sekunder jika dilakukan pada organisasi yang sudah

mapan tidak serta-merta akan menjelaskan kultur yang berlaku. Mekanisme sekunder

dapat digunakan untuk menjelaskan kultur dengan baik hanya pada kasus-kasus

dimana mekanisme sekunder ini konsisten dengan mekanisme primer. Jika tidak,

artifak yang termasuk dalam mekanisme sekunder tidak memiliki makna kultural

yang konsisten dengan kultur yang berlaku (artinya diabaikan oleh para anggota atau

menjadi sumber konflik intern). Hal ini dapat mengelabui pengamat dari luar yang

tidak mengetahui secara mendalam latar belakang dan sejarah organisasi tersebut.

Dalam pengertian ini, Schein menggaris-bawahi bahwa artifak (khususnya

bentuk fisik dan verbal) tidak memiliki makna kultural yang berdiri sendiri,

melainkan terkait erat dengan perilaku pendiri organisasi pada awal pertumbuhan dan

perkembangan organisasi tersebut. Ketika organisasi telah mapan, artifak ini

memberikan makna kultural tertentu kepada para anggota, tetapi dengan syarat bahwa

hal itu konsisten dengan mekanisme primer yang telah terbentuk dalam sejarah

organisasi. Dengan kata lain, artifak-artifak dalam kultur sebuah organisasi biasanya

memiliki makna kultural yang konsisten jika kultur organisasi tersebut tergolong

(40)

Penjelasan Schein ini memperkuat gambaran bahwa artifak bukanlah unsur

yang mudah ditafsirkan dalam ssebuah organisasi. Pemahaman terhadap artifak

mempersyaratkan pula pemahaman terhadap latar belakang dan sejarah organisasi,

khususnya bagaimana para pendirinya membangun dan menanamkan nilai-nilai

tertentu kepada anggotanya.

2.1.5. Elemen Budaya Organisasi

Beberapa ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison

(1990) antara lain : nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan

praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein (1992) yaitu : pola asumsi dasar

bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artefak.

Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi

dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok

yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku.

1. Elemen Idealistik

Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil

melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-niali

individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan

arah tujuan menjalankan kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini

biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi,

tujuannya tidak lain agar ideologi organisasi tetap lestari.

Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistik tidak hanya

(41)

asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran,

asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.

2. Elemen Behavioural

Elemen bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul

kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon,

cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh

orang luar organisasi dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi.

Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari

budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami dan

diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan

interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi.

2.1.6. Budaya Organisasi yang Kuat

Deal dan Kennedy (1982) dalam bukunya Corporate Culture mengemukakan

bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat sebagai berikut:

a. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan

organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.

b. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam instansi digariskan

dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di

dalam instansi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif.

c. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi

(42)

orang-orang yang bekerja dalam instansi, dari mereka yang berpangkat paling

rendah sampai pada pimpinan tertinggi.

d. Organisasi/instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan

instansi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan,

misalnya, pemberi saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya.

e. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang

mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri

acara-acara ritual ini.

f. Memiliki jaringan kulturul yang menampung cerita-cerita kehebatan para

pahlawannya.

2.1.7. Fungsi Budaya Organisasi

Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior membagi lima

fungsi budaya organisasi, sebagai berikut:

a. Berperan menetapkan batasan.

b. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.

c. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan

individual seseorang.

d. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang

membantu mempersatukan organisasi.

e. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan

membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

(43)

2.1.8. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins dalam Tika, (2006) terdapat beberapa karakteristik yang

apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu :

1. Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan

kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide

yang di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan

organisasi.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauh mana pegawai

dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil

resiko dalam mengambil kesempatan yang dapat memajukan dan

mengembangkan organisasi. Tindakan yang beresiko yang

dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan tugas

dan fungsi yang dilakukan oleh pegawai.

3. Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan,

sehingga para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang

dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi.

Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi.

4. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong

(44)

Handoko (2003 : 195) koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan-

tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah (departemen atau

bidang - bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan.

5. Dukungan manajemen yaitu sejauhmana para pimpinan organisasi dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap pegawai. Dukungan tersebut dapat berupa adanya upaya

pengembangan kemampuan para pegawai seperti mengadakan pelatihan.

6. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai

dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi

kelancaran organisasi. Pengawasan menurut Handoko (2003: 360) dapat

didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi

tercapai.

7. Identitas dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian

professional tertentu.

8. Sistem imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,

promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik yaitu sejauh mana para pegawai didorong untuk

mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi,

(45)

10. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi

oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko

(2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian

atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah

komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya

dapat memberikan hasil yang lebih efektif.

2.2. Kinerja Pegawai 2.2.1. Pengertian Kinerja

1. Menurut Rivai (2005) Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan

seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan

tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,

target/sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama.

2. Menurut Mangkunegara (2001) Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung

jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat

disimpulkan bahwa kinerja merupakan penampilan kerja oleh pegawai di

tempat kerjanya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

2.2.2. Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka

memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun

(46)

seperti yang diungkapkan oleh Mathis & Jackson (2002).

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Anwar P. Mangkunegara (2001), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu :

1. Faktor Individu.

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki

integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan

adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut

memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal

utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi

dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari

dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Lingkungan Organisasi.

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam

mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian

jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola

komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan

dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

Menurut Mathis dan Jakson (2001), Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

individu tenaga kerja, yaitu:

a. Kemampuan mereka.

(47)

c. Dukungan yang diterima.

d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.

e. Hubungan mereka dengan organisasi.

2.2.4. Unsur-unsur Penilaian Pegawai

Menurut Hasibuan (2002: 56), kinerja pegawai dapat dikatakan baik atau

dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu :

1. Kesetiaan.

Kinerja dapat diukur dari kesetiaan pegawai terhadap tugas dan tanggung

jawabnya dalam organisasi. Menurut Syuhadhak (1994: 76) kesetiaan

adalah tekad dan kesanggupan, menaati, melaksanakan dan mengamalkan

sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

2. Prestasi Kerja.

Hasil prestasi kerja pegawai, baik kualitas maupun kuantitas dapat

menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang pegawai

dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesanggupan

pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

3. Kedisiplinan.

Sejauh mana pegawai dapat mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan

melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya.

4. Kreatifitas.

Merupakan kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreatifitas dan

(48)

sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.

5. Kerjasama.

Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan pegawai untuk bekerja sama

dengan pegawai lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan,

sehingga hasil pekerjaannya akan semakin baik.

6. Kecakapan.

Dapat diukur dari tingkat pendidikan pegawai yang disesuaikan dengan

pekerjaan yang menjadi tugasnya.

7. Tanggung jawab.

Yaitu kesanggupan seorang pegawai menyelesaikan pekerjaan yang

diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta

berani memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.

Menurut Wibowo (2012: 235), banyak faktor yang dapat dijadikan ukuran

kinerja, namun ukuran kinerja harus relevan, signifikan, dan komprehensif. Keluarga

ukuran berkaitan dengan tipe ukuran yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Produktivitas.

Biasanya dinyatakan sebagai hubungan antara input dan output suatu proses.

Oleh karena itu, produktifitas merupakan hubungan antara jumlah output

dibandingkan dengan sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi output.

2. Kualitas.

Kualitas biasanya termasuk baik ukuran internal seperti susut, jumlah ditolak,

(49)

penilaian frekuensi pemesanan ulang pelanggan.

3. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu menyangkut persentase pengiriman tepat waktu atau

persentase pesanan dikapalkan sesuai dijanjikan. Pada dasarnya, ukuran ketepatan

waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan.

4. Cycle Time

Cycle time menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari satu

titik ke titik lain dalam proses. Pengukuran cycle time mengukur berapa lama sesuatu

dilakukan.

5. Pemanfaatan Sumber Daya.

Merupakan sumber daya yang dipergunakan lawan sumber daya tersedia

untuk dipergunakan. Pemanfaatan sumber daya dapat diterapkan untuk mesin,

komputer, kendaraan, dan bahkan orang. Tingkat pemanfaatan sumber daya tenaga

kerja 40% mengindikasikan bahwa sumber daya manusia baru dipergunakan secara

produktif sebesar 40% dari waktu mereka yang tersedia untuk bekerja, hal ini berarti

organisasi tidak memerlukan lebih banyak sumber daya.

6. Biaya.

Ukuran biaya terutama berguna apabila dilakukan kalkulasidalam dasar per

unit. Namun, banyak perusahaan hanya mempunyai sedikit informasitentang biaya

(50)

2.3. Pengertian & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.3.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Husein Umar

(2005:3) yaitu: “Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari

manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia,

yang bertugas mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang

puas akan pekerjaannya”.

Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa manajemen secara garis besar

menitikberatkan pada aspek manusia dalam hubungan kerja dengan tidak melupakan

faktor lainnya. Sedangkan, Manajemen Sumber Daya Manusia menitikberatkan pada

bagaimana mengelola pegawai sebagai aset utama organisasi instansi karena

keberhasilan organisasi instansi tergantung dari kinerja efektif dari pegawai itu

sendiri.

2.3.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam menjalankan pekerjaan seharusnya organisasi memperhatikan

fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi operasional seperti yang dikemukakan oleh Flippo

Edwin B. (Flippo, 1996:5-7). Menurutnya, fungsi-fungsi manajemen sumber daya

manusia ada dua, yakni:

a. Fungsi manajemen

Fungsi ini terdiri dari:

1. Perencanaan (Planning)

(51)

akan mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh instansi.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Organisasi dibentuk dengan merancang struktur hubungan yang mengaitkan antara

pekerjaan, pegawai, dan faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerjasama satu

dengan yang lainnya.

3. Pengarahan (Directing)

Pengarahan terdiri dari fungsi staffing dan leading. Fungsi staffing adalah

menempatkan orang-orang dalam struktur organisasi, sedangkan fungsi leading

dilakukan pengarahan sdm agar pegawai bekerja sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan.

4. Pengawasan (Controlling)

Adanya fungsi manajerial yang mengatur aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai, bila terjadi penyimpangan dapat diketahui dan segera dilakukan

perbaikan.

b. Fungsi Operasional

Fungsi Operasional dalam sdm merupakan segala bentuk usaha/aktivitas dalam

pengelolaan sdm guna pencapaian tujuan perusahaan.

Fungsi ini terdiri dari:

1. Pengadaan (Procurement)

Usaha untuk memperoleh sejumlah tenaga kerja yang dibutuhkan instansi,

(52)

penarikan, seleksi, orientasi dan penempatan

2. Pengembangan (Development)

Usaha untuk meningkatkan keahlian pegawai melalui program pendidikan dan

latihan yang tepat agar pegawai dapat melakukan tugasnya dengan baik.

3. Kompensasi (Compensation)

Fungsi kompensasi diartikan sebagai usaha untuk memberikan balas jasa atau

imbalan yang memadai kepada pegawai sesuai dengan kontribusi yang telah

disumbangkan kepada instansi atau organisasi.

4. Integrasi (Integration).

Merupakan usaha untuk menyelaraskan kepentingan individu, organisasi, instansi,

maupun masyarakat. Oleh sebab itu harus dipahami sikap prinsip-prinsip pegawai.

5. Pemeliharaan (Maintenance)

Setelah keempat fungsi dijalankan dengan baik, maka diharapkan organisasi atau

perusahaan mendapat pegawai yang baik. Maka fungsi pemeliharaan adalah

dengan memelihara sikap-sikap pegawai yang menguntungkan instansi.

6. Pemutusan Hubungan Kerja (Separation)

Usaha terakhir dari fungsi operasional ini adalah tanggung jawab instansi untuk

mengembalikan pegawainya ke lingkungan masyarakat dalam keadaan sebaik

Gambar

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
Tabel 3.2 Lanjutan
Tabel. 4.1. Distribusi Karakteristik Responden (n = 69)
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Medan merasa jika komunikasi yang baik dengan karyawan lain dapat mempermudah untuk mendapatkan informasi

akhir yang berjudul “Sistem Pengawasan Internal Gaji dan Upah Pada PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Area Medan”.. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

Citra Juliana: Evaluasi kearsipan pada PT.. PLN (Persero) wilayah Sumatera

Bapak Pimpinan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Area Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan riset serta ibu Aisha Yurika dan ibu Sri dan seluruh

PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara dalam pencapaian visi dan misi perusahaan dapat dilihat dari hasil perhitungan yang rata-rata berada di angka 72% dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk nengetahui pengaruh pelatihan dan penempatan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT.. PLN Provinsi Sumatera Utara Kantor Cabang

Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan pada Kantor PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, terhadap pengembangan karir yaitu PT PLN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat Pengaruh antara Komitmen Karyawan, Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap kinerja pada Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera