UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI
TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA
UTARA
Proposal Skripsi Diajukan Oleh:
NAMA : HERAMIDA YANTY BATUBARA
NIM : 050501006
DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
N a m a : HERAMIDA YANTI BATUBARA N I M : 050501006
Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA
Tanggal ... Pembimbing,
( HB. TARMIZI, SU )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN H a r i :
Tanggal :
N a m a : HERAMIDA YANTI BATUBARA N I M : 050501006
Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA
Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,
(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) ( HB. Tarmizi, SU ) NIP. 132206574 NIP.
Penguji I Penguji II
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
N a m a : Heramida Yanti Batubara N I M : 040501093
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SUMATERA UTARA
Tanggal ... Ketua Departemen,
(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) NIP. 132206574
Tanggal ... Dekan,
ABSTRACT
Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors.
For analyzing the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities.
The result of the research shows that the interest rate, kurs, and inflation give a significance influence to exports of agriculture commodities with a determinant coefficient (R2) 77%.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Rabbil‘alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa
menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit,
Kurs, dan Inflasi Terhadap Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara”. Dan juga shalawat
berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita
harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda H. Rido Batubara dan Ibunda Hj.
Nelmi Sari Nasution yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya,
memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak
pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis
sepanjang hayat.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis
5. Bapak Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan
waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi
dengan baik.
6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si dan Kasypul Mahali, M.Si selaku Dosen
Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang
sangat berharga.
7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga
selesainya skripsi ini.
8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan
data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. Juga kepada para
penulis buku, jurnal, artikel, dan opini yang telah menyediakan literatur yang sangat
berarti. Jangan berhenti berkarya.
9. Abang Sorymuda Pulungan, S.Sos., Drg. Ahmad Zarnawi, Juni Ashari Nasution, SE.,
Dani Sahputra, SE. Terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya serta telah
menjadi teladan yang baik.
10. Sahabat Sekaligus rekan kerjaku Suhailah, Yeno, Herna, Yesi, Maisyarah, Yola, dll
serta rekan-rekan seperjuangan di Ekonomi Pembangunan.
11. Teman, rekan, sahabat, saudara, keluarga, dan semua nyawa lainnya yang telah dan
selalu menemani, mewarnai kehidupan dan mendewasakan Penulis, memberikan
inspirasi serta meneriakkan bahwa “aku bias” yang tidak mungkin dapat disebutkan
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif,
sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan
kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian,
terutama Penulis.
Medan. Mei 2009
Penulis,
HERAMIDA YANTI BATUBARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Hipotesis ... 8
1.4 Tujuan Penelitian ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sektor Pertanian ... 9
2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian ... 9
2.2 Ekspor... 11
2.2.1 Pengertian Ekspor ... 11
2.2.2 Teori Tentang Ekspor ……… 11
2.2.3 Strategi dan Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor ...………... 17
2.2.4 Manfaat Ekspor ……….. 23
2.3 Suku Bunga ... 23
2.3.2 Fungsi Tingkat Suku Bunga ... 24
2.3.3 Jenis-jenis Suku Bunga ... 25
2.3.4 Teori Suku Bunga ... 26
2.4 Kurs ... 32
2.4.1 Pengertian Kurs ... 32
2.4.2 Pasar Valuta Asing ... 34
2.4.3 Keseimbangan Kurs ... 34
2.5 Inflasi... 35
2.5.1 Pengertian Inflasi... 35
2.5.2 Jenis-jenis Inflasi... 37
2.5.3 Sebab-sebab Inflasi ... 42
2.5.4 Pengaruh Inflasi ………. 44
2.5.5 Teori Inflasi ……… 45
2.5.6 Biaya Sosial dari inflasi ………. 47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 50
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 50
3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 50
3.4 Pengolahan Data ... 51
3.5 Model Analisis Data ... 51
3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 52
3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 52
3.6.2 T-Test (Uji Parsial) ... 52
3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak) ... 53
3.8 Defenisi Operasional Variabel ……… 59
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara... 60
4.1.1 Kondisi Geografis ... 60
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi... 61
4.1.3 Kondisi Demografi ... 61
4.1.4 Potensi Wilayah... 62
4.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara ... 63
4.3 Perkembangan Suku Bunga Kredit ... 65
4.4 Perkembangan Kurs ... 67
4.5 Perkembangan Inflasi ... 69
4.6 Analisis Data ... 71
4.7.1 Interpretasi Model ... 72
4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)... 73
4.7.3 Uji Asumsi Klasik... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82
5.2 Saran... 83
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Hal
1.1 Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara Tahun 2006……….. 2
1.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Tahun 2000-2006……… 4
1.3 Perkembangan Kurs Rupiah tahun 2000-2006 ... 5
2.1 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional . 16
2.2 Kurva Teori Klasik tentang Tingkat Bunga... 27
2.3 Kurva Teori Keynes tentang Tingkat Bunga………. 30
2.4 Inflationary Gap……… 39
2.5 Kurva Demand-Pull Inflation………... 40
2.6 Kurva Cost-Push Inflation……… 41
3.1 Kurva Uji t Statistik . ... 53
3.2 Kurva Uji f Statistik……….. 54
3.3 Kurva D-W Statistik………. 58
4.1 nilai FOBEkspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara Tahun 2006... 64
4.2 Uji t-Statistik Suku Bunga Kredit... 74
4.3 Uji t-Statistik Kurs... 75
4.4 Uji t-Statistik Inflasi... 76
4.5 Uji F-Statistik... 78
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Hal
1.1 Perkembangan Tingkat Inflasi Sumatera Utara 2000-2006... 6
3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test……… 57
4.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara 1985-2006... 65
4.2 Perkembangan Suku Bunga Kredit 1985-2006... 67
4.3 Perkembangan Kurs 1985-2006... 69
4.4 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara 1985-2006... 70
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul
1 Data Variabel Dependen dan Indepanden
2 Hasil Regresi Linear Berganda
ABSTRACT
Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors.
For analyzing the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of interest rate, kurs, and inflation to exports of agriculture commodities.
The result of the research shows that the interest rate, kurs, and inflation give a significance influence to exports of agriculture commodities with a determinant coefficient (R2) 77%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumatera Utara memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang berada
dekat dengan garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami iklim tropis basah
dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan suhu udara beragam antara
12,40 – 34,20 C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera Utara memiliki potensi yang besar di
sektor pertanian.
Salah satu potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh dunia
tahu bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah daerah yang
berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari Afrika hingga Amerika
Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di sekitar khatulistiwa cocok untuk
tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang terkandung dalam tanah tidak mendukung
untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang paling cocok dan memungkinkan kelapa sawit
tumbuh dengan baik adalah Sumatera (Suryopratomo, 2004). Selain kelapa sawit, Sumatera
Utara juga dikenal dengan kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau
Jawa, bahkan Eropa. Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor
kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Sebagai daerah yang memiliki potensi yang besar di sektor pertanian, sudah
sepantasnya Sumatera Utara mengandalkan komoditas pertanian. Hampir seluruh kabupaten
yang ada di Sumatera Utara memiliki komoditas pertanian yang berlimpah. Berlimpahnya
komoditas pertanian yang dihasilkan menyebabkan komoditas pertanianan menjadi
komoditas yang srategis untuk dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Hal tersebut dapat dilihat
mencapai 1.790,8 juta dollar Amerika dan diikuti oleh getah karet alam sebesar 1.319,3 juta
dollar Amerika serta kopi sebesar 176,5 juta dollar Amerika.
1790.8
Lemak dan Minyak Nabati Getah Karet Alam
Kopi Kayu Lapis dan Sebagainya
Udang, Kerang, dan Sebagainya Lainnya Komoditas Pertanian
Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)
Grafik 1.1
Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara Tahun 2006
Secara keseluruhan pada tahun 2006, Sumatera Utara telah mengekspor komoditas
pertanian dengan nilai FOB 3.890,2 juta US$. Hasil tersebut telah mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3.242,3 juta US$.
Pada sisi lainnya, produktivitas eksportir juga ditentukan oleh kemampuannya
mengolah modal yang dapat berasal dari modal pribadi maupun bank. Stabilitas modal
memastikan stabilitas produktivitas perusahaan dalam memproduksi barang (Hanjaswara,
2006). Jika eksportir tidak memiliki modal pribadi yang cukup besar, eksportir dapat
mengajukan kredit kepada pihak ketiga, seperti bank. Hal tersebut perlu dilakukan karena
menurut Tjoekam (1999), kredit dapat membuat kegiatan usaha semakin lancar dan baik
Mengkhusus pada modal bank, besar kecilnya kredit tergantung pada tingkat bunga
kredit. Tingkat bunga kredit yang semakin tinggi menyebabkan pengusaha atau eksportir
akan mengurangi jumlah pinjamannya, sehingga berdampak pada jumlah penawaran yang
mampu diciptakan eksportir. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2006 terlihat adanya
kecenderungan penurunan tingkat suku bunga kredit (Grafik 1.2). Pada tahun 2000, suku
bunga kredit berada pada titik 25,2 %. Kemudian turun lagi pada tahun berikutnya menjadi
24,95 %. Hingga akhirnya pada tahun 2006 menyentuh angka 14,26 %. Keadaan ini tentu
saja menjadi pertanda yang baik bagi para debitur.
25.2 24.95
22.8 23.68 22.2
14.71 14.26
0 5 10 15 20 25 30
Suku Bunga Kredit Tingkat Suku Bunga Kredit (%)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun
Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)
Grafik 1.2
Menurut Amir (2004), ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari
peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah
dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Dengan kata lain, dalam melakukan
ekspor besar-kecilnya nilai ekspor tergantung dari ekspor.
Oleh sebab itu, perlu dilihat perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap
mata uang asing, khususnya Dollar Amerika, karena Dollar Amerika merupakan mata uang
utama dunia sejak perang II. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada saat itu, perekonomian
di negara Eropa hancur akibat perang dan di lain pihak tanah Amerika tidak tersentuh oleh
perang tersebut, walaupun Amerika ikut serta dalam peperangan tersebut (Berlianta, 2004).
Kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila
nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000). Jadi
jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika, maka eksportir akan memperoleh
keuntungan lebih. Namun kenyataan di lapangan tidak selalu berpihak kepada eksportir. Nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika selalu berfluktuasi. Pada tahun 2000, nilai kurs Rupiah
berada pada angka Rp 9.525. Kemudian melemah menjadi Rp 10.625 pada tahun berikutnya
dan keadaan ini terus berfluktuasi hingga tahun 2006 (Grafik 1.3)
9525
Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)
Grafik 1.3
Perkembangan Kurs Rupiah 2000 – 2006
Ternyata tidak hanya kurs yang berfluktuasi. Tingkat inflasi pun ikut mengalami hal
yang sama. Seperti yang terlihat pada tabel 1.1 , 5,73 % adalah titik inflasi pada tahun 2000.
Tahun berikutnya inflasi melambung hingga menjadi dua digit (15,5 %). Tetapi, selama dua
tahun berikutnya inflasi terus menurun hingga menyentuh titik 4,23 %. Pada tahun 2005,
tingkat inflasi kembali melambung hingga menyentuh level dua digit.
Tabel 1.1
2006 6,11
Sumber : BPS Sumatera Utara
Tingkat inflasi yang tinggi sangat mengkhawatirkan eksportir, apalagi jika mencapai
dua digit. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri terus mengalami
kenaikan. Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan semakin tinggi
(Hanjaswara, 2006).
Fluktuasi mata uang dalam negeri yang sangat drastis terhadap Dollar Amerika
disertai inflasi yang tinggi sangat memberi pengaruh pada kemampuan berproduksi dan
menjual para pengekspor dalam negeri. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui seberapa
besar pengaruh suku bunga kredit, kurs, dan inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian
Sumatera Utara. Judul yang diangkat penulis untuk menganalisa hal tersebut adalah “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs, dan Inflasi Terhadap Ekspor Komoditas Pertanian Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis membuat perumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana pengaruh suku bunga kredit terhadap ekspor komoditas pertanian
Sumatera Utara?
b. Bagaimana pengaruh kurs terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara?
c. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai
a. Suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap ekspor komoditas pertanian
Sumatera Utara.
b. Kurs berpengaruh positif terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.
c. Inflasi berpengaruh negatif terhadap ekspor komoditas pertanian Sumatera Utara.
1.4 Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap ekspor
komoditas pertanian Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap ekspor komoditas pertanian
Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap ekspor komoditas
pertanian Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
1. Guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.
2. Sebagai bahan studi atau literatur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang
pengaruh suku bunga kredit, kurs, dan inflasi terhadap ekspor.
3. Sebagai pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang
sama yang sudah ada sebelumnya.
4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang
penulis tekuni.
5. Sebagai bahan masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam mengambil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Sektor Pertanian 2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian
Sektor pertanian Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi lima subsektor, yaitu:
a. Subsektor Tanaman Bahan Makanan
1) Kelompok padi dan palawija, terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
tanah, kacang, kedelai, dan kacang hijau.
2) Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih, bawang daun,
kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe, tomat,
terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, ercis, dan kol bunga.
3) Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, jeruk, mangga, rambutan,
duku/langsat, durian, sawo, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, salak, manggis,
nangka, sirsak, dan belimbing.
b. Subsektor Perikanan
1) Kelompok perikanan laut
a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan manyung, kerapu, kakap, ekor kuning,
cucut, bawal hitam, bawal putih, selar, teri, kembung, tuna, dan tongkol.
b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang windu, udang
dogol, udang putih, dan udang lainnya serta kepiting.
c) Subkelompok binatang berkulit lunak, terdiri dari cumi-cumi, kerang, dan
d) Subkelompok binatang air lainnya, terdiri dari ubur-ubur, penyu, dan
teripang.
e) Subkelompok tanaman air, terdiri dari rumput laut.
2) Kelompok perikanan darat
a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan mas, tawes, mujair, gabus, lele, sepat
siam, bandeng, dan gurami.
b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang galah, udang
putih, udang api-api, dan udang windu.
c. Subsektor Peternakan
1) Kelompok ternak besar, terdiri dari sapi, sapi perah, kerbau, dan kuda.
2) Kelompok ternak kecil, terdiri dari kambing, domba, dan babi.
3) Kelompok unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam
kampung, dan itik manila.
d. Subsektor Kehutanan
1) Hasil utama, terdiri dari log rimba, log pinus, kayu gergajian, kayu lapis, PULP,
block board, dan moulding.
2) Hasil ikutan, terdiri dari rotan, arang, dan getah tusam.
e. Subsektor Perkebunan
1) Perkebunan rakyat, terdiri dari kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi arabusta,
kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam, tembakau, kemiri, tebu,
pala, lada, kapuk, gambir, teh, aren, pinang, vanili, jahe, kapulaga, jambu mente,
2) Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi,
dan tebu (SHS dan tetes).
2.2 Ekspor
2.2.1 Pengertian Ekspor
Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di
Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah
pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia.
Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan
barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan
pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004).
2.2.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)
Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor
keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari
paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan
global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang
dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga
sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya
dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut
secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah
bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya
teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).
Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan
a. Adam Smith (1729 – 1790)
Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute
advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional.
Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi
dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, di mana negara tersebut memiliki
keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis
barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara
akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih
efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada
efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi
yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing.
b. David Ricardo
David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative
adavantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut
milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi,
meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang
yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam
memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki
keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi
salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan
berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana Vietnam
tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil
untuk jenis barang yang berbeda.
Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal
dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu
atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap
keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang
didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan
yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor.
c. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern.
Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan
faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya
antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda
antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimilki oleh
kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang
jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang.
Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor
produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan
harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih
mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada
Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan
dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas
bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja
dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara
teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi
pertanian.
Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara
tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan
yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam
produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih
banyak di negara tersebut dan sebaliknya.
d. Cho dan Moon
Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan
siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama
dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status
perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan
kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara
beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang,
Lingkungan Bisnis
Sumber Daya yang
Dianugerahkan Internasional Daya Saing Permintaan Domestik
Industri Terkait
Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional
Menurut Sukirno (dalam Hanjaswara, 2006), faktor-faktor yang menentukan ekspor
sebagai berikut :
a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain
Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu
negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi
barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar
negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang
pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.
c. Kurs Valuta Asing
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara
pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan
nilai ekspor negara pengekspor meningkat.
2.2.3 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan, dan Prosedur Ekspor a. Strategi Memasuki Pasar Ekspor
Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan
dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan
restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi
usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual
produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah
melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan
produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan
langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini
adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor menurut Amir (2004),
yaitu:
1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor
Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar
domestik, sebaiknya perlu diubah menjadi pola pikir yang positif dan agresif.
Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan
liberalisasi sebagai sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar
di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik.
tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil
keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan
tidak akan pernah memasuki pasar ekspor.
2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor
Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang
mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada
dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan (function), daya
tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan (shipment-date), dan
pelayanan purnajualnya (after sales sevices) sesuai dengan “selera dan daya
beli” pembeli di negara tujuan ekspor.
Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis,
Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi
yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari
kekayaan alam tropika. Komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil
perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia, dan hasil wilayah tropis lainnya.
Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat
karya seperti garmen, sepatu, tas, dan hasil kerajinan kulit lainnya.
3) Menganalisis kondisi negara tujuan
Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan
tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu
negara termasuk agama, tradisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim,
peraturan ekspor-impor, perpajakan, perbankan, keuangan, transportasi, dan
sebagainya.
Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor
cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India.
Selain faktor pendapatan per kapita masyarakat Arab Saudi yang jauh lebih
tinggi daripada India, faktor budaya juga menetukan. India secara budaya
adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci
sehingga haram untuk dimakan.
5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha
Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola
dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli
pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of
Distribution, Government Power, and Power of Parliament).
6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa
Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang
internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah,
tabloid, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet), melalui atase
perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga
Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya.
7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu
Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari
komoditi yang rencananya akan diekspor.
8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi
Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan
promosi dari komoditi yang akan diekspor.
Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan diekspor, bila
memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud
dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya. Tujuannya agar calon
pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang
ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa dari
negara lain.
10) Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi
Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang
dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase
perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya
dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.
b. Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor
Menurut Amir (1999), dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat
ditempuh dengan beberapa cara yaitu:
1) Ekspor Biasa
Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan
peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri
untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan
importir di luar negeri.
2) Barter
Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk
Hal ini berarti bahwa yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran
dalam uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam
negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah.
3) Konsinyasi (consignment)
Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk
dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor
biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk
ditukarkan dengan barang atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di
pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).
4) Package Deal
Package deal merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua negara.
Pada perjanjian tersebut ditetapkan sejumlah barang yang akan diekspor ke
negara tertentu dan sebaliknya dari negara tujuan itu akan diimpor sejumlah
barang yang yang dihasilkan di negara tersebut. Pada prinsipnya semacam
barter, namun terdiri dari beragam komoditi.
Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh
berbagai kondisi, antara lain:
1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut
dapat dijual ke luar negeri.
2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam
negeri masih kekurangan.
3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada
penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih
4) Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan
tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
5) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.
2.2.4 Manfaat Ekspor
Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan
ekspor (Amir, 2004), antara lain:
a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual
yang lebih baik (optimalisasi laba).
b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar
ekspor).
c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).
Membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan
yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.
2.3 Suku Bunga
2.3.1 Pengertian suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibayar “ peminjam” (debitur) kepada pihak yang
meminjamkan (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu.
Jumlah pinjaman yang diberikan disebut prinsipal dan harga yang dibayar biasanya
Sunariyah (2004) mengatakan bahwa tingkat bunga yang dibayarkan sebagai
persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya
yang digunakan debitur yang dibayarkan kepada kreditur. Unit waktu biasanya dinyatakan
dalam satuan tahun (satu tahun investasi) atau bisa lebih pendek dari satu tahun. Uang pokok
berarti jumlah uang yang diterima kreditur kepada debitur.
Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus
dikeluarkan bank pada nasabah yang menyimpan dananya di bank,dan disisi lain dapat
diartikan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan
(nasabah yang memperoleh pinjaman).
2.3.2 Fungsi Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga terbentuk dipasar sebagai akibat interaksi kekuatan pasar uang
dan modal. Sunariyah (2004) menguraikan fungsi-fungsi tingkat suku bunga pada suatu
perekonomian negara, yaitu:
a. Sebagai daya tarik bagi penabung, baik individu, institusi atau lembaga, yang
mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
b. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana
langsung atau investsi pada sektor-sektor ekonomi.
c. Tingkat bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan
penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.
d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi, sebagai
2.3.3 Jenis-Jenis Suku Bunga
Dalam realitas sehari-hari terdapat berbagai jenis suku bunga. Jenis- jenis suku bunga
ini dapat dikelompokkan menjadi empat jenis suku bunga, yaitu:
a. Suku Bunga Dasar (Bank Rate), yaitu tingkat suku bunga yang ditentukan oleh
bank sentral atau kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat suku bunga yang
ditetapkan oleh bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik
atau diambil oleh bank sentral. Dengan perhitungan tingkat suku bunga ini juga
dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan
kepada nasabahnya.
b. Suku Bunga Efektif (Effective Rate), yaitu tingkat suku bunga yang atas harga beli
suatu obligasi. Semakin rendah harga pembelian suatu obligasi dengn tingkat bunga
nasinal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi,
ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat
bunga efektifnya.
c. Suku Bunga Nominal (Nominal Rate), yaitu tingkat suku bunga yang dibiarkan tanpa
dilakukan penyesuian terhadap akibat-akibat inflasi
d. Suku Bunga Pedoman (Equivalent Rate), yaitu tingkat suku bunga yang besarnya
dihitung setiap hari (harga harian), setiap minggu (harga mingguan), setiap tahun
(harga tahunan), untuk sejumlah pinjaman atau investasi secara jangka waktu tertentu,
yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan menawarkan penghasilan
bunga dalam jumlah yang sama.
Berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari
masyarakat (dalam hubungan dengan nasabah), maka suku bunga dikelompokkan menjadi
a. Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas balas jasa bagi
nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merupakan harga yang harus dibayar
bank kepada nasabahnya. Contohnya: Giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.
b. Bunga Pinjaman, yaitu bunga atau harga yang diberikan oleh nasabah (pinjaman)
kepada bank atas dana pinjaman yang diberikan kepadanya.
2.3.4 Teori Suku Bunga
a. Teori Klasik
Bunga adalah “harga” dari pengunaan loanable funds, terjemahan langsung dari
istilah tersebut adalah dana yang tersedia untuk “dipinjamkan”, atau disebut “dana
investasi” sebab menurut teori klasik bunga adalah harga-harga yang terjadi di “pasar”
dana investasi.
Dalam suatu periode ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan
melebihi apa yang mereka perlukan untuk konsumsinya selama periode tersebut.
Mereka ini adalah kelompok “penabung”. Bersama-sama jumlah seluruh tabungan
mereka membentuk suplai/ penawaran akan loanable funds. Dilain pihak, dalam periode
yang sama ada anggota masyarakat yang membutuhkan dana, mungkin mereka ingin
berkonsumsi lebih dari pendapatan yang diterima selama periode tertentu. Dengan kata
lain, mereka digolongkan pengusaha yang membutuhkan dana untuk operasi perluasan
usahanya. Mereka ini adalah investor. Jumlah dari seluruh kebutuhan mereka akan dana
membentuk permintaan akan loanable funds selanjutnya para penabung dan para
investor ini akan bertemu dipasar loanable funds, dan dari proses tawar-menawar antara
mereka akhirnya akan dihasilkan kesepakatan/ keseimbangan. Terjadinya tingkat bunga
keseimbangan dipasar dan investasi loanable funds dalam suatu periode dapat
Tingkat Bunga
Kurva Teori Klasik tentang Tingkat Bunga
Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik Io, dimana jumlah tabungan sama
dengan investsi. Apabila tingkat bunga Io, jumlah tabungan melebihi keinginan
pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk
meminjam dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke
posisi Io. Sebaiknya, apabila tingkat bunga io, para pengusaha akan bersaing
memperoleh dana yang relatif lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga
naik lagi ke io.
b. Teori Keynes
Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter yang
artinya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan
dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP) sepanjang uang
itu mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan
mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, dengan demikian akan
mempengaruhi GNP (Gross National product). Sedangkan menurut kaum klasik, uang
Dalam hal ini ada tiga motif mengapa orang mnghendaki memegang uang
tunai, yaitu meliputi:
1) Motif Transaksi
Keynes tetap menerima pendapat golongan cambridgo bahwa orang
memegang uang tunai guna memenuhi dan melancarkan transaksi yang dilakukan dan
permintaan masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh pendapatan nasional,
semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk
memenuhi transaksi.
2) Motif Berjaga-Jaga
Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan
pembayaran-pembayaran tidak reguler, atau yang di luar rencana transaksi normal.
Misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat, seperti kecelakaan, sakit, dan
pembayaran yang tidak terduga tersebut, karena sifat uang yang likuid, yaitu mudah
ditukarkan dengan barang lain.
3) Motif Spekulasi
Sesuai dengan namanya, motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk
memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya pemegang uang tersebut
meramal apa yang terjadi diwaktu yang datang dengan betul. Teori Keynes khususnya
menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan untuk tujuan spekulasi.
Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan apabila tingkat bunga tinggi
permintaan kecil, orang perlu memegang uang tunai dan karena kegiatan spekulasi
tersebut mendapatkan keuntungan, maka orang akan bersedia membayar harga
Permintaan akan uang menurut Keynes disebut dengan “Liquidity Preference”.
Harga tergantung dari tingkat bunga. Sumbu horizontal mengukur jumlah dan
permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.
Tabungan (%)
Jumlah uang
(Liquidity Preference)
r
Jumlah Uang dan Permintaan
Gambar 2.3
Teory Keynes Tentang Tingkat Bunga
Permintaan akan uang memiliki hubungan negatif dengan tingkat bunga Keynes
mengatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya tingkat bunga yang
normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat bunga normal, makin banyak
orang yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datang. Jika mereka
mereka akan menderita kerugian (Capital Loss). Mereka akan menghindari kerugian ini
dengan mengurangi surat berharga yang dipegangnya dengan sendirinya menambah
uang kas yang dipegangnya pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan permintaan
negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas
(Opportunity Cost Holding Money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula
ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena
kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas). Sehingga keinginan memegang uang kas
juga menurun, sebaliknya jika tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas
juga makin rendah sehingga permintaan uang kas juga naik.
c. Teori Paritas Tingkat Bunga.
Teori paritas tingkat bunga adalah salah satu teori yang penting mengenai penentuan
tingkat bunga dalam sistem devisa bebas, yaitu apabila penduduk masing-masing negara
bebas memperjualbelikan devisa.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa “ dalam sistem devisa bebas tingkat
bunga di negara yang satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain,
setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang satu negara dengan
negara lain’’.
Secara aljabar dirumuskan sebagai berikut:
Rn = Rf +E *
Dimana =
Rn = Tingkat bunga nominal didalam negeri
Rf = Tingkat bunga nominal diluar negeri
E* = Laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan
Dalam analisa diasumsikan bahwa tingkat bunga dalam perekonomian terbuka kecil
sama dengan tingkat bunga dunia (Rn = Rf ). Namun demikian, karena beberapa alasan
tingkat bunga berbeda diseluruh dunia. Ketika diasumsikan tingkat bunga dalam
perekonomian kecil ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Jika tingkat suku bunga domestik
berada diatas tingkat bunga dunia, penduduk domestik akan memberikan pinjaman ke luar
negeri untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi yang mendorong tingkat bunga
domestik naik akhirnya tingkat bunga domestik akan sama dengan tingkat bunga dunia.
Perlu dicatat bahwa dalam praktek dan biaya transaksi untuk memindahkan dana
dari dalam negeri. Oleh sebab itu, teori paritas tingkat bunga ini lebih tepat jika berbunyi
bahwa tingkat bunga antara dua negara cenderung sama, setelah dikoreksi dengan laju
depresiasi yang diperkirakan dari mata uang yang satu terhadap mata uang negara lain dan
biaya transaksi tersebut sangat rendah, tetapai dalam sistem devisa yang kurang bebas, biaya
tersebut lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam sistem devisa yang tidak bebas, ada
kemungkinan tingkat bunga didalam negeri sangat berbeda dengan tingkat bunga diluar
negeri, meskipun telah dikoreksi dengan laju depresiasi yang diperkirakan.
2.4 Kurs
2.4.1 Pengertian Kurs
Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang
lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual-beli barang dan
jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang
tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Abimanyu (2004) mendefenisikan kurs sebagai
harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.
Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung
tukar rupiah digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia
(Syarief, 2003).
Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka
mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap
variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam
perdagangan internasional.
Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang
berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor. Perubahan yang dimaksud
adalah:
a. Apresiasi
Yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat
bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang
bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah
harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor
bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.
b. Depresiasi
Yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat
bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan
dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk
negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi
penduduk domestik menjadi mahal.
2.4.2 Pasar Valuta Asing
Kurs ditentukan oleh interaksi antara berbagai rumah tangga, perusahaan dan
pembayaran internasional. Pasar yang memperdagangkan mata uang internasional disebut
dengan pasar valuta asing (foreign exchange market).
Dengan kata lain, pasar valuta asing adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual
dari berbagai mata uang asing.
2.4.3 Keseimbangan Kurs
Keseimbangan nilai tukar pada dasarnya mempunyai fungsi ganda, pertama yaitu
mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran yang akhirnya bermuara kepada tingkat
kecukupan cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. Kedua adalah menjaga
kestabilan pasar domestik.
Pada umumnya, kurs ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva
penawaran dari mata uang asing tersebut. Permintaan valuta asing timbul terutama bila kita
mengimpor barang-barang dan jasa-jasa dari luar negeri atau melakukan investasi dan
pinjaman luar negeri.
Perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal:
a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing/bank, dimana
kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing/bank membeli
valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual valuta asing. Selisih kurs jual dan
kurs beli merupakan keuntungan bagi para pedagang.
b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran, dimana kurs TT
(telegraphic transfer) lebih tinggi karena lebih cepat dibanding dengan kurs MT (mail
transfer).
Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Sering terjadi
penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal, kursnya lebih
2.5Inflasi
2.5.1 Pengertian Inflasi
Defenisi inflasi secara umum adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang
bersifat umum dan terus menerus serta suatu keadaan yang mengidentifikasikan semakin
melemahnya daya beli masyarakat yang dikuti oleh semakin merosotnya nilai mata uang
suatu negara. Angka inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi, dan beberapa
tahun terakhir ini menjadi pusat perhatian banyak orang. Inflasi telah dianggap sebagai
penyakit ekonomi yang selalu menyertai perjalanan pertumbuhan perekonomian suatu
negara. Secara teori angka inflasi dipengaruhi oleh adanya permintaan yang lebih tinggi dari
penawaran. Fluktuasi angka inflasi ini dapat menggambarkan besarnya gejolak ekonomi
terutama harga disuatu negara, disamping itu angka inflasi mencerminkan pula besarnya daya
beli masyarakat terhadap barang-barang dan jasa.
Ada beberapa defenisi inflasi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi, diantaranya:
a. A.C Pigou
Inflasi adalah suatu bentuk keadaan dimana pendapatan dalam bentuk uang
bertambah lebih besar daripada pertumbuhan output yang dihasilkan oleh para penerima
pendapatan tersebut.
b. G. Cowth Hrey
Inflasi adalah keadaan dari nilai uang turun terus menerus dan harga naik terus
menerus.
c. Hawty
Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang yang beredar.
Inflasi terjadi dalam suatu keadaan ekonomi yang dinamis pergeseran permintaan
dan sekumpulan barang tertentu ke sekelompok barang yang lain sehingga terjadi
tekanan permintaan terhadap sektor-sektor tertentu dalam ekonomi
Meskipun defenisi diatas berbeda-beda tetapi ada suatu hal yang sama yaitu inflasi
merupakan proses kenaikan harga dan bukan merupakan keadaan harga yang tinggi.
Kenaikan harga tersebut terjadi secara umum, mencakup beberapa macam barang saja, tidak
disebut dengan inflasi kecuali jika kenaikan harga barang terebut mengakibatkan kenaikan
sebagian dari barang lain.
Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan
dialami oleh hampir semua negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa memerangi laju inflasi
merupakan salah satu kebijakan ekonomi yang sering dikenal dengan stabilitas harga.
Defenisi yang sederhana mengenai inflasi adalah merupakan kecenderungan kenaikan
harga-harga umum secara teus menerus. Dari defenisi ini dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau
beberapa pada suatu saat tertentu dan hanya sementara belum tentu menimbulkan inflasi.
2.5.2 Jenis-Jenis Inflasi
Ada beberapa jenis inflasi yang dapat terjadi dalam perekonomian diantaranya:
a. Ditinjau dari parah tidaknya suatu inflasi
1) Inflasi Ringan, yaitu inflasi yang besarnya lebih kecil dari 10% per tahun
2) Inflasi Sedang, yaitu inflasi yang besarnya 10 sampai 30% per tahun
3) Inflasi Berat, yaitu inflasi yang besarnya 30 sampai 100% per tahun
4) Hiperinflasi, yaitu inflasi yang besarnya lebih besar dari 100% per tahun.
b. Ditinjau dari asal inflasi
Inflasi jenis ini terjadi karena kenaikan harga yang terjadi di dalam
negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah, yang mengakibatkan
kenaikan harga.
2) Imported Inflation
Inflasi ini terjadi karena harga-harga luar negeri yang tercermin pada
harga barang-barang impor. Dengan demikian, kenaikan indeks harga luar negeri
akan mengakibatkan kenaikan indeks harga umum dan dengan sendirinya akan
mempengruhi laju inflasi.
c. Ditinjau berdasarkan faktor penyebabnya
1) Inflasi Tekanan Permintaan (demand-pull inflation)
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate
demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja
penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir
mendekati kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disamping
menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output). Apabila
kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai penambahan
permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan
permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas atau melebihi
GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary
C+I
Inflationary
Gap C’’+I’
C + I
YFE Y1
Gambar 2.4
Inflationary Gap
Kenaikan pengeluaran total dari C + I menjadi C + I’ akan
menyebabkan keseimbangan pada titik B berada diatas GNP full-imployment
(YFE). Jarak A – B atau YFE-YI menunjukkan besarnya inflotionari gap.
Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total proses
AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi
oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik
menjadi QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik
menjadi P3 sedangkan output tetap pada QFE. Kenaikan harga disebabkan oleh
adanya inflationary gap.
Proses kenaikan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan
total terus naik (misalnya AD4).
2) Cost–Push Inflation
Berbeda dengan demand full inflation, cost-push inflation biasanya
ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dikuti
dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply)
sebagai akibat biaya kenaikan produksi.
Kenaikan biaya produksi pada gilirannya akan menaikkan harga dan
turunnya produksi. Kalau proses ini berjalan terus maka timbullah cost-push
inflation. Gambar berikut menjelaskan terjadinya cost- push inflation.
P2
P1
P3
P
Gambar 2.6
Q2 Q1 QFE Q
Cost Push Inflation
Bermula pada harga P1 dan QFE kenaikan biaya produksi (disebabkan
baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun
kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total
dari AS1 menjadi AS2. Konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun
menjadi Q1. Kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3,
Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergesr ke atas. Proses
kenaikan harga ini (yang sering juga dibarengi dengan turunnya produksi) disebut
dengan cost push inflation.
2.5.3 Sebab-Sebab Inflasi
Ada beberapa sebab yang dapat meninbulkan inflasi, antara lain:
a. Pemerintah yang terlalu berambisi untuk menyerap sumber-sumber yang dapat
dilepaskan oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku.
b. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh pendapatan relatif
lebih besar daripada kenaikan produksi mereka.
c. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang-barang
dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluarnya (output) yang mungkin dicapai
oleh perekonomian yang bersangkutan
d. Pengaruh alam yang dapat mempengaruhi produksi dan kenakan harga
e. Pengaruh inflasi luar negeri apabila negara yang mempunyai sistem perekonomian
terbuka pengaruh inflasi ini terlihat melalui pengaruh terhadap harga-harga barang
impor.
Di negara-negara industri pada umumnya inflasi bersumber dari salah satu
gabungan dari dua masalah berikut:
a. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan
untuk menghasilkan barang dan jasa. Keinginan untuk mendapatkan barang yang
mereka butuhkan akan mendorong para konsumen meminta barang tersebut pada
harga yang lebih tinggi. Sebaliknya para pengusaha akan mencoba menahan
barangnya dan hanya menjual kepada pembeli-pembeli yang bersedia membayar pada
b. Pekerja-pekerja diberbagai bidang kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah.
Apabila para pengusaha mulai mengalami kesukaran dalam tambahan pekerja untuk
menambah produksinya, pekerja-pekerja akan terdorong untuk menuntut kenaikan
gaji. Apabila tuntutan kenaikan upah berlaku secara meluas, akan terjadi kenaikan
biaya produksi dari berbagai barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian.
Kenaikan biaya produksi tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan menaikkan
harga-harga barang mereka.
Kedua masalah yang diterangkan diatas biasanya berlaku apabila perekonomian
sudah mendekati tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Dengan perkataan lain didalam
perekonomian yang sudah sangat maju, masalah inflasi sangat erat kaitannya dengan
tingkat penggunaan tenaga kerja. Di samping itu inflasi dapat pula berlaku sebagai akibat
(1) kenaikan haraga-harga barang yang dimpor, (2) penambahan penwaran uang yang
berlebihan tanpa dikuti oleh penambahan produksi dan penawaran barang, (3) kekacauan
politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab.
2.4.4 Pengaruh Inflasi
Menurut Sadono sukirno (2000) di dalam suatu kegiatan inflasi sangat
mempengaruhi stabiliatas perekonomian negara tersebut :
a. Tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi tingkat produksi dalam negeri melemahkan
produksi barang ekspor. Tingkat inflasi yang tinggi menurunkan produksi karena
harga yang menjadi tinggi dan permintaan akan barang menurun sehingga produksi
menurun.
b. Inflasi menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan kenaikan harga upah
buruh, maka kalkulasi harga pokok meninggikan harga jual produk lokal. Dilain pihak
tidak semua bahan habis terjual. Inflasi menyebabkan naiknya harga jual produksi
barang ekspor, dan berpengaruh terhadap neraca pembayaran.
Dismping menimbulkan efek buruk terhadap kegiatan ekonomi negara, inflasi juga
akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu dan masyarakat yaitu:
a. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill oarng-orang yang berpendapatan tetap. Pada
umumnya kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan
menurunkan upah rill individu-individu yang berpendapatan tetap.
b. Inflasi akan mengurangi kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan
mesyarakat disimpan dalam bentuk uang . baik simpanan di bank, simpanan tunai,
dan simpanan-simpanan dalam institusi lain merupakan simpanan keuangan yang
nilainya akan menurun apabila inflasi berlaku.
c. Memperburuk pembagian kekayaan. Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan
tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai riil pendapatannya dan pemilik
kekayaan bersifat keungan mengalami penurunan dalam nilai rill kekayaannya. Akan
tetapi pemilik harta-harta tetap (tanah, bangunan, rumah) dapat menambah atau
mempertahankan nilai rill kekayaannya. Juga sebagian penjual/pedagang dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian, inflasi menyebabkan
pembagian pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap pemilik-pemilik harta
tetap dan penjual/pedagang akan semakin menjadi tidak merata.
2.4.5 Teori Inflasi
Menurut Waluyo (2004), ada beberapa teori yang berkenaan dengan inflasi, yaitu : a. Teori Kuantitas
Teori ini merupakan teri yang mendekati inflasi dari segi permintaan. Teori ini
bahwa inflasi hanya dapat terjadi bila ada kenaikan jumlah uang yang beredar.
Harga-harga akan naik karena adanya kelebihan uang yang diciptakan dan diproduksi oleh
Bank Sentral. Meningkatnya jumlah uang yang beredar berarti meningkatkan saldo kas
yang dimiliki oleh rumah tangga konsumen dan akibatnya akan meningkatkan
pengeluaran konsumsi masyarakat. Peningkatan konsumsi masyarakat akan
mengakibatkan kenaikan tingkat harga, sehingga berakibat terjadinya inflasi.
Disamping penambahan jumlah uang yang beredar, mereka berpendapat
bahwa sebab dasar adanya kenaikan inflasi adalah keadaan sosial dan politik
masyarakat. Faktor ini berkaitan erat dengan harga yang diterapkan (price expectation)
terjadi disaat yang akan datang. Dengan sendirinya prilaku masyarakat mengenai
perubahan harga dan ekonomi akan besar pengaruhnya terhadap laju inflasi.
b. Teori Keynes dan Teri Tekanan Biaya (cosh push theory)
Teori ini mengatakan bahwa inflasi terjadi karena suatu kelompok masyarakat
ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga proses tarik menarik antar
golongan masyarakat untuk memperoleh bagian masyarakat yang lebih besar daripada
yang mampu disediakan oleh masyarakat sendiri. Golongan yang berhasil dengan
aspirasinya akan mencerminkan keberhasilannya dalam suatu permintaan yang efektif.
Bila hal ini selalu terjadi maka akan timbul suatu kesenjangan inflasi (inflationary gap)
yang akan mengakibatkan kenaikan biaya (cosh push).
c. Teori Strukturalis
Teori ini juga disebut sebagai teori inflasi jangka panjang yang didasarkan
pada pengalaman di negara-negara Amerika Latin dan mengaitkan timbulnya inflasi.