• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN PROGRAM SIMULASI PHET DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN PROGRAM SIMULASI PHET DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENGGUNAAN PROGRAM SIMULASI PHET DALAM

PEMBELAJARAN INKUIRI LABORATORIUM TERHADAP

PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR TINGKAT TINGGI

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Ainun Najib 4201411113

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

ii

Simulasi PhET dalam Pembelajaran Inkuiri Laboratorium terhadap

Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi” bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 15 September 2015

(3)

iii

Laboratorium terhadap Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

disusun oleh Ainun Najib 4201411113

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 15 September 2015.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si. 196310121988031003 196306101989011002 Ketua Penguji

Drs. Hadi Susanto, M.Si. 195308031980031003

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing I Pembimbing II

(4)

iv (QS. Ar Rahmaan: 13)

Orang yang tidak menguasai matanya, hatinya tidak ada harganya (Ali bin Abi Talib)

Orang bijaksana adalah orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu (Socrates)

PERSEMBAHAN

(5)

v

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama menyusun skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA), Universitas Negeri Semarang, sekaligus Dosen wali yang telah memberikan saran dan bimbingan selama kuliah.

3. Dr. Khumaedi, M.Si., Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Achmad Sopyan, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran, petunjuk, solusi, perhatian, motivasi, nasihat, semangat, inspirasi, waktu, tenaga, doa dan ilmu dalam pelaksanaan skripsi ini.

5. Prof. Dr.rer.nat. Wahyu Hardyanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran, petunjuk, solusi, perhatian, motivasi, nasihat, semangat, inspirasi, waktu, tenaga, doa dan ilmu dalam pelaksanaan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu selama kuliah.

(6)

vi penelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan penyusunan hasil karya ilmiah lainnya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca demi kebaikan di masa mendatang.

Semarang, 15 September 2015

(7)

vii

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr. Achmad Sopyan, M.Pd., dan Pembimbing II Prof. Dr.rer.nat. Wahyu Hardyanto, M.Si.

Kata kunci: Inkuiri berbasis laboratorium, inkuiri terbimbing, PhET, penguasaan konsep listrik dinamis, keterampilan berpikir tingkat tinggi.

(8)

viii

Skills. Final project, Physics Department Mathematics and Natural Science Faculty Universitas Negeri Semarang. First Adviser: Dr. Achmad Sopyan, M.Pd., and Second Adviser: Prof. Dr.rer.nat. Wahyu Hardyanto, M.Si.

Keywords : Inquiry based laboratory, Guided inquiry, PhET, concept mastery of dynamic electric, higher order thinking skills.

(9)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….… iv

KATA PENGANTAR...………. v

ABSTRAK...……….. vii

ABSTRACT...……… viii

DAFTAR ISI……….. … ix

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR GAMBAR………. xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

BAB 1. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……….…. 1

1.2 Identifikasi Masalah………... …. 5

1.3 Pembatasan Masalah………..… 6

1.4 Rumusan Masalah……….…. 6

1.5 Tujuan Penelitian………... 6

1.6 Manfaat Penelitian………. 7

1.7 Penegasan Istilah………... 8

1.8 Sistematika Skripsi……… 10

1.8.1 Bagian Pendahuluan………. 10

1.8.2 Bagian Isi……….. 10

1.8.3 Bagian Akhir Skripsi……… 12

2. TINJAUAN PUSTAKA……….... 13

2.1 Deskripsi Teoritik………... 13

2.1.1 Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing………. 13

2.1.2 Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium……….. 15

(10)

x

2.2.1 Arus Listrik………... 24

2.2.2 Hukum Ohm………. 25

2.2.3 Hukum Khirchhoff………... 26

2.2.4 Susunan Rangkaian Resistor……… 27

2.2.5 Alat Ukur Listrik……….. 28

2.3 Kerangka Berpikir………. 30

2.4 Hipotesis Penelitian………... 32

3. METODE PENELITIAN……….…. 33

3.1 Desain Penelitian………... 33

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 34

3.3 Variabel Penelitian………. 36

3.4 Pelaksanaan Penelitian……..………. 37

3.5 Prosedur Penelitian……… 38

3.6 Metode Pengumpulan Data……… 41

3.7 Instrumen Penelitian……….. 42

3.8 Analisis Data Akhir………... 51

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 57

4.1. Analisis Kesamaan Kelas..……… 57

4.2. Analisis Penguasaan Konsep……….... 58

4.3. Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi………... 67

4.4. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Inkuir Laboratorium berbantuan Simulasi PhET….………...…………... 76

4.5. Keterbatasan Penelitian………..………... 82

5. PENUTUP……… 83

5.1 Simpulan………... 83

5.2 Saran…..………... 84

DAFTAR PUSTAKA……… …. 85

(11)

xi

Indikator sub keterampilan berpikir tingkat tinggi ……….

3.1. Desain Pre-test dan Post-test Group………... 33

3.2. Rincian jumlah siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Kragan……. 35

3.3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian……… 38

3.4. Kriteria Tingkat Kesukaran Item………. 47

3.5. Kriteria Daya Pembeda……… 48

3.6. Kriteria Penilaian Data Observasi……… 51

3.7. Kriteria Penilaian Faktor Gain………. 54

4.1. Hasil analisis nilai pretes dan postes untuk penguasaan konsep….. 58

4.2. Analisis ketuntasan penguasaan konsep peserta didik……….. 64

4.3. Analisis nilai pretes dan postes untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi………. 68

4.4. Hasil Analisis terhadap Aktivitas Guru (Peneliti)………. 79

(12)

xii

……… 2.2. Simulasi PhET untuk variasi tegangan………. 26 2.3. Simulasi PhET untuk hukum Kirchhoff………... 27 2.4. Simulasi PhET untuk rangkaian hambatan seri- paralel…………... 28 2.5. Simulasi PhET untuk pemasangan alat ukur listrik……….. 29 2.6. Kerangka berpikir dalam penelitian……….. 31 3.1. Prosedur Penelitian……… 40 4.1. Grafik nilai penguasaan konsep pada kelas eksperimen dan kontrol 59 4.2. Grafik uji gain penguasaan konsep pada kelas eksperimen dan

(13)

xiii

2. Uji Normalitas Data Awal ... 92

3. Uji Homogenitas Data ... 96

4. Kisi- kisi Soal Uji Coba ... 98

5. Soal Uji Coba ... 99

6. Rubrik Penilaian Soal Uji Coba ... 102

7. Analisis Hasil Uji Coba ... 110

8. Silabus Pembelajaran ... 117

9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 118

10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 134

11. Kisi-Kisi Soal Pretes-Postes ... 150

12. Soal Pretes-Postes ... 151

13. Rubrik Penilaian Soal Pretes-Postes ... 154

14. Daftar Nilai Pre-Test ... 162

15. Daftar Nilai Pos-Test... 164

16. Uji Normalitas Nilai Pretes ... 166

17. Uji Normalitas Nilai Postes ... 168

18. Detail Nilai Pretes dan Postes ... 170

19. Uji Peningkatan Rata-Rata Penguasaan Konsep ... 174

20. Uji Peningkatan Rata-Rata Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 176

21. Uji Pihak Kanan untuk Penguasaan Konsep ... 178

22. Uji Pihak Kanan untuk Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 180

23. Analisis Nilai Pretes dan Postes tiap Materi ... 182

24. Uji Peningkatan Penguasaan Konsep per Materi Kelas Eksperimen ... 190

25. Uji Peningkatan Penguasaan Konsep per Materi Kelas Kontrol ... 194

26. Analisis Nilai Pretes dan Postes tiap Materi ... 198

27. Uji Peningkatan HOTS per Indikator Kelas Eksperimen ... 206

28. Uji Peningkatan HOTS per Indikator Kelas Kontrol ... 210

(14)

xiv

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Salah satu studi internasional mengenai kemampuan kognitif siswa yaitu TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) yang diadakan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2011 memperoleh nilai 397 pada bidang fisika, dimana nilai ini berada di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Menurut data Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD (2004: 55), berdasarkan hasil survey dari Programme for International Student Assessment (PISA) untuk kategori sains, pada tahun 2000 Indonesia berada di urutan 38 dari 41 negara peserta. Pada tahun 2003, Indonesia menempati peringkat 38 dari 40 negara peserta. Pada tahun 2006 ketika jumlah negara peserta bertambah, Indonesia berada di peringkat 50 dari 57 negara. Sedangkan pada tahun 2009, Indonesia menempati peringkat 60 dari 65 negara. Jika dilihat dalam standar isi berdasarkan Permendiknas no 22 tahun 2006, Mata Pelajaran sains dan teknologi, khususnya pembelajaran fisika memiliki beberapa tujuan, diantaranya memupuk sikap ilmiah, berfikir ilmiah, dan komunikasi ilmiah siswa. Sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, pada hakikatnya proses pembelajaran fisika di setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus menekankan pada pengalaman belajar siswa dalam

(16)

membentuk pengetahuannya sendiri atau proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered).

Proses pembelajaran yang konvensional memiliki kelemahan-kelemahan

dalam meningkatkan hasil belajar. Adapun kelemahan diantaranya siswa kurang

mampu mengembangkan pikirannya (malas berpikir), cenderung pasif, sulit

bekerjasama dan bersifat individual, serta kurang termotivasi dalam kegiatan

pembelajaran dikelas. Kelemahan siswa dalam pembelajaran diduga dari kebiasaan

yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang lebih menekankan pada

teacher centered dimana pembelajaran berpusat pada guru sehingga perkembangan

potensi dan kemampuan berpikir siswa kurang maksimal, karena siswa hanya sebagai

pendengar selama proses pembelajaran. Melalui kegiatan eksperimen, siswa

melakukan minds on dan juga hands on. Menurut Olson & Loucks-Horsley sebagaimana dikutip oleh Chin & Chia (2005:56), partisipasi siswa dalam kegiatan penyelidikan melalui eksperimen mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis data, membuat kesimpulan, membangun argumen, mengkomunikasi temuan, dan menggunakan strategi penalaran luas yang melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis, kreatif, kausal, dan berpikir logis).

(17)

disebarkan kepada 30 responden siswa kelas X SMAN 1 Kragan, didapatkan bahwa sebanyak 67% siswa menganggap pelajaran fisika sulit, dan sebanyak 45% siswa diantaranya berpendapat bahwa pembelajaran fisika kurang menarik. Kesulitan yang dihadapi sebagian besar siswa adalah proses pembelajaran yang kurang menarik, dan ketakutan awal pada pelajaran fisika yang mengakibatkan siswa kurang memperhatikan, dan menyerah sebelum dipelajari. Minimnya inovasi dalam pembelajaran, serta kurangnya pemahaman siswa terhadap fisika terjadi karena keterampilan berpikir siswa untuk memahami konsep tersebut lebih dalam jarang dilatih. Sehingga siswa hanya berfikir bahwa fisika hanya berupa rumus- rumus dalam matematika yang bisa dihafalkan, tanpa memperhatikan hubunganya dengan konsep yang ada di alam sekitarnya.

(18)

berdasarkan poin penting dalam suatu masalah, serta memperoleh pengetahuan ilmiah dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.

Saat ini, sebagai penunjang dalam praktikum, penggunaan laboratorium tidak sebatas dilakukan dengan menggunakan alat- alat riil sesuai dengan buku panduan. Pemanfaatan laboratorium virtual memungkinkan melakukan kegiatan praktikum tanpa sarana laboratorium sesungguhnya (laboratorium riil). Menurut Mulyasa (2006), pemanfaatan laboratorium virtual bukan untuk menggantikan peran laboratorium yang sebenarnya (laboratorium riil), namun sebagai alternatif solusi pelengkap atas minimnya peralatan laboratorium fisika yang sesungguhnya di sekolah-sekolah.

Laboratorium virtual yang dimanfatkan oleh peneliti adalah simulasi interakif PhET Colorado. PhET (Physics Education Technology) merupakan sebuah situs yang menyediakan simulasi pembelajaran fisika untuk kepentingan pengajaran di kelas atau dapat digunakan untuk kepentingan belajar individu. Selain itu, PhET merupakan simulasi interaktif terhadap fenomena fisis dengan pendekatan berbasis-riset yang menggabungkan hasil penelitian dan percobaan produsen PhET. Simulasi PhET memungkinkan para siswa untuk menghubungkan fenomena kehidupan nyata dengan ilmu yang mendasarinya. Aplikasi ini juga dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran sains, khususnya fisika.

(19)

pemahamannya maupun dalam penyampaiannya kepada siswa. Padahal sebenarnya, listrik merupakan konsep yang penting dan sudah dikenal oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran inovatif dan variatif harus dapat memacu perkembangan kreativitas siswa, tidak hanya terpaku pada hasilnya semata, akan tetapi juga memperhatikan prosesnya. Dari uraian diatas penulis memandang perlu dikembangkan suatu pembelajaran yang yang dapat memvisualisasikan konsep yang bersifat abstrak, menarik, menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif, serta dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam materi instrumentasi listrik. Sehingga dengan adanya model pembelajaran ini siswa akan mendapatkan alat bantu dalam belajar mandiri, sehingga pengembangan pembelajaran fisika yang efektif, dan menyenangkan dapat terlaksana.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diteliti adalah:

(1) Penguasaan konsep peserta didik masih rendah terhadap mata pelajaran fisika ditandai dengan nilai rata-rata ujian akhir semester gasal dari sebagian besar siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Kragan tahun ajaran 2014/2015 kurang dari KKM.

(20)

1.3

Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

(1) Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah listrik dinamis yang terdiri dari subbab kuat arus, hambatan, hukum Ohm, rangkaian hambatan, hukum Khirchhoff, dan alat ukur listrik

(2) Keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam menjawab dengan benar soal- soal selevel PISA, dan SBMPTN.

(3) Subyek dalam penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kragan.

1.4

Rumusan Masalah

(1) Bagaimana pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa?

(2) Bagaimana pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa?

(3) Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET pokok bahasan listrik dinamis?

1.5

Tujuan Penelitian

(1) Untuk mengetahui pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa. (2) Untuk mengetahui pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran

(21)

(3) Untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET pokok bahasan listrik dinamis.

1.6

Manfaat Penelitian

(1) Bagi sekolah

a) Sebagai suatu informasi pembaruan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran fisika.

b) Sebagai pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran fisika pada khususnya dan mata pelajaran lain pada umumunya.

(2) Bagi guru

Sebagai bahan referensi bagi guru dalam menentukan model pembelajaran dan media pembelajaran yang menarik dan variatif dalam pembelajaran. (3) Bagi peneliti

a) Sebagai pengetahuan sekaligus pengalaman dalam membekali diri sebagai calon guru, serta mengetahui model pembelajaran yang sesuai terhadap kondisi peserta didik yang diteliti.

b) Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan tentang penyusunan karya ilmiah sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk menyusun karya ilmiah lainnya.

(4) Bagi peneliti lain

a) Sebagai bahan bacaan atau referensi untuk penelitian lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

(22)

1.7

Penegasan Istilah

(1) PhET (Physics Education Technology)

PhET adalah software simulasi interaktif fisika yang tersedia, dan dapat diunduh melalui internet, serta dapat dijalankan secara online atau offline. Simulasi yang dipakai oleh peneliti adalah kontruksi listrik DC. Dengan simulasi ini siswa bebas menyusun rangkaian listrik sesuai tujuan yang diinginkan. Selain itu, Software ini juga memungkinkan pengguna untuk menyimulasi atau mengeksplorasi gejala-gejala fisika serta menganalisis dan memprediksi solusi suatu masalah fisika.

(2) Penguasaan Konsep

Penguasaan konsep, diartikan sebagai kemampuan siswa untuk memahami makna fisika secara ilmiah baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, penguasaan konsep ditekankan pada ranah kognitif yang mencakup C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (aplikasi), C4 (analisis), C5 (sintesis) dan C6 (evaluasi) pada materi listrik dinamis. Hal tersebut ditinjau dari kemampuan siswa dalam menjelaskan dan menggunakan konsep pada situasi tertentu dan pengukurannya dapat dilihat dari jawaban benar siswa pada pretes dan postes.

(3) Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

(23)

memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif. Dalam penelitian ini, keterampilan berpikir tingkat tinggi ditekankan pada ranah kognitif yang mencakup C4 (analisis), C5 (sintesis) dan C6 (evaluasi) pada materi listrik dinamis. Sehingga, siswa tidak hanya harus mengingat dan menghafal rumus yang banyak ditemui pada pelajaran fisika, tetapi siswa juga harus mampu memecahkan suatu masalah dengan menggunakan rumus- rumus tersebut. Indikator keberhasilannya dilihat dari banyaknya soal selevel PISA, SBMPTN, dan sebagainya yang berhasil dijawab oleh siswa.

(4) Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Inkuiri terbimbing merupakan pendekatan inkuiri yang dilakukan guru dengan membimbing siswa melakukan kegiatan, memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu diskusi. Dalam penelitian ini, siswa diberi kesempatan untuk belajar tentang aplikasi fisika pada materi listrik dinamis. Dengan demikian memungkinkan siswa untuk berinteraksi langsung dengan kehidupan nyata. Pembelajaran ini menghendaki siswa lebih aktif dalam segala kegiatan pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah.

(5) Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium

(24)

dilakukan melalui serangkaian eksperimen laboratorium. Sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung (praktikum) dan dapat menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami sebelumnya.

1.8

Sistematika Skripsi

Susunan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi.

1.8.1 Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan skripsi ini terdiri dari halaman judul, pernyataan keaslian tulisan, pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

1.8.2 Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:  Bab 1 Pendahuluan

Bagian bab 1 terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

(25)

Bab 3 Metode Penelitian

Bagian bab 3 terdiri dari desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian (lokasi penelitian, populasi, sampel, dan tehnik sampling), variabel penelitian (variabel bebas, dan variabel terikat), pelaksanaan penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data (metode dokumentasi, metode tes, metode observasi), instrumen penelitian (naskah tes, instrumen non-tes) dan analisis data akhir.

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bagian bab 4 terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian meliputi deskripsi peningkatan penguasaan konsep peserta didik, deskripsi peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik pada pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET dan model inkuiri terbimbing, dan deskripsi keterlaksaan pembelajarannya pada materi listrik dinamis. Pembahasan meliputi menafsirkan temuan dan menarik inferensi berdasarkan temunan, mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan atau telah dihasilkan pada penelitian lain dan menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang sudah ada.

Bab 5 Penutup

(26)

saran penelitian meliputi hal-hal yang sebaiknya dilakukan ketika akan melakukan penelitian dengan menerapakan model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET terhadap peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

1.8.3 Bagian Akhir Skripsi

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Deskripsi Teoritik

2.1.1 Model Pembelajaran Inkuiri

Inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang diambil dari konsep teori kontruktivisme. Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, menurut Schmidt (2003: 177), inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa dalam belajar.

(28)

Menurut Herdian sebagaimana dikutip oleh Putra (2013: 96), pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan guru, yaitu: inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri bebas (free inquiry) dan inkuiri bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry).

Menurut Suparno (2007:68), inkuiri terbimbing merupakan pendekatan inkuiri dengan guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Pembelajaran ini menghendaki siswa lebih aktif dalam segala kegiatan pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah.

(29)

2.1.2 Pembelajaran Inkuiri Berbasis Laboratorium

Menurut Hodson (1990: 36) pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dapat meningkatkan perkembangan siswa melalui: 1) proses belajar sains (learning science); 2) belajar tentang sains (learning about science); dan 3) belajar 'mengerjakan' sains (doing science). Dalam

pendekatan inkuiri berbasis laboratorium, konsep-konsep praktikum dirancang sedemikian rupa sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari, serta tujuan yang hendak dicapai oleh siswa. Menurut Guohui sebagaimana dikutip oleh Khan & Iqbal (2011), menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri laboratorium mengembangkan pemikiran tingkat tinggi dan keterampilan proses siswa dengan menempatkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran yang dihadapkan dengan situasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (illstructured).

(30)

Model pembelajaran inkuiri laboratorium yang ditekankan oleh peneliti menuntut siswa secara mandiri melakukan proses pembelajaran, mulai dari kegiatan pemecahan masalah yang bersifat ill-structured, merancang percobaan secara mandiri, mengambil data, serta mengolah data dan menyimpulkan hasil percobaan. Didalam proses pembelajarannya, guru hanya memfasilitasi siswa apabila dalam pelaksanaannya mengalami kesulitan. Menurut NRC (2000) tahapan pembelajaran inkuiri dibagi menjadi lima phase:

 Phase 1: Siswa dilibatkan dengan sebuah pertanyaan ilmiah, kejadian atau fenomena. Hal ini dihubungkan dengan pengetahuan siswa, membuat ketidakseimbangan (dissonance) dengan ide-ide yang mereka miliki, dan atau memotivasinya untuk belajar lebih.

 Phase 2: Siswa menggali ide-ide melalui pengalaman hands-on, memformulasi dan menguji hipotesis, memecahkan masalah dan membuat penjelasan terhadap apa yang mereka observasi.

 Phase 3: Siswa menganalisis dan menginterprestasi data, mensitesis ide-ide mereka, membangun model, dan memperjelas konsep-konsep dan penjelasan, dengan guru dan sumber pengetahuan ilmiah lain.

 Phase 4: Siswa memperluas pemahaman dan kemampuan baru mereka serta mengaplikasikan apa yang dapat mereka pelajari pada situasi baru.  Phase 5 : Siswa dengan gurunya mereview dan mengakses apa yang

(31)

2.1.3 Penguasaan Konsep

Konsep merupakan dasar pemahaman dari suatu materi pelajaran. Jika sebuah konsep sudah dikuasai, maka tujuan pembelajaran dapat dikatakan tercapai. Menurut Anni dan Rifa’i (2009:100), konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu pembangun berpikir dan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Menurut Rosser sebagaimana dikutip oleh Dahar (2011:63), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.

Penguasaan konsep pada penelitian ini ditekankan pada ranah kognitif khususnya jenjang pemahaman konsep. Menurut Sudijono (2009:50), menyatakan bahwa “pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan

diingat”. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia

dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

(32)

kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Indikator penguasaan konsep yang digunakan mengacu pada taksonomi Bloom sebagaimana dikutip oleh Sudijono (2009: 50-52), yaitu pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

2.1.4 Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill HOTS) didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Sebagaimana disarikan dari Heong (2011), kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif.

(33)

Berdasarkan data prosentase rata-rata jawaban benar untuk konten sains dan domain kognitif khususnya fisika, prosentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan dengan prosentase jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran. Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang diterapkan pada TIMSS dapat digunakan untuk menunjukkan profil kemampuan berpikir siswa. Dari ketiga aspek tersebut, aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir dasar. Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hasil TIMSS maka dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah.

(34)
[image:34.595.142.515.503.687.2]

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill HOTS) merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru. Menurut Krathwohl (2002: 214), indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi keterampilan berpikir analisis, evaluasi, dan kreasi. Namun, dalam penelitian ini, tidak semua indikator dari sub keterampilan berpikir tingkat tinggi diteliti, melainkan dipilih sesuai kebutuhan yang ditunjukkan oleh tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Indikator sub keterampilan berpikir tingkat tinggi Sub Keterampilan

Tingkat Tinggi

Indikator

Menganalisis (C4)  Membagi atau menstrukturkan informasi

menjadi lebih sederhana untuk mengenali pola atau hubungannya

 Mengenali serta membedakan faktor

penyebab dan akibat dari skenario yang rumit Mengevaluasi (C5)  Membuat hipotesis, mengkritik, dan

melakukan pengujian

Mengkreasi (C6)  Merancang suatu cara untuk menyelesaikan

masalah

(35)

mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal tes yang mengukur kemampuan analitis, pemecahan masalah, dan interpretasi pada soal-soal fisika, dan matematika. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya siswa kelas XII yang lolos SBMTN dalam 3 tahun terakhir. Jadi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe soal selevel PISA, dan SBMPTN untuk mengukur indikator ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil penelitian Mardhiyanti (2010: 2) menunjukkan bahwa ketika menyelesaikan soal-soal tipe PISA menuntut siswa untuk berpikir ketingkat yang lebih tinggi. Dalam sumber yang sama, dijelaskan bahwa dengan membiasakan siswa mengerjakan soal-soal tipe PISA akan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2.1.5 PhET (Physics Education Technology)

PhET adalah simulasi virtual yang berisikan materi- materi fisis mengenai sains, khusunya fisika, biologi, dan kimia guna kepentingan pengajaran di kelas atau belajar individu. Menurut Finkelstein (2006: 118), simulasi PhET menekankan hubungan antara fenomena kehidupan nyata dengan ilmu yang mendasarinya, mendukung pendekatan interaktif dan konstruktivis, serta memberikan umpan balik, dan menyediakan tempat kerja kreatif.

(36)

menggunakan software yang dijalankan di sebuah komputer. Semua peralatan yang diperlukan oleh sebuah laboratorium terdapat di dalam software tersebut. Salah satu jenis laboratorium virtual yang digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi PhET. Simulasi ini dikembangkan oleh tim dari Universitas Colorado, Amerika Serikat. PhET dibuat untuk membantu siswa memahami konsep-konsep sains secara visual. Simulasi PhET menghidupkan apa yang tidak terlihat oleh mata melalui penggunaan grafis dan kontrol intuitif seperti klik, tarik manipulasi, slider, serta tombol radio. Selain itu, PhET juga bisa digunakan secara offline ataupun online di situs http://phet.colorado.edu/. Semua simulasi PhET didapatkan secara gratis dalam situs resminya.

(37)

2.2

Tinjauan Materi PhET pada Listrik Dinamis

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SMA, Standar kompetensi dari listrik dinamis adalah memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang diamati dalam pelitian ini adalah menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun media pembelajaran yang digunakan adalah media PhET dengan nama Rangkaian Kit Kontruksi DC. Melalui simulasi PhET tersebut siswa bebas berkreasi dalam menyusun rangkaian listrik sesuai dengan apa yang dipraktikumkan. Sehingga standar proses, standar psikomor, dan standar afektif dalam materi ini dapat dicapai dengan baik serta mengembangkan perilaku berkarakter, dan keterampilan sosial.

(38)

2.2.1 Arus Listrik

Elektron-elektron mengalir dalam suatu penghantar dari ujung berpotensial rendah ke ujung berpotensial lebih tinggi, sedangkan arus listrik kebalikan dengan arah alir elektron. Menurut konvensi, arah arus listrik dianggap searah dengan aliran muatan positif. Konvensi ini ditetapkan sebelum diketahui bahwa elektron-elektron bebas bermuatan negatif yang sebenarnya bergerak dan menghasilkan arus listrik pada suatu penghantar. Arah arus listrik dalam suatu penghantar berlawanan arah dengan gerak elektron-elektron dalam penghantar yang sama. Arus listrik mengalir dari titik berpotensial tinggi ke titik lain berpotensial rendah dalam suatu penghantar. Dengan menggunakan PhET seperti pada gambar dibawah ini, kita bisa lebih mudah mengamati gerak elektron dalam suatu penghantar.

Penghantar yang mudah mengalirkan arus listrik disebut konduktor yang umumnya dari bahan logam. Dalam masing-masing atom logam terdapat satu atau beberapa elektron yang bebas bergerak melalui atom-atom lain. Elektron-elektron ini merupakan pembawa muatan negatif yang

(39)

disebut elektron-elektron konduksi. Dalam logam penghantar juga terdapat muatan positif yaitu proton, tetapi proton tidak bergerak karena terikat ke inti atom. Jadi konsep bahwa arus listrik mengalir searah dengan aliran muatan positif sebenarnya bukan proton yang mengalir tetapi elektron yang secara bertahap bergerak dari satu atom ke atom lain.

Rata-rata arus listrik mengalir diukur dengan menggunakan satuan ampere. Satu ampere adalah aliran muatan satu coulomb per detik, dan satuan baku untuk 1 coulomb adalah muatan listrik dari 6,25.1018 elektron, sehingga jika sebuah kawat mengalirkan arus 1 ampere, maka ada 6,25.1018 elektron yang bergerak melintasi kawat tiap detiknya. Untuk menyatakan besarnya arus listrik, digunakan konsep kuat arus listrik, yang didefinisikan sebagai muatan listrik yang mengalir melalui penampang lintang suatu penghantar tiap satuan waktu.

2.2.2 Hukum Ohm

Hubungan antara tegangan, kuat arus dan hambatan dari suatu konduktor dapat diterangkan berdasarkan hukum Ohm yang berbunyi,

“dalam suatu rantai aliran listrik, kuat arus berbanding lurus dengan beda

potensial antara kedua ujung-ujungnya dan berbanding terbalik dengan besarnya hambatan kawat konduktor tersebut.” Hambatan kawat

konduktor biasanya dituliskan sebagai “R”.

i V V

R

A B

(40)

-Keterangan : I = kuat arus

VA - VB = beda potensial titik A dan titik B

R = hambatan

Dengan menggunakan PhET ini kita bisa mengukur beda potensial dan arus, dengan berbagai variasi seperti yang ditunjukkan gambar dibawah. Sehingga kita dapat menghitung sendiri besarnya hambatan yang diperoleh, serta mengeceknya apakah sesuai dengan nilai sebenarnya yang juga tertera pada simulasi ini.

2.2.3 Hukum Kirchhoff

[image:40.595.216.483.327.475.2]

Ketika kita ingin menganalisis suatu rangkaian, maka perlu mencari beda potensial masing-masing komponen dalam rangkaian, dan arus listrik masing-masing komponen dalam rangkaian. Analisis rangkaian didasarkan pada hukum Kirchhoff, yaitu total arus listrik yang masuk titik cabang harus sama dengan total arus listrik yang keluar titik cabang dan jumlah beda potensial pada loop tertutup adalah nol. Dengan menggunakan simulasi PhET, kita juga dapat dengan mudah membuktikan

(41)
[image:41.595.193.469.161.312.2]

kebenaran hukum Khirchhoff ini melalui berbagai macam variasi dalam percobaan seperti gambar dibawah.

Gambar 2.3 Simulasi PhET untuk hukum Kirchhoff 2.2.3.1 Hukum I Kirchhoff

“Jumlah aljabar kuat arus listrik yang melalui titik cabang sama

dengan nol”, secara matematis dapat ditulis: ∑ � =

Kuat arus listrik � diberi tanda positif untuk arah arus listrik yang menuju titik cabang dan diberi tanda negatif jika arah arus listrik meninggalkan titik percabangan yang sama.

2.2.3.2 Hukum II Kirchhoff

“Dalam rangkaian (loop) tertutup, jumlah aljabar GGL (ε) dan

jumlah penurunan potensial (� ) sama dengan nol”, secara matematis dapat ditulis: ∑ � + ∑ �. =

2.2.4 Susunan Rangkaian Resistor

2.2.4.1 Rangkaian Seri

Hambatan total yaitu: = +

(42)
[image:42.595.221.440.113.270.2]

Gambar 2.4 Simulasi PhET untuk rangkaian hambatan seri- paralel 2.2.4.2 Rangkaian Paralel

Hambatan total yaitu:

= +

dan

=

. +

Atau dalam bentuk umum:

= + +

2.2.5 Alat Ukur Listrik

(43)

shunt. Sedangkan pada voltmeter dipasang secara paralel. Selain itu, hambatan shunt yang dipasang pada ampermeter nilainya kecil sedangkan pada voltmeter sangat besar. Menggunakan voltmeter berbeda dengan menggunakan ampermeter, ketika menggunakan voltmeter harus dipasang secara paralel pada kedua ujung yang akan dicari beda tegangannya. Dengan menggunakan simulasi PhET ini siswa dapat mencoba berbagai macam cara pemasangan voltmeter dan ampermeter, jika dalam pemasangannya keliru, maka alat akan meledak atau nilainya tidak terbaca pada alat ukurnya seperti gambar dibawah.

Beberapa percobaan yang dapat dibuat dengan menggunakan PhET yaitu menjelaskan konsep arus listrik dan beda potensial listrik, membuat rangkaian komponen listrik dengan berbagai variasi baik seri maupun paralel, menggunakan dan membaca alat ukur amperemeter dan Volt-meter pada rangkaian, mengukur besaran listrik dalam rangkaian tertutup, menyelidiki hubungan antara tegangan, arus, dan hambatan, mendeskripsikan jenis bahan konduktor, semikonduktor dan isolator, menghitung besarnya hambatan suatu kawat penghubung, menghitung

(44)

hambatan pengganti rangkaian listrik seri dan paralel, mengetahui nilai hambatan substitusi pada rangkaian seri dan rangkaian paralel, mengetahui besar arus listrik pada rangkaian lurus dan rangkaian bercabang, menemukan hukum I kirchhoff untuk rangkaian tak bercabang dan bercabang, menggunakan hukum I Kirchhoff untuk menghitung tegangan (V) dan arus (I) dalam rangkaian tertutup, serta menganalisis percobaan listrik dinamis dalam suatu rangkaian serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.3

Kerangka Berpikir

Berdasarkan Permendiknas no 22 tahun 2006, mata pelajaran sains dan teknologi, khususnya pembelajaran fisika memiliki beberapa tujuan, diantaranya memupuk sikap ilmiah, berfikir ilmiah, dan komunikasi ilmiah siswa. Pembelajaran fisika dengan kegiatan laboratorium merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar fisika siswa. Saat ini sebagian besar guru fisika cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional, yang lebih terfokus pada guru. Dalam kegiatan belajar siswa hanya berdasarkan pada perintah atau tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Akibatnya kegiatan pembelajaran menjadi kurang efektif.

(45)

Penulis memanfaatkan PhET sebagai media pembelajaran bukan untuk mengganti laboratorium riil, melainkan untuk mempermudah, dan melengkapi keterbatasan alat- alat lab yang ada.

Fakta

Pembelajaran Fisika berpusat pada guru dan belum

maksimalnya penerapan model pembelajaran pembelajaran yang mampu meningkatkan

pemahaman konsep siswa dan komunikasi ilmiah siswa

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, memiliki tujuan pembelajaran fisika diantaranya , yaitu memupuk sikap ilmiah, berfikir ilmiah, dan komunikasi ilmiah siswa

Kesulitan belajar dalam menemukan konsep, memahami konsep

mengaitkan hubungan antar konsep dan menerapkan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan PhET dalam Pembelajaran Inkuiri Laboratorium

menginvestigasi permasalahan sehingga memperoleh jawaban permasalahan yang diberikan sebelumnya menemukan jawaban permasalahan melalui aplikasi, simulasi maupun eksperimen sederhana

Penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran fisika meningkat

[image:45.595.124.556.181.747.2]

Keterampilan siswa dalam berpikir tingkat tinggi juga meningkat Bekerjasama dalam suatu kelompok untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah

(46)

2.4

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho: Penggunaan PhET dalam model pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium tidak berpengaruh terhadap peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental dengan pre-test post-test group design. Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum diberi perlakuan (treatment) dan sesudah diberi perlakuan. Observasi yang dilakukan sebelum diberi perlakuan (treatment) disebut sebagai pretes (O1), dan sesudah diberi perlakuan disebut postes (O2). Desain Pre-test dan Post-test Group yang telah dimodifikasi dari Suharsimi (2010: 125) dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Pre-test dan Post-test Group

Kelompok Pre-test Treatment Post-Test

Kelompok eksperimen Kelompok kontrol

O1 O3

X1 X2

O2 O4 Keterangan:

X1 : model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET. X2 : model pembelajaran inkuiri terbimbing

O1 & O3 : nilai pretes sebelum ada perlakuan khusus pada kelas eksperimen dan kontrol.

O2 & O4 : nilai postest setelah ada perlakuan khusus pada kelas eksperimen dan kontrol.

(48)

Sebelum melakukan penelitian terhadap kedua kelas diatas, dilakukan analisis data awal untuk mengetahui kesamaan keadaan kedua kelas. Maka dilakukan uji homogenitas dan kesamaan keadaan awal sampel dengan menggunakan nilai ulangan umum fisika pada semester sebelumnya.

3.2

Lokasi dan Subjek Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kragan yang beralamat di jalan raya Pandangan- Kragan, kabupaten Rembang, provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. SMA Negeri 1 Kragan merupakan satu- satunya SMA negeri yang ada di kecamatan Kragan, sehingga sebagian besar siswa SMP di sekitar kecamatan Kragan mendaftar ke sekolah ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa dengan melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kragan dapat mewakili keadaan SMA atau yang sederajat di kecamatan Kragan dan sekitarnya.

3.2.2 Populasi

(49)

Tabel 3.2 Rincian jumlah siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Kragan

No Kelas Jumlah Siswa

1 X MIPA 1 36

2 X MIPA 2 36

3 X MIPA 3 36

4 X MIPA 4 35

Jumlah 143

Homogenitas populasi dapat diketahui dengan uji homogenitas terhadap nilai ulangan umum fisika semester gasal kelas X MIPA SMA Negeri 1 Kragan tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan perhitungan uji homogenitas diperoleh nilai � ℎ� = 0.0793 sedangkan � =3.84. Nilai � ℎ� < � maka � diterima artinya varians populasi homogen. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 3.

3.2.3 Sampel dan Teknik Sampling

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel secara acak atau simple random sampling. Menurut Sugiyono (2010: 68), simple random

(50)

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X MIPA 1 dan X MIPA 2 SMA Negeri 1 Kragan tahun ajaran 2014/2015.

Normalitas kemampuan awal siswa dapat diketahui dengan uji normalitas terhadap nilai ulangan umum fisika semester gasal kelas semua kelas X MIPA yang ada di SMA Negeri 1 Kragan tahun ajaran 2014/2015. Berdasarkan perhitungan uji normalitas, diperoleh hasil bahwa kemampuan awal siswa untuk semua kelas X MIPA berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

3.3

Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:3), variabel penelitan adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu sebagai berikut.

3.3.1 Variabel Bebas

(51)

3.3.2 Variabel Terikat

Menurut Sugiyono (2010:4), variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik pada materi listrik dinamis setelah diberikan perlakuan (treatment).

3.4

Pelaksanaan Penelitian

(52)
[image:52.595.122.537.137.481.2]

Tabel 3.3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Hari, tanggal Kelas XI IPA 2 Kelas XI IPA 3

Materi Jam ke Materi Jam ke

Senin, 23-03-2015 Rabu, 25-03-2015 Senin, 30-03-2015 Rabu, 01-04-2015 Senin, 06-04-2015 Rabu, 08-04-2015 Senin, 13-04-2015 Rabu, 15-04-2015 Senin, 20-04-2015 Rabu, 22-04-2015 Pretes - Pendahuluan, arus listrik, dan alat ukur listrik, hukum Ohm - Hukum Ohm, rangkaian hambatan - Rangkaian hambatan, hukum Khirchhoff I, dan II - Postes - 7,8 - 6,7,8 - 6,7,8 - 6,7,8 - 7,8 - - Pretes - Pendahuluan, arus listrik, dan alat ukur listrik, hukum Ohm - Hukum Ohm, rangkaian hambatan - Rangkaian hambatan, hukum Khirchhoff I, dan II - Postes - 3,4 - 3,4,5 - 3,4,5 - 3,4,5 - 3,4

3.5

Prosedur Penelelitian

Prosedur penelitian pengaruh penggunaan media simulasi PhET dalam model pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tingi siswa kelas X pada meteri listrik dinamis dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu:

(1) Tahap persiapan.

(53)

studi literatur terhadap GBPP mata pelajaran fisika, buku-buku fisika, dan teori-teori belajar yang relevan terhadap model pembelajaran yang diterapkan.

(2) Tahap pelaksanaan

(54)

dinamis. Prosedur penelitian selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.1.

Uji Coba Masalah

Studi Kepustakaan

Penentuan Subjek

Penyusunan Rancangan Pembelajaran

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Instrumen baik

Pembelajaran Inkuiri berbasis Laboratorium

dengan menggunakan PhET

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Post-test

Analisis

Pembahasan

[image:54.595.122.537.151.730.2]

Kesimpulan Pre-test

(55)

3.6

Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Metode Dokumentasi

Menurut Suharsimi (2010:274), dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi dengan cara mengambil data awal yang meliputi jumlah kelas, daftar nama siswa, jumlah siswa, dan nilai ulangan umum fisika peserta didik kelas X MIPA SMA Negeri 1 Kragan pada semeseter gasal tahun ajaran 2014/2015. Nilai ulangan umum fisika peserta didik tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. 3.6.2 Metode tes

(56)

peserta didik setelah diberikan perlakuan pada kelas eksperimen, dan kelas kontrol.

3.6.3 Metode observasi

Menurut Sudijono (2009: 76), observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan cara pengamatan langsung terhadap proses pembelajaran serta menggunakan kuisioner/ angket. Kuisioner ini berupa seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada siswa mengenai kegiatan pembelajaran yang berlangsung untuk mengungkap aktivitas dan sikap siswa selama pelaksanaan pembelajaran di kelas. Hal ini mencakup aspek afektif, dan psikomotorik. Angket yang dirancang berisi tanggapan siswa terhadap proses belajar mengajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dibuat, sekaligus untuk mendapatkan respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET. Observasi ini dilakukan untuk menilai efektivitas keterlaksanan pembelajaran.

3.7

Instrumen Penelitian

3.7.1 Naskah Tes

(57)

kesukaran. Peneliti merancang soal uji coba sebanyak 13 butir dengan kisi-kisi soal dapat dilihat pada lampiran 4. Dari 13 butir soal, semuanya akan digunakan sebagai soal pretes postes dengan perbaikan beberapa butir soal. Soal uji coba dapat dilihat pada lampiran 5 sedangkan rubrik penilaian soal uji coba terdapat pada lampiran 6.

Menurut Suharsimi (2009: 57), tes yang diberikan harus dianalisis tiap-tiap butir soal yang meliputi: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Kriteria instrumen tes yang baik menurut Suharsimi (2009: 60), antara lain sebagai berikut: (1) Tes harus valid, artinya tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. (2) Tes harus reliabel, dapat dipercaya, yakni dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali atau dalam arti lain hasil, hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. (3) Tes harus obyektif, artinya dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. (4) Tes harus praktis, artinya tes tersebut mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas. (5) Tes harus ekonomis, artinya pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

Validitas Isi dan Validitas Konstruk

(58)

dengan berlandaskan teori tertentu dan dikonsultasikan dengan ahli. Dalam hal ini ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing I, dosen pembimbing II, dan guru mitra.

Sebelum soal di teskan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen perlu dilakukan tes uji coba pada kelas “uji coba” agar didapatkan soal tes yang baik. Uji coba dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tes kepada kelompok yang bukan merupakan sampel penelitian, melainkan kelas lain yang masih dalam satu populasi, serta kelompok uji coba ini harus homogen. Untuk mendapatkan soal yang baik maka diperlukan analisis perangkat tes. Uji coba instrumen ini bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tes.

Validitas Butir Soal Tes

Pada penelitian ini digunakan rumus product moment untuk menentukan validitas butir soal tes. Rumus product moment yang digunakan menurut Suharsimi (2009: 72) adalah sebagai berikut:

=

√{� ∑ � ∑− ∑ − ∑}{� ∑ − ∑}

(3.1)

Keterangan:

: Koefisien korelasi antara X dan Y.

N : Banyaknya subjek/peserta didik yang diteliti.

∑ : Jumlah skor tiap butir soal.

(59)

∑ : Jumlah kuadrat skor butir soal.

∑ : Jumlah kuadrat skor total.

Hasil perhitungan dikonsultasikan pada tabel kritis r product moment, dengan taraf nyata � = 5%. Jika > maka item tersebut valid. Berdasarkan perhitungan validitas butir soal terdapat 13 soal yang valid. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 7.

Reliabilitas Tes

Menurut Suharsimi (2009: 86), tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Pada penelitian ini akan digunakan tes objektif untuk mengukur kemampuan penguasaan konsep peserta didik. Menurut Sudijono (2009: 213), pada tes hasil belajar bentuk objektif penentuan reabilitas tes dapat dilakukan dengan pendekatan single test-single trial method.

Reliabilitas tes pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan formula Kuder-Richard-son (KR20). Menurut Sudijono (2009: 254-257), formula Kuder-Richard-son (KR20) yaitu sebagai berikut:

= [

] [

� −∑ � �

]

(3.2) dapat dicari dengan rumus:

= [� �

� ] (3.3)

� dapat dicari dengan rumus:

� = � - [� �

(60)

Keterangan:

: Reliabilitas tes secara keseluruhan. N : Jumlah peserta tes.

: Banyaknya butir item. : Varians total.

� : Jumlah kuadrat skor total.

pi : Proporsi testee yang menjawab dengan betul butir item yang

bersangkutan.

qi : Proporsi testee yang jawabannya salah, atau qi = 1-pi. Σpiqi : Jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi.

Kriteria pengujian reliabilitas tes yaitu nilai dikonsultasikan dengan harga tabel, jika > dengan taraf kesalahan 5% maka item tes yang diujicobakan reliabel.

Berdasarkan perhitungan reabilitas soal dengan N=71 diperoleh ℎ� �= 0,4243 dan rtabel= 0,2335. Karena nilai > � , maka dapat disimpulkan soal tes reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

Taraf Kesukaran

Menurut Sudijono (2009: 372), angka indek kesukaran item itu dapat diperloeh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Du Bois, yaitu:

(61)

Keterangan:

P : Proportion= proporsi= proporsa= difficulty index= angka indek

kesukaran item.

B : Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir

item yang bersangkutan.

JS : Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.

Menurut Sudijono (2009: 372), cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka/ indeks kesukaran item dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kriteria Tingkat Kesukaran Item Nilai P Interpretasi

< 0.40 Sukar

, − ,7 Cukup (sedang)

> 0.70 Mudah

Berdasarkan perhitungan taraf kesukaran soal uji coba, diperoleh hasil bahwa terdapat 3 soal dengan kriteria sukar, 8 soal dengan kriteria sedang dan 2 soal dengan kriteria mudah. Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 7.

Daya Pembeda

(62)

� =

= � − �

(3.6)

Keterangan:

J : Jumlah peserta tes.

: Banyaknya peserta kelompok atas. : Banyaknya peserta kelompok bawah.

� : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar.

� : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.

� : Proporsi peserta didik di kelompok atas yang menjawab benar.

� : Proporsi peserta didik di kelompok bawah yang menjawab benar. Menurut Suharsimi (2009: 218), untuk menginterpretasikan indeks daya pembeda digunakan kriteria seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Kriteria Daya Pembeda Daya Pembeda (D) Keterangan

0,00-0,20 Jelek (poor)

0,20-0,30 Cukup (satisfactory)

0,30-0,70 Baik (good)

negatif Tidak baik

(63)

Soal Pretes Postes

Berdasarkan hasil analisis validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda dari soal ujicoba, diperoleh 13 soal yang dapat digunakan sebagai soal pretes postes. Penjelasan selengkapnya terdapat pada lampiran 7. Ke-13 soal yang digunakan akan dibuat dalam kisi-kisi soal baru yang terdapat pada lampiran 11. Soal yang telah direvisi dan dijadikan sebagai soal pretes postes terdapat pada lampiran 12, sedangkan rubrik penilaian soal tersebut terdapat pada lampiran 13.

3.7.2 Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes yang digunakan dalam penlitian ini meliputi: silabus. rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), kuisioner/ angket keterlaksanaan proses pembelajaran, dan lembar pengamatan aktivitas guru.

Cara pemberian skor pada instrumen lembar observasi untuk kuisioner/ angket keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut (perlu diketahui bahwa semuanya pernyataan didalam kuisioner adalah pernyataan positif):

− Skor 0 apabila peserta didik sangat tidak setuju dengan pernyataan;

− Skor 1 apabila peserta didik tidak setuju dengan pernyataan;

− Skor 2 apabila peserta didik kurang setuju dengan pernyataan;

− Skor 3 apabila peserta didik setuju dengan pernyataan;

(64)

Sedangkan, cara pemberian skor pada instrumen lembar observasi untuk menilai aktivitas guru pada pembelajaran didalam kelas eksperimen, dan kelas kontrol adalah sebagai berikut:

− Skor 4: sangat baik (jika disampaikan dengan sangat jelas, tepat, terarah dan runtun).

− Skor 3: baik (jika disampaikan dengan jelas, tepat, terarah dan runtun).

− Skor 2: cukup (jika disampaikan dengan cukup jelas, tepat, terarah dan runtun).

− Skor 1: kurang (jika disampaikan dengan kurang jelas, tepat, terarah dan runtun).

− Skor 0: tidak terpenuhi.

Validitas Isi dan Validitas Konstruk

Pengujian instrumen non-tes menggunakan validitas isi dan validitas konstruk. Menurut Sugiyono (2010: 353), validitas isi yaitu validitas yang dilakukan dengan membandingkan isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Validitas konstruk yaitu validitas yang disesuaikan dengan berlandaskan teori tertentu dan dikonsultasikan dengan ahli. Dalam hal ini, ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing I, dosen pembimbing II dan guru mitra.

Analisis Deskriptif Lembar Observasi

Dari data hasil observasi yang diperoleh oleh peneliti, dapat dianalisis dengan menggunakan rumus:

N =� � �ℎ

(65)
[image:65.595.220.407.142.249.2]

Tabel 3.6. Kriteria Penilaian Data Observasi

Nilai Kriteria

< 26% Jelek

26% ≤ N <50% cukup

51% ≤ N < 75% baik

76% ≤ N < 100% baik sekali

3.8

Analisis Data Akhir

Analisis data dalam penelitian ini berpedoman pada data yang terkumpul dan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian. Setiap pertanyaan penelitian yang tercantum dalam rumusan masalah di jawab dengan menggunakan analisis sebagai berikut:

1. Untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, yaitu mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa dianalisis menggunakan statistik uji-t untuk data normal dan uji Wilcoxon untuk data tidak normal.

2. Untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua, yaitu mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium terhadap peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dianalisis menggunakan statistik uji-t untuk data normal dan uji Wilcoxon untuk data tidak normal.

(66)

laboratorium dilakukan analisis secara deskriptif terhadap tanggapan siswa (kuisioner/ angket).

3.8.1 Uji Normalitas Nilai Pretes- Postes

Hipotesis yang diujikan pada penelitian ini sadalah sebagai berikut: H0: Kemampuan siswa berdistribusi normal;

Ha: Kemampuan siswa tidak berdistribusi normal.

Menurut Suharsimi (2010:360), pengujian normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji liliefors. Keunggulan metode Liliefors dapat digunakan dengan sampel kecil dan tidak perlu membuat tabel distribusi bergolong. Dari sekumpulan data cukup kita cari rata-rata dan standar deviasinya. Langkah-langkah uji normalitas data yaitu sebagai berikut:

(1) Menentukan Hipotesis:

H0 : Sampel random berasal dari populasi normal, yang rata-rata dan standar deviasinya tidak diketahui.

Ha : Distribusi data populasi tidak normal. (2) Menghitung tingkat signifikansi a

(3) Menghitung angka baku dari masing-masing data (X). (4) Menghitung probabilitas angka baku secara kumulatif

� � = �  .

(5) Menghitung = ≤ /

(6) Menghitung selisih |� − |

(67)

(8) Membandingkan Lv dengan Tabel (Lt) Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors. (Sudjana, 2001: 273).

Keterangan:

Uji normalitas dengan metode liliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi frekuesi data bergolong. Pada metode liliefors setiap data diubah menjadi bilangan baku dengan transformasi

(3.8)

� = � � ℎ ≤ � ℎ ℎ

Sebagai daerah kritis untuk uji ini ialah :

� = { | > �; } � ℎ

Untuk beberapa α dan n nilai Lα; n dapat dilihat pada tabel

3.8.2 Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Tingkat

Tinggi

Uji Peningkatan Rata-Rata Penguasaan Konsep

Menurut Hake (1998:3), peningkatan pengusaan konsep dapat diukur dengan menggunakan rumus normal gain, yaitu sebagai berikut:

<g>= <�> <�> ��

=

< �>−< �>

−< �> (3.9)

Keterangan:

<Si> : Rata-rata nilai pretes.

(68)

Tabel 3.7. Kriteria Penilaian Faktor Gain

Nilai Kriteria

g ≥ 0.7 Tinggi

0.3 ≤ g < 0.7 Sedang g < 0.3 Rendah

Uji Peningkatan Rata-Rata Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Uji peningkatan rata- rata keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat diukur dengan menggunakan rumus normal gain seperti pada persamaan 3.9.

Keterangan:

<Si> : Rata-rata nilai kerja ilmiah peserta didik pada tahap awal.

<Sf> : Rata-rata nilai kerja ilmiah peserta didik pada tahap akhir.

3.8.3 Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji t-test satu pihak kanan. Apakah pengaruh penggunaan PhET dalam pembelajaran inkuiri laboratorium dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

(69)

b. Ha: µ > µ : peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dalam pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET lebih baik dibandingkan pembelajaran inkuiri terbimbing.

µ1: rata-rata hasil kemampuan penguasaan konsep kelas eksperimen. µ2: rata-rata hasil kemampuan penguasaan konsep kelas kontrol.

c. Ho: µ ≤ µ ∶ peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dalam pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET sama/ kurang dibandingkan pembelajaran inkuiri terbimbing.

d. Ha: µ > µ : peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dalam pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET lebih baik dibandingkan pembelajaran inkuiri terbimbing.

(70)

keterampilan berpikir tingkat tinggi dan minat belajar fisika siswa SMA didasarkan pada hasil uji t pihak kanan ini. Data yang digunakan ini adalah nilai pre-test dan post-test pemahaman konsep. Rumus uji-t satu pihak dapat dituliskan:

= ̅ − ̅

√ +

Keterangan:

= Jumlah siswa kelas eksperimen = Jumlah siswa kelas kontrol

̅ = Rata-rata nilai postes kelas eksperimen

̅ = Rata-rata nilai postes kelas kontrol

= Simpangan baku nilai postes kelas eksperimen = Simpangan baku nilai postes kelas kontrol

= Varians nilai postes kelas eksperimen = Varians nilai postes kelas kontrol Dengan,

= √ − ++

Kriteria Pengujian:

Menurut Sugiyono (2009:197), harga t tersebut dibandingkan dengan harga t tabel dengan dk=n1+n2–2, taraf kesalahan 5%. Jika thitung< ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

(71)

4.1

Analisis Kesamaan Kelas

Normalitas Pretes

Berdasarkan perhitungan uji normalitas data hasil pretes diperoleh nilai adalah 0.1287, dan adalah 0.1477 untuk kelas eksperimen. Sedangkan, untuk kelas kontrol diperoleh nilai adalah 0.1173, dan adalah 0.1477. Karena nilai

< pada kedua kelas, maka � diterima, artinya kemampuan siswa sebelum treatment berdistribusi normal. Perhitungan lengkapnya terdapat di lampiran 16.

Normalitas Postes

Berdasarkan perhitungan uji normalitas data hasil postes diperoleh nilai adalah 0.1318, dan adalah 0.1477 untuk kelas eksperimen. Sedangkan, untuk kelas kontrol diperoleh nilai adalah 0.1130, dan adalah 0.1477. Karena nilai

< pada kedua kelas, maka � diterima, artinya kemampuan siswa setelah treatment berdistribusi normal. Perhitungan lengkapnya terdapat di lampiran 17.

Homogenitas Sampel

Homogenitas

Gambar

Tabel 2.1 Indikator sub keterampilan berpikir tingkat tinggi
Gambar 2.2 Simulasi PhET untuk variasi tegangan
Gambar 2.3 Simulasi PhET untuk hukum Kirchhoff
Gambar 2.4 Simulasi PhET untuk rangkaian hambatan seri- paralel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Studi Penggunaan Furosemid pada

High Gain Active Microstrip Antena for 60-GHz.

dalam Laporan Draf Awal Projek PTB termasuk persetujuan terkini pemilik tanah?. melalui persetujuan persefahaman yang

Chi square test results with exact choice shows the pvalue of 0,048 between age factor and incidence of fatigue, pvalue of 0,048 between work period factor and

Sesuai dengan permasalahan yang ada, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan bahasa Indonesia di bidang leksikon dan

Penyusunan kamus juga dianggap suatu seni perakaman kata yang perlu ditangani dengan halus dan teliti (Wan Mohd Saophy Amizul: 2010). Maka objektif kajian yang

Sampai hari ini belum diatur, namun yang ada hanya PP No.38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negari

Kabupaten Pati memiliki tiga sentra usaha batu bata, yakni batu bata merah yang berasal dari Desa Karanglegi Kecamatan Trangkil, Batu bata merah dari Desa